Beranda / Pernikahan / Kakak Iparku Mencintaiku / Bab 45 - Ciuman Selamat Malam

Share

Bab 45 - Ciuman Selamat Malam

Penulis: EYN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Kapten Michael membawa mereka ke sebuah teluk supaya mereka bisa memancing sekaligus olah raga kayak. Kru kapal dengan cekatan menyiapkan peralatan bagi mereka.

"Hah? Aku tidak tahu sama sekali soal Kayaking!" jerit Lillian panik. Dia lebih suka bersantai di kapal menikmati angin sepoi - sepoi, berbincang dengan Harvey, berjemur atau membaca di atas dek kapal.

Tapi yang lainnya terlihat antusias dengan perjalanan singkat mereka.

"Kalau gitu, kamu lihat kami saja. Atau mau mancing?" usul Harvey memberikan pilihan kegiatan lain untuk Lillian.

Henry, seorang pemandu berpengalaman, tersenyum ramah. Penampilannya santai dengan rambut bagian depan yang mulai menipis, suaranya lembut dan mengalun merdu saat berbicara. Cocok sekali untuk menjadi pemandu, seperti sedang mendengarkan dongeng.

Akhirnya mereka memutuskan untuk membagi menjadi dua kelompok. Richard dan Harvey akan kayaking, sementara Lillian dan Amara tetap di kapal belajar memancing ikan yang berkeliaran di sekitar teluk.

"Seumur
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 46 - Kencan Di Bawah Laut

    Kalimat pemandu wisata masuk dari telinga kiri, keluar dari telinga kanan. Lillian jelas - jelas duduk dengan tatapan menerawang. Tidak menaruh perhatian pada Henry, kapten Michael atau siapa pun yang ada di sekitarnya.Lillian hanya mengunyah makanan tanpa benar - benar menikmati potongan - potongan masakan yang masuk ke dalam mulutnya. Kepalanya penuh dengan pertanyaan yang berseliweran tiada henti di kepalanya."Ada apa dengan Harvey?""Kenapa laki - laki itu terkesan menolak dirinya?""Apa Harvey sudah tidak suka lagi padanya?""Apa sebenarnya memang Harvey tidak benar - benar jatuh cinta kepadanya?""Harvey hanya kasihan pada nasibnya yang menikah dengan laki - laki yang salah. Dan kebetulan laki - laki itu adiknya sendiri."Sesekali Lillian melirik Harvey yang duduk tak jauh darinya. Ini juga aneh. Tidak biasanya Harvey seperti ini yang lebih memilih duduk di seberang meja dari pada duduk di sampingnya. Tadi mereka hanya saling menyapa 'selamat pagi' saat berpapasan di koridor. T

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 47 - Will You Marry Me?

    Lillian masih tidak percaya bisa melihat secara langsung pemandangan indah dibawah laut beserta kehidupan spesies di dalamnya, tapi lebih tidak percaya lagi dengan apa yang dilakukan oleh Harvey saat ini.Tidak pernah terlintas dalam pikiran atau khayalannya kalau Harvey membawa papan bertuliskan 'Will You Marry Me?' ke dalam laut saat mereka sedang menyelam. Ini bukan sekedar kencan romantis, tapi lamaran.Iya. Sebuah lamaran.Pemandu selam yang mendampingi Harvey berenang menghampiri Lillian dengan membawa dua buah papan berukuran sama seperti yang dipegang oleh Harvey. Dia memberikan keduanya kepada Lillian, memberi kode pada wanita itu untuk memilih antara 'Yes' atau 'No'.Kalau sudah begini, apa mungkin Lillian sanggup menolak Harvey? Usahanya untuk menyatakan cinta begitu besar.Tanpa pikir panjang, Lillian mengambil salah satu papan dari tangan pemandu itu. Dengan perasaan terharu, dia mengangkat papan itu dan menunjukkan tulisan yang tertera ke arah Harvey.Sementara itu diata

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 48 - Etis Atau Tidak?

    Ternyata Amara tidak bercanda. Mereka semua tahu tentang rencana dibalik liburan Harvey dan Lillian. Dan, pernyataan tentang nikah besok yang dianggap bercanda justru benar - benar kejadian. Pagi hari, saat Lillian membuka pintu, dia menemukan Harvey sudah menunggu di depan pintu kamarnya. Dalam perjalanan ini, Lillian tidur di kamar yang sama dengan Amara. "Apa yang kamu lakukan disini, Har?" sapa Lillian kaget.Hari ini adalah hari terakhir mereka di kapal, Lillian pikir Harvey akan menghabiskan waktu bersama kru kapal seperti kemarin."Hai," sapa Harvey.Bahagia membuatnya terlihat lebih tampan, apalagi didukung dengan penampilannya yang semi formal. Kemeja slim fit hitam dengan dua kancing atas terbuka dipadukan celana selutut warna putih, lalu rambutnya ditata rapi dan janggutnya dicukur rapi. Matanya menatap penampilan Lillian pagi ini."Cantik seperti biasa," pujinya tulus.Lillian tersenyum senang. Dia menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk berdandan dan mengenakan rok te

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 49 - Suami Istri

    Seperti yang Harvey bilang, lelaki itu benar - benar sudah mempersiapkan segalanya. Begitu Lillian bertanya apa rencananya, dia langsung menganggap kalau wanita itu setuju menikah dengannya.Harvey langsung meminta Amara dan Richard untuk menjalankan rencana mereka sejak awal. Dalam sekejap mereka sudah berada di hotel dengan berbagai macam persiapan pernikahan.Bagi pasangan yang 'menikah dadakan', persiapan mereka tergolong sempurna. Harvey sudah memesan beberapa model gaun untuk dipilih oleh Lillian. Semuanya bagus dan sesuai selera Lillian. Tak ketinggalan aksesories dan beberapa model heels juga sudah tersedia disana. Hanya dalam semalam, Lillian harus memutuskan apa saja yang ingin dipakainya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tentang dimana dan bagaimana proses pernikahan mereka, Lillian memasrahkan semua pada Harvey. Amara dan Richard juga sangat membantu mereka.Keesokan paginya, setelah selesai sarapan, mereka langsung bergerak menuju ke lokasi pernikahan yang sudah dipesan

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 50 - Pertengkaran Terindah

    Amara dan Richard tahu diri. Mereka menyingkir sejenak, memilih liburan di bagian lain kota itu demi memberi kesempatan bulan madu pada pasangan yang baru saja resmi menyandang status suami dan istri.Selama beberapa waktu ke depan, mereka berlibur berdua sekaligus bulan madu di daerah pinggiran Lausanne. Harvey dan Lillian berjalan menuju stasiun sambil bergandengan tangan.Sepanjang liburan di Lausanne mereka sengaja menggunakan transportasi umum untuk pergi kemana - mana. Lillian benar - benar menikmati perjalanan bersama Harvey, sejauh apa pun perjalanan dengan model seperti apa pun tidak akan terasa. Sepanjang jalan mereka bisa bercerita apa saja, topik pembicaraan selalu muncul seakan tidak ada habisnya. Sesekali mereka berhenti berbicara dan menikmati pemandangan tapi yang pasti sambil terus bermesraan.Tangan Harvey terus memegang istrinya, menjaganya supaya tetap berada di sisi trotoar. Sikapnya yang protektif membuat Lillian jatuh cinta kian dalam terhadap Harvey, membuatnya

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 51 - Minta Tunjangan

    Beberapa jam kemudian, Langit Lausanne berganti menjadi malam, Harvey memeluk Lillian di bawah selimut. Keduanya masih polos tanpa sehelai benang pun. Setelah 'pertengkaran' yang berakhir dengan desahan dan geraman, mereka kini kelelahan dan terlelap.Pemandangan di luar rumah yang akan mereka tinggali selama beberapa hari ke depan terlihat indah, atap - atap kayu dengan latar belakang biru gelap menjelang hitam pekat, jajaran lampu - lampu kerlap kerlip menambah syahdu suasana.Di atas meja, ponsel Harvey bergetar mengganggu tidur nyenyak pemiliknya. Harvey berguling ke samping, pelan - pelan melepaskan pelukannya di pinggang Lillian dan bangun dari tidurnya. Dia duduk dan menghela napas. Ujung matanya melirik ke arah jam tangan miliknya yang tergeletak di atas nakas. Pukul sepuluh malam, siapa yang meneleponnya malam - malam.Suara getaran ponsel kembali terdengar. Harvey segera menyambar ponsel dan matanya terbelalak lebar.Papa."Kamu ada dimana, Har?"Suara berat Bernard terdeng

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 52 - Tentang Ernest Lagi

    Lillian bangun bertepatan dengan Harvey yang menyudahi teleponnya dengan Bernard. Dan, demi menurunkan tensi darahnya yang naik karena cerita Bernard, Harvey memutuskan untuk berendam air panas bersama istrinya.Harvey duduk di ujung jacuzzi yang menggelegak menciptakan gelembung di permukaan. Matanya memandangi dengan sorot mendamba pada Lillian yang tengah memilih - milih film yang akan mereka tonton sambil berendam. Setelah memilih salah satu film yang pernah box office di jamannya, Lillian meluncur mulus mendekat pada Harvey.Layar TV memutar credit film pilihan Lillian diiringi dengan soundtrack yang sangat populer. Mendengarnya, Harvey pun mengerang."Kamu sudah berkali - kali nonton film ini, Lili.""Eh, tapi ini film legend banget. Dari masa ke masa bahkan sampai udah ke perayaan peraknya. Aku suka sekali film ini.""Meski berkali - kali menonton, kamu selalu menangis tersedu - sedu di endingnya.""Mau bagaimana lagi? Kan memang menyedihkan sekali endingnya. Kenapa sih harus m

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 53 - Masalahnya Dimana?

    Harvey menoleh pada Lillian. Gadis kecil yang dulu sangat disayanginya itu kini berubah menjadi wanita dewasa, istrinya. Wanita pujaannya itu memegang gelas kosong sambil memandangnya dengan lembut."Hmm... ""Apa ada sesuatu yang perlu aku tahu?" tanya Lillian santai, tak ingin memaksa Harvey.Alis Harvey bertaut memandang Lillian, menimbang untuk bercerita atau tidak. Kalau iya, apa Lillian perlu tahu semua atau hal - hal yang penting saja. Entah kenapa dia tak ingin membawa Ernest dalam percakapan mereka.Lillian berdehem. "Biasanya Mama hanya menelepon kalau ada masalah saja kan? Tapi kalau kamu masih belum mau cerita tidak apa - apa.""Ha?" Harvey mendongak, tak menyangka Lillian bisa sekalem itu. Biasanya dia sudah ngambek atau cemberut kalau keinginannya tidak dituruti."O'ya, tunggu sebentar. Aku lupa ngomong kalau ada makanan lain yang belum tersaji. Kamu pasti suka."Lillian bergerak lincah ke sudut dapur dan kembali dengan membawa sepiring onion goreng berwarna keemasan. Di

Bab terbaru

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 109 - Keluarga Kecil Bahagia

    Dua tahun kemudian,"Sebelum jam 4 sore sudah ada di rumah ya?" pinta Harvey.Lillian mengangguk, "Iya, Har. Aku cuma sebentar di rumah makan. Setelah itu baru belanja. Kalau sudah dapat barangnya, pasti aku langsung pulang."Harvey cemberut. Hari ini Lillian ada janji pergi bersama Amara, kalau sudah begitu jam pulangnya tidak akan bisa ditentukan. Sejak putera mereka berusia satu tahun, istrinya itu semakin sibuk sampai - sampai pergi pagi pulang malam. Akhirnya, Harvey lebih memilih bekerja dari rumah sambil menjaga putera mereka.Kini dia jadi bapak rumah tangga, posisi mereka jadi terbalik. Lillian yang lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah daripada Harvey."Kamu jangan mau kalau diajak keluyuran tidak jelas sama Amara. Nongkrong - nongkrong di cafe, belanja - belanja terus," omel Harvey.Lillian tersenyum. "Aku sudah nolak, Har. Tapi kamu tau sendiri bagaimana Amara kalau sudah punya keinginan. Lagipula, dia masih hamil. Apa kamu tega lihat dia keluyuran sendiri di kantor

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 107 - Persalinan Darurat

    Theopillus meyakinkan pada mereka kalau semua yang bernyawa di dalam rumah - rumah yang mengalami kebakaran sudah dievakuasi dan tidak ada yang tertinggal. Anak - anak, orang dewasa, manula, bahkan termasuk juga hewan peliharaan bagi yang memeliharanya di rumah.Kaki Harvey serasa tak berpijak saat mendengar kalau ada korban meninggal di rumah nomer E7, tapi dia memaksa diri untuk mengikuti langkah Theopillus ke sisi lain lapangan.Tidak berbeda dengan Harvey, Richard pun pucat pasi. Mereka berjalan seperti mayat hidup, sambil mendengarkan kronologis kejadian yang disampaikan oleh Theopillus.Dua laki - laki itu oleng saat melihat dua buah tandu yang berisi seseorang yang ditutup selimut sekujur tubuhnya. Mereka tidak bisa melihat wajah orang itu tapi Harvey tak sengaja melihat sebuah tangan dengan kulit putih pucat dari balik selimut di salah satu tandu. Leher Harvey tercekat, jantungnya berdegup kencang saat mengenali gelang yang melingkar di pergelangan tangan. Rantainya memang men

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 106 - Misi Penyelamatan

    "Nona," Tiba - tiba saja sopir Lillian masuk ke supermarket dan menyodorkan ponsel kepada Amara. "Ponselnya berdering terus, Nona. Saya menemukannya di jok belakang mobil. Silahkan, Nona. Barangkali ada yang urgent."Amara melihat ada nama Lillian di layar ponsel, dia langsung menggeser tombol hijau. Mengira Lillian tak sabar menunggu, Amara langsung menjelaskan kondisinya saat ini,"Sorry, Say. Tadi di supermarket terdekat tidak ada angka yang sesuai dengan usia Aunty --""Amara, dengarkan aku. Disini berbahaya... --""Ha? Ap--?"PIP.... Telepon mati. Amara membelalakkan matanya dan menoleh ke sopir, "Apa yang terjadi sebenarnya?"Sopir menatap Amara dengan bingung."Pak, ayo, jangan bengong. Sepertinya terjadi sesuatu yang buruk pada Lillian," perintah Amara sambil berlari ke mobil.Sopir tergopoh - gopoh mengikutinya."Cepat, Pak! Lima menit harus sampai!" perintah Amara begitu mereka berdua sudah berada di dalam. Tanpa banyak tanya, sopir langsung mengemudi dengan kecepatan ting

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 105 - Chaos

    "Har, kenapa HPnya tidak aktif? Aku sudah kirim pesan banyak banget lho dari pagi. Buruan susul aku. Sekarang aku sudah di rumah mama tapi malah bertemu dengan Ernest. Aku sedikit paranoid sama kelakuan Ernest... hehehe... aku ngumpet di kamar mandi. Semoga Amara cepat datang. Dia lagi beli lilin untuk kue ulang tahunnya mama.""Har, cepat pulang.""Har, perutku sakit.""Kebakaran."Suara Lillian melalui voice note terngiang - ngiang di rongga telinganya, berputar seperti kaset rusak, tidak bisa keluar dari kepalanya. Harvey berlari kencang, memaksa seluruh kekuatannya untuk berlari secepat mungkin. Menerobos jalanan yang macet, mendorong orang - orang yang menghalangi jalannya."Permisi! Permisi! Istri dan anakku terjebak kebakaran! Permisi!"Di belakangnya, Richard tidak kalah heboh."Menyingkiiir, kami harus menyelamatkan mereka!"Napas kedua laki - laki itu berderu, paru - parunya seperti akan meledak karena dipaksa lari melebihi batas kemampuan. Mereka tidak akan berhenti sebelum

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 104 - Firasat

    Wajah Carina memucat, dia tak menyangka kalau keisengannya bisa berbuntut panjang. Dia ikut masuk ke dalam lift dengan bahu meluruh, wajahnya penuh penyesalan. "Begini saja, aku akan telepon Lillian dan menjelaskan kalau semua ini salahku. Aku hanya main - main. Maafkan aku. Aku akan melakukan apa pun untuk membuat kalian sampai dengan cepat dan selamat di St. Moritz." Dia menawarkan sebuah solusi sebagai upeti perdamaian.Harvey mendengus, sementara Richard berusaha menghubungi Amara, tapi tidak diangkat."Itu akan aku urus nanti. Aku punya perasaan kalau Lillian membutuhkan aku. Jangan - jangan dia mau melahirkan. Seharusnya aku langsung pulang setelah acara pemakaman di hari pertama. Aku bukan suami yang baik," sesal Harvey berkepanjangan. Ternyata sulit menemukan tiket pesawat yang diminta oleh Harvey. Tiket pesawat penerbangan menuju St. Moritz hanya ada dua jam lagi, sesuai jadwal keberangkatan Harvey, mau tak mau mereka menggunakan fasilitas dari Carina. Sebagai permohonan maa

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 103 - Call Me, Please...

    Lillian menarik napas dan menghembuskannya berulang kali untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia berusaha berpikir jernih demi memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan. Diluar pertengkaran masih berlanjut."Pertama, kamu yang salah bergaul dengan sepupumu hingga terjerumus dalam obat - obatan dan minuman keras. Aku tidak pernah membuatmu mengkonsumsi barang - barang terlarang itu. Kamu yang salah pergaulan lalu kecanduan. Ernest, dengarkan dulu... kamu salah paham. Aku tidak pernah menyuruh orang untuk menangkapmu. Mereka dari kepolisian yang akan menahanmu karena bisnis obat terlarang. Aku justru memohon supaya kamu direhabilitasi daripada ditahan. Kamu harus sembuh, Ernest.Kedua, uang yang aku berikan padamu, sebaiknya kamu introspeksi. Kamu selalu mengambil sendiri uangku di lemari penyimpanan atau di ATM. Aku diam karena tidak mau memperpanjang masalah. Aku ibumu, kamu ingin memakai uangku maka aku memberikannya.""BOHONG! KAMU PEMBOHONG!""Ernest, demi Tuhan, aku tidak per

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 102 - Terjebak Situasi

    "Kenapa kamu membiarkan Harvey menghamilimu?" Ernest merubah pertanyaannya."Maksud kamu, kenapa aku mau dihamili sama Harvey?" tanya Lillian dengan pikiran yang kacau.Ernest mengangguk, "Hm-hm."Demi apa pun di dunia, Lillian tidak tahu harus menjawab apa. Dia belum pernah mendapat pertanyaan seaneh ini. Otaknya berputar secepat yang dia bisa untuk menemukan jawaban yang tepat, tapi yang keluar malah kalimat - kalimat dengan nada bertanya."Karena kami berdua sudah menikah kan? Seorang wanita yang sudah menikah lalu hamil, itu normal kan?"Lillian merasa kalau kecerdasannya mendadak hilang begitu saja. Dia merasa seperti di desak oleh paparazi sinting dengan pertanyaan - pertanyaan wawancara yang super aneh."Memangnya kamu harus hamil?""Ha?"Ya ampun. Apa sih ini? Pertanyaan macam apa ini? Lillian benar - benar ingin kabur dari situasi ini."Orang menikah kan tidak harus punya anak. Diluar sana banyak yang menikah dan tidak punya anak dan mereka tetap bahagia. Child free menjadi t

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 101 - Pekerjaan Baru

    Lillian terlihat ragu sejenak tapi posisinya dia sudah berada persis di ambang pintu. Boleh dibilang tubuhnya sudah masuk ke dalam ruang tamu. Tak ingin menyinggung Ernest, Lillian terpaksa masuk ke dalam rumah."Kamu itu menantu yang baik, selalu ingat hari penting mertua," ujar Ernest sambil mendahului masuk ke dalam rumah.Lillian sedikit lega saat melihat pintu rumah tidak tertutup sempurna. Itu artinya ketakutannya pada Ernest tidak beralasan. Bisa jadi mantan suaminya benar - benar sudah sembuh."Kamu mau minum apa?" tawar Ernest sambil mempersilahkan Lillian untuk duduk."Oh, terima kasih. Aku tidak haus," tolak Lillian secara halus. Dia menempelkan tubuhnya yang mulai terasa pegal ke sofa yang empuk."Bagaimana kalau air mineral? Botolnya masih tersegel, jangan khawatir aku tidak membubuhkan apa pun di dalamnya," ujar Ernest sambil tertawa pelan.Lillian terkesiap dan merasa sungkan karena Ernest ternyata merasakan kecanggungan sikapnya."Hehe, sorry aku tidak bermaksud sepert

  • Kakak Iparku Mencintaiku   Bab 100 - Kejutan

    "Apa Tuan sudah tau kalau Nyonya akan pergi menemui desainer baju Nona Amara?" tanya Anna sekali lagi untuk memastikan. Masalahnya, setiap pagi Harvey meneleponnya hanya untuk memastikan kegiatan Lillian dan Anna tadi hanya melapor kalau Lillian akan pergi siang nanti menemui Marcia."Aku sudah mengiriminya pesan Kok. Tadi pagi, aku telepon tapi dia tidak mengangkatnya. Sepertinya aku kesiangan. Kemarin aku janji mau telepon dia sebelum jam tujuh. Aku menelepon dia pukul tujuh tepat."Amara sedang menelepin seseorang. Lillian tidak ambil pusing dan kembali menikmati sarapannya. Sup jagung buatan Anna tiada duanya. "Enak banget supnya," pujinya sambil mengacungkan jempol, puas dengan masakan Anna.Tapi ekspresi Anna tidak begitu senang, dia terlihat khawatir. Ada perasaan tak enak untuk melepas majikannya pergi berdua saja hari ini."Nyonya, saya pernah dengar kalau orang hamil tidak boleh banyak keluyuran. Apalagi kalau sudah mendekati hari H. Sebaiknya di rumah saja, biar tuan yang

DMCA.com Protection Status