Setibanya di restoran, kedatangan Daren dan Renata di sambut hangat oleh manager dan para pelayan di sana dengan penuh hormat. Bahkan mereka berdua di antarkan secara khusus ke ruangan VIP di sana. Renata terlihat sangat bahagia, saat pertama kalinya di ajak Dinner oleh suami yang sudah lama dia idamkan dan nantikan. "Silahkan, tuan dan nyonya. Apakah ada yang ingin di pesan?" tanya sang pelayan sembari membungkukan badan. "Buatkan saja menu makanan dan minumannya yang terbaik untuk kami," Perintah Daren dengan nada ketus dan sikap dinginnya. "Baiklah tuan, nyonya. Mohon di tunggu sebentar kami akan menyiapkannya lebih dulu," ucap0 sang pelayan lalu segera bergegas ke belakang. Daren hanya berdehem, Renata yang masih menatap ruangan resto itu membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Karena baginya ini adalah kali pertama Daren mengajak dirinya makan bersama. Daren yang sebenarnya tidak ingin mengajak Renata Dinner, ia terpaksa berusaha keras untuk membuat hati Renata Senang da
Setelah Dinner bersama Daren dan Renata akhirnya pulang, dan di sambut hangat oleh kedua orang tuanya yang sengaja menunggu mereka berdua. "Kalian akhirnya sudah pulang, Daren ibu sangat senang karena akhirnya kamu sudah mau mengajak istrimu jalan-jalan dengan begitu Kalian mengenal lebih dekat satu sama lain terlebih lagi nanti kalian pasti akan lebih cepat memberikan kamu cucu.""Ibu mu benar Daren, lagian rumah ini sangat sepi tanpa kehadiran seorang bayi," sambung tuan Wijaya yang begitu berharap. Seketika wajah Renata memerah merona, begitu juga dengan Daren yang terlihat salah tingkah. Karena baginya mereka terlalu menekan dan berharap padanya. "Aku sangat lelah mau istirahat dulu," ketus Daren yang berjalan menaiki tangga. Dengan sikap acuh tak acuhnya. "Ayah, ibu. Doakan saja supaya Renata cepat mengabulkan keinginan kalian berdua," Renata berusaha memperlihatkan kesabarannya di depan kedua mertuanya. Tanpa membuang waktu lagi, Renata menyusul Daren ke kamar dengan penuh
Ketika Daren sedang membersihkan diri di kamar mandi, Renata yang tidak melewatkan kesempatan untuk mencari tahu tentang Anna. Dengan cepatnya ia meraih dan melihat ponselnya dengan penuh rasa penasaran. "Ini dia nomor ponselnya," Renata menatap nyalang saat melihat nama sang sekertaris yang ada di ponsel pria yang sangat dia cintai. Tanpa sepengetahuan Daren ia sengaja menyimpan nomor Anna, untuk mengetahui sebenarnya sejauh mana kecurigaan dia selama ini. Klek Mendengar suara pintu yang terbuka, dengan cepatnya Renata kembali menaruh ponsel Daren ke tempat semula agar tidak curiga padanya. "Mas kamu sudah selesai mandinya?" tanya Renata yang berusaha memecah keheningan di dalam kamar. Daren hanya berdehem, melihat sikap Renata yang sedikit aneh membuat lelaki tampan berperawakan tinggi itu pun menyergitkan dahi. "Kamu kenapa? kenapa terlihat gugup seperti itu?" Daren bertanya dengan tatapan yang penuh selidik. Renata yang terlihat sangat gugup, dia berusaha keras untuk tetap
Keesokan harinya, Anna bersiap untuk pergi ke kantor lebih awal mengingat banyak beberapa pekerjaan yang harus ia lakukan pagi ini. "Jangan sampai aku terlambat, nanti yang ada tuan Daren menegurku," gumam Anna meraih tas selempang dan beberapa map yang berisi dokumen penting perusahaan. Bu Ratih yang sudah membaik, wanita paruh baya itu pun sengaja membuat sarapan pagi untuk putri yang sangat dia sayangi. "Putri ibu ternyata sudah bangun, Baru saja ibu ingin membangunkan mu," sapa Bu Ratih yang terlihat begitu senang. Anna terkejut saat melihat ibunya yang perlahan sudah bisa beraktifitas seperti biasanya lagi, bahkan ia merasa apa yang sedang di lihat seperti mimpi. "Ya ampun ibu, kenapa ibu repot menyiapkan makanan padahal kan ibu belum sembuh benar?" tanya Anna yang memeluk tubuh Bu Ratih. "Anna, ibu sudah sehat. Jadi tidak usah khawatir nak. Lagi pula ibu tidak tega jika kamu melakukan banyak hal sementara ibu hanya berdiam saja," Kata Bu Ratih yang menyemangati putri kesaya
Sesampainya di kantor Anna sangat terkejut saat semua para rekan kerjanya tengah berbisik dan mulai membicarakan tentang pesta yang akan di lakukan oleh bosnya nanti malam. Sebagai karyawan yang tidak ingin tahu lebih dalam lagi tentang beberapa isu yang ada di dalam bicarakan oleh para rekannya membuat Anna tidak peduli. Namun baru saja wanita cantik itu ingin memasuki ruang kerjanya. Tiba-tiba datang dan menyuruhnya untuk segera menghadap ke ruangan bos mereka. Anna pun menghela nafas berat, lalu ia terpaksa segera menghadap pada tuannya. Dengan perasaan yang sangat gugup dan ragu ketika berdiri tepat di depan pintu sang bos. Tok. .tok..."Masuklah!" Setelah mendengar perintah dari dalam, Anna segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Daren. Daren yang tengah duduk di kursi kebesarannya pun segera beranjak dari tempat duduk. Dia terlihat sangat senang saat melihat sekertaris barunya yang terlihat sangat cantik. "Kamu hari ini sangat cantik Anna," ucap Daren berbisik semba
"Tidak tuan! jangan lakukan ini, kita sedang berada di kantor tidak baik jika ada orang lain yang tahu," Anna berusaha mengingatkan atasannya karena ia tidak mau jika sampai ada yang tahu jika selama ini dia dan bosnya memiliki sebuah kesepakatan dan hubungan yang sulit untuk di artikan. Melihat Anna yang melepaskan pelukannya, membuat Daren tersinggung dan tidak senang. "Atas dasar apa kamu menolakku Anna? bukankah kau sudah setuju akan patuh dan menurut dengan semua perintahku untuk menjadi kekasihku," peringat Daren sembari menyangkup dagu lancip Anna. Anna menggelengkan kepala, ia berusaha sekuat tenaga untuk menjawab perkataan pria yang ada di depannya itu. "Tentu saja aku bisa menolak perintah anda tuan, anda sudah memiliki istri dan bukan pria yang bisa sesuka hati bermain dengan wanita lain jadi aku mohon, bisakah kita mengakhiri kesepakatan yang telah kita buat, karena aku tidak mau menjadi seorang pelakor yang di pandang orang sebagai perusak hubungan anda," pinta Anna wal
Baru saja Daren memeluk erat tubuh dan hampir meraih bibir merah Anna, tiba-tiba saja seseorang datang dan mengetuk ruang kebesarannya. Tok..tok...Seketika Daren menjeda aktivitasnya dan mendengus kesal, lalu ia melontarkan sebuah pertanyaan untuk memastikan siapa yang datang menganggu waktu dia dan Anna. "Siapa?!" tanya Daren dengan nada ketus. Dirga yang sudah berdiri cukup lama di depan pintu, dengan cepatnya dia menyahut pertanyaan kakak sepupunya. "Ini aku Dirga, ada beberapa dokumen yang perlu tuan tanda tangani," jawab Dirga sembari menunggu di depan pintu. "Masuklah!"Setelah mendapat ijin dari bosnya, Dirga pun mulai membuka gagang pintu lalu masuk dan segera menghampiri. Tapi Dirga sangat terkejut bahkan perhatiannya teralihkan saat melihat Anna yang berdiri tepat di samping Daren. "Ternyata ada sekertaris Anna juga di sini," Dirga sengaja menyapa. Anna terlihat salah tingkah tak mau jika sampai orang lain curiga tentang hubungannya dengan Daren. Tanpa membuang waktu
"Ya ampun mas, tentu saja aku datang ke sini untuk menemui suamiku. Lihatlah aku Sengaja membawa makan siang khusus untukmu dan ini aku sendiri loh yang masak," jelas Renata sembari memperlihatkan kotak makanan dengan senyuman yang terpancar di wajahnya. Daren yang tak sengaja melihat salah satu map yang terjatuh di belakang Renata, membuat dia sangat penasaran dan segera mengambil. "Apa ini? bukankah ini map yang di bawa oleh Anna," batin Daren yang bertanya-tanya dengan penuh keheranan. Melihat Daren yang masih diam mematung, dengan cepatnya Renata mengambil satu kesempatan agar dirinya dan Daren dengan semakin dekat dan memiliki hubungan lebih dalam lagi. "Mas Daren, aku kan ke sini sudah jauh-jauh nganterin makanan buat mas, sekarang bagaimana kalau mas memakannya dulu," Renata mengusulkan dengan nada manja. Daren terdiam, ingin rasanya dia menolak tapi mengingat dirinya adalah seorang pimpinan besar di perusahaan, yang harus bisa menjaga image baiknya di depan para karyaw
Daren terlihat sangat gelisah, saat dia masih dalam perjalanan mengejar Anna. bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat terus menekan asistennya untuk mempercepat laju kecepatan mobilnya. "Cepat jalannya, apakah kamu tidak bisa menyetir!" bentak Daren dengan nada meninggi dan terlihat sangat gelisah. "Baik tuan, ini sudah sangat cepat," sahut sang asisten. Yang masih fokus melakukan tugasnya. Daren benar-benar terlihat cemas dan panik, berharap Anna tidak pergi sebelum dia datang. Tak hanya bisa menunggu sampai ke tempat tujuan, Daren meraih ponsel miliknya lalu berusaha untuk menghubungi wanita yang sangat dia cintai. Drrrt..drtt Panggilan telepon terus berbunyi, namun nihil tidak ada jawaban dari Anna, walaupun hanya sekedar pesan balasan. Membuat Daren semakin tak sabar dan lebih naik pitam. "Aakkkh, sial kenapa dia tidak mengangkat teleponku jangan bilang Anna benat-benar sudah pergi," Daren meracau dalam hati, perasaannya sama sekali tidak tenang. Lalu menekan kembali
Setelah Renata masih di ruangan UGD, semua orang terlihat sangat cemas dan panik. Setelah melihat insiden yang terjadi tadi. Tapi Nyonya Hanum yang masih belum mengerti dengan semua ucapan pelayan pribadinya. Membuat ia kembali memastikan apa maksud perkataanya tadi. "Bi Laksmi katakan padaku, maksud Bibi tadi apa mengatakan jika Renata adalah putrimu?" Nyonya Hanum menatap penuh selidik. Laksmi tertunduk malu, tapi setelah melihat putrinya yang saat ini sedang terpojok membuat ia tidak bisa lagi menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya. "Nyonya benar, Renata adalah putriku yang sengaja aku bawa untuk nyonya rawat agar hidupnya bahagia, tapi yang aku liat malah sebaliknya," sesal Laksmi. "Astaga Bi, kenapa bibi sangat tega membiarkan Renata di panti asuhan saat itu? sekarang lihatlah Renata malah semakin susah untuk di atur karena obsesinya yang terlalu tinggi," Nyonya Hanum tak habis pikir. Mendengar perkataan mereka, tuan dan nyonya Wijaya segera menghampiri lalu menega
Daren dan kedua orang tuanya melirik ke arah sumber suara yang berada tepat di samping mereka, ibu Hanum dan bibi Laksmi merasa tak tega ketika melihat Renata yang berlutut memohon di bawah sana. "Nyonya Hanum, kebetulan anda kemari kami ingin membicarakan tentang putrimu yang sudah membuat kami malu dengan skandalnya." Hardik tuan Wijaya memberitahukan dengan nada tinggi. Nyonya Hanum dan bi Laksmi segera menghampiri dan berusaha untuk membantu Renata untuk bangun. "Renata bangunlah kamu nak," bujuk nyonya Hanum. Renata menggelengkan kepala, rasanya dia tidak ingin beranjak sebelum kedua mertuanya memberikan ampun padanya. "Nggak Bu, aku tidak mau, biarkan aku memohon pada mas Daren dan kedua orang tuanya," ucap Renata dalam tangisnya. Daren tersenyum getir, saat melihat dan mendengar kata-kata maaf dari Renata yang begitu enteng, seolah perbuatannya itu adalah hal kecil yang mudah untuk di maafkan. "Tidak! aku tidak sudi memaafkan wanita murahan sepertimu Renata mulai ma
"Aaakh tidak! kenapa semuanya jadi kacau seperti ini? dan kau tuan Andre! lihat ini semuanya gara-gara kamu," teriak Renata setengah frustasi sembari menjambak rambutnya. "Aku tidak tahu akan seperti ini Renata, jadi tenanglah. Kau bisa menjadi wanita ku untuk selamanya," bujuk Andrew menghampiri. Renata menepis kasar tangan pria itu, tak ingin kehilangan Daren. Ia segera memakai gaunnya kembali, lalu berusaha untuk mengejar dengan langkah yang tertatih-tatih. "Renata! tunggu!" panggil Andrew, yang masih di kerumuni oleh beberapa karyawan yang masih membidik kamera ke arahnya. Renata tidak menggubris panggilan Andrew. Baru saja keluar dari hotel, Kiki yang sudah lama menunggunya dari mobil segera menghampiri dan memanggil Renata. "Nyonya Renata! naiklah!" "Kiki, kau ternyata di sini?" Renata tak membuang waktu lagi, dengan cepat masuk ke dalam mobil dan meminta asistennya untuk mengejar Daren. Dengan patuh, Kiki melakukan sesuai perintah walaupun terpaksa harus mengebut.
Nyonya Wijaya benar-benar kecewa, sampai dia terduduk lemas di sofa dengan kepala yang sudah sangat sakit dan pusing. Karena bagaimana bisa menantu yang selalu dia idamkan malah ternyata hanya seorang wanita murahan yang sering bergonta-ganti seorang pria. "Renata! benar-benar kamu mengecewakan keluarga ini," Nyonya Wijaya sangat kesal, dengan berita yang mengegerkan hati ini membuat wajah keluarga Wijaya hilang di depan semua orang. "Tidak! Meskipun pernikahan Daren dan Renata sudah di sepakati oleh mas Wijaya, aku tetap tidak setuju dengan masalah ini," Nyonya Wijaya tak tahan lagi dengan berita yang tersebar. Ia segera menghubungi Daren dan juga suaminya tak lupa juga dengan Renata. Beberapa kali wanita paruh baya itu , terus menghubungi putra dan suaminya untuk membicarakan hal ini. Sementara Kiki asisten dari Renata sangat kaget ketika melihat skandal model yang ada dalam naungannya. "Astaga! gawat, bagaimana foto dan video nyonya Renata dan tuan Andrew bisa tersebar s
Kedua tangan Anna terkepal, netra coklatnya berkaca-kaca saat mendengar perkataan nyonya Wijaya. Yang begitu memandang rendah dirinya. Setelah berpikir dengan waktu yang cukup lama, Anna menarik nafas lalu dengan tegas kembali menolak tawaran uang dari wanita kaya itu. "Nyonya tidak usah repot-repot memberikan saya uang, jika itu keinginan anda maka aku akan melakukannya," Lirih Anna menangis. "Baguslah, kamu memang seharusnya tahu diri perbedaan kamu dan Daren sangatlah jauh berbeda, ambil saja cek itu tidak usah terlalu munafik!" ledek wanita paruh baya itu sembari memutar kedua mata malasnya. Lalu pergi begitu saja dengan sikap angkuh dan sombong. Bu Ratih yang tak sengaja mendengar obrolan mereka, membuat dia sangat kesal dan marah saat putri yang sangat sayangi di perlakukan rendah oleh orang lain. Dengan amarah yang menguasai dirinya, Bu Ratih memungut cek yang di berikan oleh nyonya Wijaya yang tergeletak di bawah lantai. "Tunggu!" panggil Bu Ratih. Langkah
Setelah Daren pergi untuk menyelesaikan semua masalah yang ada, Bu Ratih kembali mengingatkan putri kesayangannya atas apa yang baru saja dia dengarkan tadi. "Anna, jawab ibu. Apa kamu benar-benar akan menerima kembali pinangan tuan Daren? sudah jelas-jelas dia pria yang sudah memiliki pasangan," peringat Bu Ratih, berharap jika putrinya tidak salah mengambil keputusan dalam hidupnya. Anna menghela nafas panjang, lalu ia memutar badan dan menatap ibunya. Lalu menjawab. "Ya ibu, Anna sudah berpikir, jika calon bayi yang ada di dalam kandungan ini dia begitu membutuhkan figur seorang ayah, dan Anna juga yakin apa yang di katakan oleh tuan Daren membuat aku yakin," jelas Anna. Sebagai seorang ibu, ibu Ratih tidak bisa mencegah dia hanya berharap jika putrinya benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. "Ya sudah, ibu hanya bisa berharap kamu dan tuan Daren segera menikah!" imbuh Bu Ratih. "Iya Bu," Anna tersenyum. Ketika ibu dan anak itu tengah berbicara serius tiba-tiba saj
"Tidak Anna! kamu sekarang tidak bisa lari dariku lagi, bagaimana pun juga calon bayi yang ada dalam kandunganmu adalah darah dagingku," tegas Daren meraih dan memegang kedua bahu mungil Anna. Kedua insan yang saling mencintai itu menatap satu sama lain dengan tatapan mendalam, terutama Anna rasanya air matanya sudah tak terbendung lagi. "Ku mohon, Anna. Jangan pernah lagi kamu pergi dariku, Renata dan aku hanya menikah dalam perjodohan, tidak ada rasa cinta dalam hatiku untuknya." jelas Daren sembari memeluk Anna dengan sangat erat. Bu Ratih yang hanya terpaku, entah kenapa dia melihat sebuah ketulusan di kedua manik mata Daren. Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat ragu dan di lema. "Tuan Daren sepertinya tulus pada Anna, tapi statusnya sebagai nyonya Renata hanya akan membawa masalah untuk Anna, bahkan semua orang mungkin akan mencemoohnya," batin Ratih. Setelah Anna dan Daren saling memeluk wanita paruh baya itu pun menghampiri dan mengingatkan keduanya. "Ann
Anna tercengang, dia sampai menutup mulut dengan kedua tangannya saat baru mengetahui semua kenyataan yang ada bahkan dia benar-benar tak habis pikir. "Tidak! itu tidak mungkin, bagaimana bisa mas Dirga begitu tega untuk mencelakai ku!" Dirga yang tak terima dengan cara Daren yang sengaja membuat Anna untuk menjauh dan membencinya. Pria itu pun segera menjelaskan. "Ana! apa yang di katakan oleh ka Daren itu bohong, aku tidak ingin mempunyai niat buruk padamu, dan aku benar-benar menyukaimu," Jelas Dirga beralibi. Mendengar perkataan Dirga yang berusaha untuk membela diri, membuat darah Daren mendidih. Dan tak kuasa lagi menahan diri untuk melayangkan kepalan tangannya tepat di wajah sepupunya itu. BLUGH! "Kau munafik sekali Dirga! Sudah jelas-jelas dirimu ingin mencelakai Anna dan calon bayinya." Bentak Daren yang sudah tak bisa lagi menahan emosi. Sampai Dirga terkena pukulan dan terjatuh tersungkur ke bawah lantai, tak terima di perlakukan kasar. Dirga berusaha mem