"Tangkap pria itu, pak!" teriak Zora dengan lantang hingga beberapa pejalan kaki dapat mendengarnya.Gadis berperawakan kurus itu berteriak sambil jari telunjuknya mengarah ke tempat dimana Ben berdiri. Raut wajah Zora benar-benar menunjukkan bagaimana ia begitu terluka karena telah kehilangan Benda kesayangannya.Pikiran Ben saat Zora berteriak dan menunjuk ke arahnya, yakni sosok pria ataupun wanita yang sedang berjalan tepat dibelakang Ben. Ia pun memutar tubuh hingga kepalanya 180 derajat, namun tetap saja dimata Ben tidak ada satupun pejalan kaki yang berlari begitu kencang, saat diteriaki maling.Dengan polosnya, Ben melangkahkan kedua kakinya pergi keluar halaman kedai kopi dan memeriksa, apakah ada orang yang terlihat begitu mencurigkan. Langkah kaki Ben dipercepat guna berkeliling mencari maling yang dimaksud oleh Zora.Hampir selama lima menit lamanya, Ben berada di luar kedai kopi dan melihat sekeliling. Setelah merasa tidak ada hal yang mencurigakan, Ben pun kembali ke ha
"Kakak … Dia kakakku! Apa yang sudah kalian lakukan padanya!" seru Brie saat mengetahui kakaknya tengah diseret layaknya seekor tawanan jahat.Brie berusaha melepaskan semua Tali tambang serta rantai pada kakinya. Kulit tubuh serta kedua tangan Ben terkelupas akibat dicambuk oleh kedelapan pria tersebut."Lepaskan kakakku! Memangnya apa Salah kakakku?!" seru Brie dengan nada emosi paling tinggi."Brie pergi dari sini, katakan saja pada Elmo dan Lee tentang kondisiku saat ini," titah Ben pada adiknya.Mengetahui keberadaan adik perempuannya Ben, Zora langsung berjalan menghampirinya. "Ada apa ini?" tanya Zora dengan gaya angkuhnya.Ke delapan boss lintah darat itu langsung menjelaskan duduk perkaranya pada anak gadis kepala desa Cheong San. Salah satu Alis Zora naik hingga membentuk wajah arogan, melihat Brie yang berusaha membuka ikatan pada tubuh Ben.Hanya hitungan detik saja, tangan kanan Zora menjambak rambut pirang Brie yang diikat kuda, hingga kepala gadis itu mendangak keatas.
"Hyung Elmo, apakah kakakku sudah bebas?" tanya Brie.Gadis berdarah Inggris itu datang menemui sahabat kakaknya setelah selama sepekan, Ben tak ada kabar. Selama sepekan itu juga, Brie tidak berani menceritakan apa yang ia lihat pada sang Ayah. Ia takut, jika menceritakannya kesehatan sang Ayah akan menurun.Merasa tak ada kabar dari kakak tercintanya, Brie memutuskan untuk pergi menemui sahabat kakaknya yang senantiasa membantunya-Elmo di kediamannya yang letaknya hanya berjarak 500 meter dari rumah Tuan Alexi."Belum," jawab Elmo sambil menatap gelisah kedua netra Brie.Sudah hampir seminggu, Ben belum terdengar kabarnya. Sejak kejadian seminggu yang lalu, baik kedua sahabat, Xael, dan juga Brie memutuskan untuk menunggu kabar hingga sepekan. Mereka berharap jika Ben bisa pulang."Ayo kita cari kakakku, hyung Elmo," bujuk Brie."Mau cari kemana, Brie? Sementara Kita tidak tahu, kemana Zora membawanya pergi," jawab Elmo.Apa yang dikatakan oleh Elmo ada benarnya. Saat itu, Brie hany
Photography (1)"Zora!" seru Xael. Kedua netranya terbelalak saat mengetahui bahwa pemilik lingkaran biru itu adalah gadis yang membenci Ben. Xael pun menoleh kanan dan kiri berharap bahwa pemilik lingkaran biru yang sebenarnya berada disini."Kau cari siapa, Xael?" tanya Zora dengan nada meledek, serta senyum smirk."Dimana Ben?" balas Xael.Salah satu alis Zora terangkat, seolah mengetahui apa yang akan ditanyakan oleh gadis yang kini sudah menjadi saingan terberatnya. "Kau mencari seseorang kah? Hmm … biar Ku tebak, kau pasti tengah mencari keberadaan pemilik si ponsel ini bukan?" ucap Zora seraya memegang ponsel milik Ben."Bukankah itu milik Ben? Kenapa bisa ada padamu?" tanya Xael dengan nada kesal.Zora melangkahkan kedua kakinya mendekati gadis bermanik biru dengan begitu sombongnya. Masih dengan Alis bagian kanan terangkat, anak kepala desa itu menjawab pertanyaan dari Xael, "Dia sudah memberikannya padaku, jadi terserah aku dong. Mau ku pergunakan untuk apapun itu."Tak per
Photography (2)Take and shoot"Lucuti pakaian pria miskin ini, lalu baringkan dia tepat disebelah gadis ini," titah Zora seraya menunjuk Xael.Tiga orang pria dengan pakaian serba hitam, menuruti keinginan dari bossnya itu, yakni menanggalkan pakaian yang ada pada tubuh Ben. Tangan yang begitu cekatan membuat adegan ini berlangsung lebih cepat, dan Zora tak perlu harus menunggu lebih lama.Bak seorang produser yang mengarahkan setiap gerakan pada satu buah adegan, Zora memerintahkan anak buahnya lagi untuk membaringkan Ben tepat disebelah Xael dengan posisi yang begitu intim.Xael dibaringkan dengan posisi miring ke kanan, dimana bibir mungilnya beradu dengan bibir mungil nan tipis Ben. Kemudian tangan Kiri Xael sengaja diposisikan memegang pusaka milik Ben."Bagus, cepat ambil gambar dari berbagai macam posisi dan sudut yang berbeda. Aku ingin foto ini terlihat lebih hidup," titah Zora kembali.Anak buah lainnya sudah siap dengan peralatan kamera di berbagai sudut ruangan ini. Sekej
Sebelum Brie menjawab, Ben sudah tiba dengan nafas tersengal. Pria muda itu tak peduli dengan penampilannya yang hanya menggunakan selimut tebal sebagai penutup tubuhnya yang vital. Tak hanya itu, Xael pun juga bergegas melangkahkan kakinya menuju asal teriakan seraya memakai pakaiannya kembali."Brie … kamu kenapa disini? Lalu siapa para laki-laki ini?" tanya Ben seraya memeluk tubuh adiknya yang menggigil ketakutan.Gadis yang hanya terpaut usianya lima tahun dari Ben, tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Brie hanya bisa menatap dalam kedua netra kakak kesayangannya. Ben melihat pada tubuh adiknya yang begitu lengket dengan cairan kental berwarna putih susu. Tak hanya itu ada cairan berwarna merah pekat dengan bau anyir amis keluar dari bagian vital tepat diantara bawah pinggang."Apa yang kalian lakukan terhadap adikku!" murka Ben.Kedua netra Ben menatap tajam pada para pria yang ada disana, kedua tangannya mengepal siap untuk meninju wajah mereka. "Cepat katakan padaku, apa
Xael terus melangkahkan kedua kakinya dengan tergesa seraya ibu jarinya berusaha menekan layar ponsel, mencari orang yang bisa menolongnya saat ini. Pandangan Xael terbagi, antara melihat kemana Zora akan membawa Ben pergi, serta daftar nama dalam layar ponselnya.Karena pandangannya terbagi, sehingga Xael tak sadar, jika dirinya menekan nomor ponsel klien Jewel in the Palace-Tuan Billie. Xael sengaja melakukan panggilan video, agar orang yang ia hubungi dapat melihat sendiri bagaimana perlakuan Zora serta orang-orangnya telah menyiksa Ben."Hallo," jawab Tuan Billie"Hentikan kegilaanmu, Zora!" teriak Xael dengan lantang dan gagah berani seraya berlari kecil menghampiri Zora dengan tangan kirinya memegang ponsel pintar."Hallo, ada apa ini Xael?" tanya Tuan Billie kembali.Tuan Billie melihat bagaimana Zora menarik dengan kasar lengan Ben, hingga Ben terjatuh. Pria paruh baya itu mencoba untuk diam sejenak, serta mencerna apa yang sedang terjadi disana. Merasa ada Yang tak beres deng
"Tidak. Jangan lakukan kau turuti perintah Zora, Ben," teriak Xael.Bak memakan buah simalakama, Ben harus memilih. Melihat gadis yang sungguh teramat baik padanya mati di tangan gadis yang jahat, atau menyelamatkan nyawa gadis itu dengan mempermalukan dirinya sendiri dengan mengambil ponsel miliknya dengan mulutnya."Kau tak ingin teman spesialmu mati dengan sia-sia, bukan?" ancam Zora seraya menarik pelatuk pistol.Tanpa berpikir panjang, Ben segera menuruti keinginan picik Zora. "Baiklah, aku akan menuruti keinginanmu. Tapi, lepaskan Xael terlebih dahulu," pinta Ben.Gadis berwajah Korea itu tersenyum smirk dan puas, mendengar ucapan pria miskin itu. Di lepaskannya cengkraman kuat dan senjata apinya sudah tak lagi ada di kepala Xael. "Kalau begitu, ayo … cepat ambil ponsel itu dengan mulutmu. Lalu bawa kesini," titah Zora.Sebelum mengambil ponsel, kedua netra Ben sempat melirik ke arah Xael berdiri. Tatapan permohonan maaf, karena harus merendahkan harga dirinya demi menyelamatka