Share

Duka kehilangan

Penulis: Joya Janis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-25 04:47:32

Kandunganku kini sudah masuk lima bulan, aku sudah mulai terlihat lebih gemuk. Denyut halus mulai terasa dari dalam sana. Bapak dan ibu Sanjaya mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang pada makhluk kecil yang ku kandung ini. Hingga suatu malam …

Tok … tol … tok … pintu kamarku diketuk menjelang tengah malam.

“Rin, ini Bapak, tolong buka pintunya sebentar.”

Aku bergegas bangun dan membuka pintu, tampak pak Sanjaya tengah bersiap-siap untuk pergi.

“Lho, Bapak mau kemana-mana malam-malam begini?” dahiku berkerut keheranan.

“Ikut Bapak ke Rumah Sakit yaa, ibu mau ketemu kamu sekarang. Bapak tunggu kamu ganti pakaian. Pakai baju yang tebal udara lebih dingin malam ini.” pak Sanjaya berbalik dan duduk menunggu di ruang tengah. Aku menutup kembali pintu kamar dan mengikuti sarannya. Mendadak firasatku buruk tentang panggilan tengah malam ini.

Selasar Rumah Sakit terasa lengang dan sepi. Bapak mencoba mensejajarkan langkahku karena awalnya aku cukup kesusahan mengejar langkahnya yang panjang-panjang. Bapak terlihat buru-buru tapi tetap menggenggam erat tanganku.  Tak lama kami tiba di kamar VIP perawatan ibu Sanjaya. Terlihat beberapa orang dokter dan suster yang tengah menangani ibu. Kesadaran ibu mulai menurun menjelang malam tadi namun setelah dokter berusaha keras melakukan yang terbaik ibu mulai membaik namun langsung memanggil kami datang. Kami berdua diminta mengenakan baju protektif dan masker.

Dokter menyalami pak Sanjaya dan hanya memberikan gelengan kepala serta tepukan di bahunya.

Kami berdua mendekat, berbagai alat medis tampak dipasang ke tubuh ibu yang semakin lemah bahkan bernapaspun ibu dibantu dengan oksigen.

Pandangan ibu sudah sangat sayu, namun beliau masih menggenggam tanganku setelah mengelus perutku. Tak ada raut kesedihan di wajahnya.

“Jaga anak ini baik-baik yaa Airin, didik dia menjadi anak yang tangguh seperti dirimu. Tolong rawat bapak, Ibu titip beliau harta Ibu yang paling berharga.” Dengan terbata-bata ibu Sanjaya menyampaikan kalimat itu kepadaku. Lalu aku bergantian dengan pak Sanjaya. Ibu berbisik kepada bapak yang diikuti anggukan bapak dan air mata yang meleleh di pipinya.  Sesekali bapak tersenyum meski bulir bening itu tetap berjatuhan. Inilah mungkin akhir dari kebersamaan kami dengan wanita yang berhati malaikat ini.

Menjelang fajar ibu Sanjaya  benar-benar pergi … melepaskan semua rasa sakit yang mendera tubuhnya berbulan-bulan. Meninggal dalam senyum yang tenang. Aku menangis meraung meratapi perempuan yang sudah memberiku kesempatan kedua untuk hidup lebih baik. Ku pegangi kedua kakinya yang dingin dan menangis keras di sana.

“kenapa Ibu harus pergi sekarang? Kenapa ibu tidak menunggu Sandrina lahir Bu, bayi ini anak ibu …,” aku terisak-isak kesedihan ini mengoyak-ngoyak hatiku.

“Ibu, nanti saya harus bagaimana memmbesarkan Sandrina? Kekuatan saya menghadapi semua ini ada pada Ibu, mengapa ibu harus pergi sekarang? Jangan tinggalkan saya Bu … saya mohon….”

Kembali kuratapi kepergian wanita baik hati ini dengan tangisku yang pilu. Pak Sanjaya merengkuh bahuku dan melepaskan tanganku dari kaki Ibu Sanjaya yang akan dipersiapkan dibawa ambulance pulang ke rumah.

“Kuatkan dirimu Airin, ini yang terbaik buat ibu, tenanglah Sayang.” pak Sanjaya memelukku dengan penuh kesabaran. Aku masih tak kuasa menghentikan tangisku kesedihan ini sudah membuat lubang besar di hatiku.

“Saya masih ingin bersama ibu,Pak. Ibu sangat baik kepada saya, ibu telah memberi saya kehidupan yang lebih baik. Ibu harus melihat saya berhasil seperti yang ibu katakan kepada saya, ibu terlalu cepat pergi bahkan sebelum Sandrina lahir Pak.” Aku tergugu dalam pelukan pak Sanjaya

“Kelak kau akan berhasil Airin dan ibu pasti tahu itu. Tenangkan lah dirimu dan kita membawa pulang ibu ke rumah.”

Tampak mba Tias dan pak Andy berjalan cepat menuju kamar ini. Mba Tias memelukku erat tampak kesedihan yang dalam bagi asisten pribadi ibu yang telah menemaninya selama satu dekade. Pak Andy pun terlihat memeluk pak Sanjaya dan laki-laki itu tetap berusaha tegar menahan sesak kehilangan wanita yang paling dicintainya. Pak Sanjaya meminta mba Tias untuk menemaniku di mobil sedan yang awalnya kami tumpangi dengan bapak. Sementara pak Sanjaya dan pak Andy pulang dengan ambulance yang membawa jenazah ibu.

Sepanjang jalan,aku menangis tersedu-sedu dan mba Tias merangkulku erat. Meski baru berapa bulan kebersamaanku bersama ibu namun peran ibu Sanjaya begitu besar. Andai saja ibu Sanjaya tidak “memungutku” dari kondisiku yang ternoda oleh Ariel entah bagaimana nasibku saat ini. Mba Tias pun sibuk mengusap air matanya yang terus saja meleleh. Kami saling menguatkan genggaman untuk bertahan dengan rasa duka luar biasa ini.

Rumah sudah mulai ramai dengan para pelayat. Ibuku tak sedetik pun meninggalkanku, aku masih saja menangis belum bisa menerima kenyataan ini. Mba Tias dan pak Andy serta bawahan pak Sanjaya yang terlihat  sibuk mengurus segala keperluan untuk proses pemakaman ibu. Semua kepala divisi hotel pun tampak hadir dan beberapa staf lainnya. Ada pula yang menyalamiku meski hanya sekedar basa basi.

Beberapa pasang mata tertuju kepadaku yang duduk dekat dengan jenazah ibu Sanjaya. Sepintas lalu aku tampak seperti seorang putri yang sedang menangisi kematian ibunya. Tapi di mata orang-orang aku tetaplah hanya istri kedua pak Sanjaya yang sedang bersandiwara dengan mata sembab. Bisik-bisik tajam itu masih saja terdengar bahkan dalam keadaan aku berduka sekarang ini. Ingin rasanya aku teriak kepada orang-orang yang selalu menuduhku sebagai pelakor dan membuat ibu Sanjaya menderita. Tetapi aku sudah kehabisan energi untuk menantang mereka.

Waktu sudah menunjukkan menjelang siang dan jenazah sudah siap untuk dimakamkan. Ibuku sudah berkali-kali untuk membujukku untuk tidak ikut ke pemakaman mendiang ibu Sanjaya. Aku pun tak merasa lapar atau haus. Aku hanya merasakan hampa yang menyelimuti diriku. Ibupun akhirnya mengalah dan menemaniku ke pemakaman bersama mba Tias.  

Banyak pelayat  yang mengantarkan jenazah mendiang ibu Sanjaya ke tempat peristirahatan beliau yang terakhir. Semua itu adalah pertanda jika memang ibu Sanjaya adalah orang yang baik dan punya tempat tersendiri di hati orang-orang yang mengenalnya.

Gundukan tanah itu dipenuhi dengan bunga, aku memeluk nisan mendiang ibu Sanjaya dengan erat. Masih banyak yang belum kulakukan untuk beliau, masih banyak janjiku yang belum bisa kupenuhi. Air mata ini juga susah sekali untuk kuhentikan dan tak jua habis untuk mengenang kebaikan ibu Sanjaya.

“Nak, ayo pulang sekarang yaa, kamu juga butuh istirahat, ingat kamu sedang hamil Nak.” Ibu sedang membujukku yang masih bergeming di makam ibu Sanjaya.

“Ayo Airin kita pulang, ibumu benar, kasihan bayi kamu jika kamu kelelahan.” pinta pak Sanjaya dengan lembut, aku tahu beliau juga lelah.

“Bapak duluan saja pulangnya nanti saya menyusul.” Ujarku datar.

Mba Tias pun mendekat untuk turut membujukku agar mau pulang, pak Andy juga menatapku dengan khawatir.  Akhirnya aku luluh juga dan beranjak pergi dari sana.

Pak Sanjaya berjalan di depan dan diikuti oleh pak Andy, sementara aku diapit oleh ibuku dan mba Tias. Kami semua terdiam menambah sunyi areal pemakaman yang terkenal dengan harga fantastisnya untuk sepetak tanah yang kuburan. Ponsel mba Tias berdering dan dia memberi kode untuk meminta menerima telpon. Di depanku persis  Pak Andy berjalan seakan ingin mengawasiku dan memastikan aku baik-baik saja. Tiba-tiba aku merasakan nyeri di perutku bagian bawah. Aku menarik napas dan merasakan sakit itu kembali datang dan lebih nyeri.  Aku berhenti berjalan dan memegangi perutku.

“Rin, kamu kenapa?” ibu memegangiku dan memandangiku dengan cemas.

“Engh … gak Bu, Airin gak apa-apa. Kurasa bayi ini bergerak di dalam perut Airin.” Aku mencoba menutupi rasa sakit yang sebenarnya. Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Pak Andy beberapa kali menoleh ke arahku raut kecemasannya semakin jelas. Entah apa yang salah hingga rasa sakit itu kembali datang dan menghebat hingga aku spontan memekik.

“Ibuuu … aaah …!” aku merasakan ada yang mengalir di sela pahaku yang terasa hangat.

“Airin, kamu kenapa Nak?” buru-buru ibu mendekatiku dan memegangiku. Pak Sanjaya yang mendengar itu segera berbalik juga pak Andy dan mba Tias.

“Pak Sanjaya, mba Airin berdarah!” seru mba Tias yang melihat darah mengaliri betisku.

Sekali lagi sakit perut itu datang dan spontan aku berpegang pada ibu dan pak Andy hingga aku melihat langit berubah menjadi gelap dan tenagaku habis.  

Bab terkait

  • Karma Terbalut Cinta    Yang tak berhenti berharap

    Lagi-lagi aku terbangun di sebuah kamar Rumah Sakit. Infus sudah menancap di punggung lengan kiriku dan rasa lemas itu masih terasa. Ku coba memutar ulang ingatan terakhirku dan yang ku ingat jeritan mba Tias yang melihat darah mengalir di betisku.“Kamu sudah sadar Rin?” suara lembut pak Sanjaya tertangkap oleh telingaku. Aku menoleh ke sumber suara yang dekat denganku.“Ibu saya mana Pak?” aku mencari-cari sosok ibu. Aku ingin bersama ibuku di sini.“Ibu pulang baru saja pulang nanti siang balik ke sini lagi. Kamu harus banyak istirahat dan tidak boleh stress. Beberapa hari ke depan kamu harus bed rest dulu. Ikuti saran dokter yaa Rin?”Aku hanya mengangguk, mungkin memang aku butuh istirahat sejenak. Setelah kehilangan sosok ibu Sanjaya aku seperti kehilangan separuh penopang kekuatanku. Lalu ku teringat pada janjiku untuk membawa Sanjaya Hotel menjadi lebih sukses di tanganku. Aku mendesah pelan dan mecoba mem

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-25
  • Karma Terbalut Cinta    Petaka lampu kristal

    “Nyonya tidak apa-apa?” tanya pak Andy yang masih memelukku erat memunggungi pecahan lampu Kristal yang sempat membuat beberapa goresan di pipi dan tengkuknya. Aku mengangguk cepat dan mengelus perutku yang kembali mengeras karena terkejut. Kartika segera menghampiriku, lengannya juga ikut berdarah karena serpihan tajam kaca yang menyasar kemana-mana.“Ibu baik-baik saja?” Kartika memeriksa ku dengan cemas, pak Andy sudah melepaskanku dan meraba pipi serta tengkuknya yang terasa perih. Dia bergegas berbalik dan memeriksa apa ada yang terluka. Tampak beberapa orang staf bagian marketing mengalami luka yang sama dengan serpihan kaca yang berhamburan.“Periksa keadaan kalian dan jika ada luka yang butuh perawatan segera ke klinik. Cari sekarang teknisi yang memasang lampu ini segera!” wajah pak Andy merah padam dengan kejadian ini, terlebih karena aku yang nyaris celaka.“Kartika ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Misteri Sandra

    Dengan mengendap-endap aku berjalan agar pak Andy tak melihatku ada di sekitar ruangan ini. Berbagai macam pikiran mengisi kepalaku, apa kejadian lampu Kristal itu hanya kesalahan manusia atau ada yang sedang merencanakan Sesuatu di hotel ini. Jika benar tujuannya untuk mengacau di hotel ini, aku akan menghadapinya tanpa rasa takut sedikitpun.Sambil berjalan ke ruanganku aku membuka satu demi satu file itu sekilas dan mengingat-ingat nama beberapa teknisi yang ada di dalam file di tanganku ini. Aku terlalu fokus sehingga kurang memperhatikan jalanku di depan dan menabrak seseorang.“Airin, kamu dari mana?” suara pak Sanjaya yang sudah berdiri tegak sambil memegangiku membuatku gelagapan. Bukan hanya karena aku nyaris jatuh tapi kejadian lampu Kristal itu apakah …?“Ayo kita ke ruanganmu sekarang Bapak ingin bicara sekarang.” Pak Sanjaya menepuk punggung tangan kananku dan tak melepaskannya

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Duri dalam daging

    Aku buru-buru kabur dari taman itu, kecurigaanku tertuju pada Sandra. Rasa penasaran ini semakin besar karena ketiga orang itu, Sandra, pria bertopi dan … pak Andy. Aku mencoba mengingat pesan pak Sanjaya agar aku tidak terlibat lebih jauh lagi. Di saat ini mungkin hanya Kartika yang mampu menolongku untuk menyelidiki mereka.“Apa di toilet antri Rin?” pak Sanjaya mengelap mulutnya yang baru saja menghabiskan makanannya.“I-iya Pak di sana antri.” Aku melirik pada pak Sanjaya yang terlihat tenang. Apa kali ini aku ketahuan lagi yaa ? aku meneguk sisa air minumku tadi dan berusaha tenang.“Divisi Security akan mengirimkan saya rekaman di ballroom nanti, jika ada hal yang penting saya akan kasih tahu kamu Airin. Sekarang saya harus kembali ke kantor, jaga diri baik-baik yaa.” Pak Sanjaya berdiri dan mengecup kepalaku.“Kau tidak usah menganta

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Kelahiran dan kematian

    Pak Sanjaya kali ini benar-benar mengambil tindakan tegas karena nyawaku dan bayi ini mulai terancam. Aku mengira ini ulah Ariel yang menyuruh orang untuk mencelakaiku tapi dugaanku salah. Ariel sudah berada di San Fransisco sedang disibukkan bisnis yang dipercayakan ayahnya kepadanya. Dia belum sempat untuk berbuat aneh-aneh lagi karena mendapat ancaman keras dari orang tuanya. Paling tidak itu lah yang katakan pak Andy kepadaku.“Riiin … kamu lagi di mana Riin?” Kartika dengan tergesa-gesa masuk ke kamarku. Sudah hampir dua minggu ini aku tidak ke kantor. Dokter memintaku istirahat karena stress yang kerap menyerangku dan usaha seseorang untuk meracuniku dengan kue kacang kenari.“Aku di sini Tika, ada apa siih ? biasanya kan cuma telpon aja?” aku sedang membolak-balik lembaran majaalh di kamarku.“Pelakunya ketemu Rin ! dalangnya udah ketauan!” seru Kartika yang bergega

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Awal jiwa yang hilang

    Detik-detik kurasakan begitu berat untuk ku lewati. Rasa sakit yang bercampur aduk peluh serta air mata bersatu membalut tubuhku yang harus berjuang keras agar bayi ini bisa ku lahirkan. Aku ingin bersama pak Sanjaya, aku ingin tahu keadaan beliau, apa yang terjadi sehingga beliau dibantu dengan banyak dokter seperti itu. Tiga jam persalinan normal yang sangat melelahkan akhirnya membawa tangisan bayi perempuan itu ke dunia.“Selamat yaa Bu, bayinya perempuan, sehat, lengkap dan cantik seperti Ibu.” Dokter perempuan yang menanganiku memberikan bayi yang sudah terbungkus selimut berwarna merah muda. Aku enggan menggendongnya hingga bayi itu diambil oleh ibuku.“Ibu, aku ingin lihat keadaan pak Sanjaya.” Pintaku dengan lelehan air mata.“Kondisi kamu masih lemah Rin, nanti saja yaa, pak Rudy juga pasti akan mengabari kita.”“Rin, kamu tidak mau meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Rapuh

    “Airin, bayimu menangis Nak, dia ingin menyusu, kasihan dia Airin.” Ku dengar suara ibu dan suara tangis bayi itu namun aku tidak bisa melakukannya, aku tidak mau.“Pergi! Bawa pergi bayi itu … aku tidak mau!” tangisku mulai meledak hebat lagi. Aku tak bisa mengantarkan pak Sanjaya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Aku benci diriku, aku benci semuanya.Kartika dan pak Andy datang membantu ibu, Kartika akhirnya yang berinisiatif untuk merawat Sandrina sementara, dia mencarikan susu formula untuk bayi itu.“Airin, kami tahu kamu sangat berduka, cobalah untuk tegar. Kami ada di sini bersamamu, kami akan membantumu, kamu tidak sendirian Airin.” Suara lembut laki-laki itu terdengar di telingaku. Aku masih bergelung dalam selimut dan enggan melihat siapa-siapa.Aku sudah tak sanggup berpikir, aku lelah dan aku ketakutan pada ba

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Karma Terbalut Cinta    Aku pulang

    Sekian rentang waktu sudah berlalu, gelar MBA dan Phd dari sekolah tinggi Glion di Swiss dan s2 di Glion London telah ku kantongi. Kartika hanya menyelesaikan s1dan meminta kembali setelahnya. Kerinduan pada tanah air tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Putriku Sandrina sudah menjelang enam tahun dan aku memutuskan untuk menyekolahkan di London saja.Mas Andy masih rutin mengunjungi kami dan tahun ini di musim gugur aku akan bersiap kembali ke tanah air. Mas Andy sengaja datang menjemputku, awalnya dia ingin membawa Sandrina pulang namun aku bertahan agar Sandrina tetap di London hingga dewasa nanti. Dia tumbuh di bawah asuhan ibuku dan dua orang pengasuh yang sejak bayi menemaninya hingga ibuku tidak terlalu repot.Sandrina kecil sangat dekat dengan mas Andy, mungkin Sandrina mengira jika mas Andy adalah ayahnya. Jika tiba di London maka hanya dengan Sandrina lah mas Andy bany

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14

Bab terbaru

  • Karma Terbalut Cinta    Dari awal lagi

    Aku berjalan beriringan bersama Sandrina, jemari kami saling tertaut dengan erat dan sesekali saling melemparkan tawa kecil ketika Sandrina berceletuk lelucon yang lucu. Jemariku semakin erat bertaut ketika kami sudah ada di ambang pintu kamar perawatan mas Andy. Sejenak kami saling memandang, aku tersenyum padanya dan mengelus kepalanya penuh kasih sayang.“Ayo kita jenguk ayahmu, semoga setelah ada dirimu di sini, Ayah akan sadar dan terbangun untuk kita.”Sandrina mengangguk mendengar ucapanku, lalu aku mendorong pintunya.Di sisi tempat tidur tampak ibuku yang tengah membaca buku, wajahnya mendongak dan berubah menjadi semringah setelah melihat kedatangan kami.“San Sayang …!” serunya dengan suara tertahan, ditutupnya segera buku itu dan bergegas menghampiri cucunya.“Kalian tidak mengabari ibu jika kalian akan datang, kalian tahu jika dokter tidak membolehkan ibu menggunakan ponsel pintar, mereka hanya membolehkan ibu memakai ponsel biasa yang katanya radiasinya lebih aman. Ibu s

  • Karma Terbalut Cinta    Kembalinya cinta yang hilang

    Darwis melirikku sesaat dari kaca spion depan, tersirat kecemasan dalam tatapannya kepadaku dan Budi. Lalu aku menoleh pada Budi yang sedang memejamkan matanya, aku merasakan jika anak muda ini tengah meredam semua gejolak dalam hatinya. Perlahan aku meraih tangannya dan melihat buku-buku jemarinya yang memerah dan masih terdapat bercak darah.“Budi, Ariel … dia melompat dari atas balkon, dia mengakhiri nyawanya.” Aku menunggu respon Budi sesaat.“Dia sudah membayar nyawa mamaku dengan lunas ….” gumam Budi yang terdengar pelan di telingaku. Terlihat duka di wajahnya meskipun dari awal berkali-kali dia mengharapkan bisa melenyapkan Ariel dengan tangannya sendiri.“Apa kau baik-baik saja?” tanyaku lagi untuk memastikan, aku tak pernah melihat ekspresi Budi yang sekacau itu.“Aku baik-baik saja, Nyonya. Kurasa kita harus mengkhawatirkan Nona Sandrina.”Aku menghela napas, masih terngiang di telingaku saat Ariel meneriakkan ibu macam apa aku ini, yaah aku mungkin ibu terburuk di dunia. Ak

  • Karma Terbalut Cinta    Berakhir tragis

    “Dari awal aku memang telah meragukanmu! Dan memang kau ingin mengacaukan semuanya di saat seperti ini, begitu besarnya dendammu padaku, Airin, hingga kau menghalangiku bersama gadis yang aku cintai!” Cengkraman tangan Ariel semakin kuat dan membuatku semakin tidak bisa bernapas. Dengan sisa-sisa kekuatan yang aku punya, jemariku berusaha menjangkau vas bunga di dekatku dan…Praaak…!Bunyi hantaman vas bunga di kepala Ariel terdengar seiring dengan erangan rasa sakit di kepalanya.“Hanya binatang yang sanggup mengawini keturunannya sendiri dan aku tidak akan membiarkan dirimu menikahi putri kandungmu, Ariel!” bentakku yang hampir menjerit. Aku bergegas mengambil berkas hasil tes DNA Sandrina dan Budi dan melemparkan ke arah wajahnya.“Vasektomi yang kau lakukan itu gagal, kau bukan hanya telah menghamili aku tapi juga seorang perempuan bernama Marcella!”Ariel memegangi kepalanya yang mengucurkan darah, wajah Ariel semakin pucat ketika aku menyebut nama Marcella. Jemarinya gemetar me

  • Karma Terbalut Cinta    Amukan Ariel

    Aku meminta Darwis untuk menjemputku di salon, penampilanku hari ini tampil dengan sempurna untuk menghadiri pesta paling kunantikan selama ini. Kejatuhan Ariel! Betapa aku menunggu wajah pucat laki-laki itu ketika dia mengetahui jika bukan hanya Sandrina yang diingkarinya tetapi juga ada seorang anak laki-laki yang sedang menabur dendam padanya.“Anda sudah siap, Nyonya?” tanya Darwis memastikan kondisiku. Jemariku gemetar dan jelas terlihat oleh Darwis. Sesaat dia meraih jemariku dan menggenggamnya erat, mata elangnya menatap ke arahku. Baru kali ini Darwis melakukan kontak fisik denganku yang membuatku sedikit terkejut.“Tarik napas Anda dan bersikaplah lebih rileks, Anda akan baik-baik saja dan aman bersama kami, Nyonya.” Laki-laki itu berusaha menenangkanku dan seakan sedang mentransfer tenaganya aku merasakan kecemasanku berkurang. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Kemudian Darwis mempersilakan aku untuk naik dengan mobil mempelai perempuan menuju hotel di mana Arie

  • Karma Terbalut Cinta    Pengantin lari

    Aku kembali memastikan jika semua sudah siap, bukan… bukan pesta pernikahan ini, tetapi sesuatu yang lebih “meriah” dari pesta yang luar biasa ini. Malam kemarin aku sudah bertemu dengan Budi dan menanyakan kebenarannya secara langsung. Pemuda yang terlihat kuat, garang dan dingin itu menangis bersimpuh mengingat penderitaan ibunya yang diusir dari rumah orang tuanya karena hamil di luar nikah. Masih sedikit beruntung karena ibunya ditampung oleh pemilik panti sehingga perempuan itu bisa melahirkan dan sempat merawat Budi kecil hingga beberapa tahun.“Waktu itu umurku tujuh tahun, penyakit mama semakin parah, sehingga mama memutuskan untuk membawaku kepada laki-laki itu, menerimaku sebagai putranya. Tapi dia menyangkalnya dan mengatakan jika ibuku adalah seorang jal*ng.” Budi menghela napas, matanya mulai basah, kenangan itu begitu buruk dalam hatinya.“Setelah dia menghina mamaku habis-habisan dengan pongahnya dia mendorong kami ke tepi jalan. Ketika itu malam hujan deras dan mama se

  • Karma Terbalut Cinta    Bukti lain

    Persiapan pernikahan Sandrina sudah nyaris rampung, aku datang untuk melihatnya meski hanya dari atas balkon hotel ini. Para kru WO hotel bekerja dengan keras dan penuh semangat untuk mewujudkan pernikahan “impian” ini. Walaupun, aku tahu akan berakhir seperti apa nanti pesta yang disebut-sebut sebagai wedding of the year. Aku juga tahu saat ini Rico dan pak Rudy sedang berusaha keras meredam para wartawan yang sudah mencium berita besar ini.Aku sendiri pun merinding jika membayangkan rencana yang akan kulakukan nanti. Semua perhatian sedang tertuju pada pernikahan akbar ini dan aku ibu dari calon mempelai wanita yang akan merusaknya.“Maaf, Bu, ada telepon dari pak Rico, Ibu diminta ke kantor pusat sekarang karena ada meeting penting.” Suara dari Vera sekretaris Sandrina memecah lamunanku.“Ouh … baiklah, tolong siapkan mobilnya,” pintaku pada gadis muda itu. Aku kembali menyapu seluruh ruangan melihat dekorasi yang indah dengan dominasi warna putih dan putih tulang. Indah … indah

  • Karma Terbalut Cinta    Pre Wedding

    “Ibu tolong tunggu Airin di sana yaa, beberapa hari lagi Airin akan menyusul. Pastikan saja para perawat di sana dan para dokter memberikan pelayanan yang terbaik untuk mas Andy.” Aku membantu ibu berkemas untuk keberangkatannya menuju Singapore. Aku tidak membiarkannya untuk bertemu dengan Sandrina agar anak itu tidak bercerita apapun pada neneknya.“Tapi kok mendadak begini sih, Rin? Ibu jadi gak leluasa siap-siapnya.” Ibu mengansurkanku sehelai sweater yang biasa dipakai beliau ketika di London dulu.“Maaf, Bu. Sebenarnya Airin sudah dikasih tahu supaya salah satu dari anggota keluarga kita harus berada di sana tetapi Airin yang salah kasih jadwal ke bawahan Airin jadi ada beberapa jadwal Airin yang bentrok. Dalam waktu dekat Aldrin juga akan liburan dan dia juga mau menjenguk ayahnya.” Aku melirik sekilas ibu yang tampaknya mencoba menerima penjelasanku.Dalam waktu satu jam semua siap, aku dan Budi yang mengantarkan ibu langsung ke bandara. Di sana ibu akan dijemput bawahanku da

  • Karma Terbalut Cinta    Maafkan Mom

    Darwis datang menghadap kepadaku dengan surat hasil tes DNA itu dan benar, Sandrina memang putri dari Ariel. Aku tersenyum puas melihat ini tetapi aku tidak akan menggunakannya langsung. Aku punya rencana untuk sebuah pesta perayaan. Sebuah pesta yang begitu ditunggu oleh Ariel.“Darwis, kita akan jalankan rencana B, biarkan semua berjalan seperti yang dikehendakinya, tetapi di malam sebelumnya, amankan Sandrina.”“Apa Anda yakin dengan ini? Apa Nona Sandrina akan baik-baik saja?”“Dia butuh suatu pelajaran penting, setelah kamu mendapatkannya bawa dia ke tempat ayahnya di Singapore dan aku akan menyusul.” Aku menjelaskan secara detail rencanaku kepada Darwis meskipun laki-laki itu beberapa kali terlihat mengernyitkan dahinya.“Nyonya, rencana Anda terdengar menyeramkan, terlebih Anda sedang mempertaruhkan putri Anda sendiri.” Darwis terdengar ragu, iya pastinya, siapapun yang mendengar ini pasti akan mengatakan aku gila. Aku seorang ibu yang nekat akan menikahkan putrinya dengan ayah

  • Karma Terbalut Cinta    Kerinduan

    Aku harus memastikan jika penjagaan Sandrina di rumah benar-benar diperketat sehingga aku kembali sebelum jam makan malam dan berpikir kembali tentang tes DNA itu. Bagaimanapun caranya Ariel dan Sandrina harus menjalani tes itu agar Ariel bisa percaya jika San adalah putrinya.Kutelusuri satu demi satu laman internet penjelasan tentang vasektomi yang gagal. Kemungkinan gagalnya kontrasepsi itu sebesar tiga puluh persen di awal-awal bulan pemakainya. Mendadak aku merasa sangat sial dengan kemungkinan tiga puluh persen itu. Hanya sekali saja Ariel menyentuhku aku langsung mengandung Sandrina. Mungkin memang keputusan yang tepat untuk menikah dengan mendiang pak Sanjaya ketika itu sehingga Sandrina mendapat kehidupan yang sangat layak.“Mom! Apa-apaan di luar sana itu? Kenapa San gak bisa keluar? Sandrina ada janji dengan teman San malam ini, San harus pergi.” Sandrina berdiri tak jauh dariku dengan wajah cemberut.“Mom hanya melakukan yang terbaik buatmu, San. Untuk sementara waktu kamu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status