Bab 104"Apakah kamu tidak merindukanku, Sayang?" Suara Regan melemah."Maafkan aku, Daddy. Kita tidak bisa lagi berpelukan. Non muhrim," ujar Salwa lirih. Dia menangkupkan telapak tangan di dadanya."Non muhrim?" Regan tersentak. Dia merasa sangat asing dengan istilah itu."Kata bunda Khadijah, aku bukan putri kandung Daddy. Tak ada hubungan darah sedikitpun diantara kita. Ayah dan putri angkat itu non muhrim, bukan mahrom. Kita tidak boleh bersentuhan, kecuali kalau darurat."Kata-kata itu begitu menggetarkan hatinya. Regan baru menyadari, perubahan penampilan sweety-nya kini, tentu saja di barengi oleh perubahan cara berpikir. Lelaki itu menghela nafas sembari menunjuk sofa di sudut ruangan."Berceritalah padaku, Sayang. Apa yang sudah kamu alami selama berada di panti asuhan itu?" Tatapannya lembut memindai wajah cantik berbalut kerudung model pashmina itu."Justru aku ingin bertanya sama Daddy, kenapa Daddy tidak menjemputku di Panti Asuhan itu? Tidak mungkin Daddy tidak tahu sel
Bab 105"Sayang, kamu kenapa?" Regan berlari kecil menyusul gadis itu.Setibanya di wastafel, ia memberanikan diri memijat pundak Salwa. Gadis itu terus memuntahkan semua isi perutnya, lantas berkumur-kumur."Wajahmu pucat sekali, Sayang." Lelaki itu sangat terkejut."Aku tidak apa-apa, Daddy. Mungkin masuk angin," sahutnya dengan tubuh gemetar."No, Sayang. Kamu harus segera ke dokter. Sekecil apapun penyakitmu, harus segera diketahui." ucap Regan sembari memapah sweety-nya keluar dari restoran.Setelah menyelesaikan pembayaran, lelaki itu membawa Salwa menuju klinik dokter terdekat.Sampai saat ini, Regan masih tidak menggunakan jasa dokter pribadi. Regan masih belum menemukan pengganti yang cocok sebagai dokter pribadinya, menggantikan dokter Dirga yang telah ia pecat setelah Airin meninggal dunia tempo hari."Bagaimana kondisi kekasih saya, Dokter?" tanya Regan tak sabar setelah dokter perempuan bernama Nina itu selesai memeriksa Salwa.Kini mereka tengah duduk berhadapan di ruang
Bab 106Bukankah momen seperti ini sudah sekian lama ia dambakan? Regan tidak munafik. Meskipun ia bisa menerima Airin apa adanya, tetapi memiliki anak sendiri, darah dagingnya adalah keinginan terbesarnya sejak belasan tahun yang lalu.Hanya karena ia lelaki yang sangat setia kepada istrinya dan menghormati komitmen di dalam sebuah pernikahan, bahwa seorang lelaki hanya untuk satu orang wanita, ia berhasil meredam keinginannya yang satu itu. Padahal Jihan mommynya telah berulang kali meminta untuk melakukan program bayi tabung atau menitipkan spermanya di rahim ibu pengganti. Dia selalu menolak mentah-mentah usul mommynya. Justru keinginan itu akhirnya terkabul melalui Salwa, seorang gadis kecil yang dulunya ia rawat dengan sepenuh cinta.Terlepas dari penyebab titik kehidupan baru yang tumbuh di rahim Salwa, tetap saja ini adalah anugerah buat Regan. Lelaki itu tak mampu menyembunyikan kegembiraan. Dia memeluk gadis itu, menyusut air matanya dan memapahnya keluar dari rumah sakit.K
Bab 107"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Ustadz Rasyid sesaat setelah menangkupkan tangan di dadanya."Saya sengaja datang membawa Salwa kemari karena kami ingin menikah. Mohon kiranya Ustadz bersedia untuk menikahkan kami," ujarnya yang diiringi oleh pelototan mata Salwa.Gadis itu benar-benar kaget. Regan memang pernah menyinggung soal pernikahan. Hanya saja dia tak menyangka kalau Regan akan membawanya begitu saja dan mereka akan menikah di sini.Salwa tak pernah membayangkan pernikahan seperti ini. Akan tetapi Salwa tidak berani protes. Dia tak punya muka, bahkan untuk sekedar menatap kepada ustaz Rasyid. Dia malu saat lelaki setengah tua itu mengetahui dirinya yang sedang hamil. Pasti ustadz itu akan berpikiran macam-macam, walaupun pakaian yang dikenakannya saat ini adalah pakaian muslimah."Menikah?" Suara lelaki itu kembali terdengar. Dia kembali memindai wajah sepasang pasang insan di hadapannya ini secara bergantian."Betul, Ustadz. Mohon maaf, walaupun ini bagi kami
Bab 108Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati Regan tengah berdiri di teras musalla. Tepat di belakang Regan, seorang laki-laki setengah tua dengan kopiah dan sorban di bahu juga tersenyum ramah kepadanya. Ingin rasanya Axel menumpahkan segenap kemarahan kepada Regan, tetapi lelaki dewasa itu keburu mengulurkan tangan. Mau tak mau Axel menyambut uluran tangan kekasih putrinya itu. Apalagi lelaki setengah tua yang semula berdiri di belakang Regan juga bersikap tak kalah ramah. Demi menghormati laki-laki alim dan berwibawa itu, Axel menekan emosinya dalam-dalam. Sepasang matanya liar mengamati sekitar tempat itu. Keningnya menyerngit. Dia tidak menemukan sosok putrinya. "Ananda Salwa berada di rumah saya. Dia ditemani oleh istri saya," ucap Ustadz Rasyid sembari menunjuk sebuah rumah yang berada tepat di samping mushola. Dia menangkap jelas kegelisahan dari raut wajah tamunya yang barusan datang ini. "Jadi benar, Tuan Axel ini adalah ayah kandung dari Ananda Salwa?" tanya Us
Bab 109"Lho, Dad?" tegur Salwa saat mobil mereka berhenti di halaman sebuah hotel berbintang. "Kita tinggal dulu di sini selama tiga hari, Sayang. Anggap saja ini bulan madu untuk kita," sahut Regan. "Tapi bagaimana dengan pekerjaan Daddy? Pasti Om Armand dan Tante Shafira kebingungan karena tidak ada Daddy." "Biarkan saja, Sayang. Daddy sudah meminta agar jadwal-jadwal Daddy diundurkan waktunya sampai tiga hari ke depan. Daddy hanya ingin fokus sama kamu." Regan memperlihatkan ponselnya yang ternyata sudah dimatikan. "Sampai segitunya, Daddy?" keluh Salwa. "Loh, memangnya kamu mau, suami tercintamu ini begitu menikah langsung meninggalkan istrinya untuk kembali bekerja?" Dia menatap intens perempuan berjilbab itu, kemudian pandangannya turun menuju perutnya. Tangannya seketika terulur, mengelus perut itu kemudian menciumnya Salwa hanya diam. Dia tidak tahu harus bereaksi apa dengan perhatian lelaki yang baru tiga jam yang lalu itu sah menjadi suaminya. Regan yang tidak mau m
Bab 110Axel seketika memalingkan wajah saat melihat penampilan Chintya yang hanya memakai lingerie. Pakaian tidur penggoda hasrat lelaki itu melekat pas, mengeksplore tubuh adiknya yang sangat proporsional. Maklum, Chintya adalah seorang model internasional dan selalu menjaga tubuhnya tetap ideal demi kelangsungan karirnya. "Berpakaianlah yang benar, Chintya. Kakak tunggu kamu di balkon. Ada yang ingin Kakak bicarakan sama kamu." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Axel keluar dari kamar adiknya dan bergegas melangkah menuju balkon. Chintya yang kaget segera menguasai diri. Perempuan itu mengganti lingerie dengan piyama tidur biasa, kemudian keluar dari kamar tidurnya, menyusul Axel yang lebih dulu sampai di balkon. "Ada apa malam-malam begini mengajakku bicara, Kak?" Chintya mendaratkan bokongnya tepat di samping Axel. Lelaki itu menahan nafas sembari tetap menatap wanita berusia 32 tahun itu. "Salwa hamil, Chintya. Dan itu karena ulahmu, kan, yang mencampurkan obat setan itu di
Bab 111"Apa? Menikah?"Axel langsung membekap mulut adiknya. Dia tidak ingin suara Chintya sampai ke lantai bawah."Jangan keras-keras, nanti mommy dan daddy bangun," tegur Axel. Axel paham, malam ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mommy dan daddynya soal Regan dan Salwa."Mereka menikah? Kapan? Kok bisa? Ingat Kak, urusan perjodohan ini belum selesai. Kenapa mereka malah menikah?" Berondongan pertanyaan meluncur dari bibir Chintya."Belum selesai gimana? Regan sudah menolak untuk dijodohkan denganmu. Apakah itu kurang jelas? Regan dan Salwa baru menikah beberapa jam yang lalu.""Tetapi tante Jihan tidak pernah membatalkan perjodohan itu," bantah Chintya berbisik."Itu tante Jihan. Sementara orang yang akan dijodohkan denganmu saja menolak. Tante Jihan bisa apa? Ingat, Regan itu pria dewasa. Dia bukan pemuda yang bisa dipaksa untuk menerima perjodohan dari orang tua. Dia pun memiliki kekuasaan dan pasti akan melakukan segala cara agar perjodohan ini batal. Bahkan kini merek
Bab 123Sebidang lahan kosong yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan gedung RVM group yang baru telah disulap menjadi sebuah tempat pesta yang megah. Tenda-tenda yang besar dipasang untuk menampung semua tamu yang datang. Tempat ini digunakan untuk tempat jamuan para tamu undangan, mengingat seluruh karyawan RVM group diundang tidak terkecuali, mulai dari jajaran direksi sampai OB dan petugas cleaning service.Sementara itu, di sebuah aula dalam gedung RVM group juga dihias dengan indah. Di salah satu bidang dinding terdapat kursi pelaminan yang juga sangat megah. Namun, orang-orang yang bisa masuk ke dalam aula ini hanya kalangan terbatas. Ini atas permintaan Regan sendiri yang tidak mau istrinya kelelahan, lantaran terlalu banyak menerima ucapan selamat dari para tamu.Hal yang paling membahagiakan bagi Salwa adalah kehadiran Bunda Khadijah, ustadzah Aisyah dan ustadz Rasyid. Pada acara siang ini, Salwa mengenakan gaun pengantin muslimah bernuansa biru muda. Perempuan muda i
Bab 122Sejak pintu pesawat terbuka dan ia mengiringi langkah sang suami menuruni tangga pesawat, dada Salwa serasa diketok-ketok. Dia terus memegangi lengan sang suami yang kondisinya justru berbanding terbalik dengannya.Lelaki yang kini berumur 38 tahun itu nampak seperti pahlawan yang baru saja memenangkan peperangan. Tubuhnya yang tegap begitu bangga menggendong putri mungilnya. Wajahnya tak henti menebarkan senyum kepada orang-orang yang menyambut kedatangannya malam ini."Selamat datang kembali di Indonesia, putriku!" Axel berlari kecil, tak sabar menghampiri putrinya. Lelaki itu memeluk putrinya sekilas kemudian mengambil alih baby Airin yang masih berada dalam gendongan Regan.Kedua lelaki itu saling menggenggam dan tersenyum, seolah tak memperdulikan apa yang tengah Salwa rasakan saat ini. "Para lelaki memang tidak peka," keluhnya pada diri sendiri. Namun ia tetap tersenyum dan larut dengan kebahagiaan orang-orang di sekelilingnya.Meskipun Salwa ingin menolak, tetapi ia t
Bab 121"Hmmm... Menurutmu?" sahut Jihan tenang. Dia tahu persis putranya sangat cerdas dalam membaca situasi."Selalu ada timbal balik di setiap apa yang kita lakukan," jawab Jihan diplomatis."Tuh, akhirnya Mommy sudah mengakui, kan?" Lelaki itu tersenyum kecut. "Apa yang Mommy inginkan dari kami?""Pulanglah ke Indonesia, bawa Istri dan anakmu dan tinggallah bersama Mommy. Itu yang Mommy inginkan. Sangat sederhana, kan?" pinta Jihan tenang."Apa yang sedang Mommy rencanakan?" Regan berusaha mengikis jarak diantara mereka dengan menatap lekat wajah tua itu."Tidak ada. Aku hanya ingin menimbang cucuku. Kamu tahu, kan? Itu impian terbesar Mommy sejak dulu.""Aku tahu, tapi Salwa bukanlah istri yang Mommy inginkan." Regan menghela nafas."Kamu mencurigai Mommy?" Spontan Jihan membentak."Regan, dengarlah. Mommy tidak pernah mempersoalkan dari rahim siapa anakmu lahir. Bahkan bukankah Mommy dulu pernah mengusulkan agar kamu menitipkan benihmu di rahim ibu pengganti?" Perempuan tua itu
Bab 120Sebuah tepukan akhirnya yang menyadarkan Axel dari keseriusannya berbicara dengan sang menantu."Daddy? Kok Daddy ada disini?" Lelaki itu seketika berdiri melihat sosok tubuh tua yang menatapnya penuh kehangatan. Axel memeluk tubuh itu dan tuan Gunadi pun menggenggam erat tangannya.Regan pun tak kalah terkejut saat mendapati sesosok perempuan tua yang berdiri di samping tuan Gunadi."Mana cucu Mommy? Pasti cantik, kan?" Perempuan tua itu tersenyum hangat, senyum yang tak pernah Jihan perlihatkan kepada Regan selama belasan tahun."Cucu Mommy perempuan dan sangat cantik. Dia sangat mirip denganku," ucap Regan terbata-bata. Dadanya seketika berdesir."Benarkah? Bolehkah Mommy melihatnya?" tanya Jihan.Meskipun di benak keduanya masih penuh dengan berbagai pertanyaan, akhirnya Regan mengizinkan tuan Gunadi dan mommy Jihan masuk ke dalam ruangan tempat Salwa dan bayinya dirawat.Salwa sangat terkejut. Dia tak menyangka kedua orang itu akan sampai ke sini. Dia hanya bisa diam dan
Bab 119Ini adalah kali pertama Regan menghadapi persalinan seorang wanita. Tak terbayangkan, betapa risaunya ia melihat Salwa yang merintih kesakitan. Sembari tetap menggenggam tangan perempuan itu demi untuk menenangkannya, Regan terus berdoa dalam hati.Beberapa orang berpakaian putih di sekelilingnya mulai melakukan tugasnya masing-masing. Dokter Emily yang spesialis kandungan mulai mengecek kondisi Salwa."Nyonya Salwa sudah pembukaan empat, Tuan. Kami akan segera memberikan suntik epidural untuk menawar rasa sakitnya," ujar seorang dokter perempuan yang bertugas melakukan anestesi.Regan mengangguk. Dia membantu istrinya untuk duduk. Lagi-lagi Salwa meringis.Sembari dokter perempuan itu melaksanakan tugasnya, Regan menatap istri kecilnya prihatin. Sebenarnya dia tidak rela Salwa harus melahirkan semuda ini, di saat perempuan itu belum siap menerima rasa sakit di dalam proses persalinan. Secanggih apapun metodenya, tetap saja yang namanya melahirkan itu rasanya sakit.Setelah me
Bab 118Salwa bermaksud membantah, tapi jemari lelaki itu begitu ketat menempel di bibirnya. "Jangan memikirkan apapun. Semua perubahan yang terjadi pada keluarga kita, nyatanya tak akan bisa merubah apapun. Kita akan tetap bersama seperti ini." Lelaki itu melepaskan tangannya lalu mengecup bibir ranum itu berkali-kali. "Daddy sengaja membawa kamu ke Amerika, bukan karena takut dengan gangguan mereka, tetapi agar kamu merasa lebih rileks dan merasakan suasana baru. Lagi pula sudah lama sekali Daddy tidak mengunjungi keluarga di sana dan juga makam daddy Richard. Nanti kita ziarah ya. Daddy ingin mengenalkan istri dan calon anak daddy, meskipun yang kita datangi hanya sekedar makamnya saja." Salwa melihat lelaki di sampingnya seperti menahan sebuah kesedihan. Seperti ada luka lama yang disembunyikan oleh suaminya. Salwa tak tahu seperti apa luka itu. Salwa merasa ada rahasia yang ia sendiri tidak tahu meskipun belasan tahun mereka bersama. "Aku akan senang sekali bisa berkenalan den
Bab 117"Aku pasti akan selalu merindukanmu, Pa," sahut Salwa sendu. Baru saja ia merasa mendapatkan kasih sayang seorang ayah, kini tiba-tiba dia harus terpisah lagi. Namun Salwa percaya semua ini demi kebaikannya. Salwa percaya penuh kepada suami dewasanya itu.Axel kian erat memeluk tubuh Salwa. Rasanya dia tak ingin terpisah dari putri kesayangannya. Namun dia sudah menitipkan Salwa kepada Regan dan ia percaya lelaki itu pasti mampu membimbing putrinya untuk menjadi perempuan yang lebih baik lagi.Salwa menyusut air matanya dengan ujung jilbab. Sementara Axel beralih memeluk Regan, menepuk bahu lelaki itu. Keduanya berpegangan tangan erat, seolah saling menguatkan satu sama lain."Sebelum kalian meninggalkan negara ini, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian." Axel memutar tubuhnya, lantas melambaikan tangan kepada seorang lelaki tua yang sejak tadi berdiri agak jauh dari tempat itu. Namun mata elangnya tak lepas mengamati semua keharuan yang terjadi."Tuan Gunadi?" Salwa
Bab 116"Lihatlah, ini akibat dari kecerobohanmu!" Tuan Gunadi melemparkan sebuah map berwarna coklat tua kepada istrinya."Daddy!" teriak Chintya. Dia melihat tatapan daddynya yang sangat menyeramkan. Tidak pernah tuan Gunadi sampai semarah ini kepada mereka berdua."Apa ini, Dad?" tanya nyonya Elina sembari membuka map yang diberikan oleh suaminya."Kamu lihat dan baca isi map itu," tunjuk tuan Gunadi kepada map yang berada di pangkuan istrinya.Lelaki itu mendaratkan tubuhnya duduk di hadapan sang istri sementara Nyonya Elina mulai membuka dan membaca isi map tersebut."Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi. Ini pasti hanya prank, kan?" Nyonya Elina histeris setelah beberapa menit kemudian. Dia melempar map itu ke sembarang arah."Prank, katamu?? Kau pikir ini sebuah lelucon?! RVM group membatalkan kerjasama dan kita mengalami kerugian besar!" Mata itu berkilat-kilat di terpa cahaya lampu yang tergantung di langit ruangan."Tetapi kenapa mereka sampai melakukan hal tidak profesi
Bab 115"Bagaimana bisa? Kenapa sampai gagal? Gimana sih kerja kalian?" teriak nyonya Elina kepada seseorang di seberang telepon. Perempuan tua itu bahkan menghentakkan kakinya ke lantai. Dia sangat kesal, karena rencananya untuk menyingkirkan Salwa dan juga janin di dalam kandungannya gagal total. Ini adalah kegagalan yang pertama kali setelah sebelumnya 20 tahun yang lalu, setelah itu 3 tahun kemudian, dia berhasil menyingkirkan Winnie dan Airin dari kehidupan Axel, putranya. "Gagal?" sembur Chintya. Perempuan itu seketika mendongakkan wajah. Perhatiannya teralih kepada sang mommy setelah sebelumnya ia sibuk memainkan ponsel. "Mereka gagal, Chintya. Kakakmu sendiri yang langsung turun tangan menyelamatkan anak haramnya itu!" Akhirnya nyonya Elina kembali duduk di sisi putrinya. Wajahnya memerah dalam amarah. Nyonya Elina memijat pelipisnya. Dia tidak habis pikir, kenapa kali ini dia gagal? Orang-orangnya adalah orang yang terlatih dalam urusan culik menculik. Mereka bergerak sang