Pak Arkan masih terus fokus membacanya..
Sampai akhirnya beliau tutup map itu dan mendongkak menatapku lalu berkata "Cukup bagus judul ini bisa kamu pakai." Ucapnya.
"Alhamdulillah." Ucapku dalm hati.
"Terima kasih pak." Jawabku.
"Untuk selanjutnya kamu bisa mulai membuatnya dan diskusikan kepada saya" kata pak Arkan.
"Baik pak." Jawabku.
"Kalau sudah saya permisi pak,sekali lagi terima kasih banyak dan mohon bimbingannya pak." Kataku dan berdiri untuk beranjak keluar dari ruangan dosenku ini.
"Tunggu sebentar."' katanya dan menahanku.
"Duduk dulu." Pintanya lagi.
"Apa lagi sih." Gerutuku dalam hati sambil mendudukan bokong ini di kursi.
"Bagaimana keadaanmu,luka-luka itu sudah di obati kah.?" Tanyanya kepadaku.
"Sudah pak,tadi di obati di uks tempatku mengajar." Jawabku cepat karna sudah tak mau berlama-lama berada di ruangan ini,sejujurnya hati ini masih kesal.
"Oh." Jawabnya.
"Hah,cuma OH." Batinku,dan melanjutkan langkahku menuju pintu keluar dari ruangan pak Arkan.
Sepanjang jalan ku melangkah,sepanjang itu juga gerutuan ku keluarkan dari bbibir ini,umpatan kekesalan ku atas sikap dinginnya pak Arkan, "Tadi aja di jalan sok perhatian maksa-maksa mau bawa ke rumah sakit,mau di obati,sekarang cuma nanya aja terus di jawab Oh,gila itu orang datar banget hidupnya,udah kaya kulkas 20 pintu,udah kaya tembok besar cina aja." Umpatan-umpatan terus ku keluarkan sepanjang jalan menuju kantin.
Dikantin kutemui ke 3 temanku,Santi,Tia,dan Diana,kita berempat sudah berteman dari sekolah menengah atas,kuliah pun di universitas yang sama,walaupun berbeda jurusan.
Kududukan diri ini di kursi dengan sedikit hentakan dan cukup mengagetkan ke tiga teman-temanku,"Kesellllll bangetttt sih,apes hidup gue." Rancuku dengan muka merah menahan emosi.
"Kenapa sih lu?" Tanya Santi dan di angguki temanku yang lain,mereka menatapku meminta penjelasan.
"Kesel gue sama dosen pembimbing gue,tadi pagi dia nabrak gue tuh liat tangan sama kaki gue." Kutunjukan luka-luka ku.
"tadi pas nabrak gue sok sibuk maksa gue ke rumah sakit,sekarang cuma nanya luka gue udah di obatin apa blum,terus pas gue jawab udah,dia cuma jawan Oh aja coba,mana mukanya datar banget,bikin gue emosi." Katanku dengan emosi.
"Siapa sih dosen pembimbing lu?" Tanya Dinda.
"Pak Arkana Sadewa,dosen baru itu loh." Jawab Tia,yang ku angguki.
"Dosen ganteng itu ya." Jawab Dinda antusias.
"Ganteng sih tapi sayang tuh muka datar banget,ga ada senyum sedikit pun." Kara Santi.
"Setujuuuu." Seruku mengacungkan kedua jempol tanganku.
"Pas pak Arkan baru masuk lu lagi ambil cuti kan,jadi lu ga bisa tau dia selama mengajar gimana." Tanya Santi.
"Gue baru ketemu orangnya aja barusan ya mana tau gue cara ngajar dia gimana." Sautku,masih sedikit emosi.
Saat sedang asik mengobrol tiba-tiba datang Anggel the genk,yang super rese,dari jaman sekolah dia memang tidak menyukai ku,Anggel yang menyukai Angga dari awal masuk sekolah,itulah yang menjadi alasannya selalu membenciku.
"Weishh ada yang lagi patah hati nih baru di tinggal nikah sama kekasih hati." Ucapnya sedikit meniggi agar satu kantin ini mendengar.
"Ah kasiannya" "Sakit banget pasti tuh" "Duh malangnya nasibmu" Anggel the genk menyahuti kata-kata sang ketuanya,tertawa mengejek.
"Bacot lu,mau lu apa sih,gangguin Annisa terus?" Jawab Sinta.
"Gue ga ada urusan sama lu ngel."' Jawabku cepat mendahului Tia yang akan menjawab.
"Giamana rasanya kekasih hati lu di rebut orang lain,sakit kan,apa lagi yang ngerebut saudara sendiri,duh sakitnya lebih-lebih," Kata Anggel mendramatisir.
"Dan itu yang gue rasain selama ini."' Tekannya lagi menggebrak meja.
"Ga ada yang ngerebut Angga di sini,posisi Angga waktu jadian sama gue itu singgle,ga lagi pacaran atopun deket sama cewek lain." Jawabku lantang.
Bangun dari posisi duduk,dan berlari meninggalkan kantin,rasanya masih sesak saat mengingat kejadian itu lagi,tak ku pedulikan teman-temanku yang mengikuti ku berlari menyusulku.
Panggilan-panggilan namaku tak kupedulikan,ku terus berlari sekuat tenaga,sat tiba-tiba ada sesuatu yang menabrakku di depan tubuhku.
BRAKKK...
Badanku melayang ada hentakan di tubuh dan akhirnya terjatuh di jalan,sebelum kesadaranku menghilang samar-samar ku dengar teriakan dari ketiga teman-temanku,darah mengalir dari badanku.
Yang terakhir ku rasakan badanku di gendong seseorang entah itu siapa dan di bawa ke mana.
"ANNISA." Teriakan keluar bersama dari mulut teman-temannya.
Mereka berlari menghampiri Annisa yang sudah terkulai di jalan dengan darah segar yang mengalir dari tubuhnya,Tia mengangkat kepala Nisa kepangkuannya "Bangun Nis,Buka mata lu." Tia menepuk-nepuk pipi Annisa.
"Tolongin temen gue." Dinda teriak histeris.
Santi sibuk menelpon ambulan yang di sediakan pihak kampus.
Penabrak itu kabur lari entah ke mana.
pak Arkan yang melihat kejadian itu pun menghampiri kerumunan mahasiswanya dan tiba-tiba mengangkat badan Nisa dan membawanya menuju mobilnya.
"Kalian bertiga ikut say." pak Arkan meminta ketiga teman Annisa untuk ikut masuk ke dalam mobilnya.
Mobilpun melaju dengan kencang membawa Annisa menuju ke rumah sakit terdekat.
Santi,Tia,Dinda dan pak Arkan masih menunggu di depan ruang UGD setelah tadi mereka membawa Annisa ke rumah sakit,sudah 30 menit dokter maupun suster belum ada yang keluar dari dalam,mereka menunggu dengan cemas."Sudah ada yang menghubungi keluarganya?" Tanya pak Arkan.Mereka bertiga kompak menggelengkan kepala,terlalu panik sampai lupa untuk mengabari keluarga dari Annisa,Tia yang lebih dulu mengeluarkan Handphonenya untuk menelpon kak Armand,mereka bertiga sudah mengetahui kalau sekarang Annisa sudah tidak tinggal lagi dengan sang ayah,melainkan sudah tinggal bersama kak Armand.tut...tut..tut...Setelah dering ke tiga barulah panggilan terhubung."Hallo." terdengar suara kak Armand."Hallo kak,ini Tia kak." Kata Tia."Iya Tia ada apa." Jawab kakArmand."Emm..ini kak,Annisa masuk rumah sakit,sekarang lagi di UGD." Ucap Tia mencoba tenang."HAH APA,ANNISA MASUK RUMAH SAKIT." Kata kak Armand dengan suara
Arkana Sadewa seorang laki-laki berusia 33 tahun yang masih betah menjomblo di usianya yang tak lagi muda ini,seorang pemimpin perusahaan sebuah perusahaan import terbesar di indonesia,seorang laki-laki yang terus di paksa untuk menikah oleh ibunya.Dulu Arkan pernah hampir menikah namun terpaksa harus batal karna sang kekasih lebih memilih menikah dengan laki-laki lain yang katanya lebih kaya dari Arkan,dari sejak batalnya pernikahan itu Arkan berubah jadi manusia paling cuek dan dingin,menghabiskan hidupnya dengan terus bekerja.Menghindari sang ibu yang terus memaksanya untuk menikah,beberapa kali di jodohkan dengan anak-anak rekananannya tapi tak satu pun ada yang di pilihnya,bagi Arkan semua wanita-wanita itu sama dengan sang mantan kekasihnya dulu.Hari ini Arkan sedang libur dan sedang menikmati waktunya dengan membaca buku di halaman belakang rumahnya,Arkan memang memilih tinggal di rumahnya sendiri dari pada tinggal di rumah orangtuanya karna menghindar
Di kantor selesai meeting pikiran Arkan terus tertuju pada seorang gadis yang tadi pagi dia tabrak,merasa bersalah karna tak membawanya ke rumah sakit tuk mengobati luka-lukanya itu,"Gadis keras kepala" Gumamnya,tersenyum kecil.Melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk tanpa di sadari jam sudah menunjukan jam makan siang,selesai dengan pekerjaannya Arkan membereskan mejanya dan keluar dari ruangannya untuk menemui sekertarisnya,karna hari ini dia ada jadwal untuk mengajar di kampus yang didirikan Ayahnya itu,memutuskan menjadi dosen hanya untuk menyibukan dirinya untuk lupa akan masa lalunya itu."Rud,saya harus ke kampus ada jadwal mengajarkan hari ini?" Tanyanya ke pada sekertarisnya ini,Rudi buka hanya sekertaris tetapi asistennya juga sekaligus sahabatnya dari zaman mereka masih sekolah,Arkan memang sengaja memilih sekertaris laki-laki lebih leluasa saja dalam berdiskusi menurutnya."Iya bos hari ini ada jadwal mengajar." Jawab Rudi,walaupun mereka bersa
Setelah menunggu hampir 1 jam,akhirnya dokter pun keluar,perasaan tak menentu sedari tadi yang ku rasakan ini,menghampiri dokter dan tiba-tiba ada seorang lelaki datang menghampiri kami bersamaan,laki-laki yang ku perkirakan tak jauh usianya dari usia ku,dan ternyata laki-laki ini kakaknya Annisa yang tadi di telepon temannya Annisa. Dokter pun menjelaskan kondisi Annisa,ada rasa ingin melihatnya langsung tapi ku tahan,kakaknya Annisa yang lebih berhak untuk menemuinya lebih dulu,diriku bisa menemuinya nanti mungkin. Menunggu tak berapa lama kakaknya Annisa keluar dari ruangan itu,dan menemui ku yang masih betah berdiri di depan pintu bersama dengan teman-temannya Annisa. Kakaknya Annisa meminta penjelasan apa yang terjadi dengan adiknya,di ceritakan dan di jelaskan semua oleh teman-temannya Annisa yang memang lebih tau kondisinya saat kejadian tabrakan itu,apa yang membuat Annisa berlari tanpa arah tadi,dan berakhir tertabrak mobil,diriku hanya diam menyimak karna memang tidak meng
Annisa pun sadar. Perlahan membuka matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke kelopak matanya,yang pertama Annisa lihat sang kakak ipar yang sedang duduk sambil membaca buku. "M-mba." Ucap Annisa terbata. "Annisa." Jawab mba Mita yang langsung menghampiri Annisa dan di genggamnya tangan Annisa yang terbebas dari infusan itu. "Apa ada yang sakit." Tanya lagi mba Mita. "Mba panggilin dulu dokter ya." Katanya lagi. Annisa hanya tersenyum menjawabnya. Dokter pun datang dan memeriksa kondisi Annisa,selagi dokter memeriksa Annisa,mba Mita bergegas mengabari suaminya kak Armand,kak Armand terpaksa harus meninggalkan Annisa karna ada urusan yang harus di urus di perusahaan. Dokter selesai memeriksa Annisa dan berkata kondisi Annisa sudah membaik,hanya perlu istirahat beberapa hari saja untuk menstabilkan kesehatannya. "Gimana sudah enakan?" Tanya mba Mita yang kembali menghampiri Annisa dan duduk di samping ranjang Annisa. "Sudah mba." Jawab Annisa tersenyum. "Kakak mana mba?" Tanya
Pandangan ayah tiba-tiba tertuju pada seorang lelaki yang berdiri di samping mba Mita dan lalu melihat ke arahku seakan berkata "Siapa dia?" Kak Armand yang menyadari pandangan ayah langsung memperkenalkan pak Arkan kepada ayah. "Dia calonnya Annisa sekaligus dosennya Nisa." Ucap kak Armand mantap,dan membuat diri ini kaget mendengar ucapan kak Armand,bukan hanya aku yang kaget pak Arkan pun menunjukan raut wajah kaget sepertiku,tatapan mata kami bertemu "Maaf pak." Batinku,semoga pak Arkan bisa mengerti dari tatapan mataku ini. Ayah dan yang lainnya yang berada di kamar ini pun sepertinya merasa kaget mendengar ucapan kak Armand. Ayah membalikkan badan menghadap pak Arkan "Saya Hasan ayahnya Annisa." Ucap ayah menjulurkan tangan untuk bersalaman dengan pak Arkan. Pak Arkan dengan ragu menerima tangan ayah "Saya Arkana Sadewa." Ucapnya. "Sadewa, seperti tidak asing lagi namanya." kata ayah. "Sadewa nama papa saya Artur Sadewa." Jawab pak Arkan."Artur Sadewa pemilik Sadewa grup
Setelah beberapa hari Annisa di rawat di rumah sakit,kondisinya sudah membaik,Annisa sudah di perbolehkan untuk pulang siang ini.Tiba-tiba kak Armand mendapatkan telpon dari kantor untuk segera datang karena ada hal penting yang harus di selesaikan,bingung kak Armand,siapa yang bisa dia minta tolong untuk mengurus kepulangan sang adik,mba Mita istrinya sudah pulang dari pagi untuk membersihkan rumah dan merapikan kamar Annisa,ayahnya.. ah lupakan dia dari pertama ayahnya datang menjenguk sampai sekarang beliau tidak tampak lagi untuk melihat Annisa.Di saat sedang larut dalam pemikirannya,kak Armand di kejutkan dengan kedatangan seseorang,"Pak Dosen" gumam kak Armand."Selamat siang." Sapa pak Arkan memasuki kamar Annisa yang pintunya terbuka,setelah mengetuk pintu tanpa ada jawaban dari dalam,pak Arkan memutuskan untuk masuk dengan perlahan,rupanya kakaknya Annisa ini sedang melamun,sedangkan Annisa masih tertidur setelah meminum obat."Pak Dosen,maaf tadi saya melamun." Jawab kak A
"Arkan" Panggilan dari seorang wanita paruhbaya yang tak lain adalah mamanya pak Arkan,menghampiri mereka berdua yang sedang berdiri di samping mobil. "Kamu ngapain di sini?" Tanya dan melirik ke arahku. "Siapa dia sayang?" Tanyanya lagi,dan mendekat ke arahku. Pak Arkan masih diam dan membisu,hanya melirikku sebentar lalu melihat ke arah wanita paruh baya ini. "Kamu siapa nak?" Tanyanya lagi karena tidak mendapatkan jawaban dari pak Arkan. "Aku Annisa tante,tante...?" Jawabku dan menanyakan siapa beliau ini. "Saya mamahnya Arkan." Jawabnya cepat,dan memelukku,aku yang di peluk di buatnya kaget melihat ke arah pak Arkan dengan mata melotot,ternyata beliau ini mamanya pak Arkan. "Kamu sakit sayang,di lihat dari wajahmu yang pucat ini." Tanya mamanya pak Arkan melepaskan pelukannya dan mengelus kedua pipiku ini. "Annisa habis kecelakaan mah 1 minggu yang lalu." Pak Arkan yang menjawab. "Ya ampun,kecelakaan apa dan di mana sayang?" Tanyanya masih tetap menatap ke arahku. "Di k
Keesokan paginya Annisa pun telah sadar sesuai interupsi dari Dokter. Melihat Annisa mulai sadar pak Arkan lekas menggenggam kembali tangan Annisa dan mengelusnya."Sayang." Panggil pak Arkan,menggenggam tangan Annisa, dan sebelah tangannya mengusap kepala Annisa lembut.Annisa yang mulai sadar saat membuka kedua matanya langsung melihat ke arah pak Arkan dan tampak terkejut lalu menarik tangannya yang di genggam pak Arkan."Mama mana?" Tanya Annisa yang lebih mencari mamanya dari pada suaminya sendiri."Mama pulang dulu,nanti kembali lagi ke sini." Jawab pak Arkan menatap kedua mata Annisa."Panggil suster Nisa mau ke kamar mandi." Annisa berkata sembari mencoba bangun dari tidurnya,tapi gagal karena rasa sakit di perutnya."Aawwwhh." teriaknya tertahan."Saya bantu,kamu belum boleh bangun." Pak Arkan mengangkat badan Annisa dan membawanya ke dalam kamar mandi.Annisa hanya diam saat pak Arkan mengangkatnya dan membawanya ke kamar mandi,mau menolak pun percuma karena kondisi badannya
Pukulan itu akhirnya terhenti ketika pak Arthur melihat sang istri sudah lemas karena ulahnya."Papa kecewa sama kamu Arkan,apa yang kamu perbuatan hingga mencelakai menantu dan calon cucu papa." Ucap papa menghampiri bu Ayunda yang terduduk di kursi."Stop pa." Tangis bu Ayunda di pelukan sang suami."Maafkan papa ma,papa emosi." Sesal pak Arthur. "Kalau sampai terjadi sesuatu,jangan pernah anggap saya ini papa kamu lagi." Ucap pak Arthur."Papa kecewa dengan kebodohan yang kamu lakukan,kalau saja Romi tak papa paksa untuk bercerita mungkin kamu dengan bodohnya mau menikahi perempuan yang jelas-jelas sudah membuat hidup mu hancur hanya demi harta." Sarkas pak Arthur mengeluarkan kekecewaannya."Pak Arthur saya mewakili istri dan keluarganya memohon maaf atas apa yang telah di perbuat, saya pun kecewa atas apa perbuatan mereka, saya akan membawa mereka kembali, sekali lagi saya memohon maaf pak." Ucap Hermawan suami dari Dira."Bawa mereka pergi dari hadapan saya." pak Arthur berkata
Annisa masih berada di dalam ruangan unit gawat darurat,pak Arkan nampak pucat dengan perasaan tak menentu setelah mengetahui kalau Annisa sedang hamil,pak Arkan menyesal dengan apa yang telah dia perbuat terhadap Annisa. Dia bersumpah tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu dengan Annisa dan calon anaknya itu.Pak Arkan duduk di kursi di depan unit gawat darurat menunggu kabar dari dalam,wajahnya sudah penuh dengan luka memar akibat di pukuli pak Arthur papanya tadi begitu sampai di rumah sakit setelah di hubungi bu Ayunda mamanya pak Arkan.__________Setelah mengatakan Annisa hamil bu Ayunda berlari menghampiri Annisa yang akan di angkat oleh beberapa suster yang akan di bawa menuju ruang unit darurat.Pak Arkan yang terlebih dahulu mengangkat badan Annisa membawanya sedikit berlari menuju ruangan gawat darurat,pikirannya sudah sangat kacau sekali.Di belakangnya, di ikuti mamanya yang tak kalah paniknya dengan pak Arkan, sambil tangannya meng
Aku benar-benar menumpahkan air mata ku di pelukan mama,mama dengan eratnya tak melepaskan pelukannya,dengan sabarnya mama menunggu ku untuk menceritakan apa yang sedang terjadi denganku dan pak Arkan.Tangisan ku pun berhenti tapi tetap berada di pelukan hangatnya mama, enggan sekali tuk melepaskannya, ini sangat nyaman. Aku tak seberuntung anak-anak di luar sana yang bisa merasakan pelukan hangat seorang ibu setiap saat,menyesal sangat amat menyesal karena tak memanfaatkan waktu dengan berharga tuk selalu memeluk ibuku dulu.Tapi sekarang aku merasakan amat sangat beruntung bisa mendapatkan dan di pertemukan dengan ibu mertua yang amat sangat baik,pengertian dan selalu ada untuk ku serta kehangatannya yang membuat ku nyaman seperti sekarang ini,beliau dengan sabar menunggu ku untuk bercerita."Sudah tenang sayang?" Tanyanya mengusap kepalaku lembut dan tersenyum,senyuman mama ini menghangatkan hatiku."Sudah ma." Aku mengangguk."Ceritakan sama mama apa yang terjadi dengan k
Sampai pagi pun Annisa masih belum pulang juga,mama pun menginap semalam karena mengkhawatirkan Annisa.Selesai sarapan aku kembali ke lantai atas untuk mencari info dari orang-orang ku yang ku tugaskan mencari Annisa kemarin,mereka belum menemukan tanda-tanda keberadaan Annisa.Terdengar suara mobil Annisa masuk ke halaman rumah,gegas ku langkahkan kaki turun ke lantai bawah menuju pintu depan ternyata mama sudah berada di sana.Terlihat sekali wajah Annisa yang muram."Nisa sayang,mama khawatir." Ucap mama lalu memeluk Annisa."Nisa baik-baik aja ma." Jawab Annisa lalu membalas pelukan mama.Aku yang berada di belakang mama tak di hiraukan nya."Boleh Nisa ke kamar ma?" Pintanya setelah melepaskan pelukan mereka."Boleh sayang." Jawab mama tersenyum mengelus kedua pipi Annisa.Annisa berjalan dengan menundukkan kepala melewati ku yang berdiri mematung saat Annisa melewati ku begitu saja."Nisa." Aku memanggilnya saat Annisa akan menaiki tangga menuju kamar kami."Iya." Jawabny
Semenjak kejadian hari itu selalu ada saja yang menjadi alasan bu Dina memintaku untuk bertemu dengan Dira,karena hanya dengan diriku ini Dira bisa menjadi tenang.Dira pun tak segan dan tak merasa risih menunjukkan kemanjaannya di hadapanku padahal dia tau aku sudah menikah karena melihat cincin di jari manis ku, dan menanyakan tentang Annisa lewat bu Dina."Mas, akhirnya kamu datang juga, aku nungguin dari tadi." Ucapnya saat melihat ku datang ke apartemen nya atas permintaan bu Dina.Dira menarik ku menuju sofa yang berada di ruang TV apartemennya,mendudukkan ku dan dia pun duduk di samping ku dengan tangannya yang terus menggandeng tanganku tanpa risih sedikit pun,justru aku yang merasa sangat risih sekali,pernah suatu waktu aku menjauh dari tempat duduk nya dan melepas kan rangkulannya tapi ternyata Dira tak Terima dan memasang wajah sedihnya."Mas, lihat ini hasil USG kemarin,kamu sih ga bisa antar aku USG." Ucapnya cemberut dan menunjukkan hasil USG bayinya.Aku hanya me
Beberapa bulan yang lalu saat Annisa dan ayah di rawat di rumah sakit aku tak sengaja bertemu dengan bu Dina sedang berada di kantin rumah sakit,duduk terdiam seorang diri. Entah mengapa kaki ini melangkah menuju ke arahnya,dan mendekatinya."Bu, sedang apa?" Sapa ku.Bu Dina sempat terkaget melihat ke arah ku."Ibu sedang minum kopi." Jawabnya yang sedikit aneh."Boleh saya duduk." ijin ku."Silahkan nak." bu Dina mempersilakan."Siapa yang sakit bu?" Tanyaku seraya mendudukkan diri di kursi di hadapan bu Dina."Hhmm... i-tu... itu Dira yang sakit." Jawabnya ragu dan gugup."Dira,sakit?" Tanyaku kaget,bukannya Dira sedang di luar negeri ikut suaminya,ah.. mengingatnya sedikit membuat hati berdenyut sakit.Bu Dina hanya mengangguk."Sakit apa?" Tanyaku lagi penasaran."Di-a, Dia hampir keguguran." Jawabnya terbata."Keguguran,Dira sedang hamil bu?" Tanyaku."I-iya sudah 4 bulan." Jawab bu Dina."Bukannya Dira Sedang berada di luar negeri bu? " Kenapa jadi penasaran seperti ini.
Selesai makan malam,aku berpamitan ke kamar terlebih dahulu, aku ingat untuk segera meminum vitamin yang dokter berikan tadi dan meminum susu, untungnya tadi setelah dari klinik aku pergi ke swalayan untuk mencari susu hamil dan menemukan susu dalam kemasan siap minum jadi bisa meminumnya langsung, aku menyembunyikan nya di dalam tasku bersama dengan vitamin dari dokter.Saat sedang menonton TV di dalam kamar, pak Arkan masuk ke dalam kamar mendekati ku."Boleh saya di sini?" Ucapnya."Silahkan." Jawab ku cuek.Pak Arkan duduk di kasur di samping ku."Kita harus bicara." Ucapnya menatapku."Bicara saja." Jawabku masih acuh menatap layar TV. "Lihat saya Nisa." Pintanya menarik tanganku."Ngomong aja, Nisa dengerin." Ucapku menarik tanganku yang di genggamnya.Terdengar pak Arkan menarik napasnya."Yang kamu lihat di cafe tak seperti apa yang kamu pikirkan,saya tak ada hubungan apa pun dengan perempuan itu, dia hanya masa lalu saya." Jelasnya tapi tak cukup membuatku puas.Pak Ar
GARIS DUA.. Mulutku menganga tak percaya, ku tutup mulutku lalu terisak.Di saat seperti ini kenapa engkau hadirkan dia. Tangis ku pecah tak kuasa menahan beban berat ini,badan ku meluluh ke lantai, duduk dan memeluk kedua lutut ku.Bukan aku tak bersyukur atas kehadiran janin di dalam perut ku tapi kondisinya yang tidak tepat saat ini,pak Arkan yang membohongi ku, apa dia akan menerima janin yang ada di kandungan ku. Setelah tangis ku mereda, ku putuskan untuk mandi dan bersiap untuk pulang.Ya.. setelah memikirkan semuanya aku memutuskan untuk pulang dan mencari tau siapa perempuan yang sedang bersama pak Arkan kemarin di cafe.sebelum pulang ku putuskan untuk memeriksakan kehamilan ku terlebih dahulu,ingin mengetahui kondisinya,sengaja mencari klinik bersalin yang biasa saja karena ingin merahasiakan nya untuk sementara waktu."Selamat ibu,usia kandungan anda sudah memasuki minggu ke 5." jelas dokter tersenyum. "Terimakasih dok,bagaimana kondisinya?" Tanyaku."Janinnya sehat, ib