"Aku capek pura-pura senyum terus," keluhku pada Tresna saat dua tamu yang baru menyalami kami berlalu, aku menggerakan leherku yang kaku. "Gigiku langsung kering."
Tresna merotasikan kedua netranya mendengar keluhanku. "Tahan, satu jam lagi juga selesai."
"Bohong banget, selesai apanya. Walaupun nanti di rumah, kalau ada tamu aku harus pasang fake smile lagi. Capek."
Beneran, aku ingin menanyai kenapa orang-orang mau menghabiskan uang hingga puluhan dan ratusan juta hanya untuk jadi pajangan selama satu hari. Harus terus tersenyum dan terlihat bahagia, berdiri di pelaminan seperti ini. Ini sudah persis orang-orangan di sawah, berdiri terus sampai kaki jadi talas bogor. Bisa sih duduk, tapi cuma sebentar karena ada tamu undangan yang datang. Harus begini sekali ya untuk dianggap ada oleh masyarakat, hah!
Jujur saja, setelah lamaran itu aku tidak ingin pernikahanku dirayakan secara m
"Alan gak nyangka Kakak Mei dulu yang nikah, kaget banget kayak dihantam bom, booom!" celetuk Alan tiba-tiba. Nadanya seperti bukan kaget, ia justru terdengar seperti kehilangan semangat hidup. Tidak ada sensasi nada bicara menanjak seperti orang kaget pada umumnya. Atau ekspresi terkena serangan bom. Kata 'boom' saja tidak ada nadanya. Datar kayak dada artis Korea.Justru yang kelihatan kaget itu adalah aku dan Marvin, selaku kakaknya. Pasalnya adikku ini jarang memulai pembicaraan duluan. Hanya menjawab iya atau tidak kecuali membahas anime, game, atau topik-topik teknologi dan sains.Jika aku dan Marvin lebih tertarik dengan berita Rafathar ribut dengan Baim Wong, Alan lebih tertarik dengan berita bahwa bakteri yang tertidur sejak jutaan lalu kembali terbangun akibat es yang mencair karena pemanasan global dan sistem imun manusia akan berperang dengan bakteri-bakteri ini.Jika aku dan Marvin lebih suka
Akhirnya, aku resmi menjadi istri seorang Tresna Kartadinata.Seminggu setelah pesta pernikahan tidak ada yang berubah dalam hidupku selain status di KTP dan Kartu Keluarga. Urusan resepsi dan printilannya usah selesai. Mama mendapat banyak amplop dan berencana membelikannya perhiasan—katanya untuk investasi.Aku kembali ke rutinitas awalku sebagai Copywriter. Banyak orderan dari berbagai klien yang ingin dibuatkan artikel dan caption untuk media sosial mereka. Ada yang bertujuan untuk meningkat engagement ada juga yang bertujuan untuk berinteraksi dengan pengikutnya. Dan seperti hari-hari sebelum menikah aku masih tertidur menjelang pagi dan terbangun pukul tujuh. Kembali ke kehidupan cosplay sebagai zombie.Tresna sudah kembali ke Surabaya dua hari setelah resepsi itu. Ia bilang ada urusan dengan Dekan. Orang tuaku tidak curiga karen Tresna bilang
Aku melengos saat Tresna blak-blakan mengatakan hal itu. Suara rendahnya yang mengakui jika ia ingin tidur bersamaku itu membuat kepalaku pusing. "Kamu aja yang gampang sange, gak usah nyalahin orang. Kamu aja kebanyakan nonton bokep!" ketusku.Tresna kembali berdiri tegap dan ia menyentil dahiku, "Bahasane arek iki ngawur!" [¹]"Hah?" Sesaat aku cengo. "Kamu kalo ngomong jangan pake bahasa Jawa dong. Kamu kira aku lagi nonton drama Korea dan anime yang ada subtittle-nya? Kamu ngatain aku kan? Ayo, ngaku!" cecarku. Mentang-mentang aku tidak bisa bahasa Jawa ia selalu mengataiku dengan bahasa ibunya itu. Sialan banget kan! Awas saja jika aku bisa Bahasa para Larva aku akan mengatainya dengan bahasa itu hingga dia hanya bisa hah-heh-hah-heh seperti meniup keong. Dasar nyebelin!"Kan saya sudah bilang kamu bisa mulai belajar sedikit-sedikit. Tapi gak harus belajar juga sih, orang Surabaya keban
"Sang Pewaris Kemari. Kita harus terlihat seperti sepasang pengantin baru," ujar Tresna. Aku sangat jelas mendengar ucapannya meskipun sedang kecewa karena dijatuhkan ekspetasi sendiri."Sang Pewaris?" responku."Maksud saya salah satu pewaris," ralat Tresna dengan tatapan aneh tapi aku memilih tidak peduli mengapa ia seperti itu. Perasaanku masih kacau. "Dia adikku. Orang kedua yang waras di Keluarga Kayu Manis," sambungnya.Aku mengangguk, masih diliputi kecewa yang coba kusembunyikan."Saya yakin, kamu akan menyukai Citra. Dia tidak seperti keluarga Kayu Manis yang lain," tambahnya.Suara dua orang berceloteh terdengar. Jarak Citra dan kami kian dekat. Aku segera menengok ke samping. Dari koridor tampak seorang gadis yang sudah pasti adalah Citra Kartadinata. Ia duduk di atas kursi roda dan memangku sebuah laptop. Seorang pelayan berseragam mendorongnya dari belakang. Gadis itu hanya me
Setelah olokan Citra, Tresna melipir. Meninggalkanku berdua dengan Citra dan berkeliling kamarnya yang super besar dan lebar. Kamarnya saja sudah seluas aula SMP-ku dulu. Beberapa sudutnya dipenuhi berbagai lukisan dan sketsa-sketsa karikatur lucu. Bisa dibilang bahwa ini adalah galeri lukisan dan bukan kamar."Ini semua kamu yang gambar?" tanyaku saat melihat lukisan lautan dan awan yang mirip dengan gambar aesthetic film yang digarap Studio Ghibli.Citra mengangguk, ia mendongak menatapku, "Semua gambar yang di dinding ini terinspirasi pas aku lagi fanatik banget sama film Ghibli," tukasnya lantas menunjuk dinding yang dipenuhi sekitar lima belas lukisan. "Lukisan yang itu aku buat pas habis nonton 'Ocean Waves'. Bagus banget alur ceritanya. Karakternya benar-benar remaja banget. Pendewasaan tiap tokohnya juga dapet."Aku mengangguk seraya mengamati lukisan yang ia maksud. Aku tidak terlalu tahu dengan
"Mbak gak tahu kan kalau lewat kata-kata yang Mbak tulis ada satu orang yang merasa hidupnya terselamatkan."Aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku saja tidak terlalu yakin jika ada yang membaca tulisanku. Aku tentu sadar diri, review receh yang kutulis terkadang tidak objective dan isinya sangat nirfaidah. Tulisan yang menyelamatkan orang lain nampaknya terlalu berlebihan. Hah, mimpi kali!Aku bahkan sudah setahun ini berhenti menulis review musik di blog pribadiku sendiri dan memilih mengambil pekerjaan dari orang lain, me-review produk klien demi meraih sepeser rupiah demi rupiah yang rencana akan aku gunakan untuk menambah living cost selama kuliah S2 nanti.Jujur saja aku suka menulis tentang musik dan lagu tapi aku harus mengakui bahwa dari bidang ini aku tak mendapat sepeserpun uang. Aku sudah dewasa dan tentunya harus realistis dengan keadaan yang ada. Maka aku mengorbanka
Aku benar-benar penasaran dengan keluarga Kartadinata yang ternyata memiliki banyak intrik dan persaingan memperebutkan harta.Manusia memang tidak pernah bisa puas. Lihat saja keluarga Kartadinata ini, masing-masing dari mereka sudah memiliki bisnis dan jabatan penting yang didapat dari usaha sendiri tapi masih berebut warisan.Sekarang aku jadi memikirkan apa saja yang sudah dilalui Tresna saat menjadi anggota keluarga gila ini. Apakah ia juga pernah merasa kehilangan seperti Citra yang kehilangan kaki?Aku ingin tahu, tapi memaksa orang lain bercerita saat enggan tentu sangat tidak etis. Maka dari itu aku menunggu Tresna bercerita, mungkin suatu saat sebelum kami bercerai. Mungkin.Aku menghela napas dan lanjut mengetik artikel yang dipesan oleh klienku. Kali ini dari sbeuah brand kosmetik yang menyasar remaja. Aku pun membuat beberapa tips make up pemula dan menyodorkan brand klienku sebagai rekomendas
Kamu suka bikin saya pusing kalo dandan cantik-cantik gini! Kamu sengaja goda saya ya?Hah? Maksudnya apa ya, Pak?Aku sama sekali tidak berpikir menggoda Tresna. Pakaian saja yang memilihkan dia, kok bisa aku yang jadi penggoda di sini.Kalimat Tresna tadi membuatku benar-benar overthinking bahkan saat kami sekarang sedang mendiamkan satu sama lain saat diam-diam menunggu untuk naik Singapore Flyer sekaligus diner.Tresna benar-benar totalitas dalam segala hal yang berhubungan dengan buang-buang uang. Entah berapa ribu dollar yang ia habiskan untuk membayar makam malam di dalam kapsul kinvir yang menjadi ikon wisata di Singapura.Singapore Flyer ini sering dianggap kincir atau bianglala terbesar di dunia dengan ketinggian mencapai 165 meter di
42 | Senjata Makan Tuan"Kamu tahu kan saya sangat kompetitif Meilavia?" kata Tresna. "Saya selalu menjadi nomer satu dalam hal apapun."Nomer satu dalam hal apapun? Haha aku ingin tertawa mendengar ucapan Tresna ini."Kalau kamu nomer satu, kamu pasti nikahnya sama mantamu itu dulu lah, gak mungkin sekarang bikin perjanjian istri kontrak sama aku," sindirku terang-terangan seraya merotasikan kedua bola mataku."KAMU YA!!!!" seru Tresna menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya. Jika ia tokoh dalam anime, kurasa di sekujur tubuhnya sudah ada bara api amarah yang membara dan di kepalanya tumbuh tanduk.Wajahnya seram tapi masih ganteng."Aku kenapa?" balasku tidak takut.Tresna menggerutu sendiri dan menurunkan tangannya dan berganti memegang pangkal hidungnya. "Ingat Tresna, dia dan semua saudara-saudaranya adalah titisan mony
41 | Game Sekarang pikiranku dipenuhi dengan rencanaku selama menjadi istri kontrak Tresna yang tak banyak merepotkan sebenarnya —untuk sejauh ini. Entah nanti. Kadang aku takut sesuatu yang tenang ini akan membawa badai setelahnya. Mungkin sekarang masih santai ala-ala genre slice of life tapi detik selanjutnya bisa saja berubah menjadi romusha comedy. Ya kalian tidak salah membaca romusha comedy, perbudakan dan penjajahan oleh Tresna Kartadinata. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Tresna saat nanti Marvin kembali ke Jakarta dan Alan kembali ke kostnya. Ah, sialan pikiranku mulai membuat skenario buruk. Seperti bisa saja Tresna diam-diam psikopat yang doyan memakan manusia. Atau jangan-jangan Tresna mengajakku menikah kontrak karena ingin menguasai harta keluargaku karena diam-diam aku anak kekuarga kon
40 | Mantan Dan Cara Move On! "Panik kalau kamu kabur dan gak nerusin kontrak, kan gak lucu saya cerai setelah tiga bulan nikah."Ah, aku harus berhenti berharap memang.Sudah tahu tidak boleh berekspetasi lebih kepada manusia, kenapa masih saja aku menaruh harapan pada sosok Tresna."Aku gak bakal lari kok, bayaran dari kontrak ini kan gede. Ya kali aku ngelepas kesempatan lanjut S2 sama kabur dari negara ini," kataku setelah mengucapkan terima kasih ke pelayan yang mengantarkan nasi bebek kami.Tresna menatapku sesaat, "Kamu belum move on dari mantan kamu itu? Kenapa segitunya pengen ke luar negeri?"Aku yang mencocol daging bebek dengan sambal sontak memandang Tresna dengan wajah heran bercampur tak percaya.Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu di saat ia yang berkali-kali menangis karena mantann
39 | Bos, Katanya...."Saya cari kamu kemana-mana."Aku refleks berdiri saking kagetnya melihat pria itu ada di depanku sekarang.Apakah benar dia Tresna? Bukan genderuwo atau Totoro yang menyamar menjadi suami pura-puraku itu?Napas Tresna sedikit tersengal, keringat menetes dari dahinya. Tresna terlihat lusuh seperti habis lari maraton.Hah? Tak mungkin ia mencariku sembari berlari-lari seperti orang gila kan? Tidak mungkin!Tolong cek apakah matahari terbit dari tenggara sekarang?"Saya pulang ke rumah tidak ada siapapun, pintunya terbuka," kata Tresna. "Saya cari kamu kemana-mana, di kamar, halaman belakang, bahkan sampai jalanan komplek!"Aku menahan napas, Tresna mengomeliku. Entah berapa kali ia mendesah dan berdecak kesal saat mengutarakan u
38 | Lelaki Semua Sama Saja!"Gimana mau minta maaf," kata Marvin dengan nada suara tengil. "Dia aja menghilang bak ditelan bumi.""Karma itu ada loh Mas Marvin," kata Alan. "Kalau Mbak Mei disakitin juga kayak yang lo lakuin gimana?"Aku mendengkus, melihat bagaimana Marvin memperlakukan mantannya membuatku menyadari satu hal.Perangai Marvin yang menjijikkan ini membuatmu mood-ku berantakan. Sikap Marvin kepada mantannya itu benar-benar mengingatkanku pada sikap Tresna.Jelas keduanya sama-sama lelaki, memikirkan bagaimana Tresna memperlakukan gadis itu dengan sangat kurang ajar membuatku sangat terusik.Bagaimana jika Alan benar?Bagaimana jika aku terkena karma dari perbuatannya pada gadis itu dulu?Jika kupikir-pikir, bukankah sekarang aku juga sedang direndahkan oleh Tresna. Ia mengajakku menikah kontrak di saat ia masih mencinta mantannya itu.Apakah perasaan gadis itu juga seperti yang sedang aku rasa
37 | MCR Dan Mantannya MarvinRumah Tresna yang damai sentosa seperti taman surga mendadak jadi riuh ramai bak suara hajatan anak wali kota yang menyewa sound system terbaik. Atau mungkin seperti gemuruh suara buruh yang berdemo meminta pembatalan UU Cipta Kerja.Kira-kira sudah dua puluh lagu kami nyanyikan ulang, sekarang Alan dan Marvin menyanyikan lagu dangdut yang entah aku tidak tahu judulnya apa. Mendung Tanpo Udan? Whatever!"Suara lo kayak kucing keinjek majikan, Mas. Cempreng banget," ejek Alan dengan wajah datar."Si paling bagus suaranya, coba deh lo nyanyi lagu dangdut, cengkoknya susah njir, sungkem gue sama Lesti Kejora!" kata Marvin menyerahkan microphone ke Alan."Gue emang gak bisa nyanyi dangdut makannya gak pilih dangdut," kata Alan menerima microphone dari Marvin. "Nih, lihat gue bakalan nyanyi di genre yang gue expert banget."
36 | Ayo Jadi Topeng Monyet!"Kalau gue tetap sampe sekarang sayangnya sama Nabila JKT48, Oshi-gue tetap doi!!! Gue setia ya, jangan ragukan cinta gue buat Nabila!!!"Aku menaikan satu alisku saat mendengar suara menggelegar Marvin, si raja lebay."Kembaran kamu aneh," kata Tresna saat menghentikan motor di garasi."Emang aneh, untung aja dia ganteng," sahutku seraya turun dari motornya."Masa sih ganteng? Wajah kayak kembaran kamu banyak di kampus saya," kata Tresna.Aku mendelik, bisa-bisanya Tresna meragukan ketampanan kembaranku dan menyebut wajah Marvin ada dimana-mana.Secara tak langsung Tresna juga mengatai wajahku pasaran jika menyebut wajah Marvin mudah ditemukan.Kurang ajar!"Kamu ngatain wajahku pasaran?"Tresna menatapku bingung, kedua bola matanya yang hitam kecoklatan menampakkan kilat wajahku yang kesal."Siapa yang ngatain wajah kamu pasaran?" tanya Tresna yang
35 | First Day"Mana si Tresna?" tanya Marvin celingukan. "Yang itu bukan, pakai sarung naik motor matic oranye?"Alan yang mengemudikan mobil, ikut melirik ke arah pandang Marvin sembari menyipit lantaran matanya minus."Gak mungkin dia Tresna, wajahnya ganteng gitu," kata Marvin lagi, kembaranku masih belum mau mengakui jika Tresna memiliki wajah ganteng.Ia masih denial dan menganggap bahwa dirinya yang paling ganteng satu alam semesta."Dia ganteng kok, Mas," kata Alan mengemudikan mobil kami mendekati motor matic oranye itu."Gak usah sok tahu ganteng atau enggak, lo itu minus, pendapat lo gak valid, Lan," gerutu Marvin. "Lihat nih gue Masmu yang very handsome.""Ganteng itu relatif sih sebenarnya, tinggal memakai standar negara mana, tapi kalau memakai standar live action anime," kata Alan mulai berargu
Jadi begini rasanya meninggalkan rumah sendiri?Perasaanku sungguh campur aduk saat aku melihat rumah orang tuaku.Aku baru sadar tidak banyak yang berubah dari rumah ini selain cat dan beberapa perabotannya.Masa remajaku dan Marvin yang kami habiskan di rumah ini seolah baru terjadi kemarin.Jejak-jejak petualangan kami berdua seolah masih tersisa di setiap sudutnya.Kursi kayu di teras tentu menjadi saksi dimana Alan terjatuh nyungsep karena aku dan Marvin meributkan pertarungan Sasuke dan Naruto hingga tak menyadari bahwa Alan yang baru bisa berbicara itu merangkak naik ke kursi.Aku dan Marvin yang sedang berdebat tentang masa depan Konoha dan persahabatan Sasuke dan Naruto tentu tak memperhatikan.Konoha dan persahabatan Naruto Sasuke dalam di ujung tanduk.Barulah saat Alan yang hendak turun justru jatuh dan tertimpa kursi, aku dan Marvin baru tersadar bahwa kami harus menjaga Alan karena Mama sedang pergi ke warung.