Bagian 42
Ayzard terus berlari menembus hutan. Darah dari kakinya membentuk jejak-jejak mengerikan di tanah. Gulzar Heer mengikuti dengan malas. Sikapnya yang selalu tegas dalam menghadapi masalah, membuat kesalahpahaman beruntun sepasang kekasih itu terasa sangat konyol.
Gulzar Heer memang sempat tidak peka dengan perasaan Pangeran Fayruza. Namun, ketika hubungan mereka terjalin, dia tak pernah membiarkan pertengkaran berlarut-larut. Setelah mendinginkan kepala beberapa saat, dia akan mengajak Pangeran Fayruza berbicara baik-baik untuk menyelesaikannya sampai tuntas. Sama halnya, jika ada hal tak disuka dari sang pangeran, dia akan langsung mengungkapkannya dengan jujur.
“Asy! Tunggu!” Teriakan Ayzard membuyarkan lamunan Gulzar Heer.
Punggung Asytaria sudah terlihat. Ayzard menambah kecepatan larinya. Tak lama kemudian, dia berhasil merengkuh tubuh sang kekasih ke dalam pelukan. Asytaria tersentak, lalu meronta.
&ldquo
Gulzar Heer sudah berpindah tempat lagi. Dia kembali berada di pondok milik Ayzard dan harus menyaksikan kemesraan dua sejoli itu lagi. Ya, Asytaria memang tengah menyandarkan kepalanya di dada bidang sang kekasih sembari menghela napas berat berkali-kali.“Apa yang membuat kekasihku semurung ini?” bisik Ayzard lembut. Tangannya tak henti mengusap rambut Asytaria.“Ibu masih tak terima jika aku ikut pemberontakan, Ayzard,” keluh Asytaria sebelum menceritakan masalahnya.Seminggu sudah berlalu sejak dia mengutarakan rencana pemberontakan. Namun, Varya masih marah besar. Ibu angkatnya itu terus bungkam dan memasang raut wajah dingin sepanjang hari. Sagha juga tidak jauh berbeda. Meskipun tidak melakukan penolakan langsung, sang ayah angkat sering kali memintanya untuk mempertimbangkan kembali rencana pemberontakan.Ayzard menyentil hidung Asytaria.“Kau tahu aku pun sebenarnya tidak setuju, tapi ya, menghalangi niat seor
Gulzar Heer menghela napas berat. Tak ingin terbawa suasana, dia melesat masuk ke istana, sangat mudah karena bisa menembus dinding dan mampu bergerak dengan kecepatan tinggi bagaikan terbang. Tubuhnya bahkan langsung menuju lokasi Asytaria tanpa susah-susah mencari, seolah-olah sudah diatur seperti itu.Ternyata, Asytaria berada di sebuah kamar dengan aroma menyengat nan memabukkan. Gulzar Heer refleks menutup hidung dan menahan napas. Dia mengenal aroma kamar itu, tanaman khas yang dibakar dalam bentuk dupa, mengandung afr*disiaka, sehingga dapat meningkatkan h*srat dan menyebabkan seseorang hilang kendali atas diri.“Ck! Untuk apa menahan napas. Aku, kan, tidak akan terpengaruh dengan apa pun yang ada di sini,” gerutu Gulzar Heer setelah menyadari kekonyolannya. Wanita-wanita yang dikirim untuk raja tidak semuanya pergi dengan sukarela. Gulzar Heer sempat melihat beberapa dari mereka menangis saat memasuki gerbang istana. Mungkin oleh karena itul
Darah merembes, lalu menetes di lantai marmer, meninggalkan bercak-bercak merah berbau amis. Asytaria terbelalak. Gulzar Heer pun tak kalah kaget."Ketua!" seru Asytaria.Ya, saat genting tadi, Ketua Kelompok Mawar tiba-tiba datang dan melompat ke tengah pertarungan. Dia menghadang pedang pengawal putra mahkota, hendak menangkis, tetapi sudah terlambat. Akhirnya, perutnya menjadi korban."Ketua, kenapa ...."Si ketua terkekeh."Seorang ayah akan selalu melindungi anak-anaknya," ucapnya sambil mengacungkan jempol dan menyengir lebar.Putra mahkota mendecakkan lidah, lalu tertawa sinis. "Bodoh sekali!" ejeknya. "Matilah kalian bersama!" Dia mengangkat tangan, hendak memberikan isyarat penyerangan."Tidak semudah itu, Putra Mahkota."Ketua Kelompok Mawar menyeringai. Sebelum para pengawal sempat menyerbu, dia mencabut belati di paha dan melem
Bagian 46Seperti dugaan Gulzar Heer, pertarungan tak terelekkan. Satu embusan angin membawa api melesat cepat ke arah Asytaria. Gadis itu refleks melompat tinggi dan melakukan gerakan salto di udara. Dia pun berhasil menghindar meski nyaris terkena serangan. Api menghantam kaktus yang langsung terbakar habis.Untunglah, Asytaria memiliki orang tua angkat pengendali api dan angin. Dulu, mereka sering latihan bersama, sehingga dia sudah terbiasa menghadapi serangan-seranagn serupa. Namun, Asytaria tampaknya juga menyadari tingkat kemampuan dua pendendali di hadapannya jauh lebih tinggi daripada Varya dan Sagha.“Kakak, awas di bawah!” seru Kian.Terlambat! Pasir yang diinjak Asytaria telah bergerak cepat membelenggu kaki dengn kuat. Di saat bersamaan, api terembus lagi ke arahnya. Beruntung, Kian dan pengendali air dari Kelompok Mawar bertindak cepat. Kian memotong batang kaktus dengan cepat, sementara si pengedali
Gulzar Heer terus mengekori Leah, menembus hutan, hingga akhirnya, mereka tiba di pondok Ayzard. Pemuda itu tampak tersenyum riang sambil memberi makan rusa kesayangannya. Dia juga menyanyikan lagu cinta yang indah dengan pipi bersemu.“Kak Ayzard, Kak Ayzard!” panggil Leah dengan manja.Ayzard menoleh.“Ada apa, Leah?”sahutnya malas.Namun, Leah memang bebal dan pantang menyerah. Dia menggayut di lengan Ayzard dan menggumam manja, “Aku melihat Asy di kota, Kak. Dia melihat-lihat festival. Sepertinya, pemberontakannya berhasil. Apa Kakak tidak ingin bertemu dengannya? Apa Kakak tidak merindukannya?”Ayzard melepas paksa pelukan Leah.“Tentu saja, aku sangat rindu. Kami berjanji akan bertemu besok.”“Bukankah besok terasa lama. Kenapa Kak Ayzard tidak datang tiba-tiba untuk memberinya kejutan? Dia pasti akan senang.”Ayzard menggeleng. Dia
Gulzar Heer mengembuskan napas lega. Dia berpikir paling tidak, iblis kegelapan itu tidak bisa menguasai Ayzard, sehingga tidak ada bencana mengerikan seperti kejadian Ghumaysa. Kesalahpahaman sepasang kekasih ini bisa diselesaikan dengan membicarakannya baik-baik.Sementara itu, Ayzard memejamkan mata. Semilir angin mempermainkan rambut panjang hitam legamnya yang halus dan berkilau. Dia mengecup kalung dalam genggaman, membuat Gukzar Heer semakin tenang. Namun, harapan tinggal harapan.“Lamban sekali, biar aku yang meraihmu.”Suara meremangkan bulu kuduk terdengar dari kabut hitam. Perlahan, kabut itu menjalar di tanah. Tak lama hingga, Ayzard yang masih terpejam diselemuti kegelapan. Dia tersentak dan berusaha meronta, tetapi berakhir dengan kesia-siaan.“Sial, apa ini? Hei, lepaskan aku!”“Jangan marah, Ayzard. Aku hanya membantumu dan kau tidak akan menyesal bergabung denganku. Wanit
Gulzar Heer mendengkus. Entah kenapa dia malah lebih geram dengan sikap Asytaria dibandingkan iblis kegelapan sendiri. Gulzar Heer sangat mencintai Pangeran Fayruza, juga rela mengorbankan nyawa. Namun, jika kekasihnya membahayakan dunia, dia tak akan segan menghabisi lelaki itu dengan tangan sendiri.Gulzar Heer menghela napas berat melihat Asytaria yang semakin lemas. Darah dari luka tipis di leher gadis itu mulai menetes ke tanah. Namun, Asytaria masih menatap Ayzard dengan sorot mata penuh harap dan memancarkan kerinduan mendalam.“Ayzard ... aku percaya kamu ... akh ... ugh ...,” ucapnya susah payah.Ayzard menyeringai. Kuku runcing mencuat dari jemarinya. Jika tidak segera tersadar, Asytaria sudah dipastikan akan bernasib seperti Leah. Gulzar Heer memalingkan muka saat Ayzard menghunus cakar ke arah Asytaria.Trang!Gulzar Heer tersentak. Bunyi besi berdenting jelas bukan suara jantung yang tertusuk. Dia mengalihkan
Asytaria terduduk. Keempat pengendali elemen menghentikan ritual pembangkitan kekuatan pedang suci. Mereka serempak menghampiri Asytaria yang tampak sangat lemas. Dia terbatuk beberapa kali, hingga darah menyembur dari mulut, juga mengalir dari lubang hidung. “Yang Mulia!” Si pengendali air berseru. “Anda baik-baik saja?” Pengendali angin mengenggam jemari Asytria. “Jelas-jelas Yang Mulia terluka! Tidak perlu ditanya lagi,” omel pengendali api. Keduanya pun saling melotot. Hampir saja mereka saling menyerang. Untunglah, si pengendali tanah yang selalu tenang segera menengahi. Sementara itu, Pengendali air segera melakukan penyembuhan. Namun, mana-nya terpental, sama sekali tidak dapat menembus kulit Asytaria. Dia menggunakan kekuatan penglihatan tajam agar bisa melihat aliran darah dan mana dalam tubuh, hanya beberapa saat dan langsung terperanjat. “Ratu ... apakah Anda sudah tidak suci lagi hmm
Pangeran Heydar memasuki pondok dengan wajah semringah. Nyanyian terlantun merdu dari bibirnya. Shirin yang tengah mengelus perut seketika mengalihkan pandangan."Kau tampak senang, Sayang. Ada apa?"Pangeran Heydar menghampiri Shirin, mendekap dari belakang. Lengan kekarnya melingkar erat di pinggang sang istri. Dia meletakkan dagu di bahu Shirin, lalu memejamkan mata sejenak."Ya, Sayang. Ada kabar yang sangat membahagiakan."Shirin melepaskan pelukan Pangeran Heydar. Dia berbalik dengan cepat dan menatap antusias. Wanita itu memang paling tak tahan dengan rasa penasaran."Kabar gembira apa, Sayang? Jangan membuatku penasaran!" cecarnya.Pangeran Heydar menyengir lebar, lalu mengecup perut istrinya yang mulai membukit. "Aku mendapat pesan dari Gulzar""Apa? Cepat bacakan! Cepat bacakan!" desak Shirin. Dia hampir saja menjambak rambut sang suami."Tenanglah, Sayang. Pesannya tidak akan hilang jika kamu sedikit bersabar.""Jangan membuatku tambah kesal, Heydar! Kau tahu aku sangat mer
Pangeran Fayruza tersentak, lalu menatap lekat Delaram yang masih tersengal-sengal. Delaram mengatur napas sejenak. Pakaiannya tampak basah oleh keringat. Wajah cantik dan tegas itu sampai memerah."Anda harus ikut saya untuk menyelamatkan Pangeran Heydar!" seru Delaram setelah napasnya lebih teratur.Kecemasan Delaram menular kepada Pangeran Fayruza. "Ada apa dengan Kak Heydar, Bi?" desaknya. Pangeran Fayruza terus menatap lekat meminta penjelasan. Delaram hendak menyahut. Namun, udara tiba-tiba terasa menyesakkan. Aroma mawar menyeruak diikuti kerlipan-kerlipan cahaya keemasan yang semakin lama memperjelas wujudnya, belasan kupu-kupu.Houri langsung melakukan salam penghormatan. Kupu-kupu yang paling indah perlahan menjelma menjadi wanita cantik dengan tiara indah di kepala. Dialah ratu peri kupu-kupu emas. Sang ratu menghampiri Ghumaysa dan menusukkan tongkatnya ke perut wanita itu."Argggh!" Erangan memilukan terasa memekakkan telinga. "Tidak! Tidak! Tidaaak!"Teriakan Ghumaysa m
"Arghhh!" Erangan Ayzard memenuhi udara.Dia langsung melompat ke belakang menghindari serangan Gulzar Heer. Pedang suci menghantam sebongkah batu dan membuatnya hancur berkeping. Ayzard tampak mencengkeram dada kiri dengan napas tersengal. Dia terbatuk, lalu memuntahkan darah. Kabut hitam yang semula memberikan tambahan energi secara terus-menerus tak bisa lagi mengalir ke tubuh Ayzard seperti terhalang sesuatu.Gulzar Heer tak ingin membuang kesempatan. Dia memusatkan kekuatan. Pedang suci berpendar. Kilat putih melesat mengincar Ayzard. Ghumaysa melihat ada yang tak beres pada Ayzard seketika membuat perisai dari kabut hitam.Ledakan besar memekakkan telinga. Kilat putih pedang suci berbelok ke segala arah. Beberapa siluman jahat terbakar olehnya. Sementara itu, Ayzard kembali muntah darah. Ghumaysa mendecakkan lidah.“Si bodoh Heydar pasti melakukan sesuatu yang konyol!” umpatnya, lalu menggertakkan gigi.“Lawanmu adalah kami, Wanita Iblis!” bentak Kyra seraya melesatkan panah-pan
"Ayo kemarilah, Putriku," panggil Ayzard lagi.Ghumaysa yang menyamar menjadi Daria tak ingin ketinggalan. Dia juga menampakkan diri, lalu meracuni pikiran Gulzar Heer dengan ucapan manis. Tak ketinggalan, sihir hitam dalam bentuk kabut tipis diembuskan untuk semakin melemahkan mental."Anakku yang cantik, kami sangat rindu kemarilah," bujuk Ghumaysa."Baik, Ayah, Ibu."Jarak yang memisahkan Gulzar Heer dengan Ayzard dan Ghumaysa semakin sempit. Ayzard diam-diam menyeringai. Tangannya menggenggam erat gagang pedang hitam."Berhenti, Farah! Ayah dan Ibu ada di sini, Anakku!" seruan dari suara yang tak asing menghentikan langkah Gulzar Heer.Dia berbalik. Atashanoush dan Daria berdiri di sana. Kekuatan kasih sayang terhadap anak semata wayang membuat mereka bisa menembus dimensi yang dibuat Ghumaysa dan menampakkan diri."Dasar adik durhaka! Berani kamu menyamar menjadi aku!" bentak Ghumaysa berusaha mengacaukan pikiran Gulzar Heer."Kaulah yang menyamar, Ghumaysa!" sergah Daria yang as
Sudah sepuluh kali Kayvan menghela napas berat. Dia juga terus memandangi langit malam dari jendela menara sihir. Lelaki tua itu mendecakkan lidah, lalu mulai mondar-mandir memutari bejana sihir sambil memijat-mijat kening.Bruk!Kayvan terduduk. Akibat mondar-mandir tak jelas, dia bertabrakan dengan Kaili yang baru memasuki ruangan sambil membawa beberapa alat sihir. Untunglah, pemuda itu berhasil menangkap semua barang bawaannya sebelum membentur lantai. Kalau tidak, bisa-bisa ruangan utama menara sihir akan meledak. "Maafkan saya, Guru," tutur Kaili takzim sembari membantu sang guru berdiri. Tentu saja, dia meletakkan alat-alat sihir dengan hati-hati terlebih dulu."Akulah yang salah sudah menabrakmu."Hening. Kaili diam-diam melirik wajah Kayvan. Mereka menjadi guru dan murid bertahun-tahun. Dia bisa merasakan keresahan hanya dari sorot mata atau bahkan sedikit kernyitan di dahi gurunya."Ada apa, Guru? Apa Anda mencemaskan Nona Shirin?" celetuk Kaili setelah terdiam cukup lama.
Rombongan Gulzar Heer telah tiba di Kerajaan Asytar. Gelembung yang dibuat Pangeran Fayruza perlahan menyembul dari kolam istana. Putri Arezha, Raja Faryzan, Kaili telah menunggu dengan wajah cemas. Mereka kompak menghela napas lega begitu rombongan penyelamat Shirin dan Pangeran Heydar kembali tanpa terluka.Pangeran Heydar langsung berlutut di hadapan ayah dan kakaknya. Meskipun di bawah kendali sihir hitam, ingatan pernah hampir membunuh Raja Faryzan masih terekam. Pangeran Heydar terus menggumamkan kata maaf dengan suara bergetar hebat. Raja Faryzan menepuk bahu sang putra dengan lembut.“Bangunlah, Nak. Kejadian itu sudah terlanjur terjadi, Heydar. Sekarang, lebih baik mencoba menebus kesalahanmu dengan menyelamatkan lebih banyak nyawa.”Pangeran Heydar masih enggan bangun meskipun lututnya tampak terluka. Putri Arezha mendecakkan lidah.“Kenapa kita kembali ke istana? Harusnya kita langsung ke kuil suci!” protes Gulzar Heer.“Tubuhmu baru pulih, istirahatlah dulu,” pinta Pangera
Meskipun sudah melarikan diri sekuat tenaga, para siluman tetap berhasil memblokade jalan. Kini, Shirin dan Pangeran Heydar sudah terkepung. Sekeliling mereka telah dipenuhi siluman dengan seringaian jahat. Gigi-gigi tajam yang meneteskan air liur berbau bangkai meremangkan bulu kuduk."Percuma saja kalian kabur," desis siluman ular dengan lidah menjulur-julur."Heydar, aku akan menarik pedang siluman paling depan itu, bersiaplah untuk menangkapnya," bisik Shirin.Pangeran Heydar mengangguk kecil. Shirin mulai memusatkan manna di telapak tangan kanan, hingga membentuk benang yang sangat tipis. Dengan gerakan cepat, dia melesatkan pisau angin menggunakan tangan kiri ke arah siluman kadal untuk mengalihkan perhatian.Berhasil, siluman kadal terpancing dan mulai menebaskan pedang. Saat itulah, Shirin menggerakkan benang tipis dari manna untuk mengikat gagang pedang si siluman. Meskipun tipis, benang itu memiliki ketahanan dan kekuatan
Ghumaysa dan pasukannya bergerak semakin cepat. Mereka telah berada di perbatasan hutan dengan desa terdekat. Namun, hawa keberadaan Shirin dan Pangeran Heydar malah terbagi ke dalam tiga arah.Arah pertama berbelok ke kanan menuju pedesaan. Arah kedua lurus ke depan melewati pegunungan. Arah ketiga justru terasa kuat di sepanjang Sungai Lispen berbalik ke pusat kota.Ghumaysa mendengkus. Dia sadar bahwa Shirin lagi-lagi melakukannya pengecohan. Hanya ada satu arah yang benar. Ghumaysa memutuskan membagi pasukan menjadi dua kelompok. Satu pasukan ikut dengannya menyusuri pegunungan. Sisanya akan menggeledah desa-desa terdekat. Dia memberi bola kristal kecil yang bisa mendeteksi Pangeran Heydar. Selain itu juga, dia mengirimkan pesan kepada para penjaga untuk menghadang siapa pun yang mencoba memasuki pusat kota.Pengejaran dilanjutkan. Terjalnya jalan, hawa dingin pegunungan, dan gelapnya malam tidak menyurutkan langkah. Ketahanan siluman yang berbeda deng
Kaili memusatkan manna di telapak tangan. Meskipun mungkin tidak akan menyebabkan luka fatal, paling tidak dia bisa memberi kesempatan kepada Ava dan Kyra untuk melarikan diri. Kayvan pernah menceritakannya tentang pengorbanan beberapa pengendali hebat di masa lalu. “Mungkin kali ini adalah giliranku,” gumam Kaili dalam hati. "Kenapa kau bisa ada di sini, Kaili?" Suara merdu yang terdengar tegas dan sedikit ketus membuyarkan konsentrasi Kaili. Bola manna di tangannya seketika terpecah. Serpihannya terlempar ke sembarang arah, membekukan sebagaian rerumputan. Meskipun begitu, ketegangan dan ketakutan sudah raib. Kaili mengenal suara itu. Dia cepat berbalik. Benar saja, wajah cantik Houri sudah menyambutnya. Kaili mengenggam tangan sang peri dan menatap dengan sorot mata memelas. Ava dan Kyra hanya bisa terbengong-bengong menyaksikan hal itu. Mereka memang belum pernah bertemu Houri. "Peri Houri, tolong kami!" pinta Ka