Katrin merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Napasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Situasi di sekelilingnya semakin kacau, dan ia mulai kewalahan menghadapi kekacauan yang terjadi di hadapannya.Organisasi besar ini tidak main-main. Mereka mempermainkan Naga Perang dengan cara yang licik dan keji, memanfaatkan Vera Huang yang tengah berseteru dengan Wang Industries. Katrin berpikir keras. Musuh-musuh Naga Perang yang ia kenal biasanya memilih konfrontasi langsung, bukan cara kotor seperti ini—cara yang melibatkan nyawa orang-orang tak berdosa.Negeri Malam juga tidak akan melakukan cara kotor seperti ini untuk menjatuhkan Naga Perang dan Wang Industries.Akan sulit untuk membersihkan nama Naga Perang dan wang Industries dengan banyaknya korban yang tewas saat unjuk rasa di Menara Naga Perang.Teriakan massa yang berunjuk rasa menggema di udara. Mereka tak tahu bahwa tubuh mereka telah disisipi sesuatu yang bisa membunuh mereka kapan saja. Seperti pasukan bunuh dir
Katrin berputar dengan refleks secepat kilat, tubuhnya merunduk rendah hingga peluru itu hanya meleset beberapa sentimeter di atas kepalanya. Ia mendongak, mencari asal tembakan. Di antara kerumunan yang beringas, ia melihat sosok bertudung hitam berdiri di atas atap gedung yang menghadap langsung ke Menara Naga Perang."Penembak jitu," desis Katrin, matanya menyipit tajam.Ia tak punya waktu untuk berpikir. Dengan kecepatan luar biasa, ia menendang tanah, melesat menuju gedung terdekat. Tangannya menggenggam belati kecil yang selalu ia simpan di sabuknya. Jika ia bisa mendekati penembak itu, ia masih punya peluang untuk menginterogasi siapa dalang di balik semua kekacauan ini.Namun, sebelum ia bisa mencapai gedung, suara desingan peluru kembali terdengar. Kali ini, peluru itu bukan hanya diarahkan padanya—tetapi juga kepada para demonstran yang sudah kehilangan akal sehat mereka. Mereka ditembaki tanpa ampun, seperti binatang yang harus dieliminasi."Sial!" Katrin mengumpat. Musuh i
Katrin berlari menuruni tangga darurat, napasnya memburu seiring dengan detak jantung yang masih berpacu kencang. Sisa ledakan dari granat tadi masih mengaburkan pandangannya dengan kabut asap yang menguar, menyisakan bau mesiu yang menusuk hidung. Suara erangan dan tangisan samar terdengar dari jalanan yang porak-poranda, bercampur dengan aroma anyir darah yang mulai mengering di aspal retak. Ia menggertakkan giginya. Ini bukan sekadar bentrokan biasa. Ini pembantaian. Matanya menyapu area sekitar. Ia mencari sosok yang bersembunyi di antara bayang-bayang rerimbunan pohon besar di tepi jalan. Dan di sanalah Vera Huang berdiri, kaku seperti patung batu. Tangannya mencengkeram batang pohon seolah takut dunia di sekitarnya runtuh begitu saja. Matanya yang membelalak penuh ketakutan memantulkan cahaya redup lampu jalan yang berkedip-kedip, seakan ikut menjadi saksi bisu tragedi ini. Katrin merasakan sesuatu yang panas menjalar dalam dirinya—bukan hanya kemarahan, tetapi juga kekecewaan
Rendy menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin, matanya seperti dua bongkahan es yang menembus langsung ke dalam hati Vera. Rahangnya mengeras, garis-garis wajahnya tegang. "Kau menuduhku tanpa bukti, Vera. Apa yang sebenarnya kau tahu?" suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang berbahaya. Tak ada lagi nada hormat di sana. Rendy bahkan tidak lagi memanggilnya "Mama"—sebuah isyarat nyata bahwa ia telah menghapus status Vera sebagai mertuanya. Vera mengepalkan tangannya, kukunya hampir mencengkeram telapak tangannya sendiri. Matanya berkilat penuh kemarahan, tapi ada sesuatu yang lebih dalam dari itu—ketakutan. Rendy sudah tidak mengakuinya di saat ia tahu kalau menantunya ini sangat kaya dan berkuasa. "Cukup untuk tahu bahwa kau selalu ada di mana kekacauan terjadi!" sergah Vera dengan suara bergetar. "Sejak dulu, Wang Industries selalu memiliki cara untuk menyingkirkan musuh-musuhnya. Dan sekarang? Kau membiarkan ini terjadi di depan mata kita semua?" Dari balik kepulan asap
"RENDY!" Teriakan melengking seorang wanita paruh baya seketika memenuhi rumah mewah itu. Rendy Wang yang sedang mengepel lantai sontak mengerutkan kening melihat Ibu Mertuanya yang tampak marah. "Ada apa, Ma?" tanya pria 28 tahun itu, sopan. "Cepat kamu buang air kotor bekas cuci kaki aku dan istrimu! Dasar menantu sampah tak berguna! Mengepel saja begitu lamanya!" hina wanita yang sedang berbaring di Sofa Bed dengan anak gadisnya. Mendengar itu, Rendy pun bergegas mengambil baskom air bekas rendaman kaki ibu mertuanya, disusul baskom air bekas rendaman kaki istrinya. Tak tampak emosi di wajahnya meski diperlakukan tak manusiawi. Hal ini justru membuat Vera–sang mertua–semakin kesal. "Ck! Dasar pria memble! Beruntung Cindy mau menikahimu! Apa yang bisa dilihat dari penampilanmu yang lusuh itu, sih? Menyusahkan saja!" Kali ini, Rendy melihat ke arah Cindy. Ia ingin mengetahui reaksi istrinya itu yang ternyata … mengalihkan pandangan? Brak! "Ngapain kamu lihat-l
Kota Kartanesia, Khatulistiwa.Seorang wanita cantik berumur awal 30-an yang menguasai roda perekonomian negara Khatulistiwa buru-buru membuka telepon genggamnya. Setelah sekian lama, nomor rahasia yang hanya dimiliki “Empat Elemental Naga”--pengikut setia sang Naga Perang mengirimkan sebuah pesan. Katrin Chow langsung tersenyum membaca pesan yang tertera di layar ponselnya. Hanya 3 kalimat, tapi sudah cukup bagi Katrin memahami keinginan Naga Perang yang merupakan bos-nya selama ini. [Siap, Ketua! Tambang Emas di Jayanesia dan Tambang Minyak di Timornesia akan segera beralih nama menjadi milikmu.] [Jabatan CEO Perusahaan Wang Industries juga akan langsung diserahkan kepada Ketua.] [Proses balik nama untuk saham Perusahaan Wang Industries dan Sun City sebesar 75%, segera dilaksanakan] [Selamat datang kembali, Ketua] Tak lama, wanita yang terkenal akan kemampuan ilmu bela diri dan bisnisnya itu, langsung menelepon bawahannya. Ia juga meneruskan pesan sang ketua pada
“Menantu gila! Apa yang Kau lakukan?” teriak Vera, murka. Ia tak mengerti jalan pikiran Rendy. Sejak dulu, selalu menurut. Kenapa sekarang berubah? “Dasar, pria idiot!” timpal James lalu mengeluarkan sebuah undangan, “Apa kau tak tahu undangan ini sulit didapatkan, bahkan oleh keluarga istrimu?” Rendy melirik sinis undangan berwarna merah itu. "Baru undangan kelas menengah saja kamu sudah sombong. Belum tentu tamu undangan kelas menengah bisa bertemu Naga Perang." Wajah James memerah. "Apa yang kamu tahu tentang undangan ini? Undangan merah sudah termasuk bagus untuk perusahaan Grade C!" murkanya. "Aku bisa memberikan undangan emas yang bisa duduk berdampingan dengan Naga Perang kalau keluarga Huang menginginkannya!” balas Rendy, “Jadi, buat apa undangan sampah yang kamu berikan kepada keluarga ini?" “Hahaha!” "Suami tidak bergunamu ini sepertinya sudah gila, Cindy! Kalau Keluarga Huang tak mau undangan ini, bisa aku tarik kembali!" kata James sambil mencoba mengambil
James sempat terkejut dan ketakutan melihat sorot mata tajam Rendy. Namun, ia mengenyahkannya karena mengingat Rendy hanyalah sampah di Keluarga Huang. "Cindy, pakailah gaun pesta yang bagus agar bisa menarik perhatian Naga Perang!' ucapnya sambil melirik mengejek ke arah Rendy, “aku akan menjemputmu nanti.” Setelahnya, James pun pergi ditemani oleh Vera yang mengantarkannya ke depan. Sikap wanita paruh baya itu begitu hormat, berbeda jauh saat menghadapi menantunya. *** "Kamu harus mengendalikan emosimu, Ren ... kalau mau masuk ke dalam bisnis Huang Industries, kamu harus bersikap tenang dan tidak gampang marah!" ucap Cindy kala mereka berdua "Aku tidak suka pandangan matanya yang mesum, yang melecehkanmu, Cin!" "Tenang saja, aku bisa menjaga diri. Oh, iya, aku hendak beli gaun pesta yang pantas untuk aku pakai nanti saat bertemu Naga Perang. Apa kamu bisa menemaniku?" "Tentu saja! Aku dengan senang hati akan menemanimu untuk memilih gaun pesta yang cocok untukmu!' kata Rend
Rendy menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin, matanya seperti dua bongkahan es yang menembus langsung ke dalam hati Vera. Rahangnya mengeras, garis-garis wajahnya tegang. "Kau menuduhku tanpa bukti, Vera. Apa yang sebenarnya kau tahu?" suaranya rendah, hampir seperti bisikan yang berbahaya. Tak ada lagi nada hormat di sana. Rendy bahkan tidak lagi memanggilnya "Mama"—sebuah isyarat nyata bahwa ia telah menghapus status Vera sebagai mertuanya. Vera mengepalkan tangannya, kukunya hampir mencengkeram telapak tangannya sendiri. Matanya berkilat penuh kemarahan, tapi ada sesuatu yang lebih dalam dari itu—ketakutan. Rendy sudah tidak mengakuinya di saat ia tahu kalau menantunya ini sangat kaya dan berkuasa. "Cukup untuk tahu bahwa kau selalu ada di mana kekacauan terjadi!" sergah Vera dengan suara bergetar. "Sejak dulu, Wang Industries selalu memiliki cara untuk menyingkirkan musuh-musuhnya. Dan sekarang? Kau membiarkan ini terjadi di depan mata kita semua?" Dari balik kepulan asap
Katrin berlari menuruni tangga darurat, napasnya memburu seiring dengan detak jantung yang masih berpacu kencang. Sisa ledakan dari granat tadi masih mengaburkan pandangannya dengan kabut asap yang menguar, menyisakan bau mesiu yang menusuk hidung. Suara erangan dan tangisan samar terdengar dari jalanan yang porak-poranda, bercampur dengan aroma anyir darah yang mulai mengering di aspal retak. Ia menggertakkan giginya. Ini bukan sekadar bentrokan biasa. Ini pembantaian. Matanya menyapu area sekitar. Ia mencari sosok yang bersembunyi di antara bayang-bayang rerimbunan pohon besar di tepi jalan. Dan di sanalah Vera Huang berdiri, kaku seperti patung batu. Tangannya mencengkeram batang pohon seolah takut dunia di sekitarnya runtuh begitu saja. Matanya yang membelalak penuh ketakutan memantulkan cahaya redup lampu jalan yang berkedip-kedip, seakan ikut menjadi saksi bisu tragedi ini. Katrin merasakan sesuatu yang panas menjalar dalam dirinya—bukan hanya kemarahan, tetapi juga kekecewaan
Katrin berputar dengan refleks secepat kilat, tubuhnya merunduk rendah hingga peluru itu hanya meleset beberapa sentimeter di atas kepalanya. Ia mendongak, mencari asal tembakan. Di antara kerumunan yang beringas, ia melihat sosok bertudung hitam berdiri di atas atap gedung yang menghadap langsung ke Menara Naga Perang."Penembak jitu," desis Katrin, matanya menyipit tajam.Ia tak punya waktu untuk berpikir. Dengan kecepatan luar biasa, ia menendang tanah, melesat menuju gedung terdekat. Tangannya menggenggam belati kecil yang selalu ia simpan di sabuknya. Jika ia bisa mendekati penembak itu, ia masih punya peluang untuk menginterogasi siapa dalang di balik semua kekacauan ini.Namun, sebelum ia bisa mencapai gedung, suara desingan peluru kembali terdengar. Kali ini, peluru itu bukan hanya diarahkan padanya—tetapi juga kepada para demonstran yang sudah kehilangan akal sehat mereka. Mereka ditembaki tanpa ampun, seperti binatang yang harus dieliminasi."Sial!" Katrin mengumpat. Musuh i
Katrin merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Napasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Situasi di sekelilingnya semakin kacau, dan ia mulai kewalahan menghadapi kekacauan yang terjadi di hadapannya.Organisasi besar ini tidak main-main. Mereka mempermainkan Naga Perang dengan cara yang licik dan keji, memanfaatkan Vera Huang yang tengah berseteru dengan Wang Industries. Katrin berpikir keras. Musuh-musuh Naga Perang yang ia kenal biasanya memilih konfrontasi langsung, bukan cara kotor seperti ini—cara yang melibatkan nyawa orang-orang tak berdosa.Negeri Malam juga tidak akan melakukan cara kotor seperti ini untuk menjatuhkan Naga Perang dan Wang Industries.Akan sulit untuk membersihkan nama Naga Perang dan wang Industries dengan banyaknya korban yang tewas saat unjuk rasa di Menara Naga Perang.Teriakan massa yang berunjuk rasa menggema di udara. Mereka tak tahu bahwa tubuh mereka telah disisipi sesuatu yang bisa membunuh mereka kapan saja. Seperti pasukan bunuh dir
Vera Huang berdiri mematung, napasnya tertahan di tenggorokan. Pemandangan di hadapannya seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Para demonstran yang tadi berteriak lantang menuntut keadilan kini bergelimpangan di tanah, tubuh mereka bersimbah darah. Jeritan kesakitan menggema di udara, bercampur dengan suara panik para demonstran yang berusaha melarikan diri tapi tidak bisa karena terkurung energi spiritual dari Karen Chow..Jantungnya berdegup kencang. Ia tak pernah membayangkan rencananya untuk membalas dendam akan berujung seperti ini. Seharusnya ini hanya demonstrasi damai, hanya sebuah gerakan protes untuk menuntut Wang Industries mengembalikan investasinya. Namun, apa yang terjadi justru jauh di luar perkiraannya.Semuanya berawal dari pagi itu, saat ia melangkah keluar dari Menara Naga Perang dengan wajah memerah oleh amarah dan rasa malu. Rendy Wang, pria yang pernah ia hina dan usir dari keluarganya, ternyata bukanlah pria miskin tak berguna seperti yang ia kira. Ia adala
Pemuda berambut gondrong itu membuka mulut, seolah hendak mengucapkan sesuatu. Tapi sebelum satu kata pun keluar, napasnya tersengal. Matanya melebar, seakan menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Lalu, dari sela-sela bibirnya, busa putih berbuih, meluber hingga dagunya. Tubuhnya mendadak menegang, bergetar hebat seperti seseorang yang disambar listrik. Lalu, dalam satu kedutan terakhir, matanya membelalak kosong. Ia ambruk ke aspal berdebu dengan suara yang memekakkan hati.Kerumunan demonstran yang semula meneriakkan tuntutan kini terdiam sejenak sebelum kepanikan meledak seperti gelombang pasang. Orang-orang saling bertubrukan saat mereka mundur, wajah mereka dipenuhi ketakutan dan kebingungan. Bisikan-bisikan cemas menyebar di antara mereka, menggeliat seperti ular berbisa di tengah kegaduhan."Itu pasti ulah wanita iblis itu," seseorang berbisik tajam, suaranya mengandung tuduhan yang menusuk.Katrin berdiri terpaku, jantungnya berdentam begitu keras hingga ia merasa telinganya
Teror Katrin Chow terus menghantui para demonstran, ibarat semut yang sewaktu-waktu bisa diinjak dan dihancurkan olehnya tanpa ampun. Napas mereka tersengal, keringat dingin mengalir di pelipis meski matahari terik membakar langit Kartanesia."Apa kalian masih ingin menghancurkan Menara Naga Perang?" Suaranya rendah, namun tajam bagaikan bilah pisau yang siap mengiris keberanian mereka. Seketika angin dingin menyelinap di antara kerumunan, bertentangan dengan panas yang membara di udara. Tubuh mereka gemetar, bukan hanya karena hawa yang aneh itu, tapi juga ketakutan yang mengunci hati mereka.Bahkan para petugas keamanan Menara Naga Perang yang berdiri menyaksikan pun mulai merasa ketakutan. Mereka tahu betul betapa mengerikannya kemarahan CEO mereka. Jika Katrin bisa melakukan ini kepada para demonstran, apa yang akan terjadi jika mereka suatu hari menjadi targetnya?Seluruh demonstran saling berpandangan, wajah-wajah mereka pucat pasi, seakan darah telah terkuras dari tubuh mereka.
Katrin Chow melangkah keluar dari Menara Naga Perang, sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer dengan ritme yang tegas. Wajahnya tetap tak terbaca, ekspresi yang ia kenakan seperti topeng batu yang tak tergoyahkan. Begitu ia muncul, terik matahari langsung membakar kulitnya, tapi tak ada tanda ia terganggu. Hembusan angin hanya mengibarkan helaian rambut hitam legamnya, seperti bendera perang yang berkibar di tengah pertempuran.Di hadapannya, jalanan telah berubah menjadi lautan manusia yang bergejolak. Ribuan pengunjuk rasa memadati area, mengacungkan papan tuntutan dengan tangan yang gemetar karena emosi atau mungkin kelelahan. Udara dipenuhi bau keringat dan asap kendaraan yang tertahan akibat kerumunan. Sorak-sorai mereka menggema, kata-kata tuntutan melesat ke udara seperti anak panah yang dilepaskan tanpa ampun.Kata-kata itu berpendar di atas karton dan papan, berayun-ayun di tangan para demonstran yang tampak beringas.KEMBALIKAN DANA INVESTASI KAMI!TURUNKAN NAGA PERANG!
Langit Kartanesia menggantung kelabu, awan pekat menggumpal di atas menara-menara pencakar langit. Angin berembus dingin saat Vera Huang keluar dari mobil mewahnya, tumit runcing sepatunya mengetuk lantai marmer dengan ketukan tajam yang memantul di udara. Gaun merah darah yang membalut tubuh rampingnya berkibar sedikit saat ia berjalan dengan penuh percaya diri, namun ekspresi wajahnya kontras dengan penampilannya yang elegan—kening berkerut, rahang mengeras, dan mata berkilat tajam penuh kemarahan."Beraninya mereka menarik kembali investasi 250 miliar dari Wang Industries!" gerutunya dalam hati, tangannya mencengkeram erat tas bermerk yang tergantung di lengannya.Menara Naga Perang berdiri menjulang megah di hadapannya, kaca-kaca reflektifnya seakan mengejeknya, memantulkan bayangan seorang wanita yang saat ini dipenuhi amarah. Begitu ia melangkah mendekati pintu masuk, tiga petugas keamanan yang telah mendapat instruksi khusus bergerak cepat, membentuk barisan penghalang. Mata me