"Aku benar-benar gak tahu, Cin," jawab Raka. Bapak dan paman Cindy, juga beberapa orang lain mendekati Raka dan mendesaknya. "Gak mungkin kamu gak tahu siapa orang yang menyuruhmu, bukan? Pasti kalian sering berkomunikasi."Seorang pria mencengkeram kerah kemeja Raka dan mengepalkan tangannya. "Katakan dengan jujur siapa orang yang menyuruhmu! Berapa bayaranmu untuk melakukan semua ini?"Orang tua Raka tak kalah terpukul dengan pengakuan putranya. Mereka juga sama sekali tidak mengetahui bahwa Raka menyimpan rahasia besar itu di hatinya.Mereka berusaha menghalangi orang yang ingin memukul Raka, tetapi di sisi lain, mereka juga sadar bahwa Raka sudah melakukan kesalahan besar. Jika kedua orang tua Raka ada di posisi yang sebaliknya, tentu mereka juga akan melakukan hal yang sama. Raka mengangkat kedua tangannya dan menjawab lirih bahwa ia benar-benar tidak mengenal wanita yang memberi perintah itu. "Aku benar-benar gak tahu, Om. Sungguh bagiku bukan uang yang terpenting, aku benar-b
Mario keluar dari kamarnya dengan kesal. Ia menatap David dan Riana yang sedang duduk dan bercanda ria di ruang tamu. Entah mengapa mendengar tawa mereka membuat Mario sangat kesal dan ingin melampiaskan amarah. "Bisakah kalian diam?" teriak Mario. Riana terkejut dan menatap David dengan bingung. Hubungannya dengan sang kakak akhir-akhir ini memang menjauh. Sejak dikecewakan oleh Miranda, Mario sangat jauh berubah. Tidak ada lagi canda tawa dan hubungan yang hangat antara Mario dan Riana. "Kenapa tiba-tiba marah, Mas?" tanya Riana. "Apa kalian sengaja mengejek aku? Apa kalian gak bisa mengerti perasaanku saat ini?" kata Mario dengan nada tinggi. "Tunggu, kenapa Mas Rio menuduh kami seperti itu? Aku dan Mas David turut prihatin dengan apa yang sedang menimpa Mas. Apa Mas lupa Mas David pernah mengingatkan kalau Miranda itu bukan gadis yang baik dan cocok untukmu? Mas David juga sudah berusaha untuk menemukan Miranda, bukan?" tanya Riana. "Sudahlah!" Mario duduk di sofa dan memeja
Pagi itu Jason kembali menanyakan pada salah seorang karyawan mengenai keberadaan Mario. Ternyata Mario tetap tidak datang ke kantor dan tidak memberi kabar apapun. Jika mengacu pada aturan perusahaan, seharusnya Mario bisa diberhentikan. Akan tetapi Jason masih mengingat tentang hubungannya di masa lalu dengan Hana. Ia juga mengingat bahwa Mario sebenarnya adalah anak yang baik dan berpotensi untuk berhasil. Tanpa sepengetahuan karyawan lainnya, Jason memutuskan untuk datang ke rumah Mario. Ia ingin mendengar secara langsung dari mulut Mario tentang apa yang sedang ia rasakan. Jason memilih menyetir mobil mewahnya sendiri menuju rumah Mario. Sesampainya di halaman rumah itu, Jason kembali teringat saat terakhir kali ia datang ke rumah itu. Saat itu ia masih mempunyai perasaan lebih pada Hana dan mengharapkan mereka bisa bersatu. Jason menghela nafas panjang, ia menyadari banyak hal yang telah terjadi. Kini ia sudah menempuh pilihan dan jalannya, dan tak ingin menyesalinya. Tidak
Riana menumpahkan perasaan sedihnya tentang Mario di status media sosialnya. Ada doa dan harapan yang tulus agar Mario bisa kembali bangkit dan bersemangat seperti dahulu. Tak berselang lama, status itu mendapatkan banyak tanggapan dari beberapa teman Riana dan Mario yang membacanya. Ada yang benar-benar belum mendengar kabar terbaru tentang rencana pernikahan Mario yang gagal, namun ada pula yang sudah mendengar dan menyampaikan rasa prihatinnya. Mario enggan menyentuh ponselnya. Ia mengabaikan semua pesan dari rekan-rekan di kantornya. Ia juga tidak membalas semua pesan dari teman sekolahnya. Hanya satu yang Mario harapkan, berita tentang keberadaan Miranda. Riana menatap layar ponselnya, ia hanya menanggapi berbagai respon dan pertanyaan teman-temannya dengan singkat, tanpa ingin membuat masalah semakin runyam. Ia hanya memohon doa dan dukungan agar kondisi Mario bisa pulih dengan cepat. Tiba-tiba ponsel Riana berdering keras. Gadis manis itu melihat nama Cindy dan fotonya tam
Cindy mengakhiri panggilan telepon itu dengan rasa lega yang tak terkatakan. Masalah terberat dalam hidupnya mulai menampakkan titik terang. Bukan ia bersyukur karena Mario juga mengalami kegagalan dan nyaris putus asa, tetapi ia merasa tak salah bila di hatinya timbul secercah harapan baru bagi hubungan mereka. Sebuah senyum terukir di bibir Cindy. Semalam ia bisa tidur dengan nyenyak, hal yang jarang terjadi selama beberapa bulan ini. Pintu kamar Cindy diketuk dari luar, gegas gadis itu berdiri dan membukakan pintu. Nampak ibundanya berdiri di muka pintu dan menatapnya dengan serius. "Ada apa, Bu?" tanya Cindy. "Ibu mau bicara.""Ayo masuk, Bu!" Cindy mengajak ibunya masuk dan duduk di lantai. Kamar yang ditempati oleh Cindy memang cukup sederhana. Ukurannya tidak terlalu besar, perabot di dalamnya juga terbatas. Kasur yang Cindy gunakan langsung berada di atas lantai, tanpa ada dipan sebagai alasnya. Ibu duduk di hadapan anak gadisnya dan tak langsung bicara. Wanita paruh baya
Cindy mendengarkan saran dari tantenya untuk menghubungi ponsel Raka. Beruntung ponsel itu hanya mengalami sedikit retak pada layarnya. Saat mendengar suara ponsel itu, seorang pria yang menolong Raka menjawab panggilan itu. "Ha-halo, Pak. Sa-saya teman Raka, pria yang mengalami kecelakaan itu. Bagaimana keadaannya sekarang, Pak?" tanya Cindy yang masih gemetar. "Orangnya belum sadar, Dek. Kami sudah menghubungi rumah sakit. Mobil ambulan sedang dalam perjalanan kemari," kata pria itu. "Ke rumah sakit mana, Pak? Saya akan segera ke sana.""Rumah sakit Mulia, Dek. Tolong cepat datang ke sana! Kelihatannya luka orang ini cukup serius."Cindy segera menyampaikan pada sang tante nama rumah sakit tempat Raka akan mendapatkan pertolongan pertama. Bersama tantenya, Cindy segera memesan taksi untuk menuju ke rumah sakit tersebut. Dalam perjalanan Cindy juga menghubungi orang tua Raka. Tanpa menunggu waktu, mereka juga segera menuju ke lokasi rumah sakit tersebut. Cindy sangat gelisah, ia
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
Cindy menatap Riana dengan bingung. Riana menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berharap Mario akan kembali membuka hatinya untuk sang mantan kekasih. Cindy mengikuti langkah Mario menuju halaman belakang rumah itu. Di situ sepi dan hanya ada mereka berdua. Cindy dan Mario kini berdiri berhadapan dan saling memandang. Ada rasa yang berbeda saat mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Sekarang semua rahasia dan kesalahpahaman di antara mereka juga sudah terungkap dengan jelas. "Ada apa, Rio?" Mata Cindy bergerak indah, dengan bibir merah alami yang mampu menggetarkan kembali hati Mario. "Mm... Akhirnya semua sudah jelas sekarang. Aku minta maaf karena sudah salah menilai kamu, Cin. Aku langsung pergi tanpa mendengar penjelasanmu," kata Mario. Cindy menghela nafas lega. Sebenarnya sudah lama ia menantikan saat seperti ini. Perpisahan dengan Mario membuatnya rapuh dan hancur, apalagi mereka berpisah saat rencana pernikahan sudah di depan mata. "Semuanya sudah berla
Wajah Sandra mulai berubah pucat. Rahasia yang ia simpan selama ini ternyata sudah terbongkar. Hadi dan keluarganya mempunyai lebih dari cukup bukti dan saksi yang akan membuat Sandra mendapatkan hukuman berat. Sebelum Mario dan David menaikkan Sandra ke dalam mobil, Sandra melihat pintu pagar rumahnya terbuka lebar. Semua karyawan dan penjaga tak berdaya untuk menolong Sandra, karena David juga menghubungi anak buahnya untuk datang dan berjaga di depan pintu gerbang. Tepat pada saat itu, Sandra yang tidak mau dibawa ke kantor polisi melihat satu kesempatan untuk melarikan diri. Ia berencana untuk melarikan diri dan memaksa salah satu anak buahnya yang ada di pintu gerbang untuk membawanya kabur. dengan sekuat tenaga Sandra memutar roda kursi rodanya. David dan Mario terkejut dan segera mengejar Sandra. "Hentikan dia!" David berteriak pada penjaga dan anak buahnya. Melihat beberapa pria bersiaga untuk menghalanginya, Sandra bergegas berbelok ke arah lain. Sandra hanya berpikir un
Mario dan keluarganya sampai di depan kediaman Sandra. Tentu saja mereka juga membawa serta Raka dan Mira. Raka dan Mira akan bersaksi bahwa mereka memang menerima perintah dari Sandra dan anak buahnya untuk menjalankan skenario yang ia buat. Pagar pintu rumah itu tertutup rapat. Tak ada yang menduga kalau seorang wanita yang cacat di dalam rumah itu bisa mengendalikan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. David dan Mario pun yakin, bahwa Raka dan Mira akan terkejut nantinya saat melihat kondisi Sandra yang sebenarnya. David turun lebih dulu dari mobil dan berbincang sejenak dengan penjaga rumah. David memang beberapa kali pernah datang ke rumah itu untuk mengantar mamanya, sehingga semua penjaga dan asisten rumah tangga sudah mengenalnya. "Apa Tante Sandra ada di rumah?" tanya David pada seorang pria bertubuh besar dan berkacamata. "Apa Mas David sudah punya janji?" tanya pria itu. "Saya keponakan Tante Sandra. Apa saya harus membuat janji untuk bertemu dengan tante saya se
"Masuk!" Seorang anak buah David mendorong Miranda alias Mira masuk ke rumah Mario. Wanita itu ingin menolak, tapi tentu tenaganya kalah besar jika dibandingkan dengan tiga orang pria bertubuh besar yang berada di dekatnya. Mario dan semua orang yang ada di dalam rumah pun keluar menemui Mira. "Miranda...." Mario menatap wanita itu, kini dengan rasa yang berbeda. Mira menundukkan kepalanya dan tidak mau menatap wajah Mario. Penampilan dan riasan wajah Mira kini jauh berbeda. Ia berdandan lebih menor dan menjadi dirinya sendiri. Sikap dan gayanya juga terkesan lebih angkuh daripada Miranda yang biasa dikenal oleh Mario. Setelah beberapa saat menghindar dari pandangan mata mantan kekasih palsunya, Mira akhirnya memberanikan diri menatap mata Mario. Semua bisa melihat rasa kesal dan kemarahan Mario saat itu. "Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura menjadi kekasihku?" tanya Mario. "Rio, sebaiknya kita bicara di dalam. Gak enak dilihat dan didengar orang lain." Hana mengingatkan Mar
"Aku sama sekali gak tahu identitasnya, Rio. Aku hanya mengenalnya sebagai Tante Jelita. Saat aku mendengar suaranya, sepertinya dia wanita yang tegas. Dia juga punya anak buah dan bisa mengatur segala sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya," kata Raka. "Kenapa semuanya serba kebetulan seperti ini? Apa wanita itu ada hubungannya dengan Miranda? Kenapa sepertinya orang itu punya rencana untuk menghancurkan hidupku dan hubunganku dengan Cindy?" tanya Mario. "Benar, Mas. Sepertinya rencana ini sudah diatur dengan rapi oleh seseorang," kata Riana. "Siapa orang yang bisa berbuat setega itu?" tanya Cindy. "Hanya satu orang yang bisa berbuat seperti itu." Mario menatap ibu dan ayahnya. "Apa mungkin ini rencana Tante Sandra? Tapi itu gak mungkin, kan?" kata Riana. "Aku juga punya kecurigaan yang sama, Ria. Seumur hidupku, aku hanya menemukan satu orang yang begitu berambisi menghancurkan kehidupan orang lain," ujar Mario. "Tapi Sandra sekarang sakit, Nak. Dia bukan lagi Sandra yang da
"Tolong tunggu sebentar, Tante! Saya datang untuk menjelaskan semuanya." Cindy memegang tangan Hana dengan erat. "Menjelaskan tentang apa? Bukankah semuanya sudah jelas? Kalian sudah resmi menikah, kan? Tolong jangan usik Mario lagi! Saat ini dia sedang dalam kondisi yang gak baik," kata Hana. Mendengar keributan di depan, Riana keluar dari kamarnya. Ia segera mendekat ketika melihat kedatangan Cindy."Bu, jangan marah dulu! Mbak Cindy juga batal menikah, Bu," kata Riana. "Apa?! Kenapa?" Suara Hana mulai melunak saat mendengar cerita Riana. Riana memang belum sempat menceritakan apa yang ia ketahui dari Cindy, karena ia ingin Cindy yang menceritakan sendiri pada Mario dan orang tuanya. "Bu, biarkan mereka masuk dulu! Mereka pasti baru saja sampai. Aku akan membuat minuman dan memanggil Mas Rio. Mbak Cindy akan menceritakan semuanya pada kita," kata Riana. Hana akhirnya mengijinkan Cindy dan Raka masuk ke dalam rumah. Cindy dan Raka duduk di sofa, sementara Riana membuatkan minuma
Hari yang dinantikan oleh Cindy akhirnya tiba. Pagi itu ia sudah ada di bandara dan menunggu Raka. Mereka akan pergi menemui Mario untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Cindy memakai kaus kasual dan celana panjang berwarna hitam. Ia memakai kacamata hitam dan membawa sebuah tas koper. Ia juga akan pulang ke rumah orang tuanya dan tinggal beberapa hari di sana. Cindy duduk di bangku yang tersedia di luar bandara. Di tangannya ia menggenggam ponsel dan terus memantau keberadaan Raka. Cindy cukup tenang ketika Raka memberi tahu bahwa ia sudah ada cukup dekat dengan lokasi bandara. Beberapa menit kemudian, Raka datang menghampiri Cindy. Ia membawa tas ransel di punggungnya dan tersenyum ramah. "Maaf lama menunggu, tadi jalanan macet," kata Raka. "Gak apa-apa, Mas. Aku juga belum lama sampai di sini. Ayo kita masuk!" ajak Cindy. Bagi Raka, perjalanan ini juga sangat penting. Ia cukup puas akan menghabiskan waktu bersama dengan Cindy. Hal yang membuatnya semakin senang adalah
Seorang pria berjaket tebal dan berkacamata hitam berhenti sejenak di depan ruang perawatan Raka. Setelah mengintip sejenak dari celah tirai jendela yang terbuka, ia melangkah pergi ke sudut rumah sakit yang sepi. Setelah merasa cukup aman dan tidak ada yang akan mendengar ucapannya, ia mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Halo, Nyonya. Saya sudah berhasil melaksanakan tugas dari Nyonya," katanya. "Oh ya? Bagaimana hasilnya?" tanya Sandra dari ujung telepon. "Lukanya cukup serius, dia dirawat di rumah sakit. Tolong kirim uang yang Nyonya janjikan sekarang, karena saya harus segera kabur dari kota ini sebelum ada yang curiga," bisik pria itu. Matanya tetap lincah mengawasi keadaan di sekitarnya. "Saya harus mengetahui kondisi Raka yang sebenarnya. Kenapa dia gak m4ti saja?" tanya Sandra. "Nyonya hanya memberi perintah untuk membuat dia mengalami kecelakaan. Saya sudah melakukan tepat seperti yang Nyonya perintahkan," jawab pria itu. "Kirimkan dahulu foto-foto Raka sebagai bukti! S
"Terimakasih banyak, Nak Cindy. Kami janji akan membayarnya segera," ucap Bapak Raka sambil menangis haru. Cindy tersenyum tipis, ia tidak dapat menahan diri untuk menolong Raka, walaupun itu berarti harus mengorbankan uang tabungannya. Cindy juga sadar, mungkin rencananya untuk menemui Mario akan tertunda sampai kondisi Raka pulih. Jika Cindy memaksa menemui Mario saat ini, mungkin Mario akan menolak dan meragukan keterangannya. Bagaimanapun juga, ia membutuhkan keterangan dan pengakuan dari Raka tentang kejadian yang sebenarnya. Kedua orang tua Raka segera masuk ke ruangan IGD, sementara Cindy menuju bagian administrasi. Ia mengisi formulir rawat inap pasien dan memberikan sejumlah uang deposit. Pihak rumah sakit akan segera memindahkan Raka ke ruang perawatan. Setelah menyelesaikan semua proses yang diperlukan, Cindy segera menyusul ke ruang perawatan Raka. Ia berjalan perlahan dan menunggu di depan pintu, karena Raka sedang berbicara dengan kedua orang tuanya. "Nak, syukurlah