KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (7)"Nin, ini ayamnya, dibawa pulang ya. Dan ini sisa buah melon dan semangkanya juga dibawa aja sekalian ya. Ada kulkas kan di rumah? Kalau nggak habis nanti simpan aja, soalnya Mbak sama Mas Heru udah kenyang. Jadi biar buat Kayla aja nanti. Ya, Sayang?" ujar Mbak Sari sembari mengelus sayang rambut putriku.Mbak Sari memang belum dikaruniai keturunan meski sudah hampir lima tahun menikah dengan suaminya, Mas Heru yang berprofesi sebagai seorang kepala cabang di sebuah perusahaan otomotif. Itu sebabnya wanita anggun itu begitu menyayangi Kayla yang sudah dianggapnya putrinya sendiri."Wah, makasih banyak ya, Mbak. Jadi repot repot begini sama Nina dan Kayla. Semoga rejeki Mbak selalu dilancarkan Allah ya, Mbak. Aamiin," ucapku penuh haru."Aamiin," balas Mbak Sari pula sembari tersenyum lembut.Setelah berpamitan, aku dan Kayla pun langsung pulang ke rumah.Sampai di rumah, aku melihat Mas Dicky masih sibuk di ruang kerjanya. Wajah laki laki itu terliha
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT )8)"Huek ... !" Mas Dicky memuntahkan buah yang berada dalam mulutnya ke tong sampah yang ada di dekatnya."Buah apaan sih ini! Kok rasanya pahit banget! Gila kamu ya, buah pahit begini kamu kasih ke Mas!" sungut Mas Dicky sembari menjauhkan piring berisi buah tadi dari atas meja kerjanya.Aku tersenyum simpul mendengar perkataannya."Salah Mas sendiri. Udah tahu ini makanan khusus untuk orang susah yang terpaksa nggak bisa makan karena kehabisan uang belanja, eh Mas minta juga. Bukan salahku kalau Mas merasa pahit karena dah biasa makan yang manis manis dan enak enak. Tapi kalau aku dan Kayla yang biasa nahan lapar dan puasa, rasa pahit pun jadi manis karena butuh makan, Mas, biar nggak mati," ujarku dengan nada tenang, meski dalam hati rasanya sesak sekali.Aku tahu aku berdosa sudah berbohong pada suami seperti ini, tapi kalau suami itu tabiatnya seperti Mas Rama, apa aku masih dosa juga jika aku membalas perbuatan zolim nya pada kami berdua itu deng
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (9)Aku bangun pelan-pelan saat Mas Dicky kulihat telah tertidur lelap. Dengan gerakan hati-hati aku pun berjalan mendekati lemari pakaian yang barusan Mas Dicky buka tadi dan mengambil dompet yang laki-laki itu simpan di sana, di bawah tumpukan baju-baju miliknya. Kuhitung jumlahnya ternyata ada sepuluh juta rupiah uang berwarna merah.Aku pun tersenyum simpul dengan benak mulai memikirkan bagaimana caranya supaya uang sepuluh juta ini bisa jatuh ke tanganku dengan tak dicurigai oleh Mas Dicky ika akulah yang telah mengambilnya.Beberapa saat kemudian, aku pun tersenyum simpul. Sebuah ide melintas di kepalaku. Ya, aku sudah menemukan caranya. Meski cara ini sedikit ekstrim dan riskan tapi cara inilah yang paling masuk akal untuk aku lakukan dan bisa dijadikan alibi hilangnya uang Mas Dicky dari dalam lemari.Aku akan pura pura ada orang yang masuk ke rumah ini tanpa izin alias pencuri dan mengambil uang tersebut. Dengan begitu Mas Dicky tak akan curiga j
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (10)"Nin, ini uang tiga ratus! Cukup-cukupkan untuk sebulan! Cuma itu uang yang bisa mas pinjam dari teman! Ingat, kamu harus masak yang banyak karena mulai hari ini mas mungkin sering makan di rumah timbang di luar soalnya kamu tahu sendiri uang mas habis diambil orang!""Oh ya apa kamu nggak bisa cari kerjaan biar nggak nyusahin mas terus! Biar mas nggak seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga! Sudah dapat musibah eh masih harus mikirin hidup kamu sama Kayla! Apes banget!" ucap Mas Dicky sembari mengangsurkan tiga lembar uang berwarna merah dengan kasar ke tanganku usai ia pulang dari kantor.Aku mengambil uang itu dengan tanpa suara dan penolakan. Lumayan, uang segini bisa untuk tambah-tambah beli sayuran dan bumbu dapur, soalnya uang yang kucuri dari dompet Mas Dicky malam tadi rencananya akan aku pergunakan untuk biaya sekolah Kayla kelak.Lagipula entah sampai kapan aku akan terus mencuri uangnya. Dengan kejadian semalam pasti Mas Dicky akan
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (11)"Nin, kamu jadi mau bantu mbak kalau mbak jadi buka warung nanti?" tanya Mbak Sari saat aku sowan ke rumahnya bersama Kayla usai ia pulang dari sekolah.Aku menganggukkan kepala lalu tersenyum."Jadi dong, Mbak. Kapan memangnya Mbak mau buka warung?" tanyaku antusias. Ya aku memang sudah memutuskan untuk bekerja demi bisa mengumpulkan tabungan untuk masa depanku dan Kayla. Aku tak sudi terus menerus mengemis pada Mas Dicky."Mungkin minggu depan, Nin. Oh ya ... apa kamu sudah dapat izin dari Dicky untuk kerja sama mbak?" tanya Mbak Sari pula ingin tahu.Aku pun kembali menganggukkan kepala."Sudah dong, Mbak! Malah bukan hanya diizinkan tapi justru Mas Dicky lah yang nyuruh Nina kerja supaya nggak minta nafkah lagi dari dia.""Kalau gitu, mulai minggu depan Nina udah bisa kerja ya, Mbak?" sahutku lagi."Iya, Nin. Kamu yang sabar dan tetap semangat ya. Semoga suatu saat Dicky sadar dan berubah. Aamiin," ucap Mbak Sari pula sembari menatapku prihatin.
POV Dicky"Mas, kapan sih kamu belikan aku rumah? Masa selamanya aku mau tinggal di kontrakan begini?" ucap Mia, istri keduaku sembari memanyunkan bibirnya saat aku pulang ke rumahnya sore itu.Ini entah kali ke berapa ia melayangkan protes. Namun, aku tak begitu menanggapinya. Ya, bagaimana caranya bisa membelikan ia rumah jika gajiku sudah habis kuberikan pada ibu dan padanya.Aku bukan suami yang pelit, bahkan sangat royal. Separuh gajiku kuberikan padanya. Jadi kalau tak bisa bangun rumah, aku rasa itu bukan salahku melainkan salah Mia sendiri yang tak bisa memanage keuangan sehingga tak pernah punya tabungan meski setiap bulan aku selalu memberinya nafkah sebesar sepuluh juta rupiah. Sepuluh kali lipat bahkan lebih besarnya dari pada jatah nafkah yang kuberikan pada Nina, istri pertamaku.Kami sudah menikah hampir tiga tahun lamanya dan telah dikaruniai seorang buah hati yang saat ini telah berusia dua tahun setengah, mengingat saat menikah dulu, Mia telah berbadan dua."Ya, habi
POV DICKY "Pak, apa Bapak tidak bisa menganulir lagi keputusan ini? Saya nggak pernah melakukan mark up, Pak. Bapak pasti salah orang!" ucapku tak terima pada keputusan Pak Gerald. Tak pernah terbayang dalam hidupku akan diturunkan jabatan seperti ini, dari manager perusahaan menjadi staf biasa. Benar-benar mimpi yang teramat sangat buruk.Tidak! Aku tak mau jadi staf biasa! Bagaimana aku bisa memenuhi gaya hidup Mia yang glamor dan ibu yang selalu menuntut banyak uang jika posisiku diturunkan seperti ini?Namun, Pak Gerald hanya mengulas senyum tipis."Maaf, Pak. Keputusan ini sudah bulat. Berdasarkan hasil audit keuangan yang dilakukan beberapa waktu lalu, anda terindikasi melakukan penyimpangan dana di perusahaan ini dengan melakukan mark up. Oleh karena itu direksi memutuskan untuk menurunkan jabatan saudara menjadi staf biasa. Kalau saudara tidak terima dengan keputusan ini, saudara dipersilahkan untuk mengajukan pengunduran diri dengan sukarela!" jawab Pak Gerald lagi dengan n
"Tapi Amel pengen makan di warung ayam geprek Ibunya Kayla, Pa. Please ... katanya Amel boleh minta apa saja. Tapi kok Papa ingkar janji? Pokoknya Amel cuma pengen ke warungnya Kayla, Pa. Amel masih pengen main sama Kayla soalnya. Boleh ya, Pa. Please ....?" ucap Amelia lagi memaksa sang papa.Lalu sebelum sempat papanya menolak kembali, Amelia sudah teriak gembira pada Kayla."Kayla, boleh kan aku makan di warungnya ibu kamu? Katanya ayam geprek di warung ibu kamu enak banget. Mau dong aku makan di sana. Ya, La?" ucap Amelia sumringah.Kayla pun ikut sumringah."Ya, boleh dong. Tapi Papa kamu nggak bolehin. gimana dong?" sahut Kayla."Papaku bolehin kok. Ya kan, Pa? Yuk, Pa, kita berangkat sekarang. Nanti kehabisan," ucap Amelia lagi memaksa papanya.Akhirnya setelah nego antara anak dan bapak, laki-laki bernama Gerald itu pun terpaksa menyetujui.Giliran aku yang dilanda gundah karena tentu saja aku tak sudi ikut mobil laki-laki tak punya etika itu saat putrinya memintaku dan Kayla
"Nina, ini gaji kamu bulan ini. Alhamdulillah berkat bantuan kamu, warung mbak ini bisa berjalan lancar. Semoga ke depannya makin sukses ya, Nin," ucap Mbak Sari saat aku datang ke warung.Hari ini tepat satu bulan sudah aku bekerja menjadi pelayan di warung ini. Alhamdulillah sesuai janji Mbak Sari, aku pun mendapatkan gaji sebesar tiga juta rupiah setiap bulan. Jumlah yang bagiku sangat besar sebab baru kali ini aku menerima uang sebanyak ini. Biasanya hanya dua ratus ribu rupiah saja jatah perminggu yang diberikan oleh Mas Dicky padaku. Itu sebabnya, menerima gaji pertama ini, hatiku girang bukan main. Setelah ini aku bisa mencari rumah kontrakan baru karena aku sudah tak tahan lagi tinggal serumah dengan Mas Dicky, Mia dan ibunya.Setiap hari mereka selalu menguji mental dan kesabaranku. Jika tak ingat Kayla tak punya siapa-siapa selain aku jika kutinggalkan, mungkin aku sudah membuat perhitungan dengan mereka tak peduli masuk penjara karena hati sudah terlalu sakit rasanya."Aam
"Apa? Kok bisa sih Mas, kamu diturunkan jabatan jadi staf biasa? Gimana ceritanya sih? Terus gaji kamu tinggal berapa dong sekarang? Apa cukup buat memenuhi kebutuhan kami semua! Apa salah kamu sih, Mas, sampai bisa diberhentikan jadi manager gitu?" tanya Mia beruntun dengan nada suara terdengar gundah dan penuh kekecewaan.Mas Dicky menghela nafas lalu mengibaskan tangannya."Ini gara-gara kamu juga! Gara-gara kamu selalu minta uang terus, mas jadi gelap mata dan me-mark-up harga barang-barang! Makanya sekarang nggak usah banyak protes! Terima aja kalau sekarang penghasilan mas pas-pasan. Makanya kamu yang hemat kalau nggak mau kelaparan!" jawab Mas Dicky menghardik.Aku hanya tersenyum simpul dalam hati melihat adegan itu. Akhirnya karma itu datang juga. Selamat menikmatinya, Mas! Mia! Batinku dalam hati."Nina! Lama sekali baru pulang kemana aja sih kamu? Kamu tahu nggak ini sudah jam berapa? Kenapa baru pulang?" hardik Mas Dicky pula tiba-tiba padaku saat akhirnya menyadari jika
"Tapi Amel pengen makan di warung ayam geprek Ibunya Kayla, Pa. Please ... katanya Amel boleh minta apa saja. Tapi kok Papa ingkar janji? Pokoknya Amel cuma pengen ke warungnya Kayla, Pa. Amel masih pengen main sama Kayla soalnya. Boleh ya, Pa. Please ....?" ucap Amelia lagi memaksa sang papa.Lalu sebelum sempat papanya menolak kembali, Amelia sudah teriak gembira pada Kayla."Kayla, boleh kan aku makan di warungnya ibu kamu? Katanya ayam geprek di warung ibu kamu enak banget. Mau dong aku makan di sana. Ya, La?" ucap Amelia sumringah.Kayla pun ikut sumringah."Ya, boleh dong. Tapi Papa kamu nggak bolehin. gimana dong?" sahut Kayla."Papaku bolehin kok. Ya kan, Pa? Yuk, Pa, kita berangkat sekarang. Nanti kehabisan," ucap Amelia lagi memaksa papanya.Akhirnya setelah nego antara anak dan bapak, laki-laki bernama Gerald itu pun terpaksa menyetujui.Giliran aku yang dilanda gundah karena tentu saja aku tak sudi ikut mobil laki-laki tak punya etika itu saat putrinya memintaku dan Kayla
POV DICKY "Pak, apa Bapak tidak bisa menganulir lagi keputusan ini? Saya nggak pernah melakukan mark up, Pak. Bapak pasti salah orang!" ucapku tak terima pada keputusan Pak Gerald. Tak pernah terbayang dalam hidupku akan diturunkan jabatan seperti ini, dari manager perusahaan menjadi staf biasa. Benar-benar mimpi yang teramat sangat buruk.Tidak! Aku tak mau jadi staf biasa! Bagaimana aku bisa memenuhi gaya hidup Mia yang glamor dan ibu yang selalu menuntut banyak uang jika posisiku diturunkan seperti ini?Namun, Pak Gerald hanya mengulas senyum tipis."Maaf, Pak. Keputusan ini sudah bulat. Berdasarkan hasil audit keuangan yang dilakukan beberapa waktu lalu, anda terindikasi melakukan penyimpangan dana di perusahaan ini dengan melakukan mark up. Oleh karena itu direksi memutuskan untuk menurunkan jabatan saudara menjadi staf biasa. Kalau saudara tidak terima dengan keputusan ini, saudara dipersilahkan untuk mengajukan pengunduran diri dengan sukarela!" jawab Pak Gerald lagi dengan n
POV Dicky"Mas, kapan sih kamu belikan aku rumah? Masa selamanya aku mau tinggal di kontrakan begini?" ucap Mia, istri keduaku sembari memanyunkan bibirnya saat aku pulang ke rumahnya sore itu.Ini entah kali ke berapa ia melayangkan protes. Namun, aku tak begitu menanggapinya. Ya, bagaimana caranya bisa membelikan ia rumah jika gajiku sudah habis kuberikan pada ibu dan padanya.Aku bukan suami yang pelit, bahkan sangat royal. Separuh gajiku kuberikan padanya. Jadi kalau tak bisa bangun rumah, aku rasa itu bukan salahku melainkan salah Mia sendiri yang tak bisa memanage keuangan sehingga tak pernah punya tabungan meski setiap bulan aku selalu memberinya nafkah sebesar sepuluh juta rupiah. Sepuluh kali lipat bahkan lebih besarnya dari pada jatah nafkah yang kuberikan pada Nina, istri pertamaku.Kami sudah menikah hampir tiga tahun lamanya dan telah dikaruniai seorang buah hati yang saat ini telah berusia dua tahun setengah, mengingat saat menikah dulu, Mia telah berbadan dua."Ya, habi
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (11)"Nin, kamu jadi mau bantu mbak kalau mbak jadi buka warung nanti?" tanya Mbak Sari saat aku sowan ke rumahnya bersama Kayla usai ia pulang dari sekolah.Aku menganggukkan kepala lalu tersenyum."Jadi dong, Mbak. Kapan memangnya Mbak mau buka warung?" tanyaku antusias. Ya aku memang sudah memutuskan untuk bekerja demi bisa mengumpulkan tabungan untuk masa depanku dan Kayla. Aku tak sudi terus menerus mengemis pada Mas Dicky."Mungkin minggu depan, Nin. Oh ya ... apa kamu sudah dapat izin dari Dicky untuk kerja sama mbak?" tanya Mbak Sari pula ingin tahu.Aku pun kembali menganggukkan kepala."Sudah dong, Mbak! Malah bukan hanya diizinkan tapi justru Mas Dicky lah yang nyuruh Nina kerja supaya nggak minta nafkah lagi dari dia.""Kalau gitu, mulai minggu depan Nina udah bisa kerja ya, Mbak?" sahutku lagi."Iya, Nin. Kamu yang sabar dan tetap semangat ya. Semoga suatu saat Dicky sadar dan berubah. Aamiin," ucap Mbak Sari pula sembari menatapku prihatin.
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (10)"Nin, ini uang tiga ratus! Cukup-cukupkan untuk sebulan! Cuma itu uang yang bisa mas pinjam dari teman! Ingat, kamu harus masak yang banyak karena mulai hari ini mas mungkin sering makan di rumah timbang di luar soalnya kamu tahu sendiri uang mas habis diambil orang!""Oh ya apa kamu nggak bisa cari kerjaan biar nggak nyusahin mas terus! Biar mas nggak seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga! Sudah dapat musibah eh masih harus mikirin hidup kamu sama Kayla! Apes banget!" ucap Mas Dicky sembari mengangsurkan tiga lembar uang berwarna merah dengan kasar ke tanganku usai ia pulang dari kantor.Aku mengambil uang itu dengan tanpa suara dan penolakan. Lumayan, uang segini bisa untuk tambah-tambah beli sayuran dan bumbu dapur, soalnya uang yang kucuri dari dompet Mas Dicky malam tadi rencananya akan aku pergunakan untuk biaya sekolah Kayla kelak.Lagipula entah sampai kapan aku akan terus mencuri uangnya. Dengan kejadian semalam pasti Mas Dicky akan
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT (9)Aku bangun pelan-pelan saat Mas Dicky kulihat telah tertidur lelap. Dengan gerakan hati-hati aku pun berjalan mendekati lemari pakaian yang barusan Mas Dicky buka tadi dan mengambil dompet yang laki-laki itu simpan di sana, di bawah tumpukan baju-baju miliknya. Kuhitung jumlahnya ternyata ada sepuluh juta rupiah uang berwarna merah.Aku pun tersenyum simpul dengan benak mulai memikirkan bagaimana caranya supaya uang sepuluh juta ini bisa jatuh ke tanganku dengan tak dicurigai oleh Mas Dicky ika akulah yang telah mengambilnya.Beberapa saat kemudian, aku pun tersenyum simpul. Sebuah ide melintas di kepalaku. Ya, aku sudah menemukan caranya. Meski cara ini sedikit ekstrim dan riskan tapi cara inilah yang paling masuk akal untuk aku lakukan dan bisa dijadikan alibi hilangnya uang Mas Dicky dari dalam lemari.Aku akan pura pura ada orang yang masuk ke rumah ini tanpa izin alias pencuri dan mengambil uang tersebut. Dengan begitu Mas Dicky tak akan curiga j
KUCURI UANG SUAMIKU YANG PELIT )8)"Huek ... !" Mas Dicky memuntahkan buah yang berada dalam mulutnya ke tong sampah yang ada di dekatnya."Buah apaan sih ini! Kok rasanya pahit banget! Gila kamu ya, buah pahit begini kamu kasih ke Mas!" sungut Mas Dicky sembari menjauhkan piring berisi buah tadi dari atas meja kerjanya.Aku tersenyum simpul mendengar perkataannya."Salah Mas sendiri. Udah tahu ini makanan khusus untuk orang susah yang terpaksa nggak bisa makan karena kehabisan uang belanja, eh Mas minta juga. Bukan salahku kalau Mas merasa pahit karena dah biasa makan yang manis manis dan enak enak. Tapi kalau aku dan Kayla yang biasa nahan lapar dan puasa, rasa pahit pun jadi manis karena butuh makan, Mas, biar nggak mati," ujarku dengan nada tenang, meski dalam hati rasanya sesak sekali.Aku tahu aku berdosa sudah berbohong pada suami seperti ini, tapi kalau suami itu tabiatnya seperti Mas Rama, apa aku masih dosa juga jika aku membalas perbuatan zolim nya pada kami berdua itu deng