Dengan hati yang kacau, Alyn perlahan menjauh dari pintu, langkahnya penuh ketegangan menuju pintu utama.
"Alyn," seseorang menepuk bahunya pelan, membuatnya terkejut dan seketika menghentikan langkahnya.Alyn menoleh, segera menghapus air mata yang tanpa sadar telah mengalir di pipinya. Di hadapannya, Bryan berdiri dengan ekspresi khawatir."Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara lembut namun penuh kekhawatiran.Alyn mencoba menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Aku... aku hanya berkunjung, tapi ada tugas mendadak dari kantor," jawabnya, berusaha terdengar tenang meski kegelisahan masih tergambar jelas di matanya. "Bryan, aku akan segera pulang. Tolong titipkan salam untuk ayah."Bryan menatapnya, ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apa perlu kuantar?"Alyn menggeleng cepat, hampir terlalu terburu-buru. "Tidak perlu!" suaranya sedikit meninggi, menunjukkan betapa dia ingin segera pergi dari tempat itu.Bryan mengerutkan keninAlyn menatap Rio dengan serius, dia menghirup napas dalam-dalam, seolah menyiapkan dirinya untuk langkah besar yang akan dia ambil. "Ayo kita tunjukkan pada mereka, bahwa kita layak menjadi pewaris," katanya, suaranya kini lebih mantap dan penuh ambisi.Rio, yang duduk di sampingnya, tampak terkejut mendengar perubahan sikap Alyn yang begitu tiba-tiba. "Ada apa, Alyn?" tanyanya, pandangannya penuh kebingungan. Alyn mengepalkan tangannya, merasa amarah yang sejak tadi ia tahan mulai muncul ke permukaan. "Aku akan mencari tahu, Rio. Ada apa dan apa yang sebenarnya terjadi dengan keluargaku, dengan perusahaan, dan bahkan... dengan siapa aku sebenarnya."Rio terdiam, menyadari betapa seriusnya situasi ini. "Apa yang kamu maksud? Kamu mendengar sesuatu di sana?"Alyn mengangguk, lalu menatap ke arah jendela dengan pandangan kosong, seolah sedang mengingat kembali apa yang dia dengar di rumah ayahnya."Aku tidak tahu siapa wanita yang ada bersama ayahku, tapi dia
Alyn mengusap air matanya yang tersisa, mencoba menenangkan diri. "Rio, bagaimana dengan Dokter MJ? Kamu bilang orang-orangmu akan mencarinya. Ada kabar?"Rio menggeleng pelan, ekspresinya serius. "Belum ada kabar. Orang-orangku sudah mencoba melacaknya, tapi sepertinya Dokter MJ menghilang tanpa jejak. Ini lebih rumit dari yang aku kira."Alyn merasa jantungnya kembali berdegup kencang. "Kenapa dia menghilang begitu saja? Apakah ini ada hubungannya dengan keluargaku?" Rio menatapnya dalam, seolah mencoba menenangkan. "Aku tidak tahu pasti, Alyn. Tapi aku janji, aku akan terus mencari tahu. Tapi kita harus berhati-hati."Alyn menggigit bibirnya, merasa cemas dan frustasi. Dokter MJ mungkin adalah kunci untuk mengungkap apa yang terjadi dengan ibunya. "Kita harus menemukannya, Rio. Aku punya firasat, dia tahu sesuatu yang penting."Rio mengangguk, memegang tangan Alyn dengan erat. "Aku mengerti. Kita akan temukan dia, Alyn. Tapi untuk sekarang, kamu harus tetap t
Keduanya tak ada yang mendengarkan seruan Alyn. Suasana semakin tegang. Bryan, dengan kemarahan yang membara, menunjuk ke arah Rio dengan nada yang semakin tinggi."Aku adalah orang yang paling mengenal Alyn lebih dari siapa pun, termasuk kau, Rio!" sergah Bryan, matanya tajam menatap Rio dengan penuh kebencian yang tak lagi disembunyikan.Rio tidak mundur sedikit pun. Dia melangkah maju, menatap Bryan dengan penuh keyakinan. "Dan aku adalah kekasihnya. Seseorang yang lebih pantas berada di sisinya saat ini."Mendengar kata "kekasih," Bryan seolah tak bisa lagi menahan emosinya. Dia memutar tubuhnya, menatap Alyn dengan sorot mata yang tajam dan kecewa."Kekasih? Alyn?" suaranya bergetar, penuh kepedihan yang dia sembunyikan begitu lama. "Apa tidak cukup semua yang sudah kau lalui dengan Felix selama ini? Setelah semua yang kau hadapi, kau masih membiarkan ini pria ini masuk kekehidupanmu?"Alyn terdiam, tak mampu berkata-kata. Dia merasa terhimpit di antara dua pria yang begitu penti
Beberapa orang yang tinggal di dekat kontrakan Alyn keluar, melihat pertikaian yang terjadi. Seorang pria tua yang tinggal di sebelah mendekat, diikuti oleh beberapa tetangga lainnya."Sudah, sudah! Apa yang kalian ributkan di sini? Ini tempat tinggal orang!" seru pria tua itu sambil memisahkan Rio dan Bryan dengan tubuhnya."Ini bukan tempat untuk bertengkar!" teriak seorang ibu dari belakang, mencoba menenangkan suasana yang mulai ricuh.Alyn, yang berdiri di antara mereka, merasa malu dan tak berdaya. Dia berusaha menarik napas panjang, menatap Rio dan Bryan dengan tatapan penuh kepedihan."Hentikan, semua ini tidak ada gunanya," katanya dengan suara serak.Rio mundur perlahan, menarik napas dalam-dalam untuk menahan emosinya, sementara Bryan menatap Alyn dengan tatapan kecewa dan marah. "Alyn, kau harus memutuskan. Jangan biarkan ini berlanjut lebih jauh," katanya lirih.Tetangga-tetangga yang lain mulai berbisik-bisik, memperhatikan mereka dengan cemas.
"Ibu..." Alyn berhambur memeluk ibunya tanpa ragu, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Rasa rindu yang selama ini mengganjal di hatinya akhirnya tumpah. Ibunya, yang selama ini dianggap telah meninggal, kini nyata berdiri di hadapannya. "Ibu... Ini benar-benar ibu, kan?" Suara Alyn bergetar, sulit mempercayai kenyataan yang ada di depan matanya. Ibunya, dengan senyum lembut yang begitu dirindukan Alyn, membelai rambut putrinya dengan penuh kasih sayang. "Iya, Alyn. Ibu di sini sekarang, sayang. Maafkan ibu karena terlalu lama meninggalkanmu." Alyn menangis semakin keras di pelukan ibunya, mencurahkan seluruh kerinduan dan kesedihannya. "Aku pikir... aku tidak akan pernah melihat ibu lagi... kenapa ibu baru kembali? Kenapa ibu tidak pernah muncul?" Ibunya menarik napas panjang, matanya pun berkaca-kaca. "Ada banyak alasan, Nak. Tapi itu semua akan ibu jelaskan nanti. Yang penting sekarang, ibu ada di sini untukmu." Rio, yang menyaksikan momen itu dari kejauhan, merasa perasaannya c
Alyn terdiam, perasaannya campur aduk mendengar penjelasan ibunya."Keluarga Hartono... Dia berusaha melenyapkan ibu. Itu sebabnya, selama ini identitasmu dirahasiakan, agar tidak ada yang tahu keberadaanmu dan berusaha mencelakaimu," ujar ibunya, suaranya bergetar dengan ketakutan yang mendalam.Alyn merasa seolah dunia di sekitarnya bergetar. Nama Hartono adalah sesuatu yang selama ini dia dengar, tetapi tidak pernah dia kaitkan dengan hidupnya. Kenapa keluarga itu begitu mengancam?"Ibu, apa maksudnya?" tanyanya, suara Alyn terdengar lebih kuat dari sebelumnya, seolah-olah mencoba mengusir rasa ketidakpastian yang mengendap di hatinya. "Apa yang mereka inginkan darimu? Dari kita?"Ibunya menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum menjelaskan lebih lanjut. "Mereka ingin menguasai bisnis yang dimiliki ayahmu. Ketika Ibu tahu rencana mereka, Ibu menyadari bahwa mereka tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang mereka mau, bahkan jika itu berarti menghilangkan Ibu da
Pagi itu, Alyn terbangun dengan semangat baru yang menyala. Percakapannya dengan sang ibu semalam memberikan dorongan yang tak terduga. Namun, di balik semangat itu, Alyn tahu ia harus melangkah dengan hati-hati. Orang-orang suruhan ayahnya pasti ada di sekelilingnya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Ia tidak bisa lengah. Setiap keputusan yang diambil harus dipikirkan matang-matang. Meski begitu, Alyn yakin, percakapan dengan ibunya telah memberinya arah. Kini, dia hanya perlu memainkan langkahnya dengan cerdik, menjaga rahasia dan bertindak tepat di saat yang menentukan.Pertama-tama, Alyn memutuskan untuk menghubungi Vya dan mengajaknya bertemu. Dia tahu bahwa Vya bisa menjadi sekutu penting dalam menghadapi situasi rumit ini. Setelah menyepakati waktu dan tempat, Alyn bersiap untuk pergi."Vya, bisakah kita bertemu? Aku butuh bicara denganmu. Penting!" tulis Alyn dalam pesannya.Beberapa menit kemudian, balasan dari Vya muncul di layar."Tentu, Alyn. Di mana d
Alyn terkejut melihat sosok Jinu berdiri di pintu, matanya tajam memandang mereka berdua. Wajahnya serius, seperti membawa beban rahasia yang besar. Alyn tak menyangka akan bertemu Jinu di situasi seperti ini, dan lebih lagi mendengar pernyataannya."Tuan Jinu... kamu tahu sesuatu?" tanya Vya, matanya memicing seakan berusaha membaca lebih dalam maksud kehadiran pria itu.Jinu berjalan masuk ke ruangan, menutup pintu dengan hati-hati di belakangnya. "Lebih dari yang kalian kira," katanya pelan, namun tegas. "Kalian sedang bermain di tengah perang kekuasaan yang lebih besar daripada yang terlihat di permukaan."Jinu duduk di salah satu kursi, matanya beralih ke Alyn. "Aku sudah lama memperhatikan pergerakan keluarga Anggara dan Hartono, terutama sejak Pak Putra mulai melibatkan dirinya lebih dalam. Semua ini bukan hanya tentang bisnis, Alyn. Ada sesuatu yang lebih dalam, dan ayahmu mungkin terlibat lebih jauh dari yang kamu pikirkan."“Jinu, bagaimana kamu tahu Tuan A
Senja perlahan menyelimuti langit dengan semburat jingga keemasan, menciptakan suasana yang tenang dan hangat di tepi pantai. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membelai rambut Alyn yang tergerai. Mereka berjalan berdampingan di sepanjang pasir putih yang halus, sementara ombak bergulung pelan di kejauhan, seolah menyanyikan lagu lembut yang hanya mereka berdua bisa dengar.Rio menghentikan langkahnya. Alyn yang menyadari bahwa Rio tak lagi berjalan di sampingnya berbalik.“Ada apa, Rio?” tanyanya, suaranya lembut namun penuh tanya.Rio menatap Alyn dalam-dalam, seolah ingin memastikan setiap detik yang mereka habiskan bersama di tempat itu akan abadi dalam ingatannya. Wajahnya tegang, namun di matanya ada kehangatan yang tak biasa.“Alyn,” katanya perlahan, suaranya terdengar lebih rendah dan dalam dari biasanya. “Ada sesuatu yang sudah lama ingin aku sampaikan.”Alyn merasakan jantungnya berdegup lebih cepat. Entah mengapa, tatapan Rio kali ini berbeda. Ada se
Suara gesekan pintu sel yang berat bergema di ruangan yang suram. Seorang penjaga melangkah maju, membuka pintu sel perlahan."Ericka Hartono, Anda dibebaskan," katanya dengan nada datar, seolah pembebasan ini hanyalah rutinitas lain baginya.Ericka, yang duduk termenung di sudut ruangan, mendongak dengan ekspresi terkejut. Matanya yang sebelumnya kosong kini menyala dengan campuran perasaan kebingungan, kelegaan, dan sedikit ketakutan. Setelah segala yang terjadi, dia tidak pernah membayangkan bahwa hari ini akan datang begitu cepat.Dia berdiri, merapikan pakaiannya yang kusut, lalu melangkah keluar dari sel dengan ragu-ragu. Udara dingin dari luar menyambutnya, membawa serta kenyataan baru yang sulit ia terima. Saat dia berjalan keluar dari penjara, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan. Siapa yang membebaskannya?Di luar, sinar matahari menyilaukan matanya, kontras dengan gelapnya sel yang selama ini menjadi tempatnya. Ericka melangkah ke dunia luar dengan langkah berat, ti
Hakim menatap kedua terdakwa, Bu Ratna dan Bryan, dengan tatapan dingin. Setelah mendengar semua kesaksian dan bukti yang diajukan selama persidangan, suasana di ruang sidang terasa tegang, seolah menunggu vonis yang tak terelakkan. "Setelah mempertimbangkan semua fakta yang disampaikan di persidangan ini," kata hakim dengan suara tegas, "pengadilan memutuskan bahwa terdakwa, Ratna Anggara, terbukti bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Ny. Anggara beberapa tahun yang lalu, serta upaya menghilangkan nyawa Alyn baru-baru ini." Suara berbisik terdengar dari para pengunjung sidang, tetapi hakim tidak terpengaruh dan melanjutkan, "Selain itu, terdakwa juga terbukti bersalah karena merencanakan serangkaian manipulasi dan tindakan kriminal lainnya untuk mempertahankan posisinya dan kekuasaan di Anggara Group." Hakim beralih pada Bryan yang kini tampak pucat. "Bryan Wijaya, Anda juga terbukti bersalah atas berbagai kejahatan, termasuk fitnah terhadap Rio Putra Wijaya, mela
Saat Jinu dipanggil ke depan sebagai saksi, suasana ruang sidang semakin tegang. Jinu, dengan sikap tenang namun tegas, berdiri di depan para hakim. Dia mengangkat sumpah dengan penuh kesadaran bahwa apa yang akan dia katakan akan menjadi kunci dalam kasus ini."Nama saya Jinu," ia memulai, "dan selama ini, saya adalah tangan kanan Bryan. Saya diutus untuk memata-matai keluarga Ericka, serta menjaga agar semuanya tetap berjalan sesuai rencana Bryan dan Bu Ratna."Desas-desus di antara hadirin mulai terdengar. Mata Felix tampak terbelalak, seakan tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Keluarga Wijaya saling bertukar pandang, menyadari bahwa mereka juga telah menjadi bagian dari permainan yang lebih besar.Pengacara yang mewakili Alyn berdiri dan mulai bertanya. "Bisa Anda jelaskan lebih lanjut, apa yang Anda maksud dengan memata-matai keluarga Ericka?"Jinu menghela napas sebelum melanjutkan. "Bryan dan Bu Ratna merencanakan segalanya. Mereka memanipulasi hubungan
Keesokan harinya, sidang dilanjutkan dengan suasana yang jauh lebih tegang. Ruang sidang dipenuhi oleh orang-orang yang telah mengikuti perkembangan kasus ini, termasuk anggota keluarga Wijaya yang hadir dengan wajah serius. Felix duduk di barisan depan bersama keluarganya, matanya tajam menatap ke depan, mencoba mencerna segala sesuatu yang terjadi. Hakim mengetukkan palunya dengan tegas, meminta ketenangan di ruang sidang yang mulai riuh setelah bukti baru disampaikan. “Pengacara, apakah Anda memiliki saksi yang bisa mendukung bukti yang baru saja diajukan?” tanyanya dengan nada serius. Pengacara Alyn berdiri dengan tenang. "Yang Mulia, kami memang memiliki saksi yang relevan untuk memperkuat tuduhan terhadap terdakwa. Kami ingin memanggil Dokter MJ ke hadapan persidangan." Ruang sidang hening sesaat ketika pintu terbuka dan Dokter MJ masuk. Dia berjalan menuju mimbar saksi, menundukkan kepala sebentar sebelum duduk di kursi yang disediakan. Semua mat
Ruangan sidang dipenuhi keheningan yang tegang. Para hadirin duduk di barisan bangku kayu, menahan napas menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Di depan, hakim duduk dengan sikap tenang, meski ketegangan terasa mengental di udara.Di sisi lain ruang, Alyn berdiri dengan tegas di meja penggugat, diapit oleh Rio dan Jinu. Di seberang, Bryan tampak duduk dengan wajah penuh ketegangan, ditemani oleh Bu Ratna yang berusaha menjaga wibawanya meski suasana terasa semakin tak terkendali.Sidang ini bukan sekadar pertempuran hukum biasa. Ini adalah puncak dari segala tipu daya, pengkhianatan, dan rahasia yang selama bertahun-tahun tersembunyi. Alyn tahu bahwa semua yang terjadi selama ini bermuara pada hari ini. Hari di mana kebenaran akan membebaskannya, atau menghancurkannya.Pengacara Alyn maju ke depan, membawa sebuah amplop putih yang disegel dengan rapi. "Yang Mulia," katanya dengan suara lantang. "Kami telah melakukan tes DNA dan hasilnya jelas. Bryan bukan anak kandu
Rio mengerutkan kening, mencoba memahami situasi yang semakin rumit. Alyn yang sejak tadi begitu bersemangat terdiam, dia mulai berpikir keras. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Lalu tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul, membuatnya terhenyak."Jangan-jangan..." Alyn berhenti, menatap Rio dan Jinu dengan mata melebar. “Bryan bukan anak kandung Bu Ratna?”Suasana seketika hening. Rio menatap Alyn, terkejut dengan dugaan itu. “Maksudmu?”“Pikirkan, Rio. Jika Bryan memang anak kandung Bu Ratna dan Tuan Anggara, seharusnya dia tahu siapa aku dari awal. Tapi kalau dia bukan anak kandung, mungkin ada alasan lain kenapa dia begitu terobsesi padaku.” Alyn mulai berbicara cepat, seakan mencoba mengejar pemikirannya sendiri. Jinu menatap Alyn dengan serius, wajahnya menunjukkan pemahaman yang baru. “Itu masuk akal,” katanya akhirnya. "Mungkin saja sejak awal, Bryan memang hanya anak pura-pura dan tahu permainan Bu Ratna. Tapi... dia malah terjebak dalam perasaannya sendiri pada Alyn.”Rio
“Aku tahu ini tidak gratis, kan?” tanya Alyn, suaranya terdengar rendah namun tegas. Dia tahu bahwa Jinu bukan tipe orang yang melakukan sesuatu tanpa alasan.Jinu tersenyum tipis, seolah sudah menunggu pertanyaan itu. "Kau tahu betul, Alyn. Aku ingin Ericka dibebaskan sebagai imbalannya."Mendengar permintaan itu, Rio langsung tersentak. "Tidak! Dia sudah mencelakai Alyn dan ibunya. Ericka tidak pantas dibiarkan begitu saja!" Rio membentak, kemarahan dan kebencian terhadap Ericka terpancar dari matanya.Namun, Jinu tetap tenang, seakan dia sudah memperkirakan reaksi Rio. "Kau salah, Rio..." ucap Jinu pelan tapi pasti. "Itu bukan Ericka... tapi ibu Bryan."Kata-kata Jinu membuat udara di antara mereka terasa berat. Rio menatap Jinu dengan tatapan bingung, mencoba memahami apa yang baru saja didengarnya.“Apa maksudmu? Ibu Bryan?”Jinu menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Ibu Bryan adalah dalang dari semua ini. Dialah yang selama ini menarik tali di balik layar, termasuk menjeb
Alyn terdiam, mencoba mencerna situasi yang baru saja terjadi. Rasanya seperti semakin banyak rahasia yang terungkap, namun semuanya masih kabur dan tidak jelas. Ia tahu, ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang jauh di luar kendalinya."Rio, kita harus menemukan cara untuk menghentikan ini semua sebelum segalanya semakin hancur. Aku tidak bisa membiarkan semua orang yang aku cintai terjebak dalam permainan ini," ucap Alyn, nadanya dipenuhi kegelisahan.Rio menggenggam tangan Alyn erat, matanya bersinar penuh ketegasan. "Kita akan hadapi ini bersama. Aku tahu Bryan sedang merencanakan sesuatu, dan sepertinya ini lebih dari sekadar menghancurkan Felix. Dia ingin lebih dari itu."Alyn memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Bryan, yang dulunya sahabat setia keluarga, kini berubah menjadi musuh dalam selimut. Perasaannya bercampur antara ketakutan dan kekecewaan. Bagaimana bisa orang yang begitu dekat dengannya berubah menjadi ancaman terbesar dalam hidupny