"Dasar gadis aneh. Ya kamu, harus menyesuaikanlah! Kamu kerja siang malam berbulan-bulan di rumah Belinda juga takkan mampu beli hp yang akan kuberikan. Jangan banyak protes. Aku tak hanya omong besar, aku yang fasilitasi! Sudah, buang saja hp jadulmu itu, sekalian nanti pakai lempar tikus di rumahmu."
Ketimplaaaak!!! Hp jadul Dahlia sempurna mendarat di dada Aditya. Sakit sekali. Kekuatan lemparan Dahlia benar-benar membuatkan Aditya meringis menahan sakitnya. "Aku hanya praktek lempar tikus, gimana? Kira-kira tikusnya mati gak kalau lemparnya kayak gitu?""Cewek gila! Ini sakit tau! Lepas jantungku rasanya! Iiissh!"Aditya mengelus dada, menikmati sakit yang semakin mudar. Ingin rasanya dia mencekik gadis di depannya itu, tapi ekspresi tawanya yang berbinar menyipitkan mata cantiknya itu membuat Aditya luluh. Sekarang Aditya justru yang terlihat payah. "Ambil lagi hpmu sebelum kuinjak sTtttiiiit! Dareen mengklakson motor yang membawa Dahlia. Gadis itu menoleh ke belakang. "Pak! Kenapa mobil itu ngejar-ngejar kita?!" "Masak, Mbak?" "Iya!" "Oawaduuuh!" Husen melajukan motornya makin kencang. Dareen pun terus mengikuti mereka. Husen memutuskan masuk gang yang berbelok-belok juga becek. Semalam hujan turun dengan sangat deras. Setelah merasa aman, mereka pun masuk gang komplek perumahan. "Mbak, kayaknya mobil itu sudah gak kelihatan lagi! Mbak turun di sini aja ya, soalnya saya ada orderan online!" seru Husen sedikit tegang. "Oooh ... gimana dong, Pak. Saya takut mobil tadi datang, Pak!" "Tenang aja, Mbak. Gak mungkin juga mobil bagus gitu ada urusannya sama kita. Mungkin Mbaknya aja yang kepedean mentang-mentang sedang cantik sekarang," seloroh H
Pagi sekali, Aditya sudah berada di kantor, berkutat dengan data yang harus segera diselesaikan. Sudah dua hari ini, ia meliburkan diri. Jangan sampai, ayahnya berubah pikiran karena dikira malas. Sesuai janji, harus selesai secepatnya sehingga Aditya bisa fokus dengan rencana pernikahannya."Kamu kemana aja, Dit? Kok sampe dua hari ngilang?" tegur Mita, rekan satu devisi dengannya."Aku sibuk mau lamar anak gadis orang," kekeh Aditya terus fokus.Toni, teman samping meja kerja Aditya langsung melebarkan telinganya. Laki-laki kurus itu cukup terkejut sebab itu artinya, ada yang akan mengakhiri masa singel sedangkan dia masih bertahan dengan status jomblo."Iiih seriusan kamu, Dit?!""Tapi ditolak! Hahahaha!" timpal Aditya terus mengetik.Mita dan Toni ikut tertawa. Tiba-tiba, gadis berambut lurus sebahu dengan tubuh semampai meng
"Terimakasih atas sambutannya, Pak Nyoman. Anda sudah banyak membantu," ujar Aditya sedikit membungkuk untuk menghormatinya. Selama ini, dialah yang menghendel tugas ayah Aditya. Kerjanya bagus dan orangnya tegas. Sekarang Aditya berdiri tegak lalu melihat seluruh penghuni ruangan itu satu-satu. Tak ada yang berani mengangkat wajah. Jangan tanya bagaimana Belinda. Nampaknya, gadis itu sebentar lagi akan pingsan. Lihat saja, ia sedang berpegang pada ujung meja di sampingnya. Belinda hanya menunduk. Jelas terlihat, tangannya yang mulus itu sedang gemetar. Gatal juga tangan Aditya, ingin menyediakan kursi karena takut Belinda akan ambruk. 'Gimana Bel?! Masih bernafas kamu?!' batin Aditya tersenyum puas. "Sebelumnya, aku minta maaf karena tak jujur pada kalian. Aku hanya ingin mengenal perusahaanku lebih dalam. Aku juga ingin mengetahui setiap karakter kalian secara langsung. Semua takkan murni jika kalian tahu siapa aku. Kalian begitu luar biasa. Tanpa kerja keras kalian, perusahaan
Belinda mendekati kursi Aditya, mencoba meraih tangan pemuda itu. Aditya langsung menepisnya."Tolong, jangan sentuh aku, Bel! Kita tak selevel!""Adit! Segitunya kamu!""Looh ... kamu sendiri yang bilang kok. Beberapa kali dan yang terbaru, sekitar tiga jam yang lalu, di depan semua orang! Di kantorku!"Tubuh Belinda sempurna luruh di dekat kaki Aditya. Tangannya mencoba meraih betis pemuda di depannya. Aditya semakin muak. Kenapa sampai segitunya dia merendahkan diri? Setelah dia tahu siapa laki-laki yang ditolaknya. Aditya makin tak sudi."Bangun. Aku tak suka caramu ini," tegur Aditya memalingkan wajah."Please, Dit. Maafin!"Belinda memaksa."Terus, kalau aku sudah maafin kamu. Mau apa?!""Kita akan memperbaikinya," ujarnya seolah tanpa beban. Enak sekali dia berujar.&
"Uhuuk! Uhuuuk!!" Aditya sampai terbatuk-batuk.Ia sadar, wanita yang sudah menyiramnya sudah berlari jauh. Pemuda itu meludah dengan cepat. Nafasnya memburu."WOooi! Berhenti!!! Ooooi!!!"Aditya meludah berkali-kali sembari kakinya melangkah berlari. Dareen langsung melompat dengan cepat menahan kakaknya. Pemuda itu menarik bahu Aditya."Jangan dikejar, Bang! Dia hanya perempuan yang agak sedeng dikit.""Huuuftt!!!" Aditya mendengkuskan air yang terkumpul di hidungnya."Kenal di mana kamu a?! Iiishh!" Aditya berkali-kali memencet hidungnya dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Ia pun mencongkel telinganya lalu berpose miring, berharap tak ada air yang terperangkap."Gak kenal juga, Bang! Udah ah! Masuk sana. Aku mau habisin kopiku dulu," ujar Dareen santai.
Aditya CEO calling ..."Mas Adit nelpon, Ma!" pekik Dahlia."Loh diangkat dong!" timpal Marni gemas karena anaknya menghindar.Kapan lagi ada pemuda kaya yang mau sama anaknya. Marni tak mau tinggal diam.Dahlia mundur seperti ketakutan. Ia memegang kepalanya. Rambutnya masih terurai indah. Gadis itu segera berlari ke kamarnya meraih kerudungnya."Dahlia! Cepetan! Jangan buat calon suamimu menunggu, Nak!" omel Marni tak sabaran. Ia memperbaiki kerudung anaknya dan memastikan, wajah Dahlia tidak ada lumpur seperti tadi."Aku izin bicara di kamar, ya Bu!" seru Dahlia berlari membawa ponsel barunya ke dalam kamar. Sudah ada dua panggilan whatsapp vidio yang terlewatkan.Derrrrt ....Dengan jantung bertalu-talu, Dahlia menekan tombol hijau. Nampak wajah Aditya memenuhi ponsel itu.
"Ka-kamu jangan bo-bohongin Mama, Bel! Ja-jangan main-main kamu!" Yuni menopang tubuhnya dengan dua tangannya. Hampir saja ia jatuh ke lantai karena rasa terkejutnya yang luar biasa. Ia berharap, Belinda hanya sedang mengerjainya. "Sungguh, Ma! Hari ini aku hina dia di depan teman-teman kantor, rupanya hari ini Pak Nyoman, bossku membuat pengakuan! Serasa habis nafasku, Ma!" teriak Belinda menangis histeris. Kedua tangan Yuni menopang dadanya karena ia merasa jantungnya tidak aman. Rasanya, udara di rumah itu berubah seperti duri yang terasa sakit saat dihirup. Yuni menggeleng-geleng. Sudah pucat basi wajah tuanya. "Ini Ma, buktinya!" Belinda mengeluarkan ponsel dan membuka web kantornya. Ia menunjukkan pemangku jajaran jabatan di sana. Sempurna, posisi ke-dua di bawah foto Hadi Pratama, ada Aditya Dafa Pratama. Begitu cepat websitenya diperbaharui. Membeliak kedua bola mata Yuni seperti akan melompat keluar. Berkali-kali ia mengusap kelopak matanya yang berembun. "Eng-engg
Esok hari, pukul 11.00 siang.Tok!Tok!Belinda yang izin libur sehari karena kondisi kesehatan, agak terperanjat. Ia sedang menemani ibunya yang masih lemah tapi sudah sadar sepenuhnya."Siapa itu, Bel?" tanya Yuni sembari menikmati salad buah. Rasa manis asam hidangan itu membuatnya lebih segar dan relax."Gak tahu, Ma," jawab Belinda datar."Assalamu'alaikum!"Melebar mata Yuni dan Belinda."Suara cowok, Bel! Jangan-jangan Aditya! Cepet buka! Cepeeet!" seru Yuni tak sabaran.Ia memperbaiki sanggul rambutnya lalu merapikan pakaiannya. Ia tak ingin, Aditya melihatnya kusut. Pastilah pemuda itu tak bisa jauh dari anak gadisnya."Bel! Bel! Perbaiki rambutmu. Itu pasti Aditya!"Hampir mendekati pintu, Yuni menangkap pu
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand