Tak ada yang bisa Dana perbuat saat ini ketika Gendis memaksa melihat keadaan Gala. Meskipun ia sudah mengatakan jika kondisi Gala sudah baik-baik saja. Meskipun ia mengatakan jika Gala sedang beristirahat saat ini. Semua itu tak mengubah niatan Gendis tuk melihat kondisi lelaki yang menempati hatinya.
Mau melarang pun Dana juga tak punya kuasa. Siapa dia sampai harus melarang Gendis? Selain itu Dana pun cukup mengerti 'keinginan' Gendis. Kalau saja ia berada di posisi Gendis, mungkin saja ia juga akan memaksa seperti apa yang dilakukan kekasih Kakaknya tersebut.
Dana sudah pasrah jika nanti Gala akan marah kepadanya. Toh, ini bukan sepenuhnya adalah kesalahannya. Kalau saja ia tahu jika Gendis ada di minimarket tersebut, Dana pasti akan lebih menjaga ucapannya.
Dana mencoba menyamai langkah Gendis yang berjalan cepat. Kaki jenjang Gendis membuat langkahnya cukup lebar. Padahal jika dipikir-pikir perempuan itu juga belum tahu di kamar mana Gala
Gala tak bisa mengelak ataupun menolak persyaratan yang diajukan oleh Gendis. Dirawat oleh orang yang berarti di hidupnya tentu saja menjadi 'obat' paling mujarab bagi Gala.Lelaki itu tak menampik jika hatinya teramat senang dengan adanya Gendis di sisinya. Gendis layaknya vitamin yang menambah sistem imunitas tubuhnya meningkat."Kamu tadi mau kemana sebenernya? Kamu beneran nggak sengaja ketemu sama Dana di minimarket depan?"Gendis sedang mengusap jeruk yang ada di meja samping ranjang Gala. Untuk sejenak keduanya seakan melupakan perbedaan 'status' mereka saat ini. Mereka sangat menikmati waktu berdua tanpa adanya 'pengganggu' di sekitarnya.Dana minta izin untuk pulang saat tahu jika Gendis akan membantu merawat Gala. Ia malah senang sebab merasa jika akan menghirup udara kebebasan.Menunggu adalah suatu pekerjaan yang membosankan. Badan Dana sudah pegal-pegal karena hanya duduk dan tiduran di sofa kamar rawat Ka
Gendis mempercayai ucapan yang mengatakan ada hikmah dibalik sebuah kejadian. Kecelakaan yang dialami Gala memberi hikmah berupa kebersamaan yang ia rasakan ditengah keluarga Gala.Ia memang sudah mengenal dekat semua keluarga Gala. Semua menerimanya dengan tangan terbuka. Bahkan Gendis merasakan kasih sayang yang didapat dari Dea sama besarnya dengan kasih sayang yang ia dapat dari Fatma–Mamanya.Dering ponsel yang berasal dari dalam tas Gendis menginterupsi percakapan. Gendis berjalan tuk mengambil benda pipih yang sudah merongrong meminta disentuh. Nama Alea muncul sebagai sumber kebisingan ponselnya."Kamu dimana sih, Dis? Kok nggak sampai-sampai?"Omelan Alea sontak membuat Gendis menjauhkan ponsel dari telinganya. Kupingnya terasa pengang sebab suara Alea begitu keras. Gendis sampai takut kalau gendang telinganya robek karenanya.Belum sempat mengucapkan salam saja Alea sudah mencak-mencak tak karuan. Hal tersebut memb
"Makan yang banyak, Mas, biar cepet pulih."Pagi ini Gala kembali berubah menjadi anak kecil. Sarapan kali ini disponsori oleh suapan demi suapan dari Gendis. Ini bukan kemauan Gala, melainkan Gendis-lah yang bersikeras untuk menyuapi lelaki itu.Seperti biasa, Gala yang tak bisa menolak keinginan Gendis hanya menghela napas pasrah. Padahal otot-otot tangannya masih berfungsi dengan baik. Menyuapkan makanan ke dalam mulutnya masih dapat Gala lakukan.Namun, jika Gendis sudah berkendak, Gala seakan menjadi kerbau yang dicocok hidungnya. Sangat menurut. Atau lebih tepatnya Gala memilih menurut.Sementara itu Gendis malah bersikap layaknya seorang ibu yang menyuapi anaknya sambil mengomel dikarenakan sang Anak makan terlalu lamban."Kamu udah ngomong begitu puluhan kali, Dis," kata Gala setelah menelan makanan dalam mulutnya.Apa yang Gala ucapkan adalah fakta. Tanpa sadar Gendis sudah melontarkan nasihat itu berul
Sayang: Dis, maafin aku ya.Sayang: Aku tahu kalau ucapanku salah. Jadi, aku mohon maafin aku.Sayang: Dis....Gendis melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ada notifikasi pesan yang masuk ke sana dengan nama Gala sebagai pengirim pesan tersebut.Nama Gala di kontak ponselnya masih sama. Gendis belum mengubah nama Gala sekalipun status hubungan mereka sudah berbeda. Gendis tak punya waktu tuk melakukan hal itu. Atau mungkin perempuan itu memang sengaja tak ingin mengubahnya."Huuuft." Gendis mendesah pelan. Ia masih tak habis pikir dengan apa yang terjadi padanya.Kepalanya terlalu penuh sehingga Gendis tak mampu berpikir. Hanya karena hal sepele Gendis dan Gala sampai berselisih paham. Ia tak tahu ucapan Gala yang benar-benar nyelekit atau memang dirinya yang memiliki ego besar dan hati sensitif.Atau mungkin saja karena Gendis juga memiliki sifat childish. Ketiga hal itu yan
Ada begitu banyak hal yang berseliweran di kepala Gala. Dari kemelut kisah cintanya, kecelakaan yang menimpa dirinya, dan harapan masih bisa bersanding dengan Gendis ikut andil menjadi 'pesorak'. Tak bisa dipungkiri jika Gala pun masih ingin bersama Gendis. Hubungan yang mereka jalin membuat hubungannya mengakar kuat. Tak bisa dicabut begitu saja. Belum lagi tambahan 'pupuk' berupa perhatian, kepercayaan, dan kesetiaan memicu ladang hati Gala dan Gendis semakin subur. Satu hal yang kini ada dalam benaknya adalah apakah ia akan mencoba untuk memperjuangkan cintanya, perempuannya? "Maaf, Mas. Ini mau kemana ya?" Ucapan pelan Pak Narto yang merupakan sopir di keluarganya menarik Gala dari pikirannya. Lelaki itu menatap lelaki setengah tua yang terlihat kebingungan melajukan mobilnya. Gala baru sadar jika dirinya tak hanya seorang diri. Memikirkan segala hal yang berkaitan dengan Gendis rupanya membuat Gala lupa akan sekita
"Ya ampun, Mas Gala." Mata Gendis membulat saat tahu jika Gala menjadi 'korban' dari keganasan sikutnya. Gerakan itu adalah spontanitas yang ia lakukan ketika ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Tanpa mencari tahu siapa orang iseng tersebut Gendis melancarkan aksinya dengan memberi sikutan keras. Gala masih mempertahankan ringisan kecilnya. Tak terlalu sakit sebenarnya. Namun rasa ngilu itu tetap ada. Mungkin karena tubuhnya yang belum fit sempurna atau memang karena sikutan Gendis cukup kuat. Entahlah Gala tak tahu. Gendis merunduk tuk membantu Gala berdiri. Rasa bersalah menyelimuti hatinya ketika melihat Gala kesakitan. Gendis merutuki kebodohannya yang tak mencari tahu terlebih dulu 'tersangka' yang berbuat usil kepadanya. "Duh, maaf, ya, Mas. Aku nggak tahu kalau yang meluk tadi kamu." Gendis berkata dengan nada penuh penyesalan. Padahal jika dipikir-pikir ini bukan murni kesalahannya. Gala turut andil dal
Menikah menggunakan jalur alternatif.Ucapan Tante Tia beberapa hari yang lalu kini mulai mengusik pikiran Gendis. Perempuan itu baru saja selesai mandi setelah pulang dari Onilicius 20 menit yang lalu.Handuk basah masih menggulung rambutnya yang basah. Sangat segar sekali rasanya. Terlebih lagi, langit sore ini begitu bersahabat tanpa adanya mendung menyelimuti.Sangat selaras dengan hati Gendis yang penuh dengan perasaan kegirangan. Ya, semua itu karena Gala datang ke toko kue miliknya. Tak lupa dengan apa yang mereka lakukan sebelum akhirnya kepergok Alina yang dengan kurang ajarnya mengganggu kegiatannya dengan Gala."Kayaknya aku harus ngomong deh sama Mama," gumam Gendis lirih.Ia bertekad dalam hatinya tuk mengungkapkan sebuah pemikiran yang mengganggu kepalanya sejak tadi. Bukan tanpa sebab Gendis ingin kembali mencoba peruntungan mengenai kisah asmaranya dengan Gala.Gendis sudah mendengar dari Gala se
"Mama ada di mana, Mbok?"Perempuan tua yang tengah membereskan dapur itu terkesiap kaget saat suara Gendis yang tiba-tiba terdengar di belakangnya mengagetkannya. Mbok Las, sang asisten rumah tangga di rumah tersebut menoleh seraya mengurut dadanya naik turun. Di usianya yang tak lagi muda membuat Mbok Las mudah sekali terkejut. Terlebih lagi, ia hanya berada di dapur seorang diri. Tentu saja kehadiran Gendis membuat jantungnya berdetak cepat. "Ada di ruang baca kayaknya, Non," jawab Mbok Las setelah sadar dari keterkejutannya. Sebelum membereskan peralatan makan yang baru saja digunakan ia memang melihat Fatma berjalan ke arah ruang baca. Jadi, Mbok Las yakin jika majikannya tersebut berada di sana. Gendis mengangguk kecil. Perempuan itu berjalan ke arah rak peralatan makan dan minum lantas meraih cangkir dari sana. Semua gerak-geriknya tak luput dari penglihatan Mbok Las. "Ada yang bisa Mbok bantu, Non?" tanya Mbok Las lirih. "Nggak usah, Mbok. Gend
"Bisa nggak kalau permintaan kamu nggak aneh-aneh kayak gitu?"Gendis mengerucutkan bibirnya saat Gala mengatakan jika permintaannya aneh-aneh. Padahal menurutnya permintaannya cukup sederhana. Pergi bersama Gala sepertinya adalah hal lumrah. Tapi Gala malah menyebutnya seolah adalah hal yang tak bisa dikabulkan."Permintaanku itu simpel tahu, Mas," elak Gendis tak mau disalahkan. "Emangnya kamu beneran bisa terima kenyataan kalau aku nikah sama orang lain?"Pertanyaan Gendis begitu sarat akan ancaman. Semua itu bukanlah gertakan Gendis belaka. Nyatanya, perempuan itu memang akan menikah dengan laki-laki lain yang merupakan pilihan ibunya.Gala tahu itu. Lantas Gala bisa apa? Gala memang pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika sebelum janur kuning melengkung seseorang masih milik semua orang. Namun, apakah Gala bisa berbuat suatu hal yang menurutnya sangat menyimpang dari prinsipnya.Sekalipun rasa sakit menghujam hatinya, mau tak
"Bukannya kamu tahu semuanya tentang aku bahkan lebih dari diriku sendiri?"Perkataan itu terus saja terngiang di kepala Gendis. Apa yang dikatakan Gala memang tak sepenuhnya salah. Namun, Gendis tak mau termakan oleh pemikiran yang bisa saja salah. Sekalipun Gala masih menunjukkan rasa perhatiannya. Pun dengan panggilan sayang yang Gala berikan untuknya. Semua itu tak serta merta membuat Gendis bisa membumbungkan rasa kepercayaan diri jika Gala.... masih menginginkannya. Dalam hal ini, Gendis ingin jawaban yang konkret. "Aku memang tahu semuanya tentang Mas Gala tapi aku kan nggak selamanya bisa tahu isi hatimu, Mas," kata Gendis setelah sekian lama terdiam. Sejak Gala memberi jawaban yang cukup ambigu, keduanya memang tak terlibat dalam percakapan apapun. 15 menit setelah mereka selesai makan, Gala mengajak Gendis dan mengatakan jika akan mengantar perempuan itu. Selama itu pula Gendis hanya menurut kemauan Gala dan Gala hanya akan berbicara seper
(Hollaaa, maaf banget buat yang udah baca bab sebelumnya dan menemukan banyak kata yang keulang. Tapi udah aku revisi pas ngerasa ada yang aneh sama bab yang aku upload) ***Gala tak menyangka Gendis masih mengingat apa yang ia suka dan apa yang tak ia suka. Rasanya ia seperti dihadapkan pada waktu ketika hubungan mereka masih terasa hangat. Saling memiliki satu sama lain dan terasa membahagiakan. Gala sadar jika Gendis memahami semua tentang dirinya melebihi diri Gala sendiri. "Kamu... gimana kabarnya, Dis?" tanya Gala setelah hanya tinggal mereka berdua. Senyum terkembang di wajah Gendis. Perempuan itu sedikit menundukkan tuk menyembunyikan kesedihannya. "Aku baik, Mas," sahut Gendis menipiskan bibirnya skeptis, "tapi nggak dengan hatiku," lanjutnya dalam hati. Gala mengangguk paham. Suasana saat ini cukup canggung. Gala yang merasa bersalah karena mengajak Gendis yang notabenenya adalah tunangan orang lain dan Gendis yang merasa jika Gala sedikit me
Ada perasaan yang tak bisa Gendis ungkapkan saat ini. Entah mengapa ia merasa gugup. Kedua kakinya seolah tak bisa diam begitu saja ketika ia sedang menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu- Manggala Yuda. Gendis merasa seperti abg yang sedang dilanda kasmaran. Terlalu konyol untuk sikap seseorang yang pernah menjalin hubungan selama 5 tahun. Gendis tahu jika pertemuan ini tak sesimpel yang ada dalam bayangan kepalanya. Ini bukanlah sebuah pertemuan ‘kencan’ seperti pasangan pada umumnya. “Kamu udah lama datengnya, Dis?” Gendis mendongak ketika suara berat menyapa indra pendengarannya tuk mendapati Gala-seseorang cyang tengah ia tunggu dan membuatnya merasa gugup berdiri di depannya. Lelaki yang terlihat tampan dengan kemeja maroon yang lengannya digulung sampai siku itu menarik kedua sudut bibirnya ketika mata mereka saling bertemu. Tampan. Satu kata itulah yang seketika terlintas dalam benak Gendis. Ya, hal itu sepertinya sudah tak diragukan lagi. Gala m
Setiap orang tua pasti mau anaknya bahagia. Sekalipun itu bertentangan dengan 'keinginan' sang Anak. Hal itu adalah perasaan yang Dea rasakan. Setelah pertemuan pertama dengan Shiren, ia merasa jika perempuan yang merupakan teman kerja Dana adalah perempuan yang cocok untuk Gala. Shiren adalah perempuan baik, santun, dan cantik. Rasanya tak ada satupun hal yang membuatnya untuk tak menyukai Shiren. "Kamu udah pulang, Mas?" tanya Dea begitu Gala memasuki ruang keluarga di mana saat ini perempuan itu tengah menikmati reality show yang disiarkan salah satu TV swasta. Gala berhenti dan menoleh ke arah sang Mama. Lelaki itu tersenyum seraya mengangguk kecil. "Mama belum tidur?" tanya Gala balik. Ia melirik ke arah jam yang terpajang cantik di dinding dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ia cukup tahu kebiasaan mamanya yang selalu tidur jam 9. Untuk itu Gala pun tentu merasa heran saat melihat Dea masih berada di ruang keluarga ketika ia baru saja pula
"Dis, Abang pinjem charger laptop—LAH, kamu nangis?"Januar baru saja masuk ke kamar Gendis tanpa mengetuk pintu terlebih dulu dan tertegun saat mendapati Adiknya sedang duduk sambil memeluk boneka Panda kesayangannya. Januar melihat air mata mengalir di pipi Gendis dan hal itu selalu membuatnya tak suka. Ia memang bukan kakak yang baik karena selalu jahil dengan adiknya. Namun, melihat bagaimana Gendis mengeluarkan air mata tentu bukanlah hal yang ia sukai. Sekalipun mereka sering bertengkar, Januar mau Gendis selalu tersenyum setiap saat. Gendis hanya melirik ke arah Januar yang berdiri di tengah kamarnya. Ia merutuki kebodohannya yang lupa mengunci pintu sehingga siapapun bisa masuk ke kamarnya dan melihat fakta ini. Selain itu, rasanya Gendis juga ingin menjawab pertanyaan Januar dengan suara lantang. "UDAH TAHU NANGIS, MASIH NANYA LAGI!" Mungkin seperti itulah Gendis akan menjawab pertanyaan sang Kakak. Akan tetapi saat ini, ia merasa malas unt
"Aku kemarin ke Onilicius, Mas."Gala tak bisa menahan diri untuk tak menoleh dengan cepat sampai tulang lehernya terdengar berderak. Namun, ia hanya menatap si Pembicara selama satu menit tuk kemudian mengalihkan pandangannya pada jalanan di depannya. Gala sendiri tak tahu harus menanggapi apa dan bagaimana karena jujur saja ia masih selalu ingin tahu dengan segala hal yang berhubungan dengan... Gendis Ayu Paradista. Dengan menyebut Onilicius–yang merupakan juga bagian daripada Gendis, Gala tahu jika ia tak bisa mengabaikan pembicaraan itu begitu saja. Gala berdeham pelan tuk melegakan tenggorokannya. "Oh, ya?"Sebab bingung, pada akhirnya Gala hanya menanggapi dengan dua kata tersebut. Ia pikir tak mungkin jika langsung bertanya pada Shiren mengenai apakah ia bertemu Gendis dan segala sesuatu mengenai gadis itu. Lagipula, Gala juga belum mengerti maksud pembicaraan Shiren yang menurutnya begitu tiba-tiba. Lewat ekor matanya Gala melihat S
Shiren pernah mendengar sebuah pepatah Jawa yang berbunyi Dudu sanak dudu kadang (Meskipun tidak ada ikatan darah, namun terasa sudah seperti bagian dari keluarga). Shiren tak pernah mempercayai hal itu sebab di mana ia akan menemukan 'hal' di dunia ini. Namun, pemikirannya berubah ketika sekarang di sini—di rumah Gala ia merasakan hal tersebut. Rasanya ia ingin menangis mendapati perlakuan keluarga Gala yang baik luar biasa. Ia tamu tapi tak seperti tamu sebab Dea–perempuan yang tak lain adalah Ibu Gala dan Dana memperlakukannya seperti anaknya sendiri. Shiren tak memungkiri jika hatinya terasa menghangat mendapati perlakuan baik dari Dea. Ia pun bisa merasakan jika Dea memang benar-benar tulus terhadapnya. "Lauknya dipakai dong, Ren," kata Dea lembut. Shiren sedikit membersit hidungnya mendapat perhatian tersebut. Ia sedikit mendongak agar genangan di pelupuk matanya tak tumpah seketika. Kedua sudut bibir Shiren melengkung membentuk sebuah senyuman, "
Gala menghentikan langkahnya setelah mendengar satu nama yang disebut Mamanya. Dalam diam, ia seolah ingin mengulang waktu beberapa menit yang lalu tuk memastikan jika telinganya benar-benar tak salah mendengar. "Oh, iya, Gal. Tolong nanti ajak Dana dan Shiren sekalian ya."Itulah ucapan Dea yang mencatutkan satu nama. Shiren. Apa perempuan itu ada di rumahnya saat ini? pikir Gala. Untuk apa? Gala berbalik dengan alis terangkat sempurna, "Shiren, Ma?"Dea yang tak sadar jika Gala masih berada di sana (dengan rasa penasaran yang tinggi) mendongak. Tak ragu, perempuan itu mengangguk sebagai jawaban. "Iya, dia ada di kamar Dana sekarang.""Oh, pantas," gumam Gala hanya dalam hati. Saat ia masuk ke rumahnya, Gala tak menemukan satupun orang atau adanya tamu di rumahnya. Ia hanya menemukan Dea yang sedang mengatur hidangan yang kemudian di bawa ke meja makan. "Oke, Ma." Gala merujuk pada perintah Dea tuk memanggil Dana dan Shiren bersam