“Sudahlah Mah, biarkan mereka istirahat. Kita bisa bahas ini lagi nanti!” suruh Papah Harto.
“Gak bisa Pah! Papah harus tau yah, selama ini mereka tuh malah memutuskan untuk childfree,” ucap Mamah Tari.
“Childfree??” tanya Papah Harto yang belum paham dengan istilah tersebut.
“Mereka memutuskan untuk tidak punya keturunan sama sekali dan sudah pasti Rangga terdorong seperti itu karena memang Dinda yang mandul!” jelas Mamah Tari.
Papah Harto pun terkejut mendengar penjelasan dari istrinya.
“Rangga!! Kalian juga tidak seharusnya seperti itu!!” ucap Papah Harto yang tidak percaya dengan keputusan putranya itu.
“Pah, ini kehidupan pernikahan Rangga dan Dinda, jelas ini hak kita. Toh Rangga juga udah bahagia ko bisa hidup sama Dinda,” tegas Rangga pada orangtuanya.
“Tapi bukan seperti itu juga Nak? Apa kamu yakin tidak ingin punya anak?” tanya Papah Harto.
Rangga menunduk. Dalam hati kecilnya jelas ia menginginkan seorang anak. Setiap kali bertemu dengan teman-teman seangkatannya yang sudah memiliki seorang putra dan putri hatinya merasa sedih dan setiap kali Rangga melihat anak-anak senyum merekah terlihat dari bibirnya.
Hanya saja Rangga tidak pernah memperlihtakan semua itu di depan Dinda apa lagi mengungkapkannya. Ia tidak ingin melihat istrinya bersedih dan terbebani dengan keinginannya tersebut sehingga Rangga menyimpan semuanya sendiri.
Dinda yang melihat ekspresi Rangga kali ini tersadar bahawa selama ini ternyata Rangga memang mendambakan kehadiran seorang anak.
“Mas apa selama ini kamu berbohong!” ucap Dinda dalam hati.
Dinda mencoba mengangkat kepalanya dan menguatkan hatinya lalu ia berkata, “Aku ikhlas jika Mas Rangga harus menikah lagi!”
“ADINDA!!” toleh Rangga sembari memanggil nama istrinya dengan nada yang tinggi karena tidak percaya jika Dinda akan menyetujui permintaan dari Mamahnya.
“MAS!!”
Mata mereka saling bertemu. Ada rasa sakit yang tidak bisa Dinda jelaskan pada suaminya, namun ia harus bisa merelakan semua itu demi sebuah keturunan di keluarga Prayoga.
Rangga adalah putra satu-satunya di keluarga Prayoga sehingga saat Rangga menikah orangtunya begitu berharap mereka akan segera menimang cucu dan bermain dengan mereka. Bahkan dulu Rangga pernah menceritkaan keinginannya untuk memiliki anak lebih dari satu karena ia merasa kesepian tidak menjadi seorang adik dan tidak memiliki seorang kakak.
“Insya Allah solusi dari Mamah, adalah solusi terbaik!!” tegas Dinda yang berusaha kuat dengan memegang erat tangan suaminya.
“Ini jelas bukan solusi Din, mana mungkin aku menikah kembali. Bagaimana aku mempertanggung jawabkan semua ini pada orangtumu?” Rangga tetap berusaha menolak permintaa dari Mamahnya meskipun sudah mendapatkan izin dari Dinda.
“Istrimu saja sudah mengizinkan, apa lagi yang kamu pikirkan Rangga? Sebelum hasil pemeriksaan ini keluar kamu sudah berjanji sama Mamah jika Dinda yang mandul, maka kamu akan menuruti solusi yang Mamah berikan dan kamu sudah menyetujuinya!” ucap Mamah Tari mencoba mengingatkan Rangga dengan janji dia sebelumnya.
“Tapi Mah….” Rangga yang terus berusah menolak.
“Calonmu itu bukan orang asing lagi bagi keluarga kita Rangga!” ucap Mamah Tari.
“Dia adalah orang yag sudah jelas bibit, bobot, dan bebetnya. Orang dari keluarga terpandang yang sudah pasti akan memberikan kamu seorang anak,” tambah Mamah Tari.
Dinda jelas merasa tersingkir dengan ucapan dari Mamah Tari, tapi mendengar ciri-ciri dari calon istri yang Mamah Tari sebutkan sepertinya Dinda mengenal orang tersebut.
“Apa dia putri dari Maya dan Evan?” tanya Papah Harto.
Senyum Mamah Tari yang begitu merekah menandakan bahwa benar dia adalah putri dari Maya dan Evan. Putri sahabat mereka yang memang sejak dulu sudah akan dijodohkan dengan Rangga bahkan sempat berpacaran dengan Rangga saat mereka masih duduk di bangku SMA.
Posisi Dinda benar-benar dipojokan dengan wanita pilihan dari Mamah Tari, seorang yang sudah jelas memiliki ikatan lebih dekat dengan keluarga suaminya dan orang yang dulu pernah singgah di hati suaminya.
“Aku tidak mungkin memilih sembarang orang untuk putraku!” ucap Mamah Tari dengan bangga dan dengan tatapan tajam pada Dinda yang seolah memperjelas bahwa Dinda bukan orang yang dia inginkan selama ini.
Rangga jelas kaget mengetahui hal tersebut.
“Fasha???”
“Apa benar itu Fasha?” tanya Rangga pada Mamah Tari.“Benar Rangga!!” jawab mantap Mamah Tari.Rangga terpaku mendengar kenyataan yang harus ia hadapi sekarang. Wanita yang dulu begitu sulit ia lupakan kini datang dan hadir kembali dalam kehidupannya. Bahkan sekarang dia akan menjadi calon istrinya.Jika hal ini terjadi sebelum dirinya menikah dengan Dinda wanita yang kini begitu ia cintai, tentu itu akan menjadi sebuah kebahagiaan baginya, tapi kali ini ceritanya sudah berbeda.“Mamah tau kalian dulu pernah saling mencintai jadi bukan hal sulit buat kamu untuk menjalin kembali kedekatan itu dengan Fasha!” ucap Mamah Tari yang agak memaksa.Mamah Tari benar-benar keterlaluan, sampai hati dia berbicara seperti itu di hadapan menantunya. Bagi Dinda kesal pun tidak akan merubah keputusan Mamah Tari untuk mengurungkan niatnya tersebut, jadi Dinda memilih untuk tidak berkomentar apapun dan menerima semua keputusan dari keluarga Rangga.“Mas terima saja!” singkat Dinda.“Sayang ini bukan p
Keesokan harinya Mamah Tari sejak pagi buta sudah sangat sibuk di dapur menyipakan berbagai jenis hidangan bersama Bi Darmi. Papah Harto turun ke bawah karena mendengar keributan di dapur. Ia melihat jam tanganya yang masih menujukan pukul setengah enam pagi. “Masih jam segini sudah ribut-ribut di dapur Mah?” tanyanya penasaran. “Eh… Papah udah bangun!!” sapa Mamah Tari pada suaminya. “Hari ini kita akan kedatangan tamu spesial Pah,” tambah Mamah Tari yang menjawab pertanyaan suaminya. “Tamu spesial??” Papah Harto masih belum paham. “Evan dan Maya akan datang ikut sarapan di rumah kita Pah,” jawab istrinya sambil sibuk kesana kemari menyiapakan bahan masakan. Dinda yang sedang berjalan di tangga menuju ke bawah menghentikan langkah kakinya, saat mendengar keluarga Fasha akan datang berkunjung. Harapannya bahwa semua ini adalah mimpi buruk ternyata salah, yang sekarang ia hadapi adalah sebuah kenyataan. Matahari saja belum terbit atau mungkin mulai saat ini hari-harinya tak aka
Sepulang dari rumah sakit sudah terpakrir sebuah mobil Volvo XC60 di halaman rumah Rangga, sepertinya keluarga Fasha sudah datang.****“Nah ini sepertinya suara mobil Rangga,” ucap Mamah Tari yang kemudian menyuruh Bi Darmi untuk segera membukakan pintu.“Bi Darmi cepat buka pintunya!!” suruh Mamah Tari.Bi Darmi bergegas membuka pintu rumah.Deg.Jantung Dinda seolah memberi aba-aba untuk bersiap bertemu dengan calon istri dari suaminya nanti. Ia menarik nafas panjang seblum melangkah keluar dari mobil.“Den sudah di tunggu!” kata Bi Darmi pada majikannya.Rangga hanya mengangguk.Ia lalu memapah Dinda, namun Dinda menolaknya.“Gak enak Mas!” tolak Dinda.“Gak enak apanya? Kamu tuh istri aku,” gerutu Rangga.“Aku gak papa ko!” Dinda terus yang berusah terlihat baik-baik saja.“Rangga…. ayo cepat sini Om Evan dan Tante Maya sudah menunggu kamu dari tadi!!” suruh Mamah Tari yang sudah tidak sabar. Ia lalu menghampiri Rangga dan menggandeng tangan putranya tanpa mempedulikan Dinda yang
Keluarga Fasha yang kecewa dan marah meninggalkan kediaman keluarga Rangga, namun Fasha menolak untuk pergi.“Tunggu Mah!! Aku yakin Rangga punya penjelasan sendiri tentang semua ini,” ucap Fasha.“Penjelasan apa lagi sayang? Dia sudah beristri!” tekan Mamahnya.“Fasha ayo kita pulang!” perintah Om Evan pada putrinya.Fasha tetap menolak dan bersikeras untuk menunggu Rangga turun dan mendengar semua penjelasannya.“AYO KITA PULANG!!” bentak Om Evan pada Fasha.“Maya, Evan tunggu dulua, aku bisa menjelaskannya! Pernikahan Rangga dan Dinda tidak pernah kami restui. Bukankah kita sudah berjanji untuk menjodohkan anak kita kelak!” jelas Mamah Tari yang terus berusaha menjelaskan pada sahabatnya.“Aku yang merestui mereka!” sambung Papah Harto.Om Evan yang mendengar pernyataan dari Papah Harto langsung tersulut amarah.“INI SAMBUTAN DARI KELUARGAMU HARTO??CUIHHHH!!” ucap Om Evan sambil berkacak pinggang.“Pah, kenapa kamu malah memperkeruh suasana!” kesal Mamah Tari pada suaminya.Suara
“Lalu bagaimana keadaan Fasha saat ini?” tanya Papah Harto. “Aku bersyukur, putriku adalah orang yang begitu kuat dan gigih. Dokter sudah menyatakan dia sembuh total,” jawab Om Evan. “Itulah alasan kenapa kami pulang, karena Fasha ingin segera bertemu kembali dengan Rangga!” tambah Tante Maya. “Tapi kenapa kondisinya sekarang kembali melemah?” tanya Mama Tari memastikan. “Dia masih butuh penyesuaian!” jawab singkat Tante Maya. Namun sepertinya Mamah Tari terlihat begitu khawatir bukan karena sakit yang di derita olehh Fasha sebelumnya. Ia khawatir jika Fasha masih mengidap penyakit tersebut, Fasha pun sama tidak bisa mengandung anak Rangga kelak. **** Dinda awalnya berniat untuk menghampiri Rangga, ia sudah berjalan menuju tangga, namun ia menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk turun ke bawah. “Rasanya kehadiranku tidak akan memberikan pengaruh apapun di sana,” ucap Dinda. Ia lalu berbalik dan kembali ke kamarnya. Dunia Dinda sepertinya sudah hancur berkeping-
“NON DINDA…” teriak Bi Darmi yang mendapati Dinda sudah terbaring di lantai. “Ya Allah Non, kenapa toh ini?” Bi Darmi kebingungan melihat kondisi Dinda. Ia berusaha mengangkat tubuh Dinda, namun kesulitan sehingga Bi Darmi berlari mencari Pak Dono untuk membantunya. Akhirnya Dinda dibopong ke kamarnya oleh Pak Dono dan Bi Darmi langsung menghubungi Rangga. “Den… maaf Bibi ganggu, ini Non Dinda pingsan Den..” seru Bi Darmi pada Rangga yang sedang menunggui Fasha. Ternyata kondisi Fasha drop sehingga ia di larikan ke rumah sakit dan Fasha hanya ingin ditunggi oleh Rangga. “Hah… ko bisa Bi?” tanya Rangga yang kaget mendengar kabar dari Bi Darmi. “Bibi gak tau kenapa Den, Bibi udah lihat kondisi Non Dinda terbaring di lantai ruang tengah,” cerita Bi Darmi pada Rangga. “Ya udah, aku pulang sekarang Bi,” Rangga menutup teleponnya untuk segera melihat kondisi Dinda. Saat Rangga akan pergi, Fasha meraih tangan Rangga. “Jangan tinggalin aku!!” pinta Fasha. Rangga membalikan badannya i
Ternyata itu Dinda. Dia pergi dari kamarnya, mencari ruangan Fasha. Dengan alat infus yang terpasang di tangannya ia menyusuri lorong rumah sakit. Akhirnya Dinda menemukan tempat Fasha di rawat. “Kamu punya kesempatan untuk memiliki Rangga kembali!” ucap Dinda yang datang tiba-tiba. Kedatangannya membuat Rangga dan Fasha terkejut, terutama Rangga yang mendengar pernyataan dari sang istri. “DINDA!! Jaga ucapanmu!!” bentak Rangga pada istrinya yang sudah sembarangan bicara. “Tapi apa kamu rela menjadi madunya Mas Rangga?” tanya Dinda dengan nada menantang. Ia sengaja menanyakan hal itu pada Fasha karena mana mungkin ada seorang perempuan yang rela hanya menjadi madu bagi prianya. Fasha sepertinya kesulitan untuk menjawab. Ia hanya menatap tajam wanita yang berpenampilan lusuh di hadapannya saat ini. Ia mulai menarik nafanya. Sepertinya sudah siap dengan jawaban yang akan ia berikan untuk Dinda. “Tidak masalah bagiku. Selama itu dengan Rangga!” jawab Fasha. Dinda dan Rangga tak
Tak ada jawaban yang bisa diucapakan oleh Dinda. Ia seolah mendapat skakmat dari Fasha atas posisinya saat ini.Dinda mundur dari hadapan Fasha kembali menuju ruangannya.“Aku antar yah!” Rangga menawarkan diri untuk mengantar Dinda, namun Dinda menolaknya dengan tegas.“Gak usah Mas. Jaga saja wanitamu di sini!” ucap Dinda dengan tatapan muak pada suaminya.“Aku bisa jelaskan tentang ponsel ini sayang!” Rangga yang berusah membela diri.“Gak usah!! Permisi!!!” Dinda meninggalkan ruangan Fasha dengan langkah gontai.Rangga tidak mengikutinya karena ia tau istrinya sedang dalam keadaan marah. Apapun yang ia jelaskan saat ini pasti hanya akan dianggap sebuah kebohongan oleh Dinda.Sementara di ruang rawat Fasha, Rangga pun terlihat begitu kebingungan apa yang harus ia lakukan saat ini, sehingga Rangga permisi untuk keluar dari ruangan tersebut.“Aku mau cari angina dulu keluar!” Rangga pamit pada Fasha.“Kejar saja istrimu! Beri dia penjelasan kalau aku sama sekali tidak akan mundur!” u
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu