Sawah dan ladang yang membentang luas, menjadi salah satu tempat untuk para warga Kampung Sepuh mencari sumber kehidupan setiap harinya. Banyak dari mereka menjadi buruh tani untuk menggarap sawah, banyak juga dari mereka yang menggarap sawahnya sendiri. Juga, banyak yang mencoba mengalihfungsikan lahannya menjadi kebun yang ditumbuhi sayuran juga buah-buahan.
Mereka akan menjualnya ke para pengepul ketika panen tiba, beras-beras Kampung Sepuh yang terkenal sangat pulen dan enak apabila di makan pada saat matang dengan ikan asin dan lalapan serta sambal terasi, membuatnya sangat laku di pasaran. Juga sayur-mayur dan buah-buahan segar, yang seringkali mereka kumpulkan dan dijual di pasar induk di kota besar.Sehingga, dari hasil bertani saja sudah bisa mencukupi kehidupan mereka untuk beberapa bulan kedepan. Meskipun, tidak ada hal yang mewah yang bisa mereka dapatkan, mereka hanya bisa hidup sederhana. Dan mengambil sebagian kecil dari hasil panen itu untuk makanan se
Info : ubi jalar itu biasanya enak dimakan mentah, ada manis-manisnya gitu. apalagi di buat rujak hehe tapi jangan sekali-kali ambil di kebun orang ya, nanti disambit ama golok komen ya apabila ada yang suka nongkrong di saung tengah sawah juga kayak mereka bertiga vote mu sangat berarti bagiku kawan selamat membaca, mohon maaf hari ini satu bab terlebih dahulu, soalnya ada keperluan jadi ga bisa buat dua bab.
“Wah gila kamu mah Man, di tengah-tengah sawah gini main jelangkung, mana udah jam tiga sore pula ini kita mainnya, ” Kata Rusdi yang bergidik ketakutan karena melihat bungkusan kresek yang Darman bawa. “Tenang aja Rus, emang aku sengaja ngajak kalian ke saung ini untuk main jelangkung ini, selain kita ngobrolin kerjaan. ” “Toh dulu juga kita sewaktu SD sering banget main jelangkung, dan ampe sekarang aman-aman aja Rus, ” Kata Darman dengan santai nya. “Iya kan dulu kita cuman pake koin terus di pegang sama-sama, bisa aja itu bohong kan, karena ada yang gerakin salah satu dari kita. ” “Kalau pake ginian mah serem Man, sengaja kamu ya bikin jelangkung beneran kayak gitu? ” Kata Rusdi sambil nunjuk ke arah keresek yang belum Darman buka sepenuhnya. Parman yang melihat dua kakak tingkatnya berdebat masalah jelangkung ini hanya terdiam. Dia sudah biasa melihat Darman dan Rusdi bertengkar dan beradu pendapat ketika sedang bersama, Darman yang nyele
Disebuah saung di tengah sawah, Darman, Rusdi dan Parman terlihat sangat serius dengan sebuah jelangkung di tengah-tengah mereka. Jelangkung yang terlihat menyeramkan dengan sebuah daster putih yang sudah kotor karena berdebu, juga kepalanya yang memakai batok kelapa dan digambar sebuah wajah yang sedang tersenyum oleh Darman dengan spidol yang dia bawa. Mulut mereka terus-menerus bergumam, mereka serempak membacakan mantra pemanggil para makhluk yang nantinya akan masuk ke dalam boneka jelangkung tersebut dan berkomunikasi dengan mereka bertiga. Sudah hampir lima belas menit mereka membacakan mantra. Namun, tidak ada pergerakan sama sekali dari jelangkung itu. Tidak ada sesuatu yang mereka rasakan ketika mereka memegang jelangkung itu, seperti tidak ada satu makhluk pun yang ingin masuk ke dalam boneka jelangkung yang mereka mainkan saat ini. “Kok gak gerak-gerak ya? ” Kata Darman. “Ada yang salah gitu ya dengan mantra pemanggilnya? ” Darman
Sore hari menjelang, cahaya-cahaya kemerahan kini mulai muncul di ufuk barat. Bersamaan dengan turunnya matahari melewati awan-awan putih yang kini tampak berwarna merah tua. Sorotan cahaya dari matahari sore terlihat di antara awan-awan tersebut, juga banyak sekali kelelawar yang hilir mudik dan terbang di sekitar kampung sebagai tanda bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk mencari makan. Kelelawar-kelelawar hitam yang berjumlah ratusan itu pun mengelilingi Gunung Sepuh. Saking banyaknya, mereka bergerombol dan terbang ke sana kemari hingga menutupi langit sore di atas gunung. Namun, hal itu tidak menjadikan sesuatu hal yang mengerikan di Kampung Sepuh, para warga sudah terbiasa dengan pemandangan yang seperti ini. Pemandangan yang akan jarang sekali dilihat oleh orang-orang yang tinggal di perkotaan, dan hal itu menjadi suatu ciri khas yang hanya bisa terlihat di Kampung Sepuh di setiap sorenya. Aku kini sedang duduk-duduk di depan warung, sambil me
Sinar matahari semakin lama semakin redup, yang tersisa hanyalah warna merah kehitaman yang menutupi langit pada sore itu. Seperti berusaha untuk tetap memancarkan sinarnya, meskipun sang bulan dan bintang timur sudah perlahan muncul dan menggantikan cahayanya untuk menerangi malam. Di tengah sawah, terlihat tiga orang yang sedang berjalan perlahan dengan obor yang dan lampu minyak yang mereka bawa dari warung sebagai penerang jalan. Rasa takut, rasa gundah dan rasa khawatir karena salah satu teman mereka yang tiba-tiba hilang membuat mereka berteriak sepanjang jalan. Meneriakan nama teman mereka dengan harapan teman mereka yang hilang itu akan menjawab teriakan mereka. “DARMAAAAAAANNN!!” “A DARMAAAAAAAAAN!!” Rusdi dan Parman terus-menerus berteriak sepanjang sawah itu, beberapa kali mereka mencari di kebun, mencari di tumpukan jerami dan saung-saung. Juga mencari di kolam-kolam ikan yang ada di pinggir jalanan tersebut. “Kalian itu su
Sawah dan ladang, yang menjadi tempat bagi sebagian orang untuk mencari kehidupan pada siang hari. Sering kali, menjadi tempat yang berbeda ketika malam tiba. Hamparan padi yang sangat luas membentang hingga ke Gunung Sepuh, dengan daunnya yang hijau yang memanjakan mata. Tiba-tiba menjadi sebuah kegelapan yang total ketika malam tiba. Tidak ada satupun yang berani bermalam di persawahan ketika malam tiba, mereka sengaja membiarkan sawah dan ladang itu kosong ketika bulan dan bintang bermunculan. Bukan tanpa sebab. Tapi, warga Kampung Sepuh dan masyarakat di kala itu, sangat akrab sekali dengan kejadian-kejadian yang melibatkan para makhluk halus ketika malam tiba. Dengan kepercayaan dan adat istiadat yang seringkali bersinggungan dengan para makhluk tak kasat mata di sekitar mereka. Sehingga, banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi ketika malam tiba di persawahan. Terutama kepada orang-orang luar yang tidak tahu tentang aturan Kampung Sepuh di setiap ma
AAAAAAAAA Byuur Aku tiba-tiba teriak dan terjatuh di sawah yang penuh lumpur dekat saung, dan hal itu membuat tubuhku yang tadi nya sedang berdiri dan menancapkan jelangkung tersebut, tiba-tiba basah akibat air dan lumpur yang mengotori seluruh tubuhku ketika terjatuh. Aku tidak percaya, bahwa ada makhluk yang tingginya setengah dari badanku kini berdiri sambil memegang jelangkung tersebut dengan tatapannya yang tajam ke arahku. Aku mendadak kaget akan hal itu, karena tubuhnya yang putih, telinganya yang runcing, juga giginya yang tajam terlihat sangat jelas dari dekat. Sehingga membuat tubuhku mundur secara tiba-tiba dan jatuh di sawah. “Hayu urang ameng! (Ayo kita main! )” Kata makhluk itu dengan nada yang cempreng kepadaku. Jujur, meskipun sudah beberapa kali aku bertemu para makhluk, terutama ketika aku di tinggal sendirian di hutan beberapa saat yang lalu. Rasa takutku akan para makhluk yang muncul pada malam hari tetap saja membu
Mata Rusdi yang tadinya terpejam karena tidak sadarkan diri, secara tiba-tiba terbuka secara perlahan. Dengan rasa sakit yang masih terasa akibat kakinya yang terkilir, membuat dia merenyit kesakitan ketika dia membuka mata. Cahaya obor dan lampu minyak adalah hal yang dia lihat pertama kali, bersamaan dengan suara-suara gaduh dan suara tertawa yang terdengar jelas oleh kedua telinganya. Tangannya seperti memegang sesuatu yang bergerak ke sana kemari, kesadarannya masih belum pulih sepenuhnya, namun matanya mencoba melihat ke sekeliling tempat dia tersadar pada malam itu. Meskipun, sesaat ketika kepalanya melihat ke segala arah, apa yang dia lihat kini tampaknya membuat dia shock kembali. Rusdi melihat aku, Parman, Darman dan dirinya. Kini duduk bersila di tengah-tengah saung, dan semua tangan kita memegang jelangkung yang menjadi penyebab dari apa yang dia alami sekarang, Juga, ada satu tangan lagi yang ikut memegang jelangkung tersebut, sebu
Sebuah persawahan yang sangat luas, yang seharusnya sangat terlihat sunyi dan gelap ketika malam tiba. Kini mendadak berubah, karena di salah satu sudut persawahan itu, ada satu titik cahaya yang terang di salah satu saung. Salah satu cahaya yang terlihat dari kejauhan, yang menerangi saung dengan orang-orang yang berada di dalamnya. Namun, Seperti ada suatu magnet yang menarik para penghuni malam di persawahan tersebut, mereka terlihat berbondong-bondong datang ke saung tersebut dari segala penjuru. Ada yang terbang dengan tertawanya yang sangat memekakan telinga, bajunya berwarna putih, rambutnya berantakan, bahkan banyak sekali daun-daun kering yang menempel di sela-sela rambutnya. Makhluk itu terbang dan mengelilingi saung tersebut sambil tertawa, dia seperti terpanggil oleh sesuatu. Sesuatu yang membuatnya datang karena penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh beberapa manusia yang ada di dalam sana. Ada juga makhluk yang m
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men