"Argh!" Lanara yang sudah berada di luar pagar rumah Paul hanya tersenyum lebar mendengar jeritan kesal Juwita."Bagaimana?" tanya Nina ketika Ara masuk ke dalam rumah."Teriakannya kencang sekali," kata Ara sambil terkekeh geli."Itu tadi teriakan dia? Kenapa dia berteriak?" tanya Nina bingung.Ara duduk di sofa di sebelah Nina sebelum mulai menceritakan bagaimana dirinya telah sukses membuat Juwita kesal, sejak di bandara sampai di rumah papa angkatnya.Nina terkekeh geli sambil mengusap puncak kepala menantunya, gemas.Sementara itu di rumah Paul, Juwita tampak menelepon kakak dan neneknya, mengadukkan semua perlakuan buruk yang didapatnya dari Ara sejak dia sampai di Indonesia."Dia bersikap seperti itu kepadamu?" tanya Stefani tidak percaya.Setahunya Ara adalah cucu yang paling penurut dan cenderung pengalah kepada keluarga mereka. Itu sebabnya dia kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari sepupunya. Stefani bukannya tidak tahu akan hal ini, tapi dia sengaja menutup
Ara tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab pertanyaan Nina. Sebagai Ara, dirinya memang tidak pernah memiliki sepupu. Namun, bukankah dia telah menjelaskan semuanya kepada mama mertuanya ini? Mengapa Nina masih saja bertanya?Nina sebenarnya memang sudah mengetahui kalau sepupu menantunya ini datangnya dari identitasnya sebagai Lanara palsu.Dia bertanya seperti itu hanya karena ingin membuat Juwita merasa canggung ketika berhadapan dengan dirinya dan itu sepertinya berhasil."Apakah Lanara tidak pernah bercerita tentang kami, keluarganya di Prancis?" tanya Juwita bingung.Tidakkah sepupunya ini merasa bangga karena telah terlahir di keluarga bangsawan? Mengapa dia malah menyembunyikan hal ini dari mertuanya? Apakah dia waras?Berapa banyak orang yang ingin mendapatkan kemuliaan seperti mereka, hingga cara apapun di lakukan, termasuk memalsukan asal usul keturunan nenek moyang mereka.Mengapa sepupunya ini malah ingin meninggalkan semuanya?"Yah, sepertinya kamu tidak terlalu
Pagi yang hangat, sinar matahari menyeruak melalui sela tirai jendela kamar.Suara dering telepon mengganggu Ara dan Wei yang saat ini sedang santai di kamar mereka.Untuk menemani istrinya menyesuaikan diri di rumah mereka lagi, Wei telah mengambil libur selama dua hari dan menyerahkan semua urusan pekerjaannya kepada Joy."Siapa yang menelepon pagi-pagi begini?" tanya Wei kepada Ara sambil melongok ke arah ponsel istrinya merasa penasaran."Ini Luke," kata Ara sambil menatap layar ponselnya."Mau apa dia?" tanya Wei tidak bisa menyembunyikan cemberutnya."Entah, mungkin hanya ingin berkabar," jawab Ara sekenanya.Wei mendengus sebal. Pria itu masih saja mengganggu istrinya. Walau sudah dia perlihatkan bagaimana bagusnya hubungannya dengan Ara, Luke seperti tidak ingin menyerah begitu saja."Halo?" sapa Ara sambil kembali berbaring di samping Wei."Hai, apakah aku mengganggu pagimu?" tanya Luke tanpa sadar tersenyum mengingat kebiasaan Ara ketika tinggal di Prancis."Tidak.""Iya!"
Wei mengerutkan kening menatap seorang pria muda yang mengaku sebagai adik Max.Pria muda itu bernama Deddy. Dia sengaja datang ke kantor Wei setelah merasa ada beberapa orang yang mengikutinya. Deddy merasa tidak memiliki musuh. Satu-satunya orang yang mungkin ingin mencelakainya adalah Luke, orang yang bekerja sama dengan kakaknya."Jadi apa yang kamu inginkan sekarang? Apakah kamu ingin mengurus bagian milik kakakmu?" tanya Wei setelah Deddy memperkenalkan diri."Ya, itu salah satunya.""Lalu apa yang lainnya itu?" tanya Wei sambil menaikkan sebelah alisnya.Dia tidak memiliki kedekatan dengan Max, jadi Wei tidak merasa perlu untuk berbasa-basi dengan adiknya. Apalagi pria itu semasa hidupnya pernah ingin menodai istrinya."Aku ingin memberikan rahasia yang ditinggalkan oleh kakakku ... ini tentang kamu, tapi dengan syarat, aku menginginkan perlindungan darimu," kata Deddy serius.Sebelum meninggal, Max telah menyerahkan semua rekaman pembicaraannya dengan Luke dan Rina kepadanya
Keesokan harinya ....Setelah Wei berangkat kerja, Ara melihat kemeja putih Wei teronggok di sofa kamar.Ara mengambil kemeja tersebut dan merasa tertarik pada sebuah benda yang jatuh dari kantong baju ke lantai.Merasa khawatir barang tersebut ada kaitannya dengan pekerjaan suaminya, Ara segera menghubungi Wei, sayang sekali menurut Joy saat ini suaminya sedang mengikuti rapat pemegang saham dan tidak bisa diganggu." ... tapi jika benar-benar penting, aku akan memberikan telepon ini kepadanya," kata Joy merasa khawatir ada sesuatu hal penting yang terjadi di rumah bosnya. "Tidak ... tidak usah, aku hanya ingin mengatakan kalau dia telah meninggalkan sebuah disk di sakunya. Aku khawatir itu ada kaitannya dengan proyek atau pekerjaan," kata Ara cepat."Bisakah Nyonya melihat dulu apa isi disk itu? Jika memang ada kaitannya dengan perusahan aku akan segera mengambilnya."Joy tidak bisa membuang waktunya untuk datang ke rumah bos, hanya karena ingin mengambil sebuah disk yang tidak dik
"Bolehkah Papa tahu, mengapa kamu tiba-tiba menanyakan soal itu kepada Papa?" tanya Paul tidak dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya.Sebelumnya, walau telah dia beritahu secara samar, putri angkatnya ini tampak tidak peduli. Mengapa sekarang Ara menanyakan lagi soal itu? Paul pikir pasti ada sesuatu yang terjadi di antara mereka bertiga dan ini pasti ada kaitannya dengan sepak terjang Luke di belakang Ara.Ara tidak ingin menyembunyikan masalahnya dari Paul. Dia menceritakan semuanya kepada papa angkatnya tersebut dengan suara sedikit tersendat."Jadi begitu ... sebenarnya aku sudah tahu lama tahu kalau Luke sedang berusaha menjatuhkan Wei, tapi aku yakin suamimu tidak akan semudah itu di tumbangkan," kata Paul terus terang."Menurut Papa, apa mungkin penculikanku kemarin juga ada campur tangan Luke?" tanya Ara ragu."Aku rasa tidak, dia sangat mencintaimu, tidak mungkin dia mau melakukan sesuatu yang akan membuatmu sakit atau terluka," kata Paul yakin.Paul pikir memberikan obat
Wei menggenggam ponselnya erat penuh rasa kecewa dan kemarahan, matanya tampak berkaca-kaca dan memerah. Dia menatap bolak balik foto-foto yang dikirim ke ponselnya oleh orang tidak dikenal tersebut.Berbagai pikiran buruk tentang Ara dan Luke melintas di dalam benaknya tanpa terkendali.Tengah malam ....Ara bolak balik menelepon suaminya tapi masih juga tidak ada jawaban."Aneh, mengapa Wei sulit sekali dihubungi?" gumam Ara sambil mengerutkan kening."Kenapa? Apakah Wei masih juga tidak bisa dihubungi?" tanya Nina kepada Ara.Ketika keluar dari kamar, Nina melihat Ara sedang berdiri di dekat meja makan dan fokus menatap ke arah ponselnya.Menantunya ini sudah menelepon Wei sejak mereka akan makan malam. Mereka semua merasa heran karena Wei yang biasanya pulang sore sampai waktu makan malam malah belum tampak batang hidungnya. Wei juga tidak mengirimkan kabar pemberitahuan apapun jika seandainya dia memang sedang sibuk."Iya, Mah. Ara cuma ingin tahu saja mengapa Wei pulang terla
Semua dugaan mungkin saja masuk akal, tapi dugaan tetap saja belum bisa menjadi sebuah kebenaran. Bukankah lebih baik mencari tahu kebenaran yang sebenarnya? "Aku masih belum bisa memikirkan jalan keluar lain, selain menghindar dari istriku. Aku takut kalau aku bertemu dengannya, emosiku akan naik dan akhirnya kami malah ribut," kata Wei tidak berdaya.Dia benar-benar tidak ingin ribut dengan Ara, apalagi saat ini, papa dan mamanya sedang tinggal di rumahnya."Tidak ada salahnya ribut kalau itu bisa meluruskan semua kecurigaan, bukankah pasangan lain juga melakukannya?" "Aku tidak ingin ribut-ribut dengan istriku di saat orang tuaku masih berada di rumahku."Joy terdiam. Sepertinya dia akan ikut bergadang malam ini bersama bosnya dan tidak bisa pulang ke rumah seperti biasanya."Jika kamu ingin pulang, pulang saja," kata Wei lagi seolah bisa membaca pikiran Joy saat ini."Bagaimana denganmu?""Aku bisa tidur di sini, tenang saja, aku tidak akan bunuh diri hanya karena masalah seper
Reza dan Eva diam tidak berkutik. Memang benar awalnya mereka mengira Wei tidak bisa masak dan khawatir Ara akan keracunan makanan. Mana mereka tahu kalau Wei ternyata pandai memasak makanan selezat itu.Beberapa waktu telah terlewati, berat badan Ara mulai meningkat setelah mendapatkan perawatan dari Wei. Eva dan Reza kini benar-benar bisa menarik napas lega.Wajah Ara pun lebih bersinar penuh kebahagiaan ketika usia kandungannya semakin bertambah. Dia dan Wei sudah bisa merasakan pukulan dan tendangan sang bayi di dalam kandungannya melalui permukaan perut ketika sedang diusap atau di pegang.Hubungannya dengan Paul dan Hanna pun tetap berjalan seperti biasa walaupun Hanna akhirnya mengetahui kalau dirinya bukanlah Lanara yang asli."Bagaimana kabarmu dan anak di dalam kandunganmu?" tanya Hanna penuh perhatian ketika dia menelepon Ara."Aku baik Ma, anak di dalam kandunganku juga baik," jawab Ara sambil tersenyum bahagia mendapat perhatian dari semua orang yang di kasihnya."Mama
Wei benar-benar tidak menyangka kalau Ara akan berkata seperti itu. Tadinya dia berpikir hanya dirinya saja yang akan merasa kehilangan dan bersedih atas perpisahan ini, ternyata istrinya juga mengalami hal yang sama."Percaya tidak? kali ini Papamu tidak akan mengusir aku," kata Wei sambil tersenyum menatap ara penuh kasih."Benarkah?" tanya Ara tidak percaya."Yakin!""Apakah Papa membatalkan syarat itu?""Sepertinya begitu, semua ini karena calon anak kita," kata Wei sambil mengusap punggung bawah Ara pelan."Apakah kamu benar-benar akan dibiarkan tinggal disini bersamaku?" tanya Ara was-was.Dia benar-benar tidak yakin kalau papanya akan berubah pikiran. Setahu Ara papanya adalah orang yang konsisten dan tidak akan pernah berubah pikiran jika sudah memutuskan tentang suatu hal. Bisakah kali ini papanya membuat pengecualian karena calon cucunya yang belum lahir?"Aku akan menemanimu tinggal di sini dan memasak. Bukankah kamu ingin masakan yang aku masak?" tanya Wei sambil mencubit
Kekhawatiran Eva pun menjadi kenyataan. Ara benar-benar tidak bernafsu untuk makan apapun, dia hanya memakan manisan buah tanpa dibarengi dengan nasi dan lauk-pauk. Ini mengakibatkan tubuh ara yang sudah ramping menjadi semakin kurus."Pa, apakah tidak sebaiknya kita biarkan saja Wei datang ke sini dan memasak untuk adikku?" tanya Arga sambil mengerutkan kening ketika melihat Ara dari kejauhan.Tubuh adiknya itu dari hari kehari menjadi semakin kurus. Ini benar-benar membuat Arga menjadi prihatin dan khawatir."Iya Pa, Sudahlah demi kebaikan anak dan cucu kita, sebaiknya kita mengalah saja. Batalkan syarat satu tahun tidak bertemu itu. Mama khawatir terjadi apa-apa sama Ara," kata Eva dengan mata berkaca-kaca menatap wajah suaminya.Reza menatap istri dan anak laki-lakinya dengan tatapan tidak berdaya. Dia juga sebenarnya sudah ada pikiran ke arah sana. Reza bisa melihat perkembangan kondisi Ara yang dari hari ke hari semakin lemah karena tidak mau makan. "Baiklah. Arga, kamu jemput
"Aku ikut!" kata Arga tiba-tiba."Tidak!" sahut Eva dan Reza bersamaan."Mengapa tidak?" tanya Arga bingung."Kamu tidak lihat? Ara muntah-muntah hebat setelah melihatmu, apakah kamu ingin adikmu itu muntah terus gara-gara melihatmu?" tanya Eva sambil melotot ke arah Arga."Kamu harus menghindar dari adikmu selama tiga bulan kehamilan awal agar dia tidak terlalu tersiksa karena terus mengeluarkan makanan yang ada di perutnya."" ... " Arga tidak dapat berkata-kata mendengar apa yang orang tuanya katakan.Dia mentap kedua orang tuanya dengan tatapan menyalahkan. Bukankah semua ini karena ulah kedua orang tuanya yang ingin memisahkan adiknya dari Wei? Mengapa sekarang dia yang harus menanggung akibatnya?Dibenci tidak hanya oleh Ara tapi juga oleh calon keponakannya yang belum lahir.Di kantor, Wei tampak menatap ke luar jendela sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.Ini baru sebulan, tapi rasanya seperti se abad. Wei tidak henti berdoa agar istrinya benar-benar hamil. Ha
Wuzini terdiam, setahun memang bukan waktu yang lama untuk sebuah restu, tapi masalahnya apakah keduanya tidak akan terpikat pada orang lain selama waktu yang ditentukan itu?"Mereka meminta aku dan Ara berpisah selama setahun. JIka selama setahun itu perasaan kami tidak berubah, barulah mereka akan kembali merestui hubungan kami.""Apakah kamu yakin kalau kamu dan istrimu akan bisa menjaga kesetiaan masing-masing selama satu tahun itu?" tanya Wuzini tidak yakin."Yakin."Wuzini hanya menghela napas panjang melihat tekad anak laki-lakinya untuk mendapatkan restu dari keluarga istrinya kembali. Dia hanya menepuk bahu Wei sebelum mengajak anaknya itu masuk ke dalam kantor untuk membahas masalah pekerjaan.Ara dan Arga masuk ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ara masih marah karena kakaknya mengajukan syarat yang begitu sulit untuknya dan Wei. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, bagaimana kalau suaminya itu malah jatuh cinta pada wanita lain dan benar-benar menceraikannya?Arga me
Arga menyerbu masuk ke dalam kantor Wei tanpa basa basi. Dia langsung menuju Wei dan ingin menghajarnya namun, di halangi oleh Ara."Minggir!" kata Arga sambil mendelik marah ke arah adiknya."Tidak, kakak tidak boleh memukulnya!" Kata Ara keras kepala menatap kakaknya yang sedang marah."Kamu tidak tahu malu berlindung pada perempuan!" kata Arga sambil menunjuk Wei yang ada di belakang Ara." ... " Wei tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab kata-kata Arga. Bukannya dia tidak mau berhadapan dengan kakak iparnya, tapi Ara sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk maju. Wei takut jika dia memaksa maju maka Ara akan marah kepadanya.Baginya lebih baik membiarkan Arga marah dari pada Ara yang marah kepadanya."Dia suamiku, tidak ada salahnya aku melindunginya!" kata Ara seperti induk ayam yang menjaga anak-anaknya."Tapi aku kakakmu!""Tapi kamu mau menyakiti suamiku!""Itu karena kamu!""Tidak, itu bukan karena aku, tapi karena keegoisanmu sendiri ... kamu tahu betul bagaimana
"Kita baru berpisah tadi malam," kata Ara tidak tahu apakah harus menangis atau tertawa mendengar kata-kata Wei."Tapi buatku itu seperti sudah lama sekali," kata Wei mengerucutkan bibirnya sedih.Kebiasaan itu benar-benar buruk. Dia telah terbiasa tidur dengan istrinya, hingga ketika Ara pergi, Wei benar-benar tidak bisa tidur sampai pagi. Anehnya sampai detik ini juga matanya benar-benar cerah dan sama sekali tidak mengantuk. "Matamu ada lingkaran hitamnya, apakah tadi malam kamu tidak tidur nyenyak?" tanya Ara sambil melihat ke arah mata Wei."Aku tidak bisa tidur tanpamu," jawab Wei lebih seperti keluhan."Bagaimana kalau kamu istirahat sekarang?""Apakah kamu akan menemani aku?""Ya.""Oke," kata Wei sambil membopong tubuh istrinya masuk ke dalam kamar tempatnya biasa tidur jika bekerja lembur di kantor.Setelah membaringkan Ara, Wei juga naik ke atas kasur dan membaringkan dirinya di sebelah Ara."Mengapa kamu masih belum tidur?" tanya Ara setelah beberapa waktu berlalu Wei mas
Pagi yang cerah. Namun, suasana di perusahaan milik Wei malah terlihat suram. Semua karyawan dan staf di perusahaan itu tampak tertekan karena suasana hati sang bos sepertinya sedang tidak baik-baik saja.Tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Bahkan salah tanda koma dalam berkas yang akan di tanda tangani oleh Wei pun bisa membuatnya ngamuk. Joy hanya meringis ketika para staf mengeluh dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan bos mereka. Tidak biasanya Wei bersikap seperti saat ini. Mereka benar-benar merasa tersiksa dan tertekan menghadapi sikap Wei yang tidak seperti biasanya itu."Mungkinkah Bos kita itu salah makan?" tanya salah satu staf kepada Joy."Jangan menduga yang aneh-aneh! Kerjakan saja tugas kalian dengan baik agar tidak dimarahi lagi," kata Joy sambil berlalu dari hadapan semua staf yang menemuinya.Joy sendiri tidak berani menanyakan langsung kepada Wei, apa yang menjadi masalah sebenarnya hingga dia menunjukkan sikap seperti itu."Mungkin nyonya Ara tahu apa yang s
"Ehm ... tidakkah sebaiknya kita tanyakan saja kepada Ara, apakah dia ingin pulang mengikuti kalian atau tetap di sini?" Wuzini yang sejak awal bersikap pasif mulai mengeluarkan suaranya.Semua tatapan mata langsung tertuju kepada Ara. "Kamu harus ikut kami pulang. Papa menunggumu di rumah, dia sedang tidak sehat," kata Arga dengan nada tidak ingin di tolak."Kamu memaksanya," geram Wei."Kamu benar, aku memaksanya!""Kamu ... kamu ...."Wei merasa seperti tercekik dan tidak bisa berkata-kata ketika mendengar pengakuan Arga yang blak-blakan."Papa sakit apa, Kak?" tanya Ara mulai merasa cemas."Kamu akan tahu jika kamu pulang," jawab Arga datar.Dia tidak ingin memberitahukan kepada Ara kalau papanya hanya terserang flu biasa. Jika Ara tahu tentu saja adiknya ini tidak akan mau pulang ke rumah mereka saat ini juga. Adapun mengapa papanya tidak mau ikut adalah karena papanya sudah terlalu kesal dengan Wei dan keluarganya.Sejak berita kematian putrinya, Reza memang selalu menghindar