"Aku mau dibawa ke mana?" tanyaku pada sosok berbaju hitam di sampingku yang masih terus saja diam sejak tadi.Dia membawaku berjalan melewati lorong tanpa batas berwarna putih yang tak kutahu berada di mana. Ketakutan mulai melandaku karena sejak tadi hanya ada tembok putih di sisi kiri dan kananku tanpa ada satupun kehidupan.Aku ingin kembali bertanya, namun segera kuurungkan niatku karena sosok berjubah hitam dengan tudung di kepalanya itu berhenti di depan sebuah pintu berukuran raksasa. Dia menarikku memasuki sebuah ruangan serba putih setelah mendorong pintu raksasa itu dengan sebelah tangan.Begitu kami sampai di sebuah ruangan lagi, dia kembali membuka pintu dan membawaku masuk. Ketakutanku semakin menjadi-jadi tatkala aku melihat banyak sekali sosok asing berbaju putih tengah duduk di deretan kursi di sebelah kiri. Ada sebuah kursi di tengah-tengah, dan meja panjang tinggi dengan sebuah kursi berukuran raksasa di baliknya. Ruangan ini mirip sekali dengan ruang sidang."S
"Dia sudah sadar! Lihatlah kedua matanya sudah bergerak-gerak. Astaga, apakah ini benar-benar nyata? Sharon, cepat panggil Hexadius dan Nyonya Sophia. Cepat!" Suara Hayden-lah yang pertama kali kudengar begitu aku bisa merasakan kembali anggota tubuhku meskipun masih berada dalam kegelapan."Candice? Sayang, kau bisa mendengarku? Oh, terima kasih, Sang Pencipta. Aku tahu Kau memang ada dan tak pernah sekejam itu pada makhluk ciptaan-Mu," gumam Hayden lagi, membuatku mengernyitkan kening.Suaranya terasa begitu nyata dan terdengar begitu dekat. Rasanya seperti oase di padang pasir dunia manusia begitu aku bisa mendengar suaranya, setelah entah berapa lama aku terjebak dalam kegelapan yang mengerikan. Dengan sekuat tenaga aku memaksa seluruh anggota tubuhku untuk bergerak agar bisa segera terbebas dari warna hitam ini. Entah sudah berapa lama aku berusaha untuk menggerakkan tubuhku, yang pasti akhirnya kedua mataku bisa melihat cahaya meskipun masih buram. Aku mengerjap berkali-kali
"Apa yang sebenarnya terjadi selama aku meninggal?"Hayden tetap diam saja dengan rahang mengeras. Pandangannya dingin semenjak kami keluar dari rumah Sharon. Tidak ada lagi sosok pria lembut dan penuh cinta seperti tadi. Yang sedang kugenggam tangannya saat ini tidak lebih dari sosok dingin dengan aura yang mengerikan, lebih menakutkan dari kombinasi Alvon, Aiden, dan Giga sekalipun. Aku melirik ke sekitar kami, takut kalau-kalau ada manusia atau makhluk lain yang melintas. Aku bahkan tidak tahu kenapa masih bisa bertahan di samping Hayden, disaat ketiga pria di hadapan kami mundur selangkah termasuk Aiden sekalipun. Kurasa inikah yang dinamakan aura pemimpin sejati?Sialan! Aku seperti manusia buta dalam kegelapan saat ini. Apapun itu yang sedang terjadi, hubungan mereka tidaklah sehat sekarang. Hubungan Hayden dengan Alvon memang sudah tidak sehat sejak awal dan Giga terlihat benar-benar ketakutan saat ini. Tapi hubungan Hayden dengan Aiden? Pasti ada yang salah di sini. "
"Hentikan!" pekikku. Mereka semua mematung, termasuk Aiden yang hendak mendekati ketiga pria itu. Alvon tersenyum senang. "Lanjutkan," perintahku."Kau akan menjadi mesin pembunuh dan penghancur. Kedua ras ingin membunuhmu, tapi ibumu melindungimu. Kau pikir kenapa aku menyetubuhimu? Karena Galeo menyuruhku untuk melakukannya agar kau tidak suci lagi dan kekuatanmu yang sesungguhnya tidak akan pernah bisa kelu...""Diamlah, bajingan!" Hayden mencekik leher Alvon dan melemparkannya ke rumah Sharon.Bagian belakang rumah Sharon hancur sebagian. Alvon terbatuk-batuk dengan mulut mengeluarkan darah, tapi setelah itu tertawa. "Aiden berbohong padamu. Kedua ras itu berpikir bahwa mereka sudah aman karena kau benar-benar mati, bukan karena berpikir bahwa kau mengorbankan dirimu sendiri. Cih, lucu sekali." Aku tidak mampu berkata apapun. Semua ini terasa mengejutkan dan mendadak."Kasihan sekali kau mendapatkan berita yang salah. Kau pikir mereka berperang karena ayahmu? Memangnya kau p
Kami mengelilingi Aiden di dalam gua yang dulu digunakan untuk menyembunyikan ibuku. Hmm, pilihan yang bagus, Yah. Kedua kakekku entah berada dimana saat ini. Ayahku hanya mengangkat bahu saat kutanya mengenai keberadaan mereka."Jadi, sebaiknya kau kembali ke kerajaan sekarang," kata Aiden dengan tenang.Hayden mengangkat sebelah alisnya. "Dan kenapa aku harus?"Aku mendesah, ibuku dan Dessidra memutar mata, sedangkan Giga mendadak sangat mengagumi lukisan alami batu di dinding gua. Aura ketegangan di antara dua pria yang hampir mirip itu membuat gua yang sempit ini menjadi panas.Tapi ayahku malah terkekeh. "Lihatlah mereka, Sophia. Mengingatkanku pada masa mudaku dan Galeo. Kami dulu juga suka bertengkar dan..."Ayahku langsung berhenti saat aku berdehem dan mengangkat kedua alisku padanya. Dia meringis, lalu menarik ibuku ke ruangan lain di gua ini. Entah ruangan yang mana karena aku belum menjelajahi gua ini sepenuhnya."Sebagian besar rakyat tidak setuju kau mengundurkan d
Jika surga yang sesungguhnya tidak bisa digambarkan, maka aku akan menggambarkan surga versiku sendiri.Sebuah rumah lumayan besar yang bentuknya mirip seperti rumah-rumah mewah bergaya Spanyol di dunia manusia-- Hayden bilang dia tertarik ingin membuat rumah seperti itu sejak lama--dan sebagian besar terdiri dari kaca satu arah, berdiri dengan indahnya di hadapanku. Tapi kaca di rumah kami tahan banting, tahan badai, tahan panas dan tahan terhadap hantaman benda/getaran keras. Aku tidak tahu darimana Hayden mendapatkan kaca itu. Terima kasih untuk Giga yang terus saja datang karena tidak bisa jauh-jauh dari Hayden untuk membantu pembangunan rumah ini. Jangan tanya kenapa mereka berdua bisa sendirian membangun rumah ini, karena aku sendiri tidak tahu.Ugh, kenapa aku merasa seolah-olah Giga adalah selingkuhan Hayden? Ester sering mengeluh padaku mengenai hal itu. Pria itu seperti saudara kembar sialan Hayden yang terkadang mengambil posisiku dan melupakan posisi Ester. Tapi sebaga
"Dia bahkan belum sadar selama tiga hari ini! Aku tidak bisa ke sana."Aww! Telingaku berdenging dan rasanya sakit sekali. Kenapa Hayden harus berteriak? "Saya tahu anda hanya beralasan saja, Yang Mulia... "" Sudah kubilang berhenti memanggilku dengan sebutan itu!"Aku meringkuk sambil menutup kedua telingaku. Suara mereka benar-benar keras dan menyakiti telingaku. Tidak bisakah mereka memelankan suara mereka? "Keadaan semakin pelik, Tuan Hayden. Ratu Dessidra bahkan tidak mau keluar dari kamarnya.""Aku tidak mau kesana."Mendengar nama Dessidra, mau tidak mau aku menahan diri untuk tidak berteriak karena rasa sakit di telingaku. Kenapa dengan bibiku itu? Dua bulan setelah pernikahanku, kudengar Dessidra dan Aiden melangsungkan pernikahan setelah Aiden diangkat menjadi raja. Aku tidak datang kesana karena Hayden menolak keras untuk kembali ke istana. Masih menjadi misteri bagiku, kenapa Hayden benar-benar tidak mau kembali lagi ke sana. "Yang Mulia Batrice akan menjodohkan Raja A
"Kenapa kau bicara seperti itu, Sayang? Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Tolong jangan membuatku takut," jawab Hayden panik dan langsung bersimpuh di hadapanku sambil memeluk kakiku. Kepalanya ia letakkan di atas pangkuanku. "Lalu kenapa kau tidak mau jujur padaku? Aku tidak serapuh itu. Aku tidak lagi seperti dulu yang akan meledak-ledak," tanyaku sambil membelai rambut hitam kecoklatannya. "Aku hanya tidak mau membuatmu terluka. Cukup aku saja yang merasakan ini. Aku ingin kau bahagia tanpa harus terganggu dengan masalah yang tidak penting itu."Aku meraih wajahnya dan memegang kedua pipinya, lalu menggeleng. "Kau belum sepenuhnya mengerti apa itu konsep pernikahan dan belahan jiwa. Tidak ada pasangan yang hanya ingin senangnya saja. Bukankah kita sudah menjadi satu? Aku tetap bisa merasakan kesedihanmu meskipun kau berusaha mati-matian untuk menyembunyikannya.""Maafkan aku. Aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi darimu," ucapnya, lalu menciumi telapak tanganku. Dan tiba-
"Xyan Uzair," kataku ketika bayi laki-laki yang sangat tampan dan lucu itu kini tengah diserahkan oleh ibu mertuaku untuk kususui. Aku menatap bayi yang baru kulahirkan satu jam yang lalu itu dengan hati berbunga-bunga. Kedua matanya mengerjap lucu ketika melihatku. Tiba-tiba dia tertawa, membuat Dessidra dan Ester langsung mendesah dengan wajah gemas. "Kenapa kau menamai dia dengan nama itu, sayang?" tanya Hayden sambil membelai rambutku. Dia mencium keningku lalu kening Xyan, membuat bayi kecilku semakin tertawa riang. "Ah, aku jadi iri. Kapan aku bisa membuat yang seperti itu juga?" tanya Ester dengan kedua sudut bibir menekuk ke bawah, lalu melirik suaminya yang hanya memasang wajah datar meskipun kedua matanya tak lepas dari Xyan. "Xyan artinya sinar matahari. Kau tahu, dulu aku pernah bertemu dengannya di alam mimpiku ketika aku bersama dengan Zam. Waktu itu Zam menyuruhku untuk memakan banyak tanaman Arconium, dan Xyan versi balita datang membawakan semangkuk madu untukku.
Hayden POV Aku buru-buru mendatangi Candice yang tiba-tiba menangis di depan batu hitam itu. Sebenarnya hal yang sudah biasa terjadi, karena banyak manusia yang juga tiba-tiba menangis dan bertingkah aneh di sekitar Ka'bah. Aku kemarin bahkan melihat seorang pria muda yang berteriak-teriak seperti orang gila sambil melihat kesana kemari, seolah-olah dia mendadak lupa sedang berada dimana. Dia juga berteriak tidak bisa melihat Ka'bah, padahal Ka'bah berada tepat di hadapannya. Hassa menjelaskan padaku bahwa manusia itu memiliki niat yang tidak murni ketika datang ke tempat ini. Uang yang dia gunakan juga didapatkan dari jalan yang dilaknat oleh Tuhan, sehingga ketika datang kesini, Tuhan membuatnya tidak bisa melihat Ka'bah yang merupakan rumah-Nya. Ternyata semua dosa yang pernah dilakukan oleh manusia dan jin di masa lalu atau yang sedang berlangsung, akan langsung mendapatkan balasannya ketika berada di tempat ini. Tidak ada yang lolos dari tempat ini, untuk itulah disebut dengan
Dua bulan berlalu setelah aku bertemu dengan Hassa di pusat bumi, dan aku memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu yang ternyata tak jauh dari lokasi pusat bumi berada. Hayden setuju saja dengan keputusanku, karena dia sendiri merasa penasaran. Hassa tinggal bersama istrinya, sedang dua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di daerah lain. Umur Hassa sudah ribuan tahun, mungkin dua ribu lebih. Dia menjadi saksi hidup ketika utusan terakhir diutus ke bumi untuk menyampaikan agama bagi seluruh umat. "Kalian luar biasa. Baru dua bulan sudah mengerti hampir seluruh ajaran agama kami. Bukan hal yang mudah bagi siapapun untuk menerima ajaran kami. Bahkan manusia pun banyak yang menyangkalnya," ucap Hassa ketika kami baru saja menyelesaikan materi tentang hidup bertetangga. "Hayden dulunya adalah seorang raja, sedangkan aku..." Aku mengedikkan bahu. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi aku memang penasaran dengan segala hal yang berhubungan dengan Sang Pencipta. Apalagi sejak melihat pusat bumi
"Pusat bumi...pusat bumi... Apa ini tempatnya?" tanyaku setelah mendarat di daratan berwarna serba putih dan terasa sangat dingin. Untungnya aku tidak terlalu merasakan hawa di bumi, karena tubuhku tidak sesolid tubuh manusia. "Kau yakin ini tempatnya?" tanya Hayden balik dengan kening berkerut. Ia terlihat sama sekali tidak yakin dengan tempat yang kami pijaki sekarang. Di sepanjang mata melihat, hanya ada warna putih yang berasal dari butiran salju yang menutupi tanah. "Hmm, aku tidak tahu. Tadi kau lihat sendiri tempat ini berada di tengah-tengah bumi," jawabku. Hayden mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu menggeleng. "Tidak ada kekuatan di sini. Bahkan anak buah Azazil saja tidak ada di sini. Sepertinya bukan tempat ini."Aku kembali memeluknya dan melesat ke atas. Pusat bumi itu yang bagaimana? Di tengah-tengah? Atau poros bumi? "Apa aku menembus bumi saja, ya? Siapa tahu di sana ada batu hitam," gumamku sambil mencari lokasi mana yang bisa kutembus dengan mudah. "Biar
"Aku tetap tidak setuju dengan kebijakan kakek. Kita harus lebih memikirkan apa dampak yang akan terjadi di masa depan."Aku menguap setelah hampir 2 jam menunggu Hayden dan kakek Dante yang masih saja belum selesai membahas soal kebijakan baru yang dibuat oleh kakek Dante. Aku sudah mendengar apa yang mereka bicarakan meskipun aku sedang berada di taman kerajaan, tapi lama-lama aku bosan dan mengantuk. Mereka ini kenapa ribet sekali, sih? Padahal aku sendiri sudah bisa memilih kebijakan mana yang lebih aman untuk rakyat. Tapi dua pria itu masih tetap kukuh dengan pendapat masing-masing. "Masih lama, ya?" tanyaku pada Dessidra yang ikut duduk di sampingku. Sejak kakek Dante mengambil alih kerajaan dan status Aiden diturunkan kembali menjadi Pangeran, Dessidra terlihat jauh lebih santai dan bahagia. Dia tidak lagi terlihat tertekan seperti dulu. Apalagi hubungannya dengan Aiden semakin lengket. Aku bahkan harus menyumpal telingaku ketika mereka mulai berisik. Ck, aku harus protes pa
Hayden POV Sejak meninggalkan ruang bawah tanah, Candice terlihat dingin. Auranya membuat siapapun yang melewatinya menjauh dengan wajah ketakutan. Tentu saja mereka ketakutan, karena istriku masih memegang pedang emasnya seolah-olah dia akan menebas siapapun yang menghalangi jalannya. Semua pelayan yang melihatnya langsung berlari ketakutan dan berteriak, membuat beberapa ksatria langsung berlarian ke arah kami. Namun mereka langsung berhenti ketika melihat kondisi istriku, apalagi kedua sayapnya keluar. "Ada apa ini?" tanya Hexadius dengan wajah panik. Aku meringis melihat semua kekacauan ini. Siapa suruh mencari gara-gara dengan wanita hamil? Apalagi dia adalah pejuang tangguh yang bahkan diberikan kekuatan spesial oleh tangan kanan Gabriel. Aku juga tidak akan kaget jika dia bisa menghancurkan istana ini hanya dengan sekali ayunan pedangnya tanpa menyentuh. "Galeo membuatnya marah," jawabku sambil meraih tubuh istriku dan memeluknya dengan erat. "Lebih baik kau lihat dia di
"Mereka mengira bahwa kalian adalah malaikat."Aku menoleh pada sosok perempuan tua dengan wajah datar dan kulit berwarna putih pucat hampir abu-abu. "Siapa kau?" tanyaku penasaran. "Aku adalah penghuni gunung ini. Para manusia itu sering iseng di tempat ini dan kami sangat membencinya. Mereka tidak menghormati wilayah kami," jawab perempuan itu masih dengan wajah datar, namun suaranya terdengar marah. "Apa mereka memang seperti itu?"Perempuan tua itu mendengkus. "Mereka adalah manusia-manusia jahil yang mengira bahwa diri mereka hebat karena bisa melihat makhluk tak kasatmata seperti kita. Di dalam hati mereka terdapat kesombongan. Mereka tidak punya adab dan sopan santun. Itulah kenapa aku sengaja menuntun mereka ke sini untuk bertemu kalian.""Memangnya kenapa kalau mereka bertemu dengan kami?" tanya Hayden yang sejak tadi diam. Perempuan itu menyeringai. Giginya terlihat runcing dan kedua matanya tiba-tiba menghilang. Wanita itu tertawa terbahak-bahak yang terdengar aneh di t
"Candice? Sayang, bangun!"Aku merasakan tubuhku diguncang beberapa kali, lalu pipiku ditepuk dengan pelan. "Sayang, kenapa kau tidur di sini?"Mataku mulai mengerjap ketika kesadaranku kembali. Aku membuka mata dan melihat wajah khawatir Hayden, lalu mengernyit. "Kenapa kau bisa tidur di sini?""Hah?" Aku mengedarkan pandangan ke sekiling dan terkejut ketika mendapati diriku tengah berada di taman belakang rumah kami. Buru-buru aku bangkit dari tidurku yang ternyata di posisi miring. Eh? Tidur? Bukankah aku tadi terbang ke langit dan bertemu dengan Azazil? "Tadi malam kau pamit ke taman. Kukira kau sudah kembali ke kamar, tapi malah tidak ada dimanapun. Aku mencarimu kemana-mana sampai ke kerajaan ayahmu. Seharusnya kau bilang padaku jika ingin jalan-jalan, bukan malah menghilang tidak jelas begini," jelas Hayden dengan wajah khawatir sekaligus kesal. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Jadi semalam bukanlah mimpi? "Aku kemarin malam terbang ke langit dan bertemu dengan Az
Aku melihat langit malam yang dipenuhi dengan bintang. Penasaran apakah aku bisa terbang sampai ke sana dan melihat bintang-bintang itu? Selama ini aku selalu ingin menembus langit dan mengetahui ada rahasia apa saja disana, tapi aku merasa ragu sekaligus takut. Bagaimana jika ketika aku sampai di sana, tiba-tiba aku mati atau terbakar? Aku pernah melihat bangsa jin yang mati terbakar setelah dilempari dengan panah api dari langit. Waktu itu aku masih remaja dan rasa keingintahuanku begitu tinggi. Aku sering nekat menjelajahi berbagai tempat dengan sayapku. Melihat tempat-tempat dari ketinggian benar-benar menakjubkan. Sampai akhirnya ketika langit berubah gelap karena mendung, tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara petir yang menyambar sebuah pohon tepat di depanku. Aku hanya bisa diam membeku ketika melihat dengan jelas makhluk dengan bentuk aneh yang langsung hangus terbakar oleh panah api dari langit. Panah api itu diiringi dengan petir yang menggelegar dan memekakkan telinga. Aku