Naila menatap punggung yang berlalu pergi, ada sesuatu yang mengusik pikirannya saat ini. 'Dia tadi memanggilku apa? Apa dia tahu nama yang sesungguhnya? Lalu, dari mana ia tahu namaku selama ini?' pikirnya.Naila menghembuskan napasnya dan menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, ia tidak pernah tahu sampai kapan ia akan hidup sebagai pelarian. Ingin sekali ia pergi untuk menemui suami lalu berkata, "Aku lelah, Mas." Matanya terpejam untuk sekedar menghilangkan penat hatinya, hingga ada menggoncang tubuhnya sangat keras."Ros, Bangun ini sudah magrib, tidak boleh tidur di waktu magrib." Terdengar seseorang membangunkannya.Ia membuka matanya tampak terlihat wajah Dokter Rizal begitu dekat, lalu pria itu menarik kepalanya kebelakang dan merubah posisinya dari membungkuk menjadi tegap berdiri kemudian duduk di sofa dengan perasaan kurang nyaman."Maaf," ucapnya"Tidak apa, aku sepertinya ketiduran?" tanyanya. "Ya, ini sudah magrib, biar ku jaga Boy, pergilah untuk sholat," saran Do
DI Korea di sebuah apartemen yang megah seorang wanita cantik menatap keluar jendela dengan tatapan kosong sambil berbicara dengan seorang lewat Sabungan seluler miliknya."Don, Apa belum Muncul wanita itu, aku sudah tidak sabar membalas sakit hatiku pada Regan," ungkap wanita itu."Mana berani muncul, nyonya, kalau resikonya adalah diculik dan diruda paksa oleh tuan Regan," jawab Doni.Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Mawar, wanita itu rela merombak seluruh tubuhnya mirip dengan Naila. Sepintas tampak tak ada bedanya dengan Naila. Namun, ketika bersuara baru terlihat berbeda.Mawar menghembuskan napasnya. "Don, siapkan aku tempat tinggal di sana, aku akan ke Jakarta, rasanya lama menunggu wanita itu muncul, waktuku sudah tidak banyak lagi, Don," ungkap Mawar."Anda ingin melakukannya segera, tolong pikirkan, Nyonya. Jika Anda gagal maka akan membahayakan Nyonya Naila juga tuan Bayu," jawab Doni.Siapkan saja dulu tempat tinggalku, dan coba cari tahu di mana Naila lalu persiap
Pagi harinya Satria mendapatkan mandi pertamanya sejak berada di rumah sakit. Dia tersenyum gembira karena tubuhnya terasa segar setelah mandi dengan air hangat.Dokter Rizal datang membawa beberapa Nasi kotak untuk mereka karena ia tahu bawah mungkin Naila dan Satria tidak begitu suka dengan makanan rumah sakit, beberapa kali Satria menolak memakannya hingga Dokter Rizal mencari restoran yang bisa menyediakan menu sehat untuk Satria."Hai anak tampan, Om bawakan makanan pesananmu!" ucap Dokter Rizal setelah masuk dalam ruangan itu."Jangan terlalu memanjakannya, Dok!" larang Naila. "Tidak, Ini bukan bentuk memanjakannya Ros, ini upaya agar anakmu bisa mempunyai nafsu makan," jawab Dokter Rizal membuat Satria menatap sang Mama sambil mengerjapkan matanya."Boleh, sayang, tetapi harus di habiskan ya," ucap Naila kepada putranya itu.Satria tersenyum ia pun mengangguk. Om aku mau duduk di sofa bersama kalian," pinta bocah kecil itu."Baik, Boy," jawab Dokter Rizal menghampiri bocah itu
Dokter kembali melanjutkan penjelasannya, "Kemoterapi hanya menghambat kanker agar tidak merambat ke organ vital lainnya tidak bisa menyembuhkan secara total tetapi jika Anda ingin putra Anda sembuh jalan satu-satunya adalah traspalasi sumsum tulang belakang dan kami sudah memeriksa ibu. Namun, sayangnya tidak cocok. Traspalasi Tulang sumsum belakang sebaik berasal dari keluarga terdekat, Bu. Bisa anda atau dari ayah biologisnya, untuk menghindari resiko yang terhadap pasien dan pendonor itu sendiri. Untuk penanganan lebih baik saya akan buatkan rujukan di rumah sakit pusat di Jakarta yang lebih komplit dari ini. Bagaimana, Bu?" tanya Dokter Hamza pada Naila.Naila kembali terdiam ia tidak mampu berfikir apa pun saat ini otaknya hanya berputar bagaimana ia bertemu dengan Bayu dan menjelaskan ini semua. Hingga panggilan yang ketiga dia pun mendongak."Yang terbaik menurut dokter saja, jika harus dirawat di rumah sakit pusat saya tidak apa-apa," jawabnya pasrah lalu terpejam sesaat keta
Di waktu yang bersamaan di sebuah restoran hotel berbintang, di adakan makan-makan dalam rangkah menjamu semua karyawan dan staf penting perusahaan, karena pernikahan Jelita dilaksanakan di jepang pada waktu itu.Bayu tidak pulang ke Jepang untuk menghadiri pernikahan adiknya sebab tidak ingin mamanya mendesak untuk menikah lagi pasalnya sudah lima tahun sang istri tidak kembali membuat sang Mama geram.Walau pun wanita paruh baya itu tahu penyebab kepergian menantunya itu tetapi ia tidak bisa membenarkannya. Sebab, menurut dia suami istri itu ibarat patner, jika bahagia maka harus membaginya begitu pula sebaliknya, masalah harus di selesaikan bersama.Bayu menatap kebahagiaan adiknya itu sengaja ia duduk di tempat yang jauh dari mereka karena hatinya saat ini sangat risau.Berulang kali ia bermimpi bertemu dengan anak lelaki yang terbaring di ranjang dan di penuhi kabel penunjang kehidupan. Wajahnya sangat kuyuh. 'Di mana sebenarnya kau Naila, kenapa semakin tidak terjangkau, dan sia
Bayu menatap kosong, hatinya semakin gundah ia pun berpamitan pada Hugo untuk keluar sebentar, Hugo menawarinya untuk menemaninya tetapi ia menolak karena ia ingin pergi sendirian, untuk menenangkan hatinya yang galau."Ia masuk dalam mobilnya dan memacunya dengan kecepatan kencang menuju villa di mana dulu mereka menikah, ia rindu momen itu. 'Nai, kembalilah kita hadapi sama-sama,' bisik hatinya.mobil Bayu masuk ke dalam villa itu, lalu ia keluar dari mobilnya. Pengurus villanya menyambut kedatangannya ingin membawakan koper tuannya ke dalam."Tuan apa Anda akan menginap? Biar saya bawakan kopernya!" pinta Pak Jono."Saya tidak bawa koper, Pak," jawabnya.Pak Jono melongok ke sana-kemari mencari nyonya sang bos. Bayu menoleh ke arah Pak Jono. "Bapak cari siapa, Pak?" "Nyoya, apa Tuan tidak bersama Nyonya?" tanya Jono."Saya sendirian, Pak," jawab Bayu sambil berjalan masuk ke dalam villa dan masuk ke dalam kamarnya li
Naila duduk di sofa memikirkan apa yang akan dilakukan setelah ini ia sangat bingung menentukan keputusan. 'Ya Allah apa sebenarnya yang engkau rencanakan? Kenapa Satria mengidap kanker darah, anak yang masih berusia empat tahun itu haruskah mendapatkan kemoterapi,' pikirnya."Mama, ini bagaimana menyusunnya," tanya sang boca membuyarkan lamunannya."Apa, sayang?" tanya Naila dan menghampiri bocah tersebut."Ini, Ma, Satria ingin membuat gedung, tetapi kenapa sulit," tanyanya sambil menatap sang mama."Oh, ini begini, sayang," jawab Naila sambil membantu Satria membuat gedung dari lego yang di belikan Hatan kemarin.Bocah itu sangat senang dengan mainan barunya itu. Setelah bosan dengan pesawat ia akan bermain lego jika bosan kedua-dua ia akan merengek minta pulang. Naila terpaksa meminta Dokter Rizal untuk membelikan buku cerita agar sang putra bisa teralihkan dengan rasa rindunya pada teman -teman mainnya.T
Dokter Rizal mendudukkan Satria di bangku penumpang tengah, lalu ia menatap Hatan. "Mas, Nanti tolong ke rumah jam delapan malam ya, Mas. Ada yang ingin kubicarakan denganmu?" pinta Dokter Rizal."Baik, Mas Dokter, saya akan kesana," jawab Hatan sambil menoleh pada Dokter Rizal dan pria itu mengangguk lalu menutup pintu tengah mobil.Naila yang baru saja sampai, tersenyum pada Dokter Rizal. "Trimakasih, Dok," ucapnya."Sama-sama, sudah sana masuklah, jangan sampai putramu menunggu lama ia sudah sangat merindukan rumah," nasehat Dokter Rizal lalu pria itu pergi masuk ke dalam rumah sakit.Wanita itu menatap punggung yang semakin menjauh sambil menarik napas berat. lalu ia membuka pintu depan dan duduk di sebelah Hatan. "Jalan, Mas!" pinta Naila pada Hatan."Apa ada masalah denganmu dan Dokter Rizal, Ros," tanya Hatan kepada Naila sambil mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang."Tidak. Bukan, memang seperti itu orangnya, kadang ramah, kadang jutek, dan cuek kayak tadi," jawab Nail