Martha terbangun dari tidurnya kala merasakan nyeri perut yang begitu sakit. Sekuat tenaga, Martha mencoba meraih ponselnya dan meminta bantuan pada bagian resepsionis, setelah berhasil mendapatkan ponselnya Martha segera menekan nomor darurat apartement.
“Tolong saya!” rintih Martha seraya memegangi perutnya, ia bahkan tak memberikan salam.
Sambil menunggu pertolongan datang, Martha mencoba menghubungi dokter yang menanganinya. Martha semakin merintih kala perutnya terasa melilit dan disertai cairan yang mulai mengalir dari bagian bawahnya. Martha panik, kepalanya pun terasa pusing, pandangannya mulai mengabur. Martha tak kuasa lagi menahan sakit di perutnya.
Saat pandangannya mulai mengabur dan tubuhnya melemas, samar-samar Martha mendengar suara derap kaki yang berjalan mendekatinya. Tak lama Martha merasa tubuhnya melayang dan pandangannya benar-benar menggelap.
∞
<
“Kenapa Bhuvi?” tanya Glara menatap wajah panik Bhuvi.Bhuvi menarik napas dalam-dalam, ia mengabarkan jika lagi-lagi Tommy dan Leo mengalami kecelakaan. Beruntungnya mereka tak mengalami luka parah. Ia hanya mengalami luka kecil dan saat ini sudah dalam penanganan rumah sakit terdekat. “Memangnya mereka sedang menjalankan misi khusus?” tanya Glara pada Bhuvi.Bhuvi menggeleng. “hanya urusan kecil.” Bhuvi pun melanjutkan sarapannya seraya memantau keadaan dua orang kepercayaannya itu.Setelah selesai sarapan, Bhuvi dan Glara menemui dokter yang merawat Erina sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh perawat pagi tadi. Sedangkan Gama dan Erina ditemani olen Tasha dan Boy di dalam ruangan dan pengawal yang menjaga dari luar ruangan kamar rawat.Sepanjang jalan, Glara tampak gelisah karena Tifa yang menangani acaranya tak kunjung membalas pesan ataupun memberikan perk
“Kemarin saat saya mengurus surat kepindahan Gama dan Erina, saya melihat ada seorang wanita dengan hoodie hitam dan penutup wajah mengikuti saya. Sebenarnya saya tidak masalah hanya saja saya takut ini berkaitan dengan teror yang selama ini terjadi.”Glara dan Bhuvi saling bertukar pandang dan menatap Tasha penuh selidik. “kamu yakin dia mengikutimu?”“Iya bu, karena saya sudah mencoba mengujinya dan ternyata memang benar dia membuntuti saya bu.”Kening Bhuvi berkerut kala mendengar penuturan Tasha. “bukannya kamu pergi dengan Boy? Di mana Boy?”“Kami memang pergi bersama, Pak. Tetapi kami berpisah ketika di sekolahan Gama. Boy mencari guru yang akan mengajar di rumah sedangkan saya mengurus surat kepindahan Gama dan Erina, Mr. Karena itu saya terpisah dengan Boy,” ujar Tasha menundukkan kepala, ia merasa bersalah karena tak mengikuti intru
Pertanyaan itu terlontar dari seorang Glara yang sebenarnya memiliki kekayaan hampir setara dengan Bhuvi hanya saja, Louis sengaja menyebarkan asetnya dengan membangun perusahaan dan hal lainnya. Sedangkan Bhuvi ia membangun aset property dan perusahaan.Bhuvi mengerutkan kening bingung mendengar pertanyaan Glara. “tak sebanyak aset Tuan Louis.”Glara hanya diam dan tak menjawab ucapan Bhuvi lagi. Pikirannya kembali teringat akan nasib anak dari Martha yang sekarang tak memiliki siapa pun. “Bhuvi bagaimana anak Martha?”Bhuvi menoleh ke arah Glara sejenak sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya. “Kamu mau mengadopsinya?”Kini giliran Glara yang berpikir tentang pertanyaan Bhuvi. sebenarnya ia senang sekali bisa merawat anak Martha walaupun itu buah hati dari mantan suami yang mengkhianatinya namun tetap saja, Glara tak bisa menyembunyikan rasa kemanusiaannya
“Maaf pak, tadi saya tidak sengaja melihat di televisi tentang pemakaman Mrs. Martha dan saya melihat ada orang ini,” ujar Tasha seraya menunjukan ponselnya.Bhuvi menatap layar ponsel Tasha, yang memotret sosok wanita berhoodie hitam sedang bersembunyi di balik pohon yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat pemakaman. “motif hoodienya sama persis dengan yang digunakan mengikuti saya, Mr.”“Jadi maksudnya mereka satu kelompok?” tanya Bhuvi menyimpulkan ucapan Tasha.Tasha hanya diam saja, ia lantas mengeluarkan sebuah liontin dari dalam saku celananya. “saat memeriksa tas Erina, saya menemukan ini, Mr.”Bhuvi menyimpan semua penemuan Tasha. “ya sudah, terima kasih atas laporan dan infonya. Kamu bisa beristirahat biar anak-anak saya yang jaga.”“Terima kasih, Mr.” Tasha pun berpamitan dengan Gama d
Glara mengangguk, “setidaknya itu cara terbaik daripada kita harus mencari orang baru yang belum tentu bersih, ‘kan? Aku yakin dia tidak akan berkhianat walaupun kakek sudah tidak ada.”Bhuvi kembali memikirkan ucapan Glara, cukup lama pria itu memikirkannya hingga akhirnya ia mengangguk dan menyetujui ide yang Glara berikan. “Setelah ini kita ke sana.” Glara mengangguk dan mengucapkan terima kasih tanpa suara.Bhuvi dan Glara kembali menunggu persiapan bayi Martha, tepat pukul 11 siang perawat memanggil Glara dan Bhuvi mengajaknya masuk ke dalam ruangan dokter khusus anak dan gizi. Di dalam sana, Glara dan Bhuvi mendapatkan penjelasan tentang tata cara merawat bayi itu juga tentang jadwal pemeriksaan rutin yang harus Glara dan Bhuvi jalani.Setelah itu, Glara dan Bhuvi dipersilakan untuk membawa bayi Martha pulang ke rumah. sesuai ucapan Bhuvi tadi, mereka tak langsung pulang ke rumah, Bhuv
“Ishara Larisha Madhava,” sahut Bhuvi menatap lurus ke arah ponselnya.Semua orang menatap Bhuvi dengan tatapan yang takjub. “Kenapa?” tanya Bhuvi mendongakkan kepalanya.Mereka menggeleng dan mengulas senyum di wajahnya. “Namanya bagus dan cantik.”Mereka pun kembali mengobrol dan melanjutkan aktivitasnya. Berbeda dengan Bhuvi yang tampak menikmati kesibukkannya, Glara justru terlihat lebih gelisah dari biasanya. Sebenarnya Bhuvi tahu penyebab kegelisahan wanita itu tapi ia memilih untuk diam dan tak banyak berbicara.Hari pun semakin sore, Gama dan Erina sudah kembali ke kamarnya begitu juga dengan Shara yang sudah tidur pulas di kamar Glara ditemani oleh Willi. “aku pulang dulu ya. besuk aku ada flight pagi.”“Flight pagi? Ke mana?” tanya Glara menatap Bhuvi bingung.“Perjalanan bisnis.&rdqu
Glara mencoba membuang kecurigaannya dan mengirimkan kabar pada Bhuvi jika gaun yang pria itu kirimkan sudah berada di tangannya. Setelah mendapatkan balasan singkat dari Bhuvi, Glara pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan melanjutkan pencarian vendor besuk pagi.Waktu terus berjalan, pagi ini Glara mengadakan rapat dadakan dengan semua petinggi perusahaannya untuk membicarakan masalah peluncuran produk barunya yang kemungkinan besar akan diundur hingga waktu yang tidak ditentukan. Keputusan Glara tentu mendapatkan penolakan dari banyak orang karena bagaimana pun juga mereka sudah mempersiapkan moment yang tepat untuk peluncurannya dan sekarang Glara mengundurnya begitu saja.“Saya juga menyesali keputusan ini, tetapi saya tidak bisa berbuat banyak. tidak ada vendor yang bisa mengerjakannya dalam waktu semalam.”“Tetap saja, kita tidak bisa mengundur lagi. Kalau kita mengundur peluncurannya bisa-b
Sepanjang hari Glara terus teringat akan perbincangannya dengan Rose tadi. Ia mencoba mencari tahu produk yang batal diluncurkan beberapa tahun silam dan produk yang sama di perusahaan lain. Sudah lebih dari 3 jam Glara mengurung diri di ruang kerjanya dengan setumpuk berkas yang hampir menutupi wajahnya. Sayangnya, Glara tak juga mendapatkan petunjuk apapun tentang perusahaan yang Rose maksud.“Saya kurang tahu, Bu Glara. Yang saya ingat perusahaan itu memang selalu menjadi pesaing perusahaan kita.”Ucapan Rose terus terputar dibenaknya, hingga Glara semakin semangat mencari tahu siapa orang yang sengaja ingin menghancurkan perusahaannya. Glara berharap dari kejadian ini ia bisa membuka lebih banyak teka-teki yang selama ini selalu menghantuinya dan Bhuvi.Saat sedang fokus pada pencariannya, tiba-tiba ponsel Glara berdering panjang. Glara pun menatap layar ponselnya dan mendapati nama Bhuv