Share

42. Sahabat Cemburu

Author: Nana Rose
last update Last Updated: 2023-04-06 23:00:17

Rani memasang muka sangat curiga dan bingung. Sementara dua sahabatnya masih diam belum keluar sepatah kata apapun dari mulut mereka. Tentu saja membuat hati dan pikiran Rani gundah.

"Kenapa kalian diam?" Rani melipat tangan di depan dada.

Dika dan Lintang hanya bisa beradu tatap tanpa menjawab. Seketika Lintang menunduk sedikit melirik ke samping. Dika tersenyum manis berusaha mencairkan suasana.

"Ran, tadi Lintang gak sengaja lihat temannya ada di sini. Iya, 'kan?" tanya Dika menoleh ke Lintang.

"Oh, iya tadi aku kayak lihat teman SMA ku dulu."

Lintang memalingkan wajah diiringi netra menutup. Merasa bersalah dan menyesal sudah membohongi Rani. Terpaksa ia dan Dika lakukan demi menjaga kondisi Rani.

"Oh, siapa memangnya?" tanya Rani masih curiga.

Lintang menoleh ke Dika sembari menelan saliva kasar. Menggigit bibir bawah sibuk memutar otak. Lebih tepatnya mengingat semua nama teman SMA.

"Gawat! Kenapa Lintang mikirnya lama sekali. Pasti dia sangat gugup sekali." Batin Dika ikut meng
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kerah Baju Bernoda Merah   43. Oh, Citra

    "A-aku, maksudku bukan seperti itu kok, Dik." Lintang agak gugup melirik ke Rani yang masih diam."I-iya, aku tahu kok, Lin. Kamu dan Dika tidak usah khawatir. Aku pastikan tidak akan terjadi sesuatu sama kalian. Em, maaf aku kayaknya harus pamit."Dika berpandangan dengan Lintang lalu menoleh kompak ke wajah Rani. Sangat teduh dan nampak kalem sekali. Tidak memungkiri kalau dibandingkan dari segi kecantikan masih ayu dan manis sosok Rani daripada Lintang.Dika sendiri merasa tidak nyaman berada di posisi yang sulit dan salah. Menjaga perasaan Lintang sekaligus memikirkan kondisi psikologis Rani."Kamu mau ke mana? Mau aku antar?" Dika tersenyum sedikit kikuk.Lintang kembali menoleh tajam ke depan. Tidak sengaja beradu tatap dengan Dika. Pikiran Dika merasa agak terbebani. Tidak munafik kalau Dika salah satu pria yang peka soal rasa."O-oh, tidak usah. A-aku bisa pesan taksi. Kamu sama Lintang aja di sini. Kasihan kalau dia sendiri. Em, ya udah aku duluan, ya?" Rani memeluk Lintang l

    Last Updated : 2023-04-08
  • Kerah Baju Bernoda Merah   44. Baru Awal

    Kedua pria dan wanita masih jongkok beradu tatap. Dalam hati Dika tidak menampik kalau kesan pertama bertemu sedikit tertarik. Paras ayu dan kulit putih bersih. Posisi diam saja sangat terlihat manis dan hampir tidak ada kekurangan sedikitpun. "Cantik juga. Pantas saja suaminya Rani sampai gila kayak gitu." Batin Dika terbius tanpa berkedip."Siapa cowok ini? Em, ganteng juga. Kalau dilihat-lihat cowok berduit nih." Batin Citra hingga menyapu semua sudut tubuh Dika bagian luar. Dan fokus ke saku celana.Pandangan Dika turun ke bawah dan sontak tersentak ke belakang hampir jatuh."Astagfirullah!" Dika bergegas berdiri mengatur napas."Maaf, Mas? Kamu kenapa? Kok kayak kaget gitu." Citra ikut berdiri sambil merapikan rok pendeknya."Ya Allah, terbuka sekali bajunya. Aku sampai tidak menyadari. Astagfirullah, aku akui Citra cantik. Tapi, penampilannya sangat berani." Dika menutup muka dengan satu tangan.Citra kelabakan sangat kaget sekali. Berusaha menenangkan pria yang baru dikenalnya

    Last Updated : 2023-04-09
  • Kerah Baju Bernoda Merah   45. Cinta Satu Malam

    "Halo, Dik? Kok kamu diam? Mau bahas apa, sih? Soal Lintang?" Dika masih betah diam tidak menyadari kalau lagi menelepon sahabatnya. Teringat kembali Citra dan Adi sangat mesra. Berulang kali menggeser layar ponsel. Tidak ada tanda-tanda nomor baru masuk."Aku yakin sekali kalau mereka sedang bersama sekarang. Tidak salah lagi karena Citra belum menghubungi aku.""Dika, halo!" Rani sengaja berteriak."Astaga, aku lupa kalau lagi telepon Rani. Astagfirullah." Dika mendekatkan ponsel ke telinga lagi."M-maaf, aku tadi lagi minum sebentar, Ran."Rani sekilas ingat Dika pasti selalu minta izin saat sedang minum atau sekadar ke belakang. Entah, hanya perasaan Rani atau bukan. Ada yang tidak beres."Dika, ada apa? Kamu meneleponku jam segini, ada apa?""Em, Ran, sebenarnya tidak terlalu penting mungkin buat kamu. Tapi, kamu sudah komunikasi sama Lintang lagi?" tanya Dika menyembunyikan rasa gugup.Rani menoleh ke jam dinding besar di ruang tamu. Mendadak raut wajah sangat sedih. Sekilas

    Last Updated : 2023-04-12
  • Kerah Baju Bernoda Merah   46. Hampir Depresi

    Mulut mendadak terkunci rapat. Masih terus dan terus berusaha mengingat semua kejadian. Sangat cepat sekali dan rasanya sangat lelah seluruh badan.Rani masih menutup kedua telinga dengan tangan. Menangis hingga tak ada suara yang terdengar. Lirikan Adi malah membuat Rani menjadi histeris."Sakit sekali," lirihnya lemas.Adi seketika menoleh ke karpet halus yang ada di depan matanya. Bibir bergetar melihat bekas darah keperawanan istrinya. "R-rani, kamu 'kan istriku. Jadi, wajar kalau kita berbuat seperti tadi malam. Dan itu juga menjadi kewajibanmu sebagai istri." Adi menggebu sangat merasa terpojok dan seakan bersalah.Dengan cepat melempar suami dengan bantal dan apapun yang ada di dekatnya. Berteriak histeris dan menjambak rambutnya sendiri."Astagfirullah, Rani! Hentikan, Ran! Cukup!" Teriak Adi menutup muka. Berusaha menghindar agar tidak terkena lemparan istrinya.Pintu tertutup sangat kencang. Adi mengatur napas di dalam kamar mandi. Menyalakan air shower dan membiarkan dari

    Last Updated : 2023-04-13
  • Kerah Baju Bernoda Merah   47. Meriang

    "Jangan sentuh aku! Pergi kamu! Pergi! Aku sudah tidak suci!" Rani mendorong suami hingga terjatuh berkali-kali."Rani, jangan gila kamu! Kamu ini kenapa? Hah!" Adi mengguncang tubuh Rani sekali.Mereka beradu tatap cukup dekat. Tangisan Rani tidak dapat ditahan lagi. Menangis histeris menunduk sangat dalam.Adi semakin bingung dan jujur merasa bersalah. Wajar semua yang dirasakannya. Menikah dengan seorang istri yang tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik. Bahkan, melepas kesucian untuknya saja seperti orang depresi dan penuh penyesalan."Sekarang aku tahu semuanya. Kamu tidak pernah mencintai aku. Kamu tenang saja. Mungkin berpisah adalah jalan terbaik."Adi meninggalkan istrinya masih menahan dingin hanya berbalut handuk saja. Tatapan Rani kosong dan ucapan terakhir Adi terngiang di kepalanya."Pisah?" Rani beranjak berdiri lalu menutup pintu kamar mandi perlahan.Setelah satu bulan berlalu...Adi termenung diam melamun sendiri. Berkas yang menumpuk sama sekali tidak ia sen

    Last Updated : 2023-04-14
  • Kerah Baju Bernoda Merah   48. Kecurigaan Suami

    Kepala Rani bertambah pusing. Menuruni tiap anak tangga sangat pelan. Tangan kiri memegang kepala yang sangat sakit."A-aku takut sekali. Bukankah Mas Adi biasanya masih di kantor. L-lalu suara apa?"Rani berjalan tertatih dan sempoyongan. Seperti sudah tidak ada tenaga lagi. Namun, ia penasaran dengan suara pecahan benda keras di dapur. "S-suara apa, ya?" Rani berjalan menuju dapur.Tiap selangkah berhenti lalu berjalan lagi. Setiap merasa pusing kembali berhenti dan diam sejenak. Apalagi rasa mual semakin kuat ia rasakan.Alangkah terkejutnya saat melihat suami nampak marah sekali. Menatap Rani dengan sedikit melotot dan kembali membanting gelas ke lantai."Astagfirullah! Cukup! Kamu kenapa?" Rani berjalan mendekati suaminya. "Kamu di rumah ngapain aja? Hah! Uang belanja habis? Kamu pakai buat apa?" Teriak Adi seraya mencengkeram kuat tangan istrinya."Lepas! Maksudmu apa?" Rani menahan rasa pusing yang semakin menyiksanya.Adi membanting tas kerja ke atas meja makan. Rani menut

    Last Updated : 2023-04-15
  • Kerah Baju Bernoda Merah   49. Akal Licik

    Adi meletakkan tangan di pinggang menatap tajam istri yang semakin pucat dan bingung. Tidak ingin melanjutkan obrolan karena ia tahu pasti terjadi masalah yang lebih serius kalau membahas kehamilan."M-maksudku telat makan. Aku cari makan di luar aja." Adi berjalan sedikit berat meninggalkan istrinya yang lemah di rumah.Rani menyandarkan kepala lagi seraya merindukan kasih sayang dari Bapak. Teringat jelas saat sakit ada seseorang yang selalu merawatnya. Jika butuh apa-apa pasti selalu dituruti dan dilayani."Bapak, Rani sakit, Pak." Tangisan Rani kembali pecah.Di Solo cuaca sangat cerah dan angin cukup kencang. Bapak seorang diri duduk di teras rumah. Ikatan batin Bapak dan anak ini lumayan kuat. "Kok aku kepikiran anakku, ya? Apa aku telepon saja." Bapak mengambil ponsel di atas meja."Lho, kok gak diangkat? Oh, mungkin sudah tidur atau bisa juga lagi sama Nak Adi." Bapak kembali meletakkan ponsel ke tempat semula.Kembali ke Kota Jakarta, Adi makan malam dengan Citra di restoran

    Last Updated : 2023-04-15
  • Kerah Baju Bernoda Merah   50. Penyesalan Seumur Hidup

    "Ada di mana dia? Oh, jangan-jangan pergi sama selingkuhannya!"Adi tidak berhenti mencari hingga berhasil menemukan istrinya. Naik ke lantai atas menyusuri semua ruangan. Turun ke bawah memastikan tidak ada ruangan dan sudut yang dilewatkan.Hampir putus asa lalu duduk di sofa ruang tengah. Mendadak bertambah emosi waktu melirik meja makan kosong tanpa makanan. "Arghhhhhhhh!" Teriak Adi sangat kencang."Di mana perempuan itu? Ada di mana dia?""Awas saja kalau berani macam-macam sama aku!" Adi berdiri meluapkan emosi ke atas meja. Memukul cukup kencang.Selang beberapa menit kemudian terdengar suara pintu terbuka. Adi menoleh cepat dengan kerutan di dahi. Tidak berjalan mendekati pintu depan. Masih tetap berdiri dengan posisi tangan mengepal di atas meja.Terlihat Rani membawa kantung plastik bening berisi makanan dan obat. Berjalan sangat pelan satu tangan memegang kepala. Adi menatap istrinya dari ujung kepala hingga kaki dan tidak fokus ke plastik bening di tangan istri."Heh, da

    Last Updated : 2023-04-18

Latest chapter

  • Kerah Baju Bernoda Merah   60. Jarang Pulang

    Tidak lama guyuran air hujan turun perlahan. Rani masih betah duduk di tengah terpaan air dingin. Meratapi semua luka dan kepedihan yang tertahan sangat lama.Hanya berharap suami bisa kembali dan rumah tangganya baik-baik saja. Tapi apa? Kenyataannya nihil dan tidak berbuah apapun."Ya Allah, apa tidak bisa rumah tanggaku seperti dulu lagi?" Teriaknya di bawah air hujan yang semakin dingin.Berselang cukup lama memilih masuk ke dalam rumah. Berjalan tertatih merasa sangat hampa dan kosong. "Benar kalau Mas Adi tidak akan pulang lagi. Ini sudah hampir pagi. Sampai kapan aku kuat?"Rani bolak balik dari ruang tamu ke teras depan. Saat galau memikirkan suami yang diharapkan berubah, tapi sia-sia.***Ruangan tidur terlihat sepi dan sunyi. Padahal sinar mentari sudah menembus jendela kamar. Rani masih terlelap di antara bantal dan selimut tebal putih. Nampak wajah letih dan sangat pucat.Namun, tidak ada sosok Adi yang ada di sampingnya. Kosong dan tanpa siapapun di sana. Rani duduk pel

  • Kerah Baju Bernoda Merah   59. Kenapa Berubah Lagi?

    Rani terpaku diam hanya bisa menahan air mata yang sudah mulai memenuhi mata indahnya. Sama sekali tidak membalas pelukan yang detik itu terjadi."Rani?""Ya Allah, apa maksud Mas Adi melakukan semua ini? Apa mungkin suamiku sudah putus dari pacarnya?""Ran, kok diam?" Adi sedikit mengguncang tubuh mungil itu."A-aku gak papa kok, Mas. Kaget aja kamu tiba-tiba meluk aku."Adi tersenyum lalu menurunkan tangan perlahan. Menatap indah wajah istri di depannya. Lalu membalikkan badan melihat penampakan foto pernikahan di dinding kamar. "Kita bahagia ya, Ran?"Rani masih terhanyut dalam kebimbangan dan rasa bingung yang menumpuk di dada saat itu. Kurang memerhatikan omongan suami.Sementara itu Dika masih kaget seraya memegang dada yang berdebar sangat cepat. Berulang kali menyeka keringat dingin yang terus membasahi wajah gantengnya."R-rani, pelukan sama suaminya. Kenapa bisa terjadi?" Dika mencoba mengatur napas dan berpikir lebih jernih lagi. Dahi berkerut dengan irama napas yang memb

  • Kerah Baju Bernoda Merah   58. Sebuah Pelukan

    "Dika, please! Kamu kenapa sih, Dik? Kenapa kamu lihatin aku terus?" Batin Rani sama sekali tidak berkedip.Dika dan Rani terhanyut dalam suasana yang hening dan dada kompak berdebar sangat kencang. Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua. Rani sama sekali tidak menyadari dengan status istri detik itu."Rani, aku...aku..."Rani refleks berdehem lumayan kencang lalu menunduk merasa salah tingkah sekali. Sesekali melirik Dika yang lebih dulu memalingkan muka."Dik, a-aku mau pulang sekarang. Bisa antar sekarang atau kamu masih mau di sini?" Rani menoleh ke Dika lalu kembali menunduk."Oh, i-iya. Aku habiskan minumanku dulu terus baru aku antar pulang."Cukup berselang lama mereka hanya diam tanpa berkata atau mengobrol. Pandangan mereka lurus ke depan dan sangat canggung. Padahal kedua sahabat itu biasa bercanda dan ngobrol hingga lupa waktu."Ya Allah, kenapa jadi canggung kayak gini? Dika, juga dari tadi diam." Rani sedikit melirik lalu lihat ke depan lagi."Ran, kita pulang se

  • Kerah Baju Bernoda Merah   57. Masih Bertahan

    Tatapan Adi semakin tajam melihat tingkah Citra yang aneh dan senyum sendiri. Tidak butuh waktu lama merebut ponsel yang ada di dalam tas."Mas, apa-apaan sih kamu! Lihat ini! Semua jadi jatuh berantakan kayak gini!"Pandangan Adi kaget melihat semua barang di dalam tas jatuh tersebar di atas lantai. Citra jongkok perlahan mengambil satu per satu sedikit kasar.Tangan kanan gesit meraih ponsel lalu dimasukkan ke dalam tas. Lalu berganti dengan barang yang lain. Nampak sekali wajah sangat kesal dengan bibir mengerucut sempurna."Mas, kamu kenapa kasar sekali! Semua sampai jatuh kayak gini!""Kamu pikir aku akan minta maaf?"Citra menoleh kesal ke belakang. Bibir bergetar menahan amarah yang sudah memuncak. Adi masih santai memalingkan wajah."Bos, permisi! Saya besok gak masuk kerja! Malas lihat tampang membosankan Anda!" Citra sengaja membenturkan pundak kiri ke pundak kanan bosnya.Adi menarik tangan Citra hingga tersentak ke belakang. Pandangan sama sekali belum pernah dirasakan Cit

  • Kerah Baju Bernoda Merah   56. Masa Pendekatan

    Adi tidak cepat menjawab pertanyaan Citra. Masih diam dengan pikiran yang terlempar ke masa lalu. Dahi berkerut sedikit lelah merasa hampir putus asa."Mas, aku 'kan tanya. Jawab donk!" Citra melipat tangan di depan dada."I-iya, Sayang. Udah ya, semua itu gak penting lagi. Karena mulai sekarang hanya ada kita.""Kamu ini amnesia atau gimana? Istrimu mau ditaruh di mana? Kamu cerai aja gak mau pakai bilang hanya ada kita!" Nada bicara Citra meninggi.Adi mau tidak mau kembali teringat ke masa lalu yang terpaksa harus diingat kembali. Di tengah lamunan Adi ada wanita yang nampak manyun dan sangat kesal.Flashback..."Rani, kamu mau cokelat atau sesuatu yang segar?""Em, gak usah. Aku bisa beli sendiri."Suasana taman sore hari itu cukup ramai. Udara sejuk dan terpaan sinar mentari senja yang menghangatkan badan. Terlihat dua manusia yang sekilas seperti orang yang tidak saling mengenal."Susah sekali mengambil hatimu, Ran. Aku harus gimana lagi?" Batin Adi yang bersandar pada pohon sam

  • Kerah Baju Bernoda Merah   55. Mulut Manis Citra

    Citra hanya bisa menghindar dengan wajah kesal. Berdiri seolah menantang Adi tanpa ada rasa takut. Adi terdiam bengong melihat sikap acuh yang ditunjukkan wanita yang ia cintai.Suasana menjadi asing dan sedikit mencekam saat Citra perlahan melepas cincin. Tatapan Adi menjadi melebar dan tidak percaya semua yang dilihat siang itu."Citra? Mau apa kamu? A-aku gak mau kehilangan kamu, Sayang. Aku mohon p-pakai lagi cincin itu!" Adi berusaha mendekati wanita seksi di depannya.Perkataan Adi seakan hanya menjadi angin lalu saja. Cincin jatuh perlahan ke atas lantai. Netra menutup perlahan seraya membuang muka."Semua sudah selesai!" Citra mundur selangkah lalu membalikkan badan penuh tatapan kecewa."Enggak! Citra! Tunggu! Kamu gak bisa kayak gini! A-aku gak bisa hidup tanpa kamu!" Adi memeluk tubuh mungil dan berisi itu dari belakang.Hati tidak bisa dibohongi. Rasa tidak bisa dipaksakan. Munafik jika tidak merasakan sakit hati. Pria yang diharapkan bisa menjadi suaminya sudah menanam be

  • Kerah Baju Bernoda Merah   54. Suami Kasar

    "Yang pasti dan harus kamu tahu kalau anak yang aku kandung ini adalah darah dagingmu, Mas!" Teriakan Rani membuat Dika berlari ke depan ruangan Adi.Adi hanya diam mematung. Tatapan tidak lepas dari istrinya yang terengah-engah meluapkan kemarahan. Rani sengaja membiarkan air mata terus menetes tanpa jeda."Aku tidak sudi terlihat lemah di depanmu! Tapi, aku ingin kamu tahu kalau aku sakit dan hancur!" Batin Rani dengan bibir bergetar hebat."Astaga, masalah mereka sangat rumit. Benar-benar rumit. Kasihan sekali kamu, Ran." Dika mengelus dagu. Telinga masih menempel di pintu."Rani, jangan menuduh orang sembarangan! Kamu gak ada bukti!" Adi mulai naik pitam."Apa? Bukti? Kamu ingin bukti apa? Hah! Bilang sama aku, Mas! Mau bukti apa kamu?" Rani terus berteriak di depan wajah Adi.Adi melipat tangan di depan dada seraya membuang muka. Senyuman sedikit takut dengan gertakan istrinya."Kamu berharap punya anak dari perempuan yang kamu cintai? Iya, 'kan?" Rani senyum kesal.Tangan Adi me

  • Kerah Baju Bernoda Merah   53. Bujuk Rayu

    Rani hanya bisa diam seraya mengusap tetesan bulir air mata. Dada terasa sesak seraya meremas pelan perut yang sedikit buncit. Sekilas masih rata, akan tetapi dirinya sendiri yang merasa berbeda."Ran, a-aku menolak permintaanmu karena demi kamu juga. Kamu ngerti, 'kan?" Dika memelankan suara menjadi lebih lembut.Pandangan Rani beralih ke wajah Dika yang tampak sekali cemas. Merasa sangat malu dan memilih mengalihkan muka sejenak."Rani, pikir ulang lagi kalau kamu ingin ke sana. Apapun bisa menimpa kamu. Apalagi di dalam kantor itu juga ada pelakor yang merusak rumah tangga kalian."Rani mencerna setiap kata yang terlontar dari mulut Dika. Menarik napas panjang lalu membuang perlahan. Berulang kali hingga merasa sedikit tenang dan nyaman."Iya, aku minta maaf ya, Dik? Aku emosi sekali tadi." Rani menunduk lemas.Senyuman tipis mengembang terlihat sangat tulus. Dika kembali melajukan mobil dengan hati yang cukup tenang."Ran, kalau boleh tahu alasan apa yang membuat kamu ingin ke kan

  • Kerah Baju Bernoda Merah   52. Susah Lepas

    Rani menitikkan air mata hingga kepala menjadi pusing dan sakit. Memegang kepala sangat kencang sambil menunduk lemas. Dika masih sangat terkejut dan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata dari bibir."Coba k-kamu ulangi lagi, Ran? Kamu kenapa?" Dika lebih menatap sahabatnya dan seakan melebarkan telinga."Dik, a-aku gak sanggup kalau harus melanjutkan. A-aku merasa sangat hancur, Dik. Tolong aku!" Rani menutup wajah dengan dua tangan.Dika membuang napas perlahan lalu menyandarkan badan ke belakang. Ikut merasa sangat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa."Aku jujur sangat bingung. Kamu itu istri sah dari Adi. Dan wajar kalau k-kamu hamil. Bahkan, mungkin Bapak dan yang lainnya juga tidak sabar menimang cucu. Tapi...""Di satu sisi menjadi hal yang sulit kalau kamu ingin lepas dari Adi. Jadi, aku ngerti semua perasaan yang berkecamuk di hatimu, Ran." Dika memijit kening sesekali melirik ke samping."Iya, Dik. Sekarang aku mengandung anaknya Mas Adi. Dan suamiku tidak mau mengaku

DMCA.com Protection Status