Bab 53
Setiap pagi, di saat bangun tidur dan pertama kali membuka mata, berada di dalam posisi sedang memeluk orang yang kita cintai adalah hal yang terindah. Betapa semua hal tentang Salwa membuat Regan merasa nyaman.
Memeluk, mencium kening dan mengucapkan selamat pagi pada kekasihnya adalah momen manis yang menghiasi hari-harinya kini. Regan sangat menikmati, meskipun terkadang siksaan itu menderanya. Ya, apalagi kalau bukan siksaan hasrat setiap kali ia mencumbui gadisnya.
Airin sudah berpulang kurang lebih sebulan dan selama itu juga ia harus berpuasa dari kenikmatan surga dunia. Dia harus mati-matian meredam gejolak batin yang seakan membunuh kewarasannya. Dia harus menyadari, Salwa adalah kekasihnya, bukan sugar baby, wanita tempat bersenang-senang.
"Hari ini kamu mau diantar Daddy atau pakai mobil sendiri?" tawar Regan saat mereka berdua tengah sarapan.
Bab 54 Gadis itu berdiri sejenak, berusaha mengumpulkan oksigen sebanyak-banyaknya, lantas menghembuskan kembali. Setelah merasa lebih tenang, diapun menyeret kakinya masuk melalui teras dan berakhir di ruang tamu. Seorang wanita tua nampak berjalan perlahan dengan dua orang anak kecil di belakangnya. "Bunda Khadijah," gumam Salwa. Sosok wanita tua itu masih bisa dia kenali, meskipun kini kerutan itu kian nampak dan banyak. Wajah itu masih saja seperti dulu, teduh dan menenangkan siapa pun yang memandangnya. "Anak ini siapa ya?" Perempuan tua itu mendekat dan berdiri di hadapan Salwa. Jantung Salwa terasa berdegup lebih kencang. Dia menatap sayu perempuan yang telah merawatnya sejak bayi itu. "Apakah Bunda ingat, seorang anak kecil berumur ti
Bab 55Regan membaringkan tubuh kekasihnya di pembaringan nan empuk. Salwa merasakan tubuhnya seperti melayang menyentuh awan. Perlakuan Regan sungguh manis dan membuatnya terbius.Matanya sayu menatap wajah Regan. Wajah itu penuh kabut, menggelap dalam gairah. Gadis itu bergidik. Suasana semakin mencekam. Salwa seolah hewan buruan yang menanti eksekusi dari pemburunya."Terimalah hukuman dariku, gadis nakal" Lelaki itu seketika meraup wajahnya, menghujaninya dengan ciuman tanpa jeda, mengabsen setiap inci wajahnya hingga satu desahan lolos dari bibir Salwa."Udah, Dad. Udah," tegur Salwa. Jangan membuatku takut."Salwa merintih pelan. Bibir lelaki itu kini turun ke lehernya, mengecupi kulit mulus itu, menciptakan jejak kepemilikan disana. Salwa meremas sprei kuat-kuat. Area lehernya terasa seperti sedang di gigit semut.
Bab 56Melihat kemunculan orang yang ditunggunya, perempuan tua itu segera bangkit dari tempat duduk. Dia berlari kecil menjauhi sofa, menyambut kedatangan putranya."Akhirnya kamu pulang, Nak. Kamu memenuhi undangan kami," ujar Jihan tertawa kecil."Tentu saja. Aku juga membawa Salwa untuk Mommy," sahut Regan sembari melirik gadis cantik di sampingnya."Oh, ya?" Perempuan tua itu menatap Salwa sekilas. "Salwa, kamu terlihat semakin cantik."Meskipun pujian Jihan terdengar hanya basa-basi, tetapi gadis itu tetap tersenyum. "Terima kasih, Oma," sahutnya."Ayo kita duduk. Mommy akan mengenalkan mereka pada kalian," tunjuknya pada dua perempuan yang masih terlihat mengobrol. Salah seorang dari mereka bahkan melambaikan tangan."Kenalkan, ini adalah Chintya. Kamu masih ingat, kan teman kecilmu dulu? Ch
Bab 57Lelaki itu menggendong gadisnya ala bridal mendekati bagian depan bangunan. Salwa menyembunyikan wajahnya di dada Regan. Dia begitu takut dengan suasana gelap di sekitar tempat itu. Apalagi dia memiliki ketakutan berada di tempat yang baru.Kini mereka sudah sampai di beranda depan. Lelaki itu menggunakan kakinya untuk mendorong daun pintu. Ketika pintu terbuka, semburat cahaya terang langsung menyilaukan mata. Lampu lampu menyala, menerangi seluruh ruangan. Cahayanya bahkan seolah menembus mata Salwa yang masih tertutup, memaksa gadis itu membuka matanya."Daddy...." Gadis itu tersentak kaget. "Aku tidak sedang di prank Daddy, kan?""Siapa juga yang pengen prank kamu, Sweety? Kamu aja yang terlalu takut."Lelaki itu terus melangkah menuju sofa, merebahkan tubuh indah gadis itu dengan gerakan perlahan. Salwa tersentak melihat se
Bab 58Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalan setapak. Di kanan dan kiri nampak berjajar pohon karet. Salwa menghirup nafas dalam-dalam. Ruang dadanya terasa lapang. Udara pagi ini begitu segar meskipun rasa dingin masih saja dirasakan.Sesekali Regan merentangkan tangan. Terlihat lelaki itu benar-benar menikmati waktunya pagi ini. Salwa tersenyum. Dia menangkap salah satu lengan dan bergelut manja di sampingnya."Daddy terlihat bahagia sekali," cetus Salwa. Wajahnya mendongak ke atas. Pemandangan yang ingin dilihatnya justru wajah Regan yang tampan."Tentu saja, Sweety. Bersamamu selalu membuatku bahagia. Lagipula tidak salah Daddy memilih tempat ini. Lingkungannya masih asri dan alami, sangat cocok sebagai tempat peristirahatan kita. Lihatlah, ini adalah kebun karet yang turut Daddy beli bersama villa itu sebagai investasi." Regan kembali menunjuk ke arah bangunan villa yang sesaat mereka tinggalkan.Sepagi ini belum ada seorangpun di sini. Para penyadap k
Bab 59 Setibanya di lantai dua restoran ini, Regan dan Armand menyusuri deretan VIP room. Seorang pelayan membuka pintu salah satu VIP room untuk mereka. "Axel," tegur Regan. Netranya menangkap seorang lelaki dewasa yang tengah duduk santai di salah satu kursi. "Hai...." Lelaki berbadan tegap itu langsung berdiri dan maju beberapa langkah. Keduanya saling merangkul dan berjabat tangan. Exel juga menyalami Armand yang mengekor di belakang Regan, lantas mempersilahkan keduanya duduk. Regan dan Armand duduk berdampingan, sementara Axel duduk di seberangnya. "Kamu hanya sendiri, Axel?" Kening Regan berkerut. Di pertemuan sepenting ini, tak terlihat seseorang yang mendampingi lelaki itu. "Tentu tidak. Asisten pribadi dada
Bab 60"Iya, Nyonya," sahut Armand. Di wajahnya menunjukkan ekspresi tertekan."Bagaimana, Armand? Apakah Regan dan Chintya sudah bertemu di restoran?" cecar Jihan di ujung telepon."Tentu sudah, Nyonya. Tuan Regan baru saja meninggalkan restoran.""Bagus, Armand. Terus amati perkembangan dan laporkan semuanya kepadaku. Aku mengandalkan kamu dalam hal ini. Kuharap pekerjaanmu tidak mengecewakan!" tegas Jihan."Baiklah, Nyonya," sahutnya.Kemudian klik. Panggilan pun dimatikan. Armand menghela nafas, lantas membuka pintu mobil dan segera duduk di balik kemudi. Dia melirik arloji di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Saatnya dia pulang ke apartemen. Tubuh dan pikirannya pun sudah teramat lelah.Sepanjang perjalanan, Armand masih saja memikirkan soal perinta
Bab 61"Aku tidak merindukan Daddy, karena aku percaya, Daddy akan selalu pulang untukku," ucap Salwa seraya tersenyum manis."Gadis pintar!" puji Regan."Aku memang pintar, Daddy! Pintar merebut hati Daddy, karena aku tidak mau Daddyku yang tampan ini dimiliki oleh wanita lain. Daddy hanya milikku!""Begitupun hendaknya dengan dirimu, Sayang." Regan bermaksud membawa gadis itu ke dalam pelukannya, tetapi Salwa keburu berdiri dan mundur satu langkah, sehingga tangannya menemui udara kosong.Bagan yang merasa gemas sontak berdiri, mencoba meraih tubuh gadis itu, tetapi Salwa keburu berlari menghindar. Mereka terus berkejaran di ruangan itu selama beberapa menit, sampai akhirnya Regan berhasil menangkap tubuh gadis itu. Di bawanya Salwa ke dalam gendongannya melangkah menuju kamar.Setelah merebahkan tubuh Salwa di pembar
Bab 123Sebidang lahan kosong yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan gedung RVM group yang baru telah disulap menjadi sebuah tempat pesta yang megah. Tenda-tenda yang besar dipasang untuk menampung semua tamu yang datang. Tempat ini digunakan untuk tempat jamuan para tamu undangan, mengingat seluruh karyawan RVM group diundang tidak terkecuali, mulai dari jajaran direksi sampai OB dan petugas cleaning service.Sementara itu, di sebuah aula dalam gedung RVM group juga dihias dengan indah. Di salah satu bidang dinding terdapat kursi pelaminan yang juga sangat megah. Namun, orang-orang yang bisa masuk ke dalam aula ini hanya kalangan terbatas. Ini atas permintaan Regan sendiri yang tidak mau istrinya kelelahan, lantaran terlalu banyak menerima ucapan selamat dari para tamu.Hal yang paling membahagiakan bagi Salwa adalah kehadiran Bunda Khadijah, ustadzah Aisyah dan ustadz Rasyid. Pada acara siang ini, Salwa mengenakan gaun pengantin muslimah bernuansa biru muda. Perempuan muda i
Bab 122Sejak pintu pesawat terbuka dan ia mengiringi langkah sang suami menuruni tangga pesawat, dada Salwa serasa diketok-ketok. Dia terus memegangi lengan sang suami yang kondisinya justru berbanding terbalik dengannya.Lelaki yang kini berumur 38 tahun itu nampak seperti pahlawan yang baru saja memenangkan peperangan. Tubuhnya yang tegap begitu bangga menggendong putri mungilnya. Wajahnya tak henti menebarkan senyum kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya malam ini."Selamat datang kembali di Indonesia, putriku!" Axel berlari kecil, tak sabar menghampiri putrinya. Lelaki itu memeluk putrinya sekilas kemudian mengambil alih baby Airin yang masih berada dalam gendongan Regan.Kedua lelaki itu saling menggenggam dan tersenyum, seolah tak memperdulikan apa yang tengah Salwa rasakan saat ini. "Para lelaki memang tidak peka," keluhnya pada diri sendiri. Namun ia tetap tersenyum dan larut dengan kebahagiaan orang-orang di sekelilingnya.Meskipun Salwa ingin menolak, tetapi ia t
Bab 121"Hmmm... Menurutmu?" sahut Jihan tenang. Dia tahu persis putranya sangat cerdas dalam membaca situasi."Selalu ada timbal balik di setiap apa yang kita lakukan," jawab Jihan diplomatis."Tuh, akhirnya Mommy sudah mengakui, kan?" Lelaki itu tersenyum kecut. "Apa yang Mommy inginkan dari kami?""Pulanglah ke Indonesia, bawa Istri dan anakmu dan tinggallah bersama Mommy. Itu yang Mommy inginkan. Sangat sederhana, kan?" pinta Jihan tenang."Apa yang sedang Mommy rencanakan?" Regan berusaha mengikis jarak diantara mereka dengan menatap lekat wajah tua itu."Tidak ada. Aku hanya ingin menimbang cucuku. Kamu tahu, kan? Itu impian terbesar Mommy sejak dulu.""Aku tahu, tapi Salwa bukanlah istri yang Mommy inginkan." Regan menghela nafas."Kamu mencurigai Mommy?" Spontan Jihan membentak."Regan, dengarlah. Mommy tidak pernah mempersoalkan dari rahim siapa anakmu lahir. Bahkan bukankah Mommy dulu pernah mengusulkan agar kamu menitipkan benihmu di rahim ibu pengganti?" Perempuan tua itu
Bab 120Sebuah tepukan akhirnya yang menyadarkan Axel dari keseriusannya berbicara dengan sang menantu."Daddy? Kok Daddy ada disini?" Lelaki itu seketika berdiri melihat sosok tubuh tua yang menatapnya penuh kehangatan. Axel memeluk tubuh itu dan tuan Gunadi pun menggenggam erat tangannya.Regan pun tak kalah terkejut saat mendapati sesosok perempuan tua yang berdiri di samping tuan Gunadi."Mana cucu Mommy? Pasti cantik, kan?" Perempuan tua itu tersenyum hangat, senyum yang tak pernah Jihan perlihatkan kepada Regan selama belasan tahun."Cucu Mommy perempuan dan sangat cantik. Dia sangat mirip denganku," ucap Regan terbata-bata. Dadanya seketika berdesir."Benarkah? Bolehkah Mommy melihatnya?" tanya Jihan.Meskipun di benak keduanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Regan mengizinkan tuan Gunadi dan mommy Jihan masuk ke dalam ruangan tempat Salwa dan bayinya dirawat.Salwa sangat terkejut. Dia tak menyangka kedua orang itu akan sampai ke sini. Dia hanya bisa diam dan
Bab 119Ini adalah kali pertama Regan menghadapi persalinan seorang wanita. Tak terbayangkan, betapa risaunya ia melihat Salwa yang merintih kesakitan. Sembari tetap menggenggam tangan perempuan itu demi untuk menenangkannya, Regan terus berdoa dalam hati.Beberapa orang berpakaian putih di sekelilingnya mulai melakukan tugasnya masing-masing. Dokter Emily yang spesialis kandungan mulai mengecek kondisi Salwa."Nyonya Salwa sudah pembukaan empat, Tuan. Kami akan segera memberikan suntik epidural untuk menawar rasa sakitnya," ujar seorang dokter perempuan yang bertugas melakukan anestesi.Regan mengangguk. Dia membantu istrinya untuk duduk. Lagi-lagi Salwa meringis.Sembari dokter perempuan itu melaksanakan tugasnya, Regan menatap istri kecilnya prihatin. Sebenarnya dia tidak rela Salwa harus melahirkan semuda ini, di saat perempuan itu belum siap menerima rasa sakit di dalam proses persalinan. Secanggih apapun metodenya, tetap saja yang namanya melahirkan itu rasanya sakit.Setelah me
Bab 118Salwa bermaksud membantah, tapi jemari lelaki itu begitu ketat menempel di bibirnya. "Jangan memikirkan apapun. Semua perubahan yang terjadi pada keluarga kita, nyatanya tak akan bisa merubah apapun. Kita akan tetap bersama seperti ini." Lelaki itu melepaskan tangannya lalu mengecup bibir ranum itu berkali-kali. "Daddy sengaja membawa kamu ke Amerika, bukan karena takut dengan gangguan mereka, tetapi agar kamu merasa lebih rileks dan merasakan suasana baru. Lagi pula sudah lama sekali Daddy tidak mengunjungi keluarga di sana dan juga makam daddy Richard. Nanti kita ziarah ya. Daddy ingin mengenalkan istri dan calon anak daddy, meskipun yang kita datangi hanya sekedar makamnya saja." Salwa melihat lelaki di sampingnya seperti menahan sebuah kesedihan. Seperti ada luka lama yang disembunyikan oleh suaminya. Salwa tak tahu seperti apa luka itu. Salwa merasa ada rahasia yang ia sendiri tidak tahu meskipun belasan tahun mereka bersama. "Aku akan senang sekali bisa berkenalan den
Bab 117"Aku pasti akan selalu merindukanmu, Pa," sahut Salwa sendu. Baru saja ia merasa mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kini tiba-tiba dia harus terpisah lagi. Namun Salwa percaya semua ini demi kebaikannya. Salwa percaya penuh kepada suami dewasanya itu.Axel kian erat memeluk tubuh Salwa. Rasanya dia tak ingin terpisah dari putri kesayangannya. Namun dia sudah menitipkan Salwa kepada Regan dan ia percaya lelaki itu pasti mampu membimbing putrinya untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi.Salwa menyusut air matanya dengan ujung jilbab. Sementara Axel beralih memeluk Regan, menepuk bahu lelaki itu. Keduanya berpegangan tangan erat, seolah saling menguatkan satu sama lain."Sebelum kalian meninggalkan negara ini, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Axel memutar tubuhnya, lantas melambaikan tangan kepada seorang lelaki tua yang sejak tadi berdiri agak jauh dari tempat itu. Namun mata elangnya tak lepas mengamati semua keharuan yang terjadi."Tuan Gunadi?" Salwa
Bab 116"Lihatlah, ini akibat dari kecerobohanmu!" Tuan Gunadi melemparkan sebuah map berwarna coklat tua kepada istrinya."Daddy!" teriak Chintya. Dia melihat tatapan daddynya yang sangat menyeramkan. Tidak pernah tuan Gunadi sampai semarah ini kepada mereka berdua."Apa ini, Dad?" tanya nyonya Elina sembari membuka map yang diberikan oleh suaminya."Kamu lihat dan baca isi map itu," tunjuk tuan Gunadi kepada map yang berada di pangkuan istrinya.Lelaki itu mendaratkan tubuhnya duduk di hadapan sang istri sementara Nyonya Elina mulai membuka dan membaca isi map tersebut."Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi. Ini pasti hanya prank, kan?" Nyonya Elina histeris setelah beberapa menit kemudian. Dia melempar map itu ke sembarang arah."Prank, katamu?? Kau pikir ini sebuah lelucon?! RVM group membatalkan kerjasama dan kita mengalami kerugian besar!" Mata itu berkilat-kilat di terpa cahaya lampu yang tergantung di langit ruangan."Tetapi kenapa mereka sampai melakukan hal tidak profesi
Bab 115"Bagaimana bisa? Kenapa sampai gagal? Gimana sih kerja kalian?" teriak nyonya Elina kepada seseorang di seberang telepon. Perempuan tua itu bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia sangat kesal, karena rencananya untuk menyingkirkan Salwa dan juga janin di dalam kandungannya gagal total. Ini adalah kegagalan yang pertama kali setelah sebelumnya 20 tahun yang lalu, setelah itu 3 tahun kemudian, dia berhasil menyingkirkan Winnie dan Airin dari kehidupan Axel, putranya. "Gagal?" sembur Chintya. Perempuan itu seketika mendongakkan wajah. Perhatiannya teralih kepada sang mommy setelah sebelumnya ia sibuk memainkan ponsel. "Mereka gagal, Chintya. Kakakmu sendiri yang langsung turun tangan menyelamatkan anak haramnya itu!" Akhirnya nyonya Elina kembali duduk di sisi putrinya. Wajahnya memerah dalam amarah. Nyonya Elina memijat pelipisnya. Dia tidak habis pikir, kenapa kali ini dia gagal? Orang-orangnya adalah orang yang terlatih dalam urusan culik menculik. Mereka bergerak sang