Fernandra menatap sosok pria yang duduk bersebrangan dengannya saat ini. Sesuai dengan pembicaraannya dengan pria itu, ia datang ke lokasi yang dibagikan oleh pria itu, Darino. Dan disinilah mereka berdua, di sebuah ruangan yang lebih private di salah satu restaurant ternama yang letaknya tidak jauh dari rumah Darino.“Kamu yang menyarankan itu ke Azizah?” tanya Darino, setelah pelayan yang mengantar makanan untuknya dan Fernandra pergi dari ruangan ini, dan memastikan tidak ada orang lain di ruangan ini.Fernandra menaikkan sebelah alis, “Memangnya aku menyarankan apa?” tanyanya seolah tidak mengerti arah pembicaraan Darino. “Aku hanya meminta bantuan Azizah untuk masuk ke rumah Darnius,” lanjutnya, lalu menggelengkan kepala. “Lebih tepatnya kamar Darnius, supaya aku bisa memantau aktifitas Darnius di kamarnya,” tambahnya lengkap dengan maksud dan tujuannya dari apa yang direncanakan olehnya.Darino mendengarkannya dengan seksama, ekspresi wajahnya sangat serius, bahkan fokusnya hany
Azizah menaikkan sebelah alisnya saat tubuhnya ditarik paksa supaya mendekat ke arah suaminya yang memejamkan kedua mata. Ia mengulurkan tangannya, meraih ponsel yang ada di meja nakas. Kedua matanya menyipit saat cahaya layar ponselnya menyala, menyilaukan penglihatannya ditengah kegelapan.Pukul 05:00, memang sudah pagi, sudah waktunya untuk wanita itu bangun, beranjak, menyiapkan sarapan, mengurus putrinya dan suaminya.Azizah menyimpan kembali ponselnya di meja nakas, lalu memeluk sang suami dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Darino yang semakin mendorong punggungnya, sehingga tidak ada jarak diantara mereka.“Mas … aku mau bikin sarapan. Kamu mau sarapan apa?” ujar Azizah dengan suara pelan, nada bicaranya yang lembut, sangat sopan untuk diterima oleh indra pendengaran siapapun.Darino menanggapinya dengan bergumam tanpa membuka kedua matanya. Respon yang ia berikan membuat Azizah mengulas senyum tipis, tangan wanita itu terangkat menyusuri wajah suaminya.“Mas ….”“Pes
Azizah bersidekap dada menghalangi jalan sang suami, kedua matanya menyipit menatap suaminya yang menaikkan sebelah alis. Ia masih penasaran dengan kejadian apa yang dilewati suaminya itu sehingga mengalami perubahan yang signifikan.“Apa?” Pertanyaan itu terucap dari bibir Darino, menatap bingung wanitanya yang hanya terdiam dihadapannya saat ini. “Ada yang ketinggalan?” tambahnya dengan suara lembut dan kesabaran yang membuatnya ditatapan intimidasi.“Kamu habis kepentok dimana, Mas?” tanya Azizah, menatap curiga suaminya, sedang sang suami tergelak. Azizah mendelik tidak suka, “Aku sedang tidak bercanda, Mas,” tukasnya penuh penekanan, membuat pria dihadapannya saat ini menghentikan tawa dan mengangguk-anggukkan kepala.Darino melangkah maju, mengikis jarak antaranya dan Azizah. Kedua matanya menatap lekat kedua mata sang istri yang tidak mengalihkan atensi sedikitpun darinya. “Memangnya aneh kalau aku seperti itu? Lagipula, kamu kan istri aku, dan menurut aku itu tidak aneh,” tutu
“Sayang … dengerin penjelasan dan alasan aku tidak memberitahumu,” ucap Darino dengan suaranya yang lembut, menggenggam kedua tangan sang istri dan atensinya menatap kedua mata wanita dihadapannya saat ini.Azizah tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, bibirnya terkunci rapat. Hanya dengan tatapan mata ia berbicara, tatapan matanya mengatakan ‘Jelasin’, dan berharap pria dihadapannya saat ini mengerti akan tatapannya tersebut.Darino menarik nafas perlahan, lalu mengembuskannya. Ia menggeser lebih mendekat ke arah Azizah yang hanya bergeming, mengikis jarak dan biarlah dirinya yang bergerak mendekat. Darino tahu, dan Darino tidak marah dengan sikap yang diperlihatkan Azizah saat ini.Memang salah Darino tidak mengatakan dari jauh hari, jauh sebelum ada permasalahan teror dan permasalahan lainnya. Darino fikir, jika memberitahu Azizah nanti, semua akan baik-baik. Tetapi naasnya, pemikirannya salah dan berujung keretakan.“Bukan karena aku kesulitan. Semua uang yang aku berikan untuk k
Arlin tersenyum lantas berlari mendekati kedua orangtuanya yang menjemputnya di sekolah pada siang hari ini, lalu memeluk mamanya yang sigap berjongkok. Azizah memeluk putrinya, dan mengecup kedua kedua pipi putrinya.“Sepertinya kamu happy sekali,” ucap Azizah, menatap Arlin yang menganggukkan kepala. Ia tersenyum penuh arti, “Karena kamu dapat coklat dari teman laki-lakimu?”Arlin menjawabnya dengan terkekeh, memutar tas ranselnya supaya berada di depan dan lebih dijangkau olehnya untuk mengeluarkan barang yang disimpan di dalam tas ransel berwarna merah muda itu.Gadis kecil itu mengeluarkan tiga coklat berukuran sedang, “Boleh memangnya aku makan coklat sebanyak ini?” tanyanya, menatap kedua orangtuanya silih berganti. “Kalau tidak boleh, satu buat papah, satu lagi buat mamah,” tuturnya karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari kedua orangtuanya.Azizah tersenyum manis kepada putrinya, “Boleh dong, tapi jangan langsung dihabiskan dalam satu hari. Okey?” ujarnya dengan suara yang
“Mas, kenapa?”Azizah memperhatikan suaminya yang sedang menatap layar ponsel dengan ekspresi sulit diartikan olehnya, setelah ia mengajukan pertanyaaan, suaminya itu menoleh, menggelengkan kepala dan tersenyum.“Oh itu … teman aku bilang kalau ada yang ingin dibicarakan nanti sore,” ujar Darino setelah mencari alasan yang tepat. Bukan dirinya tidak ingin istrinya tahu, tetapi bukan sekarang waktunya, disaat ada Arlin yang duduk di tengah.Darino melajukan kendaraan roda empat tepat setelah mobil didepannya melaju, saat melirik traffic light, memang sudah berubah warna menjadi warna hijau. Sementara itu Azizah mengerut kening, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Darino.
BRAK!Darino dan Azizah saling melempar pandang satu sama lain, tentu saja dentuman keras itu menarik perhatian Arlin yang langsung bergeser mendekat pintu belakang pengemudi untuk melihat apa yang terjadi dibelakang.Kedua mata gadis kecil itu melebar, telapak tangan menutup mulut yang menganga terkejut melihat sebuah mobil berwarna putih terjepit diantara dua kendaraan berat, truck kontainer.“Oh my god!” Arlin ingin turun untuk melihat kondisi pengemudi mobil sedan putih tersebut, tetapi tidak jadi saat kedua telinganya mendengar bunyi ‘klik’, mendakan pintu mobil di kunci oleh Darino-pengemudi-.“Sudah banyak yang menolong, Arlin,” ujar Darino dengan suara yang rendah dan berat. Bukan drinya tidak memiliki rasa
TRING!Fernandra[Foto][Carisa kecelakaan, dan sekarang lagi dibawa ambulance][Foto][Darnius sudah aman. Jadi, kmu bisa menikmati waktu dengan keluargamu tanpa ada gangguan]Darino menghela nafasnya, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, lalu turun dari mobil. Saat berdiri disebelah mobil, Azizah yang sedang membujuk Arlin itu menarik perhatiannya. Tanpa disadari, kedua sudut bibirnya melengkung mengukit sebuah senyuman.“Mama minta maaf yaa … jangan ngambek dong, sayang … Nanti Nadiw kabur
Beberapa hari kemudian ….Darino menghela nafas setibanya di rumah. Ia menyandarkan kepala pada sandaran sofa dengan kedua mata yang terpejam. Hanya beberapa detik, karena merasakan sofa yang ada di sisinya bergerak.Ketika pria itu membuka kedua mata, terlihat sosok perempuan yang tersenyum manis kepadanya. Darino menegakkan tubuhnya, membalas senyuman sang istri.“Tidak bilang kalau pulang cepat?” tanya Azizah dengan wajah bingung, tetapi masih tetap mempertahankan senyumannya, karena ia tahu mood suaminya sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari ekspresi wajah sang suami yang murung, dan tidak cerah seperti biasanya.“Ada masalah sedikit tadi di kampus, jadinya semua dosen dan mahasiswanya dipulangkan,” jelas Darino, menatap Azizah dengan tangannya yang mengusap punggung tang sang istri.Azizah bergeming, mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh suaminya. Berusaha untuk menerka-nerka, masalah apa yang sedang terjadi di sebuah universitas sehingga mengharuskan dosen dan maha
Azizah terdiam, menatap barang-barang yang berada di bagasi mobilnya. Ia benar-benar membawa barang-barang tersebut ke rumah orangtuanya, karena Fernandra memaksa dan mengancamnya. Tidak ada pilihan lain selain meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Fernandra, daripada merusak suasana atau memperburuk keadaan.“Maaf ….” gumamnya penuh penyesalan, menunduk dan mencengkram kuat kardus tersebut. Tanpa disadari olehnya, air matanya turun membasahi pipi. Seketika saat itu juga ia tersadar, lalu mengangkat kardus itu masuk ke dalam rumah lewat pintu samping.“Sayang … kok ke sini?”Azizah mengulas senyumnya saat berpapasan dengan mommynya di ruang tengah, “Ada barang yang harus aku taruh di gudang, Mom.” Atensinya melirik kardus yang berada dalam dekapannya, sehingga membuat mommynya mengikuti lirikannya.Mommy menaikkan sebelah alisnya, kembali menatap Azizah yang tersenyum lalu meninggalkannya begitu saja tanpa sepatah katapun. Rasa penasarannya tinggi, membuatnya mengikuti langkah putrinya
Fernandra tersenyum lebar menyambut kedatangan Azizah, walaupun ia sangat tahu wanitanya itu datang dengan perasaan yang marah, karena melihat wajah Azizah yang memerah. Tetapi itu bukan masalah untuknya.“Mau kamu apa sih?!”Fernandra bergumam pelan, sedikit membungkukkan punggungnya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Azizah yang menatap tajam kepadanya. “Kalau aku bilang, memangnya kamu akan memberikannya?” tanyanya dengan nada lembut, tersenyum penuh arti kepada Azizah.Azizah berdecak kesal, melipat kedua tangannya di depan dada. “Kamu ingin bermain-main denganku?” tanyanya penuh penekanan. Tidak ada raut wajah takut disaat tidak ada orang lain disekitarnya.“No. Aku sedang berusaha,” balas Fernandra, menaikkan dagu Azizah dengan jari telunjuknya. Ia menelisik wajah Azizah, lalu tersenyum dan kembali berkata, “Mengambil kembali yang seharusnya milikku.”Azizah menepisnya, membuat Fernandra terkekeh dan menegakkan kembali punggung pria itu. Ia bedecih, “Kamu belum sembuh, Nandra.
Azizah membuka pintu rawat yang tidak ada penjaganya. Lorong kosong, membuat keningnya mengkerut dan kedua alisnya bertaut. Sudah dicurigai olehnya bahwa telah terjadi sesuatu, dan kecurigaannya bertambah saat masuk ke dalam ruang rawat VIP, tidak menemukan Carisa di brankar.“Di kamar mandi, mungkin,” ucap Darino, berusaha untuk memberikan positif viber terhadap istrinya yang sudah berfikiran negatif.“Fernandra … kamu yakin dia ada di rumahnya?” tanya Azizah, menatap suaminya yang menganggukkan kepala, lantas memberikan ponsel miliknya. Tanpa pikir panjang, ia mengotak-ngatik ponselnya dan terhenti pada roomchat Fernandra.Tanpa pikir panjang, wanita itu menekan icon ‘panggilan suara’, seketika membuat Darino melebarkan kedua mata. Pria itu telat melarang Azizah untuk tidak menghubungi Fernandra. Dan yang bisa dilakukan oleh Darino hanya terdiam, diam-diam menghela nafasnya perlahan dengan kedua kaki yang menyisir setiap sudut ruang rawat ini.“Carisa hilang,” ucap Azizah setelah pa
Azizah menaikkan sebelah alisnya setelah membaca pesan yang dikirim oleh Carisa, pesan tersebut membuatnya bingung, antara harus percaya atau tidak.Carisa[Mungkin ini cara supaya semua ini cepat selesai, menurutku.][Fernandra tidak sebaik yang kamu fikir][Kalau aku tidak ada waktu untuk bertemu kalian, aku minta maaf yang sedalam-dalamnya. Aku tahu aku salah, dan aku akan hadir ke persidangan, kalau memang masih ada kesempatan]Azizah bergeming, menunggu pesan selanjutnya. Carisa sedang menunggu, dan ia sangat ingin tahu apa yang sedang terjadi.Ting![Darnius ada di tempat lain, dan itu rencana Fernandra supaya kamu dan dia terus berhubungan]Azizah menggigit bibir bawahnya tanpa sadar, emosinya mendidih, 50% percaya dan 50% tidak percaya. Kalau memang kenyataannya seperti itu, Fernandra masih belum sembuh, masalalunya itu masih sakit.[Darnius setuju tidak ada menghadiri persidangan. Aku akan tetap hadir. Jadi, kamu pasti tahu akhirnya seperti apa.]“Sayang ….”Azizah menoleh, m
Azizah menghela nafas lega setelah duduk di jok penumpang, ia menoleh ke sisi kanan lantas tersenyum saat suaminya menatapnya. “Lega bangett. Perasaan aku itu lebih plong setelah bicara sama Carisa,” tuturnya.Darino ikut tersenyum tipis melihat ekspresi wajah istrinya yang lebih cerah dibandingkan beberapa saat yang lalu. Raut wajah Azizah sangat tidak bersahabat sebelum bertemu Darnius dan Carisa, tetapi semua itu sirna setelah bertemu keduanya.“Kamu tidak membully mereka, kan?” tanya Darino, dijawab dengan gelengan kepala cepat. “Hanya bicara santai?” tanyanya, lagi.Azizah menganggukkan kepala, mengalihkan atensi menatap lurus ke depan. Ia dan suami masih berada di basement rumah sakit, belum pergi dari area rumah sakit. Hening, sunyi dan sedikit gelap, tidak membuatnya takut.“Aku cuma mengatakan apa yang seharusnya aku katakan,” ucap Azizah tanpa menoleh, memberi jeda sebelum akhirnya kembali berbicara. “Aku bilang sama Carisa, aku bisa membawa kasus ini ke jalur hukum, dan aku
Azizah membuka pintu ruangan dihadapannya saat ini, melangkah lebih masuk ke dalam ruangan VIP tempat Carisa dirawat. Tentunya diikuti oleh Darino yang setia melangkah dibelakang Azizah tanpa bersuara.“Azizah ….”Azizah tersenyum saat namanya dipanggil dengan sangat pelan, ia berdiri di sisi kiri brankar rumah sakit. Kedua matanya bertemu dengan kedua mata Carisa yang sedang menatapnya, mereka saling menatap satu sama lain selama tiga menit.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Azizah dengan tenang, suaranya sangat lembut, kedua sudut bibirnya terangkat mengukir senyuman.“Kamu tahu darimana aku disini?” tanya Carisa tanpa menjawab pertanyaan dari Azizah, kedua matanya memperhatikan gerak-gerik wanita di sampingnya.Azizah bergumam pelan, “Fernandra. Dia yang nolongin kamu. Jadi wajarkan kalau aku tahu kamu disini?”Darino hanya terdiam memperhatikan kedua wanita di depan yang sedang berbicara. Raut wajahnya khawatir, bukan khawatir terhadap istrinya yang akan diapa-apakan Carisa, tetapi kha
Azizah menghela nafasnya secara kasar setelah keluar dari ruangan yang sangat panas menurutnya. Ia menyugar surai panjangnya dengan ruas jari jemarinya yang lentik, lalu menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat.“Sudah?” tanya Fernandra setelah kedua kakinya berhenti tepat dihadapan Azizah, ia datang bersama Darino yang sedang menatap lekat Azizah.Azizah menganggukkan kepala, tersenyum kecil kepada Fernandra. “Kata kamu, Carisa sudah siuman?” tanyanya, dijawab dengan bergumam.Darino yang berada diantara kedua insan yang pernah memiliki hubungan dimasalalu itu hanya terdiam sambil memperhatikan gerak-gerik keduanya. Perlu diingatkan kembali, ia tidak seberani dan sepintar Azizah.“Aku ingin bertemu dengannya.”Penuturan Azizah membuat Darino menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan, sedangkan Fernandra menyunggingkan senyumnya.“Sure. Tapi kamu yakin tidak akan terjadi apa-apa?” tanya Fernandra, menatap Azizah yang menaikkan sebelah alis. “I mean, kamu tida
Azizah berdiri dihadapan seorang pria yang duduk dengan kedua tangan dan kedua kaki diikat. Darnius, pria itu mengangkat kepala berani, menatap Azizah yang hanya terdiam memperhatikan dengan kedua mata yang menajam mengarah kepadanya. Situasi menengangkan hadir diantara mereka.“Aku tidak tahu apa yang ada difikiranmu sampai begini,” ucap Azizah tenang, memecahkan keheningan diantara dirinya dan Darnius. Ia melangkah maju, berdiri di dekat meja yang terdapat sebuah remot berwarna hitam.“Aku tidak pernah mengganggumu, tetapi mengapa kamu mengganggu keluargaku, Darnius?” lanjutnya penuh penekanan. Azizah tidak bisa lagi memperlihatkan sisi baiknya dihadapan Darnius.Darnius hanya terdiam, memperhatikan wanita yang menjadi targetnya, wanita yang terlihat lemah lembut waktu itu, kini tidak ada lagi ekspresi bersahabat yang biasanya diperlihatkan kepadanya.Azizah menyunggingkan senyum miringnya, melipatkan kedua tangannya di dada. Kedua matanya menajam mengarah ke posisi Darnius yang dud