Mia, terbalalak mendengar harga sapi besar yang mencapai 300 juta. Dia belum pernah melihat uang sebanyak itu, sapi-sapi suaminya besar mencapai 1 ton.Benar sekali,sapi suaminya memang banyak dan rutin di rawat. Ada beberapa pekerja di peternakan, spesial memberikan makan dan lainnya.Peternakan luas sekali, bahkan ada lapangan sapi dan di tumbuhi pepohonan besar untuk berteduh para sapi-sapi di sana."Masya Allah, bang. Sapi-sapinya sehat sekali,mana besar-besar. Pasti ekstra sabar merawat sampai beratnya mencapai 1 ton". Kata Mia, menggeleng kepalanya."Hmmmm... Inilah aku seringkali menghabiskan waktu di peternakan sapi, bahkan ibu ngomel-ngomel gak jelas karena kurang pergaulan". Kekehnya Gabbar, tersenyum kecil ke arah istrinya.Mia, mendekati salah satu anak sapi yang masih di dalam kandang tengah makan. "Lucu banget sih, gemesin".Gabbar, mendekati istrinya dan berdiri di samping. "Mia,mana nomor rekening kamu?"."Ee...Buat apa bang?". Tanya Mia,yang kebingungan mendengarnya.
Sudah 5 hari, Mia libur tidak turun mengajar di sekolah pesantren milik bu Fatimah. Rencananya sore ini, meminta izin kepada suaminya untuk pulang kerumah lamanya itu."Bang, besok aku sudah mulai mengajar anak-anak di sekolahan. Hmmm...Sore ini,aku boleh pulang ke rumah lama di desa sebelah?". Tanya Mia, menundukkan kepalanya."Itu,hak kamu sebagai seorang guru. Aku sebagai suamimu cuman bisa mendukung kok,sore abang antar yah.Tapi, pagi-pagi sudah kembali ke desa ini. Biasalah mau jaga-jaga peternakan sapi, meminumnya vitamin dan yang lainnya. Abang, bakalan datang kalau gak sibuk". Gabbar, tersenyum kecil dan mengelus rambut panjang istrinya."Makasih banyak bang,aku merasa tidak enak sama bu Fatimah". Kata Mia, mengulum senyumnya."Dek Mia,kalau capek mengajar anak-anak di sekolahan. Kalau mau berhenti bekerja gak papa,abang cukup menafkahi mu dan bisa membuatmu bahagia". Gabbar, memandang wajah cantik istrinya."Hmmmmm...Aku pikirkan lagi bang,masih belum punya anak juga. Aku bia
Beberapa minggu kemudian,bu Ratih di datangi oleh anak buahnya juragan Karto."Kami datang ke sini atas perintah juragan Karto, kapan bayar cicilan perbulannya? Ini sudah jatuh tempo,jangan sampai kami menyita rumah ini". Tegas pria itu, menyunggingkan senyumnya.Bu Ratih, mengusap keringatnya bercucuran membasahi keningnya itu. Rupanya lingga, tidak ada pergerakan membayar pinjamannya ke juragan Karto. "Baik,saya usahakan untuk membayar cicilan perbulannya. Tolong,beri waktu hari ini".Sudah pasti bu Ratih,malu dengan tetangganya itu. Anak buahnya juragan Karto, langsung menagih ke rumahnya.Dua preman itu, langsung meninggalkan halaman rumah bu Ratih. Yang menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar, terdengar bisik-bisik ibu-ibu."Dani!Dani!". Bu Ratih, memanggil anak bungsunya itu."Ada apa,bu?". Tanya Dani, mendengus kesal mendengar ibunya memanggil tengah sibuk."Cepat,kita harus ke tempat abangmu Lingga. Bisa-bisanya dia tidak bayar cicilan perbulannya di tempat juragan Karto,i
"Assalamualaikum, bu Sarmi". Ucap seorang wanita cantik mengenakan hijab senada dengan gamisnya."Wa'alaikum salam,masya Allah cantiknya Ayu. Apa kabar nak, sudah pulang dari sekolah pesantrennya?". Bu Sarmi, menyambut kedatangan anak temannya itu."Alhamdulillah,aku sudah lulus dan langsung bisa mengajar di pondok pesantren milik ustadz Yusuf. Ini adalah oleh-oleh dari jawa, semoga suka". Ayu, tersenyum manis dan matanya calingukan melihat ke dalam."Masya Allah, terimakasih nak. Kamu malah merepotkan ibu,senang mendapatkan oleh-oleh darimu". Kekehnya bu Sarmi,tapi mengetahui gelagat aneh Ayu.Tak berselang lama, Gabbar keluar dari rumah dan terkejut melihat kedatangan Ayu. Masalahnya sudah hampir 1 tahun lamanya, tidak melihat Ayu karena sekolah ke jawa."Ayu, sudah pulang dari jawa? Kapan?". Tanya Gabbar, terbilang ramah terhadap Ayu."Alhamdulillah,baik bang. Pasti kabar abang, pasti sangat baik kan? Aku baru saja, melihat foto pernikahan abang". Kata Ayu, tersenyum manis. "Ee...M
"Abang,masak?". Tanya Mia, langsung ke dapur mencium aroma masakan yang lezat. Dia baru saja pulang dari mengajar, rupanya sang suami pulang. Mia, sengaja memberikan kunci rumah kepada suaminya itu."Hmmm... Sudah pulang yah?". Gabbar, tersenyum manis melihat istrinya mencium punggung tangannya."Gak nyangka aja,abang bisa masak. Jadi penasaran gimana rasanya? Pasti enak banget nih". Kekehnya Mia, langsung duduk manis di kursi."Rupanya istrinya abang, sudah laper yah?" Ucap Gabbar, membuat Mia tersipu malu-malu kucing. "Aku gak sengaja melihat di halaman belakang, beberapa sayuran yang tumbuh. Jadi,abang berinsiatif buat masak untuk makan siang kita"."Ee...Iya,sengaja berkebun di halaman belakang untuk mengisi luang waktu daripada bengong. Kapan,abang datang?". Tanya Mia, mencicipi makanan yang di masak suaminya."Jam 10 tadi, istrirahat sebentar dan lanjut masak. Gimana rasanya,enak?". Tanya Gabbar, tersenyum manis ke arah istrinya."Alhamdulillah,enak banget bang. Ikan bakarnya,sa
Mia, menceritakan tentang rumah tangga yang dulu. Ketika masih menjadi suaminya Herman, tidak ada yang di tutupinya.Gabbar,merasa sedih mendengar cerita istrinya yang penuh cobaan dan kesabaran. Beruntung bu Ratih, sudah pulang karena tidak mendapatkan apa yang di inginkannya."Jadi sedih karena cerita masa lalu,bang". kekehnya Mia, tersenyum kecil."Gak papa,abang senang mendengarnya. Bahkan kagum dengan sikapmu ini, mengambil keputusan sendiri". Gabbar, menghapus air mata istrinya itu."Kasian juga sih,kalau bu Ratih sampai di sita tempat tinggalnya. Semoga saja, anak-anaknya mau menolong dan membayar cicilan perbulannya". Kata Gabbar, tersenyum kecil.Mia, memeluk erat tubuh suaminya yang terasa hangat dan nyaman. Mereka berdua saling pandang dan berciuman dengan mesra."Abang". Lirih Mia, merasakan sentuhan lembut dari suaminya itu. "Uughhh... Abang". Rintihannya pelan, membuat Gabbar semakin bergairah ingin lebih dari sentuhan saja.Dengan sigap Gabbar, mengangkat tubuh istrinya
Bu Sarmi dan menantunya ke rumah pak Gober menghadiri acara maulid nabi. Orang-orang sekitar sudah mulai berdatangan,masuk kedalam dan duduk menunggu acara mulai.Para wanita lainnya,masuk kedalam jalan samping rumah. Kediaman pak Gober, sangat luas dan besar."Simpan sini sendalnya,takut hilang loh". Bisik bu Sarmi, kepada menantunya itu."Ee.. Emangnya bisa gitu,bu?". Tanya Mia, tersenyum kecil."Iya,di daerah sini ada tangan jail nak. Kamu hati-hati loh,jangan sembarangan menaruh barang berharga yah". Bu Sarmi, memperingati menantunya."Bu Sarmi, sekarang sama menantu kemana-mana". Bu Arin, tiba-tiba di belakang bersama anaknya yang masih lajang belum menikah."Iya, dong. Sekarang gak sendirian lagi, bakalan ada teman kalau ada acara apapun". Kekehnya bu Sarmi, mereka masuk kedalam sama-sama.Mereka duduk saling berdekatan dengan ibu-ibu lainnya,mata mereka tertuju pada Mia begitu sangat cantik dengan penampilan sederhananya."Wahh...Bu Arin dan bu Sarmi,gagal jadi besanan". Kata b
"Mau ikut ke peternakan sapi,dek?". Tanya Gabbar, menikmati secangkir kopi buatan sang istri."Gak bang,mau di rumah sama ibu. Kami mau masak-masak bareng,jangan lama-lama nanti yah. Biar kita bisa makan bareng loh,satu lagi sore ke desa sebelah mau ambil beberapa barang penting". Mia, duduk manis di dekat suaminya."Oke, secepatnya aku pulang. Makasih,aku pergi dulu". pamit Gabbar, setelah mengucap salam.Jam dinding menunjukkan pukul 6 pagi,ibu mertuanya keluar dari kamar. "Mia,ayo kita belanja sayuran di depan. Takutnya keburu habis sayuran di tempat mang Koko, biasa ibu-ibu yang serbu".Mia, segera bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati ibu mertuanya itu."Mau masak apa yah,bu?". Tanyanya kebingungan."Terserah kamu lah,mau masak apa. Kita lihat dulu, sayur apa yang kita beli nanti". Kekehnya bu Sarmi, mereka keluar dari rumah dan bergabung dengan ibu-ibu lainnya tengah sibuk memilih sayuran."Bu Sarmi,kita masak urap sayur gimana?". Kata Ayu, memberikan ide untuk di masak."
Sebenarnya Herman, ingin sekali menunggu Rama dan Megan keluar dari hotel tersebut. Ingin mengikuti Rama pulang, mengetahui dimana tempat tinggalnya.Akan tetapi,ada orderan taksi online masuk dan harus ke tempat lokasi. Mana mungkin menolak Rezeki, suatu saat nanti bakalan ketahuan juga dan harus bersabar kali ini.Semenjak mengetahui Megan berselingkuh, Herman bersikap dingin dan tidak memberikan uang lagi. Diam-diam mengikuti Megan, mengambil bukti-bukti perselingkuhan mereka berdua.Ketika bukti sudah terkumpul jelas waktunya mencari istri sah Rama dan bersama-sama membongkar perselingkuhan mereka berdua.Herman, pertama kali melihat istri Rama rupanya seorang wanita karir dan pemimpin perusahaan. Mereka berdua bertemu di sebuah restoran ternama di kota ini,tak sabar memberitahu perselingkuhan mereka berdua."Kenalkan nama saya, Andini". Kata wanita itu, tersenyum ramah terhadap Herman."Saya Herman, seorang taksi online". Herman, menyambut uluran tangan Andini dan duduk di kursi."
Beberapa hari kemudian, Herman mulai bekerja sebagai taksi online tanpa sepengetahuan istri dan mertuanya."Mau kemana kamu, Megan?". Tanya Herman, akhir-akhir ini sang istri jarang di rumah. "Sepagi ini,kamu mau pergi tanpa menyiapkan keperluan suami. Malam tadi kamu pulang larut malam loh, sebenarnya kemana kamu?"."Hussssttttt... Terserah akulah mas,aku mau jalan-jalan sama teman-teman aku. Jangan lupa transfer uang lima juta yah,aku mau shopping mall". Kata Megan, sambil mengoles lipstik di bibirnya."Tidak. Aku sudah mentransfer uang kemarin sekitar 3 juta,jangan terlalu boros Megan. Apa kamu tidak memikirkan perasaan ku,ha? Setiap hari bekerja tanpa mengenal lelah, sedangkan kamu di rumah enak-enakan dan nongrong sama temanmu". Herman, mengusap wajahnya dengan kasar."Aduhhh...Jangan pelit-pelit sama istri mas,aku Megan bukan mantan istri mu yang diam saja. Secepatnya kamu transfer uang ke rekening ku,jangan lupa mas. Aku tidak segan-segan memberitahu sikap mu kepada kedua orang
Herman, memasuki tempat tinggal ibu kandungnya. Sangat sempit sekali, perabotan rumah tangga cuman seadanya saja. "Inilah tempat tinggal ibu, seadanya dan sempit. sedangkan kamu masih enakan, tinggal di rumah mertua". Kata bu Ratih, menyusun belanjaan tadi."Yang salah siapa,bu? Dulu,aku sudah memperingati jangan percaya dengan ucapan bang Lingga. sekarang ibu pasti menyesal bukan, coba menuruti perkataan ku dan ibu tidak akan tinggal di sini". Sahut Herman, mengusap wajahnya dengan kasar. memikirkan bagaimana nanti,jika istri dan keluarganya tau dirinya sudah di pecat dari pekerjaannya."Coba aja,kamu membayar perbulannya di juragan Karto. Ibu dan adikmu,gak bakalan di tinggal di sini. Malah Megan, enak-enakan menikmati gaji mu". Bu Ratih, menoleh ke arah anaknya itu."Ngapain aku capek-capek membayar di tempat juragan, Karto? yang menikmati uangnya siapa,bu? Lagipula sekarang aku sudah tidak memiliki pekerjaan apapun, aku tidak bisa membantu kebutuhan ibu. carilah bang Lingga, lagi
"Dani,kamu ada uang? Beras dan bahan dapur pada habis loh. Mana bayar kos bulan ini, abangmu Lingga gak pulang-pulang beberapa hari". Kata bu Ratih, mendekati anal bungsunya."Aduh...Aku capek bu, gajihan masih lama. Aku bakalan bayar tempat tinggal kita kok,kalau bahan dapur dan lainnya uangku gak bakalan cukup. Coba ibu mikir deh,cari kerja apa kek gitu". Kata Dani,mendengus dingin."Ya sudah, ibu minta sama Herman nanti". Kata bu Ratih, langsung masuk kedalam tempat tinggalnya. Mata tertuju pada tudung saji,cuman ada tempe goreng dan nasi. Mau tidak mau,memakan seadanya karena perut sudah keroncongan sejak tadi"Kenapa kehidupan ku berubah drastis seperti ini? Bahkan makan tidak sanggup beli ikan atau telor". Gumam pelan, memaksakan satu-persatu suapan ke dalam mulutnya."Lagi-lagi tempe terus, badanku kurus kering bu. Tiap hari makan seperti ini, menyebalkan sekali". Dani, memijit pelipisnya dan menatap menu makanan di depannya itu."Makan yang ada Dani,siapa tahu abangmu Lingga
"Bang,tadi bu Arin ada ke peternakan sapi?". Tanya Mia, mendongakkan kepalanya menatap wajah sang suami."Ada. Beliau meminta untuk menjemput anaknya di kampus,tapi abang sibuk banget.Lagipula abang,malas meladeni ucapan bu Arin. Apa kata orang lain dek, Dania menolak perjodohan itu. Tapi,aku mau-maunya membantu. pastilah orang-orang berpikir aneh-aneh,iyakan?". Kata Gabbar, mengecup bibir Mia."Kayanya bang, Dania nyesal menolak perjodohan itu. Aku takut bang,kalau bu Arin ngomong macam-macam sama ibumu. Takutnya meminta abang, menikahi Dania". Mia, tertunduk sedih."Ee.. Kamu ngomong apa sayang? Ibu,gak bakalan ngomong seperti itu. Lagipula yah, ibu sudah kecewa berat dengan bu Arin karena masalah itu. Satu hal lagi,abang mana mau sama Dania. Sekarang abang, bersyukur memiliki istri seperti mu". Gabbar, menangkup wajah istrinya itu."Makasih,banyak bang.Aku benar-benar takut hal itu terjadi, karena aku mencintaimu bang". Kata Mia, tersipu-sipu malu. Entah sejak kapan,cinta itu tumbu
Adel dan teman-temannya, tercengang melihat Gabbar menggesek kartu untuk membayar makanan."Ayo, kita pulang ke hotel lagi". Kata Gabbar, masih terdengar oleh mereka."Iya,bang". Jawab Mia, tersenyum manis. "Mbak Adel dan lainnya, permisi dulu yah". pamit Mia, bergandengan tangan dengan suaminya itu.Adel,nampak tak suka dengan Mia yang sok belagu. "Masa sih, mereka nginap di hotel?"."Bisa jadi, kayanya suami Mia banyak uang deh". Sahut lainnya."Gak mungkin deh,kan suaminya seorang petani doang". Bantah lainnya,sambil menikmati hidangan di meja.Duhhh... Pasti harga makanannya mahal-mahal ini,sialan Mia benar-benar menjebak ku.Batin Adel, berharap uangnya cukup membayar makanan mahal yang mereka pesan."Pssstt... Kita bayar makanan ini, patungan kan?". Tanya teman Adel,karena uangnya tidak cukup."Iya-iya,kita patungan bayarnya. Masa iya, gak patungan". Sahut Adel, yang di angguki oleh lainnya juga.********************************Puas rasanya liburan bersama sang suami, pagi-pagi
Megan, terus-terusan menepis tangan Herman yang kesal karena tidak mampu membelikan perhiasan yang di inginkan. Lebih parahnya lagi, harus kalah saing dengan Mia memiliki suami yang banyak uang."Aku sudah bilang sama kamu, uangku tinggal sedikit. Mana cukup membeli perhiasan harganya mahal sekali,jangan membuat ku pusing". Kata Herman, meninggalkan parkiran mall."Setidaknya kamu usaha kek,jangan sampai kalah sama mantan istrimu. Mau taruh dimana wajahku mas? Mia, mendapatkan suami royal dan tau sendiri berapa harga perhiasan tadi? Aku yakin sekali mas, suaminya Mia memiliki pekerjaan sampingan bukan petani semata". Megan, menaruh rasa curiga kepada suami Mia.Herman, menyipitkan bola matanya dan penasaran juga. "Palingan tabungan bertahun-tahun, atau baru jual tanah sawah suaminya Mia.Mana mungkin memiliki pekerjaan sampingan lainnya, gak yakin aku"."Menyebalkan sekali,kalah dengan Mia. Kamu manager keuangan mas, apa gak bisa minjam uangnya perusahaan sebentar? Jumlah gak banyak ko
Sepanjang perjalanan Dania, memasang wajah masam duduk di kursi bagian belakang. Sedangkan di depan Gabbar,tengah menyetir mobil dan di samping istrinya.Hati Dania memanas melihat Gabbar, begitu romantis memperlakukan istrinya. Apa lagi, Mia senyum-senyum dan malu-malu kucing.Bahkan mereka berdua tidak memperdulikan ada seseorang di belakang ,fokus menikmati perjalanan menuju kota dan saling bercanda tawa.Menyebalkan sekali, niatnya mau pamer sama teman-teman. Eee..Malah seperti ini, hilang moodku sepagi ini.Batin Dania, meremas ujung bajunya."Dania,kalau pulang dari camping mau di jemput atau gak nanti?". Tanya Gabbar,tanpa menoleh ke belakang."Boleh,apa sama istri nanti jemput aku?". Tanya Dania, berharap Mia tidak ikutan lagi."Jelaslah aku mengajak istri ku, sekalian jalan-jalan". Jawab Gabbar, langsung."Tapi,kalau istrinya Gabbar ikut bakalan gak muat nanti. Soalnya ada beberapa teman yang ikut, sekalian anterin mereka pulang ke rumah masing-masing". Alibi Dania,agar Mia ti
Bu Arin, tak sabar menunggu kedatangan anaknya yang meminta bantuan kepada Gabbar besok hari.Dania,yang baru pulang langsung di tarik oleh ibunya. "Ada apa,bu? Main tarik-tarik saja, mau jatuh ni"."Aduhh... Gimana tadi? Gabbar,mau gak ngantar kamu besok ke kampus?". Tanya bu Arin, tersenyum sumringah.Awalnya Dania,memang tidak tertarik dengan Gabbar karena penampilannya yang udik. Sekarang baru di akuinya, Gabbar sudah mengubah penampilannya setelah menikah. Bahkan jauh lebih tampan dari biasanya, tidak mengenakan pakaian udik lagi. "Mau, besok pagi jemput ke sini". Jawabnya."Bagus-bagus jadi,ini adalah permainan pertama. Kapan-kapan lagi, ibu meminta bantuan kepada Gabbar untuk menjemputmu di kampus.Berlahan-lahan akan terdengar gosip yang beredar, tentang kamu dan Gabbar. Apa lagi, Gabbar seringkali bersama mu dan rumah tangganya dengan Mia hancur. Kesempatan ibu, mempengaruhi pikiran bu Sarmi untuk menyatukan kalian. Kamu sih, kenapa kemarin menolak perjodohan ini? Sekarang apa