Bugh!Jemmy terhuyung ke belakang karena kalah cepat. Laki-laki itu meringis kecil sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Perkelahian itu otomatis memancing beberapa karyawan untuk menonton.Cassandra segera memeluk suaminya dengan erat, mencegah laki-laki itu berbuat lebih nekad. Andrian menatap sekilas sang istri, lalu kembali mengepalkan tangan ke arah wajah Jemmy."Amore, sudah!" cegah Cassandra sembari menurunkan lengan suaminya. "Aku tidak mau kamu berurusan dengan polisi. Cukup, Amore!"Jemmy melirik Cassandra kecewa. Sedangkan Andrian, tanpa sadar membalas pelukan istrinya itu. Cassandra menatap nyalang pada Jemmy. Wanita itu tersenyum sinis, merasa puas melihat luka di sudut bibir laki-laki itu."Itu baru peringatan kecil, Tuan Kastilont. Anda telah membuat semua menjadi kacau dengan cara memfitnah saya. Apa tujuan Anda ke kantor ini hanya ingin membuat kekacauan?" tanyanya sambil menunjuk muka Jemmy.Jemmy menggeleng samar dengan sudut bibir melekuk senyum, laki-laki
"Sebaiknya Kakek hati-hati padanya. Dia mungkin pebisnis hebat, tapi belum tentu punya maksud baik!""Apa maksudmu bicara begitu, hm? Kamu tahu dari mana, Nak?" tanya Gennaro belum juga mengerti. Cassandra menggeleng bingung sembari memilin jemarinya sendiri. Memang saat ini dia tidak punya bukti apa-apa tentang kejahatan Jemmy. Di kalangan para pebisnis, Jemmy dikenal sebagai seorang pengusaha sukses. Oleh sebab itu, Gennaro membuka kesempatan pada Jemmy untuk memberikan suntikan dana di La Stampa Roma."Ah, saya juga tidak paham. Tapi sa-ya, saya ....""Kamu tidak tahu apa-apa soal bisnis. Jadi, berhentilah mempengaruhi Kakek, Cassandra!" sahut Andrian sambil membuka pintu.Rupanya, Andrian sengaja mendengarkan pembicaraan mereka di depan pintu. Andrian tidak ingin Cassandra membuka mulut tentang dugaan kejahatan Jemmy pada Gennaro. Andrian ingin menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri. Gennaro menatap bergantian pada Andrian dan Cassandra dengan kening berkerut. Dia semak
"Aku tidak ingin ada Gabby atau perempuan lain di sini. Aku ingin kembali menjadi sekretarismu, Andrian!" ucap Cassandra tegas.Cassandra tidak memperdulikan reaksi Andrian yang melongo. Hari ini Cassandra tidak peduli jika harus merendahkan diri di hadapan Andrian. Hari ini dia tidak peduli jika Andrian menganggapnya murahan hanya untuk mempertahankan rumah tangganya.Andrian termangu, berusaha mencerna setiap ucapan Cassandra yang baru saja masuk ke telinganya. Selanjutnya, laki-laki itu menggeleng tidak mengerti."Aneh sekali. Bukankah kamu sendiri yang dulu pergi dari sini? Jangan egois, Cassandra!" ucap Andrian sembari tersenyum sinis. "Aku tidak peduli kalau kamu bilang egois, Andrian. Aku hanya mempertahankan hakku. Aku tidak ingin ada perempuan lain yang masuk dalam kehidupan suamiku!" Senyum di bibir Andrian berubah tawa mengejek. Laki-laki itu menunjuk dada istrinya dengan tatapan tajam seperti seekor elang pemangsa."Dengar, Cassandra! Kamu tidak bisa mengaturku karena kam
Cassandra menggeleng pelan seolah tidak percaya. "Apa maksudmu, Andrian?" tanyanya sangat lirih.Andrian hanya tersenyum miring sekilas. "Telingamu berfungsi, kan?" sindirnya. "Baiklah, aku ulangi, istriku!" Andrian mendekatkan wajah pada Cassandra. "Malam ini aku akan tidur dengan perempuan lain di sini. Jadi, keluarlah!" perintahnya dengan nada tinggi. Cassandra ternganga. Dia menatap berkaca-kaca pada laki-laki itu. Cassandra seperti merasakan deja vu. Andrian pernah melakukan hal yang sama ketika mereka masih menikah kontrak dulu. Namun, sekarang? Mereka tidak lagi terikat pernikahan kontrak. Namun, pernikahan yang dilandasi komitmen untuk belajar saling mencintai. Lalu apa ini? Andrian kembali bersikap seenaknya sendiri dengan dalih balas dendam."Tidak, aku tidak akan membiarkannya," lirih Cassandra dengan tatapan berkabut. "Kamu tidak boleh melakukan itu, Andrian. Tidak boleh!" "Keluar! Keluar, aku muak melihatmu, Cassandra Lussete!" usir Andrian sembari menarik paksa tangan
"Kalau ditanya itu jawab, jangan seperti orang tidak punya telinga! Kamu dengar, tidak?" ulang Andrian dengan kesal.Di sampingnya, Cassandra memejamkan mata sejenak sembari mendengus lirih. Dia harus menpertebal telinga mendengar ucapan Andrian. Sabar, sabar, memiliki suami bermulut racun kalajengking harus extra sabar. Cassandra kembali menarik napas, melonggarkan dadanya yang sesak. Wanita itu berhenti di depan lift diikuti oleh Andrian. Andrian melirik Cassandra yang bersikap benar-benar berbeda pagi ini."Kenapa denganmu, Cassandra? Apa kamu kesurupan sehingga mendiamkanku?" Kembali Andrian mengungkit.Ting!Pintu lift terbuka, tanpa repot-repot menjawab, Cassandra memasuki lift lebih dahulu disusul Andrian. Keduanya adu punggung di dalam kotak baja berukuran lebih dari 2 meter persegi itu.Pintu lift kembali terbuka di lantai 4. Cassandra bergegas keluar, tetapi dengan cepat Andrian menarik tangannya sehingga dia kembali memasuki lift.Cassandra menepis pelan tangan Andrian, lal
"Katakan, apa itu benar?" tanya Andrian menuntut jawaban.Cassandra menoleh pada Angelica dan kedua temannya di situ. Lalu wanita itu segera bangkit dan menarik pelan tangan Andrian untuk menyingkir dari situ."Jika kamu ingin tahu jawabannya, aku jawab iya, puas kamu?" tanya Cassandra sinis.Wajah Andrian memerah seketika mendengar jawaban Cassandra. Laki-laki itu menatap nanar sang istri yang lagi-lagi menunjukkan sikap tak acuh. "Sejak kapan kalian dekat? Apa karena dia salah satu pelangganmu?" tanya Andrian tercekat."Anggap saja begitu. Baiklah, sekarang sudah sore. Saya harus pulang karena pekerjaan saya sudah selesai!" ucap Cassandra lalu beranjak dari dekat Andrian.Andrian menahan langkah sang istri dengan menyambar tangan wanita itu dan mencengkeramnya erat. Cassandra langsung memalingkan wajah dari suaminya itu. "Lepaskan aku, Andrian. Aku harus pulang," pinta Cassandra lirih."Kalau kamu pulang, kita pulang bersama. Ayolah, kita mulai berdamai Cassandra. Jangan mulai lag
"Bunda Stefania, kenapa dia tiba-tiba menelepon?" tanya Andrian retoris.Sambil tetap mengemudi, Andrian menyambungkan telepon dengan head unit. Keningnya semakin mengernyit ketika terdengar suara khawatir dari Bunda Stefania di seberang sana."Maksud Anda, Cassandra tinggal di panti sekarang?" tanya Andrian memastikan. Dia memang tidak mencari tahu di mana Cassandra tinggal. Gengsinya terlalu tinggi untuk terus memohon sang istri kembali, apalagi mencari keberadaan wanita itu. Akhirnya, Andrian menarik napas lega mendengar Cassandra tinggal di panti lagi. Setidaknya dia memiliki sedikit titik terang mengenai hubungan Cassandra dan Jemmy adalah sebuah kesalahpahaman, seperti yang Cassandra jelaskan waktu itu."Cassandra pergi dari panti. Dia bilang ke rumah Bella, tapi Bunda tidak yakin, Tuan!" beritahu Bunda Stefania dari seberang, menginterupsi lamunan Andrian."Maksudnya bagaimana, saya belum mengerti!" ulang Andrian lagi."Dia bersikap aneh. Tiba-tiba pamit ke rumah Bella, tapi
Jemmy tidak menghiraukan tangisan Cassandra di bawah kungkungannya. Laki-laki itu menyusuri tubuh indah Cassandra dengan ciuman dan tatapan memuja. Dia berharap sikap Cassandra melunak dan melupakan sejenak keberadaan Andrian di hati serta pikiran wanita itu.Namun, apa yang diharapkan Jemmy tidak pernah terjadi. Kini tubuh Cassandra memang menjadi miliknya, tetapi hati dan pikiran wanita itu tidak berada di sini. Cassandra tidak menikmati sedikit pun permainan yang Jemmy berikan. Dia merasa tersiksa setiap kali Jemmy membawanya pada penyatuan menyakitkan."Maafkan aku, Andrian, maaf," jerit hati Cassandra pilu ketika Jemmy terus meniti kenikmatan demi kenikmatan dari setiap inchi tubuhnya.Sesekali Jemmy mengecup bibir Cassandra untuk meredam tangisan wanita itu. Berkali-kali pula air mata Cassandra meleleh di pipi."Seandainya ini bukan kamu, aku tidak menyukainya, Honey. Tapi aku harus menghormatimu karena kesepakatan kita." Jemmy berkata kecewa sambil terus mencapai puncak kenikma
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan