Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
Wanita itu menatap kelu, rasa sakit setelah melahirkan kedua putranya bahkan masih terasa. Tubuhnya lemah, namun ia sudah dihadapkan pada pilihan yang begitu sulit. Tak pernah terbayang di benak Nares jika ia harus memilih satu diantara kedua bayi kembarnya itu. Nares menggeleng pelan, seolah menolak perintah suaminya. "Aku tidak bisa, Megan." Ucap Nares lirih. Kebahagiaan yang seharusnya Nares dapatkan justru berubah menjadi duka yang dalam. "Aku tidak pernah memintamu untuk melahirkan bayi kembar, Nares. Karena aku hanya membutuhkan satu putra untuk menjadi penerusku. Pewaris De Aluna Company!" Megan mengatakan itu dengan tegas, tak sedikitpun ada rasa belas kasihan di dalam dirinya. "Tapi mereka adalah putramu, Megan. Tidak bisakah kau berubah pikiran?" Nares menitikkan air matanya, suaranya begitu serak saat ia memohon kepada Megan. "Peraturan ini sudah ada sejak dulu, Nares. Tak seorangpun boleh mengabaikannya. Kau tidak berhak untuk memberi pertimbangan!" Lelaki tampan denga
Megan tersenyum saat melihat Nares yang begitu cantik dengan gaun putih tulang itu. Rasanya ia tak sabar untuk kembali menyentuh istrinya. Lelaki itu memeluk Nares, mengecup leher jenjang wanita muda itu. Nares berpaling seakan ingin memberitahu Megan jika ia tak ingin. Tapi Megan bukanlah lelaki yang bisa ditolak begitu saja. "Sudah lama, Nares. Aku sangat rindu padamu." Megan berbisik di sisi telinga Nares, mengecup daun telinga wanita itu. Nares tidak menjawab, hatinya telah pahit karena perlakuan Megan lima tahun lalu kepada salah satu putranya. Ia bahkan tak memberi reaksi kepada Megan. "Bagaimana kalau kita pergi ke sebuah tempat, Sayang. Kita habiskan malam berdua di tempat itu. Kau sangat menyukai laut, bukan? Aku bisa menyewa villa di sana kalau kau mau." tawar Megan sembari mengusap kedua lengan terbuka wanita itu. "Aku tidak ingin pergi, Megan." Nares menjawab lirih, ia bahkan tak ingin menatap wajah lelaki itu. "Mau sampai kapan kau begini, Nares? Kau tidak peduli pada
28 tahun kemudian"Kenapa kau tidak berhati - hati, Thanos? Siapa lagi wanita ini?" Cal menunjukkan sebuah laman di salah satu situs yang memuat berita tentang dirinya dan seorang wanita di sebuah klub malam. Lelaki tampan yang dipanggil Thanos itu hanya melihat dari sudut matanya, rasanya ia sudah bosan melihat berita seperti itu. "Bersihkan saja seperti biasanya." Thanos mengatakan itu dengan wajah datar. Ia memang tak pernah peduli dengan hal seperti itu. "Tapi sampai kapan, Thanos? Seorang CEO harus menjaga kehormatannya. Saham perusahaan bisa jatuh kalau mereka sampai melihat ini," tegur Cal, lelaki yang sudah lama mendampingi Thanos di perusahaan itu. "Kalau begitu jangan sampai mereka melihatnya. Urus paparazzi itu sekarang juga! Dalam hitungan detik berita itu harus sudah lenyap!" Thanos melempar ponselnya ke atas meja dan menatap Cal dengan tajam. "Oke, aku akan melakukannya. Tapi entah sampai kapan aku bisa melindungimu, Thanos." Cal beranjak dari sana, dan Thanos hanya
Cal berlari menghampiri Thanos, lelaki itu baru saja turun dari mobil mewahnya, tepat di depan gedung perusahaan mereka. "Ada apa lagi, Cal? Apa yang ingin kau tunjukkan padaku?" tanya Thanos malas. "Lihat ini, wanita itu ditemukan tewas, Thanos. Kau sudah tahu?" Cal mengatakan itu dengan tergesa, sembari berjalan di sisi Thanos. Mendengar itu, langkah kaki Thanos terhenti. Diraihnya tablet dari tangan Cal dan seketika itu pula ia benar - benar terkejut. "Dia adalah wanita yang bersamamu di kafe itu, kan? Kau mengenalnya, bukan?" Cal terus bertanya, tapi Thanos justru berjalan lebih cepat, meninggalkan Cal yang mengikutinya dari belakang. "Wanita itu diduga mengalami pendarahan hebat, dan di tubuhnya ditemukan..." Ucapan Cal terhenti saat Thanos tiba - tiba berbalik ke arahnya. "Aku akan membacanya nanti, Cal. Berhenti mengikutiku." Kata Thanos dan kembali berjalan ke ruang kerjanya sendiri. "O..oke, aku hanya memberitahumu." Gumam Cal setelah Thanos menjauh darinya beberapa la
“Aku sudah berusaha. Dia terlihat gugup saat aku membicarakan tentang Erica.” Fine kembali menemui Brian di sebuah restoran berkelas, tak semua orang bisa masuk ke tempat itu.“Memang dia pelakunya. Aku tak rela lelaki itu masih bisa menikmati kemewahan, sementara Erica tewas dengan cara seperti itu,” sahut Brian dengan matanya yang memerah.“Tapi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?” tanya Fine.Brian menggeleng, “Setidaknya, hari-hari ini dia tidak akan tenang karena kau sudah mengatakan itu padanya. Kau harus berhati-hati mulai sekarang, Fine. Dia bisa melakukan apa saja.”“Dia tahu di mana aku tinggal, tapi apartemenku memiliki sistem keamanan yang kuat. Tak semua orang bisa masuk dengan mudah. Jadi, jangan cemaskan itu.” Fine tersenyum, menatap Brian yang terlihat sedikit kecewa di sana.“Ya, tapi tetap saja. Di luar kau tak memiliki seseorang yang menjagamu. Aku hanya takut kalau Thanos akan melakukan hal yang buruk padamu,Fine.”Fine tersenyum tipis, matanya lekat tertuju kepa
“Aku senang kau menemuiku lagi, Thanos.” Wanita itu menyilangkan kakinya, membuat rok pendeknya terangkat ke atas.“Kau tinggal di sini?” Thanos melayangkan matanya ke seluruh ruangan. Apartemen bergaya eropa memang selalu terlihat menarik.“Ya, seperti yang kau lihat. Apakah aku terkesan seperti wanita yang membutuhkan uang?” Wanita itu tersenyum, kilau di bibirnya menarik perhatian Thanos.“Fine, namamu sangat unik.” Thanos kembali menatap wanita bernama Fine itu, nama yang baru ia ketahui sehari sebelum pertemuan mereka malam ini.Fine mengangguk, matanya lurus menatap Thanos seakan sedang berjaga-jaga terhadap sesuatu yang akan menyerangnya.“Kalau bukan karena uang, lantas karena apa? Semua wanita yang datang padaku, hanya membutuhkan uangku,” ucap Thanos menyeringai.Fine menatap lelaki itu sedalam mungkin, hanya dengan mendengar perkataannya, Fine bisa menduga orang seperti apa Thanos ini.“Kau pasti seseorang yang sangat kesepian dan terluka, Thanos.”Perkataan Fine membuat le
BAB 48“Thanos bukanlah seseorang yang mudah untuk ditaklukkan. Dia selalu menghindar untuk membicarakan adikmu itu.” Wanita bertubuh sintal itu menatap Brian, bibirnya lantas menyunggingkan senyum tipis.“Lalu, kau ingin menyerah begitu saja?” Brian membalas tatapan wanita itu, sesekali terlihat mengusap dagunya yang kasar.“Aku tidak mengatakan itu,” sahutnya dingin. Wanita itu meletakkan wine di tangannya, lalu berjalan ke arah jendela besar yang ada di apartemen itu. Ditatapnya dari sana keindahan kota dengan lampunya yang berkelap-kelip. Jalanan masih begitu ramai di tengah malam seperti ini.Brian berdiri, menghampiri wanita itu di sana. Menatap tubuh rampingnya yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. “Kau tidak boleh melepaskan dia begitu saja,” bisik Brian di sisi leher wanita itu.“Jangan memerintahku, aku juga tak menyukai adikmu itu.” Wanita itu menolehkan sedikit kepalanya, menatap Brian dari sudut matanya yang tajam.Brian tertawa kecil, sedikit menjauhkan tubuhnya dari
Thanos menyeka sudut bibirnya yang terluka dengan air hangat, ditatapnya wajah itu dari pantulan cermin. Sesaat ia tak terima, kenapa dirinya begitu mirip dengan Megan? Guratan wajah serta rahang yang tegas...semua itu milik Megan. Lelaki itu mengepalkan tinjunya, dihantamnya cermin yang memantulkan bayangan dirinya itu. Sesuatu yang tak pernah ia harapkan.Thanos menatap ponselnya, sebuah pesan yang berasal dari seorang wanita. Wanita yang belum lama ia kenal dari sebuah klub malam. Ingin bertemu lagi malam ini? Thanos hanya tersenyum kecut membaca pesan itu. Wanita ini terlihat begitu berani. Dia memang cantik, juga sangat seksi tapi lagi - lagi Thanos tak pernah ingin menjalin hubungan yang serius. Tantangannya saat ini adalah Athena, wanita yang cukup sulit untuk ia dapatkan. Sementara wanita - wanita lain hanyalah pelampiasan akan rasa marahnya itu. Kau begitu berani mengirim pesan padaku. Kau tidak tahu siapa aku? Balas Thanos angkuh.Tentu saja aku tahu, Thanos. Kau putra D
"Apa yang kau lakukan, Ayah? Semua itu karenamu?" Thanos mendatangi Megan, lelaki itu terlihat berdiri di taman rumahnya yang luas. Megan berbalik begitu mendengar suara putranya itu."Melakukan apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Thanos. Apa yang kau lakukan kepada wanita itu?"Thanos menautkan alisnya, menatap lelaki paruh baya itu dengan terkejut. "Kau mengawasi aku, Ayah?""Salahkah? Kau adalah pewaris perusahaan besar, Thanos. Aku mendirikan perusahaan itu dengan susah payah, dan kau mau menghancurkannya begitu saja? Kau ingin perusahaanku jatuh karena perbuatan burukmu itu?""Perbuatan burukku? Lalu bagaimana denganmu, Ayah? Bukankah kau memiliki wanita lain selain ibuku?""Thanos!" Megan membentak Thanos, mata lelaki itu terbuka lebar. Tubuhnya goyang namun ia segera menahannya dengan tongkat yang selalu berada di tangannya itu."Kenapa? Ayah pikir selama ini aku tidak tahu apa - apa? Wanita - wanita itu, membuat ibuku menderita.""Kau tidak tahu apa - apa, Thanos! Semua
Brian memukul meja itu dengan marah, ditatapnya Zen yang duduk di sana dengan tak percaya. "Kasusnya ditutup? Bagaimana mungkin?""Sepertinya pelakunya memang tak bisa ditemukan, Brian. Lelaki itu bukan pelakunya.""Tapi kau lihat sendiri, kan? Ada luka di tubuh Erica! Polisi juga mengatakan itu pembunuhan!" tukas Brian tak terima."Kau benar, tapi ini sudah lewat dari delapan bulan semenjak kematian Erica. Dan mereka tak memiliki petunjuk. Lelaki itu sudah dibebaskan. Karena memang tak ada bukti yang memberatkan dia.""Sudah kubilang sejak awal, bukan dia pelakunya. Tapi Thanos!"Zen menatap Brian seksama, "Tak ada bukti yang merujuk padanya. Wartawan bahkan mendatangi dia karena foto yang beredar itu, tapi Thanos mengatakan pertemuan mereka di tempat itu hanya semata hubungan bisnis, ia tidak tahu menahu soal Erica. Thanos...lelaki sekelas dia? Mana mungkin, Brian. Untuk apa ia melakukan itu? Tidak ada untungnya bagi Thanos, kan?""Sekarang kau membela dia?""Aku tidak membela dia,
Sean duduk di sana, menunggu Ansel meracik kopi untuk mereka. Tak butuh waktu lama bagi Ansel, lelaki itu kini kembali dengan dua gelas kopi di tangannya. Memberikan satu kepada Sean.Sean tersenyum saat aroma kopi yang terlihat nikmat berpindah ke hidungnya, aroma yang memang tak biasa. "Aku ingin mencobanya," ucap Sean yang mencicipi kopi itu dengan sebuah sendok kecil."Kau menyukainya?""Ini nikmat, tak seperti kopi yang pernah kuminum. Kau hebat, ya? Ehm, tapi kau bilang ingin mengatakan sesuatu tentang Ciara. Tentang apa itu?"Ansel menatap Sean yang terlihat tak sabar dengan ucapannya tadi, lelaki itu tersenyum kecil. "Ciara adalah gadis yang manja, dan aku adalah salah satu orang yang memanjakan dia. Yah, dia satu - satunya adikku. Mungkin karena ini sikapnya terkadang sedikit menjengkelkan. Dia memang tidak suka basa - basi. Sebenarnya itu cukup bagus, dia tegas dan tahu apa yang dikatakannya. Hanya saja, dia lupa kalau kata - katanya terkadang melukai orang lain. Tapi, Sean,
Ciara menatap pemuda yang duduk berhadapan dengan dirinya itu, sementara Ansel memilih untuk duduk di sisi adiknya. Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tak menyangka kalau bocah lelaki yang dulu dilihatnya tumbuh menjadi lelaki tampan nan mapan. Kabarnya lelaki itu seorang dokter muda di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal. "Apa kabarmu, Amira? Sudah lama kita tak bertemu." Kata wanita paruh baya itu kepada sahabat kecilnya dulu. Amira meraih tangan Kane, menyentuhnya lembut. "Aku sangat gembira mendengar kau mengundang kami ke rumah ini, Kane. Setelah sekian tahun lamanya, kau membesarkan Ciara dengan baik." Senyumnya mengembang dan menatap Ciara dengan mata teduhnya itu. Kane tertawa, membalas tangan Amira di yang berada di punggung tangannya itu. "Kau juga, Sean terlihat begitu gagah dengan kemeja itu."Amira tersenyum, "Ciara pasti menyukai Sean, kan?"Ciara seketika menatap Ansel, ia tak tahu menahu soal pertemuan ini. Ibunya hanya mengatakan akan ada tamu dari jauh
Ansel mendekati ibunya, yang saat itu sedang duduk di teras rumah sambil membuat adonan kue. Hari ini mereka akan kedatangan tamu, teman jauh yang diharapkan bakal menjadi besan. Sudah lama mereka tidak bertemu, karenanya sang ibu ingin membuat sesuatu yang istimewa dengan tangannya sendiri. "Apakah mereka jadi datang?" Tanya Ansel memperhatikan tangan terampil ibunya saat mengadon."Tentu saja, nanti malam mereka tiba. Perjalanannya cukup jauh, memakan waktu hingga beberapa jam untuk sampai ke rumah ini. Memangnya kenapa?" Ibunya bertanya tanpa melihat Ansel. "Jangan katakan kau mau pergi, kau harus bertemu mereka dan membantu ibu. Ayahmu mungkin akan pulang terlambat, dia selalu sibuk," gerutu ibunya.Ansel tersenyum, "Dia sibuk untuk memenuhi kebutuhan di sini, kan? Jangan marah, Mom. Aku tidak akan ke mana - mana. Aku juga ingin melihat siapa calon suami Cia.""Calon suami? Mom berharap begitu, tapi apakah mereka akan berjodoh?""Kita lihat saja nanti saat mereka bertemu. Cia gad