Jessie terbengong. Tatapannya tertuju pada diri Wika. “Tapi dia itu direkrut langsung sama Kak Jules.”“Tadi dia menghalangiku, nggak izinkan aku untuk bertemu sama kamu. Apa kamu nggak merasa ada yang aneh? Sesuai logika, meskipun kedatangan tamu, seharusnya dia melapor ke kamu. Tapi, dia bahkan nggak melapor, langsung yakin kamu nggak bersedia untuk bertemu sama aku. Aku merasa ada masalah dengan wanita ini.”Indra keenam seorang wanita tidak boleh disepelekan. Apa seorang pengurus rumah memiliki kekuasaan di atas nyonya rumah? Dacia juga tidak percaya Jules akan memberinya kekuasaan itu.Jessie menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Dacia duduk tegak sembari menarik tangan Jessie. “Sudahlah, kebetulan dia lagi cari pekerjaan. Aku juga lagi nggak kekurangan orang. Jadi, aku suruh dia untuk mencarimu. Tenang saja, percaya sama pandanganku.”Tentu saja Jessie percaya dengan Dacia. Dia mengangguk. “Oke, biarkan dia tinggal di sini.”Dacia berjalan ke sisi Miya. “Mulai sekarang kamu bek
Jessie duduk di bangku panjang taman. Dia juga menyuruh Miya untuk duduk. “Apa kamu nggak merindukan keluargamu?”Miya terbengong sejenak, lalu menunduk. “Aku nggak punya keluarga.”“Maaf, aku nggak tahu.”Miya melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Kamu nggak usah minta maaf. Aku juga sudah terbiasa. Aku itu anak yatim piatu. Sekarang aku nggak punya kesan apa-apa terhadap orang tuaku. Meski ada yang mengungkitnya, aku juga nggak punya perasaan apa-apa.”Jessie bersandar di bangku. “Sejak aku hamil, aku jarang berhubungan dengan orang di luar sana.”“Kamu hamil?” Miya merasa kaget.Jessie tersenyum. “Nggak kelihatan?”Miya melihat ke sisi perut Jessie. “Ah, sekarang kelihatan. Katanya, hamil itu sangat menderita. Emosi bumil nggak stabil. Tubuh akan menggendut. Tidur juga nggak nyenyak. Bahkan, juga nggak ada selera makan. Tapi, kamu nggak kelihatan gendut, kok.”Jessie tertawa. “Apa benar aku nggak gendut?”Miya menggeleng, lalu berkata, “Mungkin memang ada yang seperti itu. Dulu saa
Jules merangkul pinggang Jessie. “Kelak aku tidak perlu menemani klien lagi. Aku cukup pulang untuk menemani istriku saja.”Jessie terbengong sejenak, lalu mendorong Jules dengan perlahan. “Kenapa kamu malah nggak menemani klien lagi? Kamu itu presdir dari perusahaan. Kalau aku nggak izinin kamu pergi menemani klien, bagaimana pandangan orang lain terhadapku? Nanti orang-orang malah mengatakan aku itu bukan istri yang pengertian.”Kening Jules berkerut. “Siapa yang berani mengatakanmu?”“Siapa juga yang tahu.” Jessie duduk di depan meja makan, lalu mengambil buah plum, dan menggigitnya. “Memang yang asam-asam itu enak.”Jules berjalan ke sisi Jessie. Telapak tangannya menopang di atas meja. Jules membungkukkan tubuhnya untuk melihat Jessie. “Apa emosimu masih belum reda?”Jessie membalas, “Sudah, nggak emosi lagi, kok.”Jules menyuruh pelayan untuk mengantar camilan. “Semua ini kesukaanmu.”Jessie mengangkat kepalanya. “Kamu beli khusus buat aku?”Jules membelai rambut panjang Jessie.
“Iya, dia memang cocok untuk menjadi pengurus rumah.” Jessie menunduk. “Tadi ketika Dacia cari aku, dia menghalangi Dacia, nggak izinin Dacia untuk ketemu sama aku. Ketika aku mau Miya tinggal di rumah, dia juga suruh aku minta izin sama kamu. Aku tahu dia itu orang yang kamu rekrut. Wajar kalau dia dengar apa katamu. Tapi, aku merasa aku dipojokkan bagai aku itu orang luar di rumah ini. Aku nggak bisa melakukan keputusan apa pun dengan bebas.”Hati Jules terasa tegang. Dia memangku Jessie, lalu berkata, “Kenapa kamu berpikir sembarangan?” Jules mendekatinya. Napas hangat mengenai pipi Jessie. “Kalau kamu tidak suka, lain kali kamu tidak usah dengar apa katanya. Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan. Tapi, kalau kamu mau keluar rumah, kamu mesti dikawal oleh pengawal.”Usai berbicara, Jules memeluk Jessie. “Aku benar-benar takut kamu bosan di rumah. Jessie, aku tidak berharap kamu tidak senang. Kalau kamu benar-benar merasa tidak senang, aku ….”Jessie menatap Jules. “Apa yang
Pelayan itu mengangkat kepalanya dengan perlahan. “Gimana kalau aku telepon Bu Wika untuk segera kemari?”Jessie tersenyum. “Nggak usah. Aku nggak sanggup untuk memanggilnya kemari.” Usai berbicara, Jessie pergi ke dapur. Miya segera menghalanginya. “Kamu mau ngapain?”“Bikin sarapan sendiri.”“Nggak boleh!” Miya menarik Jessie, lalu menyuruhnya untuk duduk di ruang makan. “Meski nggak ada koki, masih ada aku, kok. Aku pernah menjadi koki di restoran. Tenang saja, meski sudah lama aku nggak memasak, aku jamin rasanya pasti enak!”Kemudian, Miya memasuki dapur dengan lenggak-lenggok.Kedua pelayan khawatir Miya akan mengacaukan dapur. Hanya saja, berhubung ada majikan mereka di sini, mereka juga tidak berani mengatakan apa pun. Mereka berdua saling bertatapan, lalu memberi isyarat mata.Pelayan yang satu lagi segera pergi ke halaman untuk menghubungi Wika. “Bu Wika, kamu cepat kembali. Nyonya sudah bangun dan sangat marah. Kalau sampai Tuan tahu, kami pasti akan dipecat.”Di sisi lain,
Mie itu kelihatan sangat enak, aromanya juga wangi. Lantaran kepikiran Jessie sedang kehilangan selera makan, dia sengaja meletakkan dua lembar lemon di atas mie.Mangkuk diletakkan di hadapan Jessie. “Bos, coba lihat.”Jessie mengendus aroma wangi mie yang bercampur aduk dengan aroma segar buah lemon. Dia pun tidak sabaran segera mencicipinya. Rasa asam lemon berpadu dengan sup yang kental dan gurih. Selera makan Jessie langsung membaik. Tekstur mie juga sangat kenyal, tidak keras sama sekali.Miya melihat Jessie yang tidak berhenti menyantap masakannya. “Gimana? Apa cocok dengan seleramu?”Jessie mengangguk, lalu mengacungkan jempol. “Enak sekali! Sekarang aku nggak merasa mual. Bagaimana kamu bisa melakukannya?”Bahkan, pelayan rumah juga tidak percaya dengan mata mereka.Bagaimanapun, koki yang direkrut adalah koki dari hotel berbintang. Apalagi berhubung Jessie sedang hamil, selera makannya sangat buruk. Biasanya dia selalu memuntahkan semua makanannya.Berbeda dengan sekarang, Je
Jules menyipitkan matanya sembari memikirkan sesuatu. “Dia pergi bertemu dengan seorang wanita?”Filbert mengusap dagunya. “Aku juga tidak tahu apa yang lagi mereka obrolkan. Mereka kelihatan sangat misterius, tapi pasti bukan hal bagus.”Pintu diketuk. Filbert berdiri, lalu pergi membukakan pintu. Orang yang berada di luar pintu adalah Sissae.Sissae mengabaikan Filbert, lalu memeluk dokumen berjalan ke dalam ruangan. “Yang Mulia.”Sissae menyerahkan dokumen kepada Filbert. Jules tidak mengambilnya. “Keluar setelah letakkan di atas meja.”Setelah meletakkannya, Sissae pun membungkukkan tubuhnya sembari tersenyum. Dia membungkukkan setengah tubuhnya ke sisi Jules. “Apa perlu Yang Mulia bersikap sekejam ini? Waktu itu, aku memang nggak seharusnya mengancammu dengan nama ayahku. Aku bersalah. Aku minta maaf terhadap Yang Mulia.”Filbert yang berdiri di depan pintu pun merinding. Suara manja si wanita membuat seluruh bulu kuduknya berdiri.Jules mengangkat kelopak matanya. Dia tidak berge
“Oke.” Filbert langsung maju untuk menarik Sissae. Sissae pun menjerit, “Coba saja kalau kamu berani! Jules, kalau kamu berani bersikap seperti ini sama aku, itu berarti kamu mau melawan Keluarga Taylor!”Meski Sissae menjerit, tetap saja tidak ada yang menghiraukannya.Hingga Sissae dibawa keluar gedung perusahaan, dia baru terdiam. Betapa inginnya dia membakar gedung itu. Seumur hidupnya, dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Dia pasti tidak akan melepaskan mereka!Sissae berkata dengan galak, “Mengenai Jules, aku punya cara agar kamu bisa menyelamatkannya!”Di sisi lain, di Vila Laguna.Miya sudah selesai mempersiapkan makan malam. Dia mengantar makan malam ke lantai atas. Begitu pintu kamar dibuka, Miya berkata, “Bos, makan malam sudah selesai.”Jessie menatap makan malam yang begitu mewah. Dia mulai merasa mual lagi. Miya menatapnya. “Bagaimana sekarang? Apa kamu masih mual-mual? Padahal aku sudah memasukkan perasan buah lemon.”Jessie bersandar di sofa. “Aku masih saja nggak
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me