Thanks udah baca cerita ku, maaf banget kalo berantakan dan banyak typo tapi aku selalu revisi besokannya, kalian bisa baca ulang... sekali lagi terima kasih...
Dengan anggun Savana berjalan melewati tangga menuju pintu utama. Tangannya di apit Ben sejak di parkiran tadi. Suara flash kamera dan juga lampu lighting berhasil ia lewati dengan dagu terangkat dan kepercayaan dirinya. "Aku tidak menyesal menjadi teman gandeng mu." Bisik Ben di sela-sela derap langkah mereka. Savana hanya memutar bola matanya malas, pasalnya Ben lah yang membuatnya malu selama berjalan di area media. Pria itu terus tebar pesona dengan gaya yang berlebihan. Sungguh Savana ingin mendorong pria itu agar menjauh tadi, tapi ia urungkan demi image ia sendiri. Publik sudah tau Ben itu teman dekat Savana jadi mereka tidak kaget lagi. Ckrek! Ckrek! Ckrek! Suara flash di belakangnya lebib heboh di banding saat ia lewat tadi. Sontak Ben dan Savana menoleh kebelakang. "Timing yang pas sekali bukan?" Kekeh Savana, sedangkan Ben yang di sebelahnya sudah bermuka masam. "Ck! Ayolah perut ku sudah meronta berteriak meminta asupan!" Seru Ben sedikit merengek. Karena ia tahu
Savana menerima uluran itu, "Savana Valerie. Salam kenal." Menampilkan senyum simpul ke arah pria yang bernama Rayn itu. "Ah ya, hampir lupa!" Savana menepuk kepalanya pelan, lalu melirik meja yang tadi ia incar, "karena semua meja hampir penuh, saya dan teman saya ingin bergabung dengan kalian apa boleh?" Tanya Savana dengan nada baik-baik. Karena ia tak ber- exspetasi juga akan bertemu dengan orang-orang di masalalunya. Mata Savana melirik satu-satu mereka berempat, terakhir Savana sedikit mengunci tatapan Arka yang sulit di artikan. Begitu pun Arka, dia juga sudah menjadi masalalu Savana. Savana memutuskan kontak matanya dengan pria itu lalu tersenyum lebar ke mereka semua, "boleh kan?" Serunya sekali lagi. "Boleh saja nona Valerie." Hanya Rayn yang menjawab dengan raut wajah cerah. Irene sedikit menyikut perut suaminya, "mm... apa ya? Seperti ada yang kurang." Irene sedikit mengangkat genggaman suaminya, lalu matanya menatap lengan Savana yang memang kosong. Semua itu tak lu
"Ekhem! Maaf, kau siapanya sahabat ku ya?" Tanya Jenni di tengah-tengah perdebatan Rayn dan Aiden. Savana mengerjapkan matanya, spechless dengan yang Jenni pertanyakan. Sebegitu susah kah untuk diam dan tidak mencampuri urusannya. Jujur saja Savana benar-benar sudah muak dengan wajah tak berdosanya. "Aku bertanya!" Sentak Jenni karena orang-orang di depannya hanya diam. "Diam! Dan tak usah banyak tingkah." Desis Arka yang tengah menahan diri untuk tidak emosi. Ia kesal dengan Jenni yang banyak tanya, dia juga kesal dengan pria yang terus menempel terhadap Savana. Savana tak menghiraukannya ia lebih tertarik terhadap makanan yang ada di meja. "Ekhem! Ekhem! Kakak ipar, dia bertanya!!" Seru Irene tepat di sebrang Savana. Sebenarnya ia juga sama penasarannya ah bukan dia saja, semuanya penasaran tentang status mereka. "Boleh aku kasih tau?" Savana mengangkat alisnya bingung saat Aiden bertanya seperti itu. Aiden terus menatap dalam Savana, ia berharap wanita di depannya ini mau bek
"Dasar budak cinta gila!" Umpat Digo sepelan mungkin. Beberapa menit yang lalu Jet pribadi milik paman Digo mendarat di roftop hotel yang menaungi pesta Aren's Corp. Dengan tidak manusiawinya Aiden menyuruhnya gantian baju di dalam Jet milik pamannya. Jas miliki Aiden sudah tak layak pakai menurutnya begitu pun dengan kemeja dan celana bahannya. Sedangkan milik Digo masih terlihat rapih karena pria itu baru memakainya hari ini. Saat di pulau waktu itu Digo jelas memakai pakaian rumahan, tidak seperti Aiden yang terus memakai Jas rapih, dimana dan kapanpun itu."Aku mendengarnya bodoh." Sahut Aiden santai. Sedangkan Digo memutar bola matanya malas.Tau alesan Aiden memaksa Digo untuk bertukar baju? Itu semua karen Ben yang menelponnya dan meminta bantuan. Ben bilang Savana tengah di rundung oleh mantan sahabat dan mantan tunangannya malah nambah satu member lagi yaitu Rivalnya saat kuliah. Jelas Aiden kelabakan dan tidak bisa santai. Ia harus berada di sisi wanitanya."Terimakasih pam
Untuk kedua kalinya Savana masuk ke dalam apartemen milik Aiden. Semuanya masih sama seperti pertama kali ia datang. Tak ada yang menarik, Savana memilih duduk di sofa ruang tamu, masih dengan kebungkamannya.Aiden kembali dari dapur dengan segelas minuman di tangannya. Tanpa mengatakan apapun pria itu menyodorkan minumannya tepat di depan wajah Savana."Mau meracun ku heh?" Tanya Savana sinis.Aiden memilih menyimpan minuman itu di meja. Lalu ia duduk di samping Savana. "Apa yang ingin kau tanyakan?" Aiden benar-benar memfokuskan dirinya hanya untuk Savana, ia ingin mengurus habis permasalahannya.30 detik lewat. Savana masih diam dengan hanya memandangi wajah Aiden yang tengah serius menatapnya. Pria di hadapnnya ini gencar sekali memberikan harapan kepadanya. "Tidak ada." Jawab Savana pada akhirnya, meskipun di kepalanya banyak sekali pertanyaan. Dari yang terakhir kali mereka bertemu saat di kantor pria itu, dan tentang perempuan yang memeluknya tiba-tiba, Savana ingin menanyaka
Matahari sudah naik sedari tadi, tapi kedua manusia yang berlawan jenis ini sama sekali tidak beranjak dari kasur dan selimut.Savana sudah bangun sejak tadi, ia sibuk memandangi wajah Aiden yang terlelap di dekapannya. Bibirnya terus di tarik ke atas tanpa pegal, jika orang lain melihatnya pasti akan mengatai Savana gila.Jari-jari lentiknya terus bermain-main di wajah pahatan tuhan yang nyaris sempurna, "Kau tidak bekerja?" Savana tau Aiden sudah bangun, tapi pria itu malas membuka matanya.Bukannya menjawab Aiden malah menarik tubuhnya lebih dekat dengannya, mendekap erat seperti bantal guling dengan wajah menyeruak di leher milik Savana. "Aku ingin membolos hari ini." Sahutnya dengan posisi yang tak berubah. Savana sedikit merinding saat nafas pria itu menari-nari di permukaan kulit lehernya."Tapi aku harus bekerja.""Aku tak peduli." Jawab Aiden sekenanya.Savana mencoba melepaskan tangan pria itu yang melilitti pinggang rampingnya. "Ck! Aku ingin ke kamar mandi!" Kesalnya.Aide
"Anak itu! Di kasih kebebasan malah seenaknya!" Gerutu pria paruh baya yang usianya hampir 50 tahun itu."Sudahlah Delio, jangan menjadi ayah yang kolot." Sang istri dengan lembut mencoba menenangkan suaminya.Mereka adalah orang tua Savana. Wanita yang sekarang bersanding dengan Delio adalah ibu tirinya, Anggun.Delio menghela nafas kasar, "dia putri ku satu-satunya, meskipun sangat menyebalkan dan membangkang tapi dia tetap putri ku." Lirih Delio dengan raut wajah Sendu.Sudah lama sekali putrinya tidak pulang ke rumah, bertemu juga jarang, meskipun berpapasan putrinya akan pura-pura tak mengenalinya. Mungkin ia salah mendidik putrinya dengan segala aturannya. Tidak-tidak, Delio bukan tipe ayah yang putrinya harus dapat nilai sempurna.Ia hanya ingin putrinya menurut dan terus bergantung kepadanya. Dan Savana bertolak belakang dengan semua kemauannya, hingga sekarang putrinya itu masih setia berperang dingin dengannya."Aku bukannya berfikir kolot, aku hanya tak ingin putri ku di ca
Tok! Tok! Tok!"Masuk!"Digo memasuki ruangan Aiden dengan satu amplop coklat besar di tangannya. Melihat siapa yang masuk, Aiden beranjak dari kursi kebanggaannya. Lewat 2 hari selepas membicarakan tentang Delio Acrekama, Digo hilang entah kemana, tidak menghubunginya atau pun muncul di kantor."Bagaimana?" Digo menampilkan senyum lebarnya, "porsche warna biru tua, yang kemarin baru saja launching." Ucap Digo dengan mengedipkan sebelah matanya ke arah Aiden, kemudian ia meletakkan amplop coklat itu di meja kerja Aiden."Lupakan so'al traktir makannya, ah ya... isi dalam dokumen itu sangat lengkap, bahkan dari awal Delio mengembangkan bisnisnya hingga akhirnya menikah dengan mendiang ibunya Savana." Digo menjelaskannya dengan bangga, ia tak sabar bertemu dengan porsche718 impiannya.Aiden mengambil amplop coklat itu, lalu melihat isinya, "sepertinya kali ini kau tidak mengecewakan," Digo sedikit kaget dengan sanjungan dari Aiden yang sangat jarang sekali keluar dari mulut temannya it
Prita menatap layar monitor yang menampilkan seluruh ruangan pesta yang di datangi oleh Aiden. Matanya menajam- berkilat marah saat Aiden dengan mesra mengajak Savana berdansa.Tangannya mengepal. Puk!Dengan kasar Prita menutup laptopnya. Ini tak bisa di biarkan. Ia harus bergerak cepat. Sebelum benar-benar pergi dari kamar hotelnya. Prita membawa buku catatannya.Sembari berjalan, Prita membuka bukunya. Membaca deretan nama dan juga profile yang di sertakan.Telunjuknya mengarah ke salah satu foto, sekertaris ya?? Menarik. Prita menutup bukunya dengan seringaian di wajahnya. Tangan yang satunya merogoh ponselnya dan mendial nomor seseorang."Diego Dwinarta. Cari apapun yang berkaitan dengannya. Secepatnya!"'Laksanakan!' Balas seseorang di sebrang sana.Setelah masuk lift, Prita menatap pantulannya di cermin yang menjadi salah satu tembok lift. Penampilannya agak berantakan. Untuk kali ini-- ia akan menjadi seorang pelayan cantik, sexy dan mempesona. Jelas itu untuk menarik perhat
Pesta mewah di gelar untuk merayakan ulang tahun Tuan Willson-- salah satu rekan kerja Aiden. Ia di undang langsung oleh Tuan Willson. Jelas ia harus datang.Tapi--Harus bersama Savana. Jika tidak Aiden tak mau datang. Terserah orang lain mengatakannya kekanakan dan semcamnya. Aiden tak peduli. Yang ia pedulikan hanya Savana seorang."Sudah ku bilang! Kau ini sudah dalam kategori pembodohan yang kau namakan CINTA itu!" Digo terus mengomeli teman satu-satunya ini. "Ayolah.... Tuan Willson itu penting dalam perusahaan mu Aiden!!" Digo nyaris memohon agar Aiden menghadiri pesta itu.Sang pelaku tak bergeming. Tetap santai dengan wajah datarnya. Jangan lupakan piyama tidur dan sebuah buku melekat di tangannya. Ingin rasanya Digo melempar temannya ini ke bulan, tapi ia urungkan karena masih membutuhkannya. Otaknya tak sepintar milik Aiden.Jelas alasannya sang pujaan hati yang tengah merajuk dan tak ingin ikut kepada pesta malam ini. Bagi yang tahu-tahu saja, Savana merajuk karena kejadi
Savana menatap pantulan dirinya di cermin, dress yang ia kenakan saat ini bergaya sabrina. Memamerkan pundak mulusnya dan leher jenjangnya. Savana menyatukan seluruh rambutnya yang menjuntai dan menggelungnya ke atas."Perfact." Savana tersenyum puas saat melihat hasil pilihannya.Dress bergaya sabrina berwarna biru dongker yang panjangnya di atas lutut. Savana memilih ini.Dari lima dress pilihannya yang ini paling memikat dan cocok dengan seleranya.Persetan Aiden menunggunya lama. Sengaja Savana ingin membuat pria itu kesal. "Apa kau tertidur An?" Savana berdecak kesal, pasalnya Aiden menggunakan nama panggilan orang-orang terdekatnya."IYA!" Kesalnya.Sebenarnya hal yang membuat Savana malas jika membeli baju itu adalah berganti baju. Baiklah... karena malas Savana memilih memakai dress yang ia kenakan.Sret!Savana menarik tirai itu. Ia mendapati Aiden yang tengah bersandar di samping pintu masuk menuju ruang ganti."Bayar yang ini." Seru Savana membuat badan Aiden menegak.Ia t
Di balik pintu keluar itu, seorang wanita dengan tubuh tinggi dan badan ramping bak seorang model, menggeram kesal dengan kedua tangan mengepal."Kali ini tidak berhasil... tapi tidak untuk lain kali." Desis wanita itu. Memilih pergi dari pemandangan yang menyesakan itu.Kesialan begitu setia kepadanya hari ini. Rencana dari jauh-jauh hari harus gagal seketika. Harusnnya-- ia tetap menjadi bagian penting disini, lalu menjebak Savana dan mendapatkan Aiden!Itu tujuannya!Dan malah sebaliknya. Itu semua bertolak belakang dengan kenyataannya.Wanita tadi-- Prita Adisson sudah sampai di apartemennya beberapa menit yang lalau. Ia melempar semua barang bawaannya asal, dengan segera ia melangkah menuju kamarnya."Aku pulang sayang!" Pekiknya seolah ada orang lain di apartemennya selain dirinya. Aslinya ia tinggal sendiri.Prita menatap kagum semua foto-- bahkan poster besar di setiap inci ding-ding kamarnya. Dari Aiden di nobatkan menjadi CEO Faeyza hingga Aiden yang baru keluar dari bandar
Sejak pagi tadi Savana sudah di sibukan dengan berbagai macam rangkaian shooting sebuah iklan. Usai dengan berbagai macam foto beberapa BA- nya, di karenakan sukses besar... kali ini ia mengambil project besar yang di tuangkan di sebuah iklan.Tentu main utamanya tak lain Kalea Faeyza, awalnya hanya dia seorang yang mengiklankan dengan sebuah foto dan di pajang di berbgai macam bentuk. Majalah, papan reklame, poster dan lain sebagainya. Setelah Kalea, tim pemasaran membuka luas Talent untuk di jadikan BA. Dari artis yang sedang naik daun hingga selebgram.Dan sekarang... ia akan mengambil project iklan yang resmi. Iklan ini di kontrak sekitar 3 tahun di berbagai macam stasiun televisi.Hari ini, kami semua sudah berjalan setengah jalan. Dan sekarang, semua orang sedang istirahat. Tapi tidak bagi Savana.Ia sibuk memeriksa semua vidio yang baru di ambil beberapa saat yang lalu."Talent C ini menurut ku kurang bersemangat, tak sesuai dengan skrip yang kita buat." Savana menunjuk salah s
Semua orang itu hidup dengan rencananya masing-masing, dengan kesulitan dan kebahagiaan yang sudah di atur oleh tuhan. Entah itu turunan atau sebagainya, ibunya Megan menikahi ayahnya karena di jodohkan-- lalu datanglah ia ke dunia yang rumit ini. Setelah itu tepat saat dirinya lahir, ayahnya juga datang dengan seorang wanita yang membawa seorang bayi. Benar sekali, ayahnya main belakang dari ibunya. Bahkan ayahnya jarang sekali pulang ke rumah dan lebih sering pulang kepada selingkuhannya. Alasannya-- karena tidak mencintai ibunya.Brengsek! Bajingan! Segala umpatan Megan arahkan hanya untuk pria yang katanya menyandang status sebagai ayah itu. Ia mengetahui kenyataan itu saat dia memasuki Sekolah Menengah Pertama.Dan saat ia mendengar Ben-- pria yang berhasil meluluhkan hatinya, ada wanita dan seorang bayi yang mencari pria itu, jelas Megan langsung marah. Ia tak menerima apapun alasan untuk kata Perselingkuhan!"Maafkan aku... ku mohon jangan menangis seperti ini lagi... aku tak
Seluruh karyawan Val's Corp tengah ramai membicarakan Ben yang sudah memiliki seorang anak. Mereka semua merasa kasihan terhadap Megan yang telah di khianati."Waktu itu Nona Savana, sekarang sepupunya! Apakah semua keluarga Valerie akan di khianati!! Oh tuhan!! Takdir mcam apa ini." Mita sang promotor yang paling heboh membicarakan tentang rumor Ben itu."Kasihan sekali!""Ku kira menjadi keluarga Valerie mimpi indah... ternyata... semengerikan itu ya!" "Benar. Aku selalu iri terhadap Nona Savana, tapi setelah tau takdirnya.... ternyata lebih baik hidup hidup kita di banding mereka.""EKHEM!!"Semua karyawan wanita yang tengah bergosip bubar seketika. Mereka tak ingin terkena amuk Nona Megan yang siap melahap siapa saja. Merea tau tabiat Nona Megan jika sedang marah. Melebihi bos mereka Nona Valerie.Wajah Megan mengetat marah, ia tengah merancang sebuah baju, tiba-tiba saja seseorang mengirim pesan kepadanya dan mengatakan bahwa ada wanita dan juga seorang bayi yang mengaku sebagai
Negri yang sering di sebut Negri sakura ini tengah berganti musim menjadi musim gugur. Sayangnya Jenni harus melewatkan pergantian musim kali ini, ia mendorong strolernya."Neyy siap ketemu Aunty Vana??" Seru sang ibu menatap hangat kepada putrinya yang tengah tersenyum lebar."Nanana... nanan blweeee." Balas Zuney dengan bahasanya. Memang di usianya sekarang 6 bulan ini, sedang senang-senangnya mengoceh. Dan itu sudah seperti hiburan gratis bagi Jenni setelah kehadirannya. Ia jadi tak kesepian dengan ocehan sang putri.Jenni tertawa gemas mendengarnya, "baiklah... mari kita temui Aunty sombong itu!!" Jenni sedikit kesal karena Savana sudah sangat jarang menghubunginya. Padahalkan menelfonnya tak akan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan mengerimi pesan pun tidak!Awas saja! Nanti Jenni eksekusi saat sudah sampai Indonesia."Berjanjilah... Neya tak boleh rewel selama di peswat... okey!" Zunay mengerjap bingung mengenai perkataan sang ibu.Karena kasihan melihat sang putri kebingungan,
"Maaf kami datang terlambat..." semua atensi di ruang VVIP itu menoleh ke sumber suara."Senang menunggu mu Tuan Melvino. Silahkan duduk." Dengan sopan Savana mempersilahkahkan Kei duduk.Savana melihat ada bayangan lain di belakang Kei. Seakan mengerti ia menarik wanita di belakangnya agar terlihat jelas. "Perkenalkan diri mu." Bisik Kei sembari sedikit mendorong punggung Clarissa."Saya Clarissa, sekertaris Keeno." Dengan wajah seramah mungkin Clarissa memperkenalkan dirinya.Savana menatap Clarissa sedikit terkejut, ia jadi teringat saat kematian ayahnya dan juga saat Clarissa yang mencium Aiden... Savana ingin melupakan itu. Sekarang... kenapa dia menjadi sekertaris Tuan Melvino. Seingatnya Clarissa juga mempunyai perusahaan."Baiklah... karena semua sudah berkumpul, mari kita mulai rapatnya." Savana yang memulai rapatnya.Ia mengambil beberapa dokumen dari tasnya, Ben membantunya untuk membagikan dokumen itu. Mereka semua menerimanya dengan baik, "silahkan baca baik-baik." Sava