POV Riyanti
Hari-hari berlalu semakin mengobarkan semangatku untuk segera lulus dan mencari kerja.
Pak Alfa masih bersikap baik, namun sudah tidak begitu gencar mendekatiku. Dia hanya memantau dari jauh seperti ucapannya yang akan menungguku.
Sebenarnya tak enak hati juga, tapi menurutku ini lebih baik.
Aku menyelesaikan skripsi dengan baik dan tinggal sidang saja. Aku selalu berdoa pada Allah semoga datang rejeki pekerjaan yang pantas untukku atau sebuah beasiswa untuk lanjut ke luar negeri. Terlalu tinggi memang, tapi selama bermimpi itu gratis tidak apa-apa bukan. Selalu berprasangka baik sama Allah merupakan hal yang membahagiakan.
Selama seminggu ini aku mengurus administrasi untuk sidang skripsi. Di ruang bagian akademik aku melihat ada sosok pegawai baru yang cantik mempesona.
Beberapa mahasiswa berbisik-bisik sepertinya sedang membicarakannya.
"Riyanti."
"Eh iya Mbak. Hmm maaf Bu." Aku jadi ngomong belepot
POV AlfaSejak mendengar ucapan Riyanti yang ikut-ikutan menjodohkanku dengan Nana dosen fisika baru, aku mendiamkannya.Marah pastinya, dia tahu aku sedang berusaha mendapatkan hatinya. Kenapa malah menyuruhku menjalin hubungan dengan Nana.Saking marahnya, aku terpaksa mengeluarkan kata-kata yang mungkin menyakitinya. Aku memancing Riyanti apakah sungguh rela jika Nana dan aku jadian. Benar sekali dia memang berkata iya tapi yang kulihat dari sorot matanya menampakkan kesedihan.Aku biarkan saja waktu berjalan semestinya. Biarlah Riyanti tahunya aku benar-benar serius dengan Nana.Aku memang sering bertemu dan ngobrol dengan Nana saat di kampus untuk membuat Riyanti cemburu.Tapi sepertinya itu tidak begitu berpengaruh. Riyanti sibuk mengurusi sidangnya. Aku tidak akan mengganggunya sampai dia lulus.Hari ini sidang Riyanti dan pastinya dia lulus mengingat prestasinya yang tidak diragukan lagi. Niatku memberi ucapan se
POV Riyanti"Hai, Mas Andi apa kabar?""Eh Riyanti, lama ga ketemu ya.""Iya nih, Mas. Aku cuma hari ini aja ngajar di sini karena Niko sekalian ke toko buku sepulang sekolah.""Oh ya, santai saja mumpung bosnya lagi sibuk pulkam.""Maksudnya?" Aku pura-pura mengernyitkan dahi untuk menggali informasi tentang Pak Alfa."Alfa lagi sibuk ngurusin lamaran dan nikahan. Kamu nggak dikasih tau ya?"Aku sontak kaget mendengar berita ini. Ada nyeri di dada mengetahui kenyataan Mas Alfa akan menikah. Pupus sudah harapan yang jauh kupendam. Aku hanya seseorang yang tidak punya keberanian. Beginilah akhirnya, kecewa yang kurasakan."Ti, kenapa murung? Nggak usah sedih, justru kami harusnya senang nggak diganggu sama Alfa bukan?" ucapan Mas Andi menambah kesedihanku. Apa benar aku kelihatan menganggap Mas Alfa sebagai pengganggu.Aku berusaha untuk tidak sedih. Sepucuk kertas putih dalam amplop bunga-bunga sudah kusiap
Pov RiyantiTidak seperti biasanya, keberangkatanku ke Leiden membuat bapak, ibu, mbak Ratih dan Amar yang datang ke Yogya. Mereka mengantarkanku sampai ke bandara.Keluargaku menginap di kos dua malam untuk membantu menyiapkan perlengkaapn yang harus dibawa. Amel dan Putri pun turut membantuku. Sementara Galang suda melesat duluan mengejar impiannya kembali ke kota Aachen. Galang lebih dulu diterima di RWTH dengan beasiswa full dari pemerintah Jerman. Suatu saat aku pasti akan mengunjunginya atau justru Galang duluan yang akan mengunjungi Leiden seperti pesannya kemarin.Di bandara, aku tak bisa menahan air mata yang dengan mudahnya lolos dari netra ini. Hanya dengan melihat wajah-wajah sendu bapak ibu, mbak Ratih dan Amar rasanya diri ini tak ingin jauh dari mereka.Namun Bapak Ibu selalu berpesan menguatkanku,"Dimanapun kamu berada, ingatlah Allah dalam setiap langkahmu."Aku mengangguk patuh dan memberi salam takzim pada m
Jangan lupa subscribe dulu ya. Komen dan tap love nya juga. Happy reading, semoga bermanfaat dan menghibur.Bab 23 Project di LeidenPov RiyantiBertemu Mbak Cantika merupakan sebuah anugrah dari Yang Maha Kuasa. Bagaimana tidak, aku yang dinegeri orang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Aku selalu terbayang keluarga di Indonesia.Sementara Mbak Cantika selalu menyemangati. Bahkan memberikan pekerjaan part time untukku. Mbak Cantika yang hamil besar dan suaminya Mas Abi yang sibuk dengan bisnis membuat si sulung Rafika kurang terurus. Aku dimintai tolong menemani belajar Rafika yang berusia 8 tahun.Rasa syukurku bertambah karena bisa mengirim uang untuk bapak ibu meski aku sedang sekolah.Kadang aku juga diminta membantu kalau Mas Abi sedang ada project.Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha. Aku selalu mengingat pesan bapak supaya jangan malas dalam kondisi apapun. Aku harus tetap bersemangat demi mer
Pov AlfaSungguh menahan rindu itu berat.Aku tak menyangka Riyanti benar-benar meninggalkanku dengan kesalah pahaman.Dia mengira aku pulang mengurus lamaran dan pernikahan.Padahal aku membantu acara si tukang onar Lily sepupuku.Semenjak lulus, Riyanti menghilang tak ada kabar. Beruntung masih ada Amel dan Putri yang sedang mempersiapkan sidangnya.Aku merupakan salah satu dosen penguji Amel.Aku pikir bisa memanfaatkan momen ini untuk mencari info dimana Riyanti.Namun semua itu hanya mimpi. Amel pun bungkam seribu bahasa.Tidakkah dia berpikir kalau aku serius pada sahabatnya?Ternyata dia memegang janji teguh dengan Riyanti untuk tidak menceritakan perihal keberadaannya. Amel hanya bilang kalau Riyanti selalu semangat mengejar mimpinya.Lega jelas terasa di hati ini, mendengar Riyanti mengejar impiannya pertanda dia belum menikah, bukan.Aku memutar otak mencari cara lain dan tercetuslah ide untuk menanyakan Galang diman
Pov AlfaSecercah harapan itu ada manakala kita mau berusaha. Tidak ada hal yang tidak mungkin atas izin Allah. Selalu berprasangkalah yang baik pada Yang Maha Kuasa.Akhirnya usahaku tidak sia-sia, pertemuan dengan Galang di PPI Jerman menuai harapan ternyata Riyanti benar ada di Eropa.Gadis itu mendapat beasiswa studi Master di Leiden, artinya dia tinggal di kota yang sama dengan Mbak Cantika.Rasa ini menggebu ingin segera bertemu, tetapi apa yang dikatakan Galang mengurungkan niatku.Riyanti akan mengunjunginya ke Aachen untuk liburan bersama mahasiswa Indonesia yang kuliah di RWTH.Apa Riyanti sudah dekat dengan seseorang, menjalin hubungan serius. Apa dia sudah melupakan kisah kami?Berbagai tanya menyerbu pikiranku membuat jantungku cepat berpacu.Apakah aku siap menerima kenyataan Riyanti sudah bersama orang lain?Saat kutanyakan pada sahabatnya ini, tak ada hilalnya. Galang tid
Pov Riyanti"Maafkan aku yang sudah menyakitimu, Mas Alfa. Aku begitu semangat mengejar mimpi dan telah menyakiti orang yang menyayangiku. Meski semua sudah terlambat, aku hanya ingin minta maaf supaya hatiku tidak terbebani."Aku tak menduga bisa bertemu Mas Alfa di Aachen. Awalnya aku hanya diajak Devan mengikuti konferensi sekalian bertemu Galang dan berniat jalan-jalan di Aachen.Sahabatku itu ternyata tak datang sesuai janjinya karena sibuk mengejar cintanya. Galang bucin sama teman kuliah Devan waktu di Indonesia yang bernama Sarah. Menurut Devan, Sarah sangat cerdas dan cantik tetapi ingin menguji keteguhan Galang hingga tak mudah ditaklukkan.Eh tunggu, kenapa pernyataanku justru membuat Mas Alfa senyum menahan tawanya. Apa aku sudah mempermalukan diriku sendiri? Aku langsung menyembunyikan wajah yang bisa dipastikan sudah memerah ke samping menghindari tatapannya.Astaghfirullah, apa yang sudah kulakukan sangat memalukan. Demi
Pov AlfaAku memang menjauhi Devan dan Riyanti, namun apa yang dilakukan mereka berdua masih dalam jangkauan mataku.Saat Devan mendekati perempuan cantik yang berdiri tak jauh dari mereka, Riyanti mengikutinya.'Siapa wanita cantik yang bergaya sederhana hampir mirip Riyanti,' gumanku.Saat aku hampir mendekatinya, kudengar aksi gila Riyanti yang ditujukan pada Devan membuat laki-laki itu mati gaya.Aku berusaha menahan tawa karena bisa kupastikan Riyanti membalas kelakuannya.Tak disangka Riyanti senekat itu membuatku semakin yakin kalau dia ingin menunjukkan kebenaran padaku.Aku berdiri dibelakang Riyanti sampai dia berbalik menampakkan wajahnya yang kaku karena mendapatiku berdiri menjulang tinggi di hadapannya."Mas Alfa..."Aku masih berusaha menahan diri untuk tidak tersenyum padanya. Karena aku sudah tahu Riyanti dan Devan tidak ada hubungan apa-apa. Aku hanya ingin mengerjainya sampai terungkap jelas perasaannya
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63A"Nay, ini tanda kasihku untukmu." Nay tertegun melihat apa yang dibawa suaminya.Aryo membuka kotak kecil berlapis beludru. Ia mengeluarkan benda yang terpasang cantik di tempatnya. Sebuah kalung pertanda kasih sayangnya untuk sang istri tercinta. Ada liontin bunga matahari di kalung itu. Aryo berharap mentari akan selalu bersinar menerangi langkah mereka mengarungi biduk rumah tangga.Bukan tidak mungkin akan datang kerikil yang menghadang. Sebisa mungkin mereka saling menggenggam tangan untuk melalui jalan yang harus ditempuh. Apa yang menjadi tujuannya menggapai keluarga yang samawa (sakinah, mawaddah, warahmah).Aryo memakaikan kalung dengan liontin matahari ke leher Nayla. Pasmina Nay angkat hingga kalung itu terpasang sempurna di lehernya. Aryo mengecup kepala Nay dari belakang. Rasa yang membuncah mengisi rongga dada keduanya. Senyum manis pun terukir di wajah masing-masing, hingga sepasang lengan kekar Aryo melingkar di perut Nayla. Tatapan hangat di wajah Aryo terli
Bab 62B"Sudah saya bilang Pak Aryo jangan menyakitinya. Dua kali Bapak sakiti Nay, maka...""No, big No, Ndra. Saya harus bicara sama Nayla. Pokoknya kamu nggak boleh melamar sebelum hubungan kami jelas, oke!" Andra hanya mengedikkan bahu, dalam hati tertawa penuh kemenangan.Aryo meninggalkan Andra membereskan tempat yang akan dipakai untuk acara. Entah acara apa sebenarnya Aryo tidaklah tahu. Ia mendekati Pak Rusdi, meminta maaf atas kesalahannya karena membuat Nay sakit hati.Aryo juga bercerita tentang kesalah pahamannya dengan Nay yang melihat dirinya bersama Tika. Waktu itu Tika ingin berpamitan yang terakhir karena mau tinggal di luar negeri. Pak Rusdi yang sudah tahu duduk perkaranya langsung menyilakan Aryo masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Ranti terkejut melihat kedatangan tiba-tiba menantunya. Gegas wanita paruh baya itu membuatkan minuman dan menyuguhkan cemilan."Nay baru selesai mandi, Nak. Tunggulah sebentar. Tolong sabar ya Nak Aryo, menghadapi Nay yang anak tunggal
Bab 62AAryo berjalan tergopoh menuju rumah Nay. Mendengar obrolan tetangga Nay tentang acara syukuran membuat hatinya berkecamuk. Menyesakkan."Apa maunya Nayla? Apa dia benar-benar menginginkan perpisahan?" Aryo mendengkus kesal seraya kakinya menendang kerikil di jalan.Sementara itu,di kamar, Nayla merapikan penampilannya di depan cermin. Ingatannya terlempar saat tidur siang di kos Cika. Bisa-bisanya ia mimpi buruk."Nay, maaf. Aku tidak tega membuat Tika sedih," ungkap Aryo membuat Nay mencelos."Lalu?" Tatapan nyalang Nay tujukan pada suaminya. Napasnya memburu menanti perkataan selanjutnya dari sang suami."Ada yang ingin aku katakan padamu. Mama memintaku menikahinya. Tika bersedia menjadi istri kedua.""Untung hanya mimpi. Kalau beneran, aku nggak yakin bisa menerima kabar itu."Nay menghela napas panjang, seulas senyum tersungging di bibir bergincu pinknya. Kedua tangan mengusap perutnya lembut. Sebuah ketukan pintu megusik kegiatan asyiknya di depan cermin."Masuk!" Nay me
BAB 61B"Astaghfirullah. Aryo kenapa?""Aryo bersalah, Oma. Aryo sudah menyakiti hati Nayla. Dia pergi karena Aryo yang nggak sabaran. Saat di Daejeon Aryo menyakitinya fisik juga batin. Lagi-lagi pulangnya pun Aryo menambah lukanya kembali menganga."Oma dan Tante Maya tertegun melihat pengakuan Aryo. Keduanya menasehati Aryo supaya lebih sabar menghadapi masalah. Yang telah berlalu biarlah berlalu, jangan terulang lagi kesalahan yang sama. Manusia tidak ada yang sempurna. Memilih pasangan bukan untuk mencari yang sempurna tetapi yang bisa saling melengkapi hingga mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Rabbnya."Makasih, Oma, tante. Aryo mau bernagkat dulu ke Solo.""Apapun yang terjadi jadikan ini belajaran berharga untukmu dan Nayla, Yo. Oma tidak berharap kalian berpisah. Tetapi kalau mengharuskan kalian berpisah, kamu harus mengikhlaskannya.""Oma, Aryo tidak akan membiarkan Nay pergi. Oma dan tante doakan hubungan kami membaik!" pinta Aryo dengan penuh permohonan."
Bab 61ASehari tinggal di kos Cika, Nay akhirnya pulang ke Solo. Ia bertemu bapak ibunya, melepas rindu yang bersemayam di dada. Tangis haru nan bahagia mengiringi pertemuan keluarga sederhana itu."Kamu kurusan, Nay. Makan yang banyak, Nak!" Nay meraup wajahnya kasar. Sejatinya bukan hanya rindu yang ingin tersampaikan. Lebih tepatnya, Nay ingin mendapatkan pelukan. Support yang menguatkan hatinya karena masalah rumah tangga sedang menghampiri."Yang penting sehat kan, bu. Nanti Nay makan yang banyak soalnya kangen masakan ibu. Di sana makannya aneh-aneh," terang Nay dengan kelakarnya membuat orang tuanya tergelak.Pak Rusdi dan Bu Ranti tidak menyadari putrinya sedang dilanda masalah. Nay memang pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia sibuk membantu ibunya membereskan jahitan seperti biasa."Pak, Bu. Ini ada sedikit rejeki, Nay ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan karena sudah diberi kesehatan saat belajar di negeri orang. Juga Nay selamat sampai pulang ke rumah.""Tapi suamimu a
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary