Aku tidak tahu kenapa mimpi itu datang memberi pertanda, bahwa aku bisa menemukannya. Namun, ada hal lain yang aku takut terjadi. Antara Seva dan makhluk itu.
* * *
Ini malam kedua kami berada di rumah kakek, seperti yang sosok Niskala itu katakan pada beliau. Dia memerlukan bantuan kakek, dan juga kami untuk menyelamatkan Seva yang terjebak di dalam rangkulan makhluk jahat itu. Namun kali ini kami tidak menggunakan dupa, kakek bilang beliau akan membimbing kami membuka jalan. Gahara dan Naya akan berjaga di depan gerbang portal dimensi, kakek dan Aiza akan masuk mencari gadis itu beserta Niskala.
"Aiza, bimbing kami." Ujar kakek ketika mereka memasuki portal dimensi. Walau sempat Aiza tidak mengerti sesaat, tatepi ia paham maksud dari perkataan kakeknya. Ia mengangguk dan melangkahkan kaki kedalam gerbang itu. Kali ini yang ia lihat seperti dalam mimpinya, ia sempat terkejut dan ketakutan sesaat. Ia jadi ingat apa yang dikatakan
Jangan pernah kalian melakukan perjanjian dengan makhluk gaib! Jangan pernah terbersit sekalipun di pikiran kalian! Kalau tidak, bukan hanya kalian yang akan binasa. Namun juga keluarga kalian akan habis bersamanya. * * * Gahara dan Nayanika sedikit cemas, tubuh Aiza bergetar begitu juga dengan kakek. Nenek dan Suryakanta juga menjadi cemas, terlebih Surya yang tidak mengerti dengan hal gaib macam ini. Namun nenek yang berada di sampingnya mengatakan, agar lelaki itu tidak pernah putus berdoa. Surya melihat raut wajah wanita tua itu, ada ketakutan dan juga kecemasan. Namun ia tidak berhenti membaca doa walau ia menyaksikan, tubuh suaminya bergerak tak karuan seperti dirinya melihat Aiza. Pemuda itu melihat wajah yang sama di Naya dan juga Gahara. Mereka sedang berjuang untuk orang-orang yang berharga, untuk menyelamatkan nyawa orang lain yangjuga berharga. Gahara menahan energi yang keluar dari tubuh keduanya, agar tidak
Sampai mana kami akan mengalami banyak kejadian diluar nalar manusia? Entah.Biar semesta yang mengatur, karena kami hanya sebagain yang berada di antara kedua dunia.* * *Aku dan kakek telah kembali ke dunia manusia, jiwa kami telah bersatu dengan tubuh kami kembali. Hal pertama yang aku lakukan setelah mengatakan hal memalukan kepada Naya dan Surya, adalah memastikan sesuatu kepada Aruna. Benar bocah itu, menjadi penghubung aku dan Shin juga Seva.Aruna bilang Seva berada di rumahnya seharian, dia memastikan ayah dan ibu Niskala tidak pulang kerumah. Sementara ia memantau di luar rumah dengan mengamati mengunakan mobil bersama Pak Wira. Wira bilang Eiliyah bersama orang tuanya, itu lebih aman dari pada berada di rumah mereka sendirian. Aku setuju untuk hal itu. Kembali ke Aruna dan Wira yang mengamati rumah Seva malam itu, angit di atas rumahnya terlihat aneh untuk Wira. Namun tidak untuk Aruna, dia tau sedang terjadi sesuat
Perasaanku yang sebenarnya. * * * Tempat itu sangat damai, hanya ada langit biru dan angin yang berhembus dengan ringan. Gesekan rumput yang bergemericik, dengan padang permadani hijau ditumbuhi bunga berbagai warna berukuran kecil. Tak ada siapapun di sana seluas mata memandang, aku juga tidak yakin apa hanya aku sendiri yang ada di sana. Tetapi, tempat itu menyenangkan untuk sejenak merebahkan lelah tubuhku selama ini. "Kau sedang apa?" Kupingku bereaksi ketika mata terpejam di atas rerumputan. Aku belum bangun ketika berusaha melihat, sosok yang bertanya berdiri di sampingku tertidur. Silau cahaya langit membuatku tak bisa memerhatikan wajahnya. "Beristirahat, maaf aku sedang tidak ingin diganggu." Aku melanjutkan tidurku lagi. Tetapi lagi-lagi kupingku mendengar dia tertawa. "Baiklah, saya gak akan menggangu kamu dulu. Tapi, saya akan duduk di sini ya menjaga kamu. Sebentar." Aiza
Aku mempercayainya lalu aku mengikutinya, karena aku meyakininya. * * * Seperti yang sosok itu katakan, aku tidak ragu untuk menutup mataku dan melangkah terus kedepan. Tidak peduli apa nanti akan tersesat atau tidak, dia bilang 'percayalah pada apa yang engkau yakini'. Lalu aku merasa walau mata tertutup, jalan itu membentang luas dipenglihatanku. Seolah sesuatu menarik dari arah depan sana, agar terus melangkah tanpa ragu. Lalu sayup-sayup suara doa-doa menggema, makin lama semakin terdengar jelas. Lagi-lagi seperti katanya, suara yang aku kenal dan kurindukan. Enah mengaji dan berdoa memanggil namaku berulang kali, hingga cahaya itu yang teramat menyilaukan membuat mata terbuka dan kulihat langit pucat ciri khas rumah sakit. "MasyaAllah! Alhamdulillah...Aiza! Aiza, ini Enah Za.MasyaAllah,bapak! Aiza bangun Pak!" Lalu suara bapak dan Naya juga terdengar, dan begitulah sampai akhirnya aku bena
Apa ceritanya akan kembali seperti dulu?Apa semua akan baik-baik saja?* * *"Kau tidak perlu cemas. Untuk saat ini, lebih baik begini. Kaka mu tidak perlu tau bahwa ia tidak bisa melihat makhlul-makhluk itu lagi. Mungkin dengan begini kesembuhannya akan lebih cepat."Naya melamun di depan layar laptop yang kini telah padam. Pikirannya sedang tidak berada di tempat rupannya, bahkan ketika Enah datang untuk menebus obat dan kembali, ia menyaksikan anak gadis nya melamun dengan pandangan kosong ke arah layar laptop yang mati. Wanita lima puluh tahunan berkerudung pich itu melirik Aiza yang juga sejak tadi mengamati adiknya. Kakaknya itu sudah memerhatikan tingkah adiknya sejak lima belas menit yang lalu. Bahkan ketika Enah datang dan melirik dengan pandangan bertanya padanya."Kenapa adik mu?"Begitulah makna tatapan matanya. Aiza menjawab dengan mengangkat kedua pundaknya jawaban tida
Biarkan kebenaran yang berbicara, biarkan takdir menemukan jalannya.* * *Seperti yang Aiza katakan tempo hari, dokter mengatakan bahwa sore ini Aiza sudah dapat pulang. Masalah benturan di kepalanya tidak parah, kalaupun terasa pusing itu karena ia baru saja menjalani perawatan dan kondisi darahnya belum stabil. Tangan dan kakinya yang terluka juga sudah sembuh, bersyukurlah retakan kecil di kaki kirinya tidak parah dan gips telah membantu tulangnya untuk menempel kembali dengan sempurna. Selebihnya hanya resep dokter dan menjaga pola makan agar pasien bisa lekas sembuh serta beraktivitas seperti sebelumnya.Sampai saat ia pulang dan dijemput seperti janji sobatnya itu. Aiza masih belum menyadari sesuatu, bahkan ketika Naya bereaksi memegang lengan baju Aiza dengan erat. Lelaki jangkung itu malah berkata bahwa Naya seperti bocah yang takut hilang. Karena hal itu Naya melepaskan lengan baju Aiza dengan marah, dan memilih masuk mobil
Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga
Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat