Dimas melangkah panjang menuju tempat Indah berdiri dengan tatapan tajam. Sementara itu, Indah menanti sang suami untuk melakukan pembelaan atas apa yang dituduh olehnya. “Kamu sama sekali nggak memberikan muka sama aku, dikantor! Begitu cara kamu berterima kasih sama aku yang udah menjalankan perusahaan itu?!” ungkap kekecewaan Dimas dengan menatap lekat wajah Indah yang berdiri menantang tatapannya. Dengan tersenyum miring Indah bertepuk tangan dan membalas ucapan Dimas serta menuduh suaminya dalam emosi yang sudah tak terbendung. “Hey! Bukannya situ yang nggak punya rasa terima kasih? Asal kamu tahu. Kamu di gaji besar diperusahaan itu. Jadi, sudah selayaknya kamu bekerja dengan baik! Bukannya malah selingkuh. Beritahu gundikmu. Kalau kamu bukan pemilik perusahaan itu!” “Apa? Selingkuh? Jangan fitnah dan mengada-ada kamu!” bantah Dimas menelan salivanya dengan mata menyala menatap lekat Indah atas tuduhan yang disangkalnya. “Fitnah...? Hahahahaha..., jangan belaga sok kaget s
Elvira yang telah mengingat rentetan peristiwa yang terjadi pada Indah, akhirnya bertekad untuk membalaskan rasa sakit wanita yang telah berganti raga dengannya. karena itu, ia dan Zara berupaya untuk melihat reaksi dan tindakan Dimas atas lolosnya Indah dari maut. Walaupun, sebenarnya hanya Elvira sendiri yang tahu semua kejadian di ruang ICU. Bahkan, Zara sahabat Indah pun, berpikir kalau Indah dalam jiwa Elvira terguncang hingga sebagian memori atad dirinya terlupakan. Sampai akhirnya, Dimas yang tak mengunjungi Indah menghubungi Zara sahabat Indah. Sekitar pukul satu siang ponsel Zara berdering ketika ia di rumah sakit. Indah dalam jiwa Elvira yang mendengar dering ponsel Zara memandang ke arah sahabatnya. Seketika Zara meletakkan jemari telunjuknya ke bibir dan berkata. “Ssstt..., Dimas telepon.” “Nyalakan speaker nya. Aku mau dengar,” pinta Indah. “Halo, Mas ....” “Zara, bagaimana perkembangan Indah? Dia masih koma, kan?” tanya Dimas seolah ingin memastikan kalau Indah da
Sementara itu, di pagi hari sekitar pukul tujuh, tampak seorang perempuan paruh baya berdandan menor keluar dari Taxi tepat di depan Apartemen tempat Angel tinggal. Wanita itu tampak menanyakan pada seorang satpam yang berjaga, nama wanita penghuni Apartemen tersebut.“Pagi Pak, saya mau tanya. Apa ada wanita yang wajahnya mirip dengan saya, bernama Angel tinggal di rumah susun ini?” tanyanya dengan logat daerah yang kental.Satpam yang mendengar ucapan wanita paruh baya dengan gincu merah menyala itu tersenyum geli dan menjawab, “Maaf Ibu. Ini namanya bukan rumah susun. Ini Apartemen namanya, Bu. Kalau Ibu belum bisa membedakan mana rumah susun dan Apartemen, cukup dari tulisan yang ada di bagian depan pintu masuknya aja.”“Maaf Pak, saya salah sebut. Padahal anak saya Angel itu sudah kasih tahu, kalau dia tinggal di Apartemen. Gimana Pak, ada yang namanya Angel tinggal di sini. Wajahnya persis seperti saya,” urai wanita paruh baya dengan celana jeans ketat dan baju bermotif bunga no
Sekitar pukul satu siang ponsel Zara berdering ketika ia di rumah sakit. Indah dalam jiwa Elvira yang mendengar dering ponsel Zara memandang ke arah sahabatnya. Seketika Zara meletakkan jemari telunjuknya ke bibir dan berkata. “Ssstt..., Dimas telepon.”“Nyalakan speaker nya. Aku mau dengar,” pinta Indah.“Halo, Mas ....”“Zara, bagaimana perkembangan Indah? Dia masih koma, kan?” tanya Dimas seolah ingin memastikan kalau Indah dalam jiwa Elvira masih terbaring koma. Hingga membuat kedua wanita cantik yang kini saling menatap menganggukkan kepalanya.“Iya, dia masih koma. Aku masih jaga dia di sini,” jawab Zara tetap menatap Indah yang tampak antusias mendengar suara dari speaker ponsel Zara.“Uhm ... Zara, kira-kira apa aku bisa tinggalkan Indah dua sampai tiga hari ini? Aku ada rapat di luar kota. Kalau dia sudah sadar, tolong kabari aku,” pinta Dimas dalam sambungan telepon.“Ok! Nggak jadi masalah. Aku akan selalu jaga dia dan kalau Indah sudah bangun dari tidur panjangnya, aku kab
Usai tiga hari Dimas izin keluar kota, lelaki tampan yang menikah tanpa izin dari istrinya, berencana akan membawa Angel yang telah dinikahi secara siri ke rumah orang tuanya. Mereka turun dari kereta api di stasiun gambir saat jam masih menunjukkan pukul enam pagi dengan membawa dua koper dan satu dus berisi oleh-oleh dari ibunda Angel.Mereka keluar dari area stasiun setelah melewati pemeriksaan tiket kereta. Angel yang sepanjang perjalanan pulang ke Jakarta selalu memikirkan langkah selanjutnya, berjalan pelan dan menepi tepat di sebelah toko roti dekat pintu keluar stasiun kereta.“Mas ... Apa sebaiknya kita nggak usah ke rumah ibu kamu? Soalnya aku takut, Mas. Apalagi Mas ngomong kalau ibunya Mas Dimas dekat dengan Indah,” keluh Angel memasang muka cemas.“Hadapi aja dulu. Nanti aku yang akan kasih alasan ke ibu. Ayo cepat kita akan cari Taxi,” ajak Dimas meraih tangan Angel.Dengan menarik napas panjang, Angel mengikuti langkah Dimas keluar stasiun dan mencari Taxi untuk ke ruma
Tiga hari kemudian, rumah sakit tempat Indah dirawat telah mengkonfirmasi pada Zara, kalau Indah sudah dapat pulang ke rumah usai hasil MRI atas dirinya dinyatakan baik. Maka, pagi ini sekitar jam 10 pagi, Zara pun mengurus administrasi Indah. Usai kembali ke ruang perawatan Indah, ponsel Zara berdering dan terlihat pada bagian depan layar ponsel, Dimas menghubungi Zara.“Pagi Zara. Maaf, sepertinya besok aku baru balik ke Jakarta. Gimana kondisi Indah? Dia masih koma, kan?” tanya Dimas dalam harap-harap cemas.“Pagi Mas ... Maaf, aku juga lupa mengabari kondisi Indah. Selepas kamu keluar kota, Indah terbangun dari tidur panjangnya,” ujar Zara.“Apa?!” Dimas terkejut mendengar berita tersebut.Zara yang mendengar pekik suara Dimas, tersenyum samar dan menggerutu dalam hatinya, ‘Dasar lelaki sialan! Dengar istri siuman dari koma kok, nggak syukur malah kayak orang dengar kematian aja. Lihat aja pembalasan dari Indah. Lelaki laknat!’“Iya udah sadar dan melahirkan bayi laki-laki secara
Pada malam hari, kala Zara dan Dinda telah kembali kerumah mereka. Indah dalam jiwa Elvira membuka semua lemari yang ada di kamar Indah dan bermonolog pada dirinya sendiri.“Indah, ternyata kamu sangat kaya. Kamu memiliki dua lemari pakaian yang terisi dengan pakaian bermerek. Belum lagi sepatu, tas, arloji bermerek berjajar rapi di kamarmu. Di tambah perhiasan dalam kotak ini. Indah, kamu meninggalkan begitu banyak kemewahan. Pasti yang terberat, kamu meninggalkan kedua anakmu. Tapi, aku berjanji akan menjaganya dan memberikan semua yang jadi hak nya. Tidak akan aku biarkan mereka berbuat jahat pada kedua anakmu. Itu janjiku," ungkap Elvira dalam raga Indah parau. di depan cermin ia menghapus air matanya, kala teringat diri Indah. Ia memegang wajah cantiknya dan berbisik lirih, ‘Bagaimana mungkin wanita secantik dan kaya raya sepertimu diselingkuhi oleh lelaki yang sudah kau angkat derajatnya? Dimas memang lelaki bodoh! Diberikan berlian malah mencari batu koral.’Elvira dalam raga
Keesokan paginya, seperti biasa Indira sarapan bersama Indah dan Dimas dalam satu meja makan. Usai sarapan, Indira yang sangat bangga pada Indah saat diantar ke sekolah pun berkata, “Mama hali ini antal sekolah lagi, ya. Kemalen Indi celita di antal Mama sama teman-teman.”“Iya sayang. Mama akan antar Indi ke sekolah setiap hari. Asalkan Indi nggak boleh nakal dan harus belajar yang rajin. Sudah bisa baca kan?” tanya Indah tersenyum ke arah anak perempuan berusia empat tahun tersebut.“Mama pasti lupa. Indi kan udah bica baca waktu umul tiga taun, ya Paa...,” ujarnya memandang ke arah Dimas untuk mendapat dukungan dan Dimas mengangukkan kepala dan tersenyum ke arah putrinya.Elvira dalam raga Indah yang belum tahu perkembangan Indira selama ini, menutupi ucapannya dengan berujar, “Mama nggak lupa kok. Tapi kok, Indi nggak bisa baca buku cerita sendiri? Harusnya, Indi baca sendiri. Supaya ngerti jalan ceritanya.”“Hehehehehehe..., iya Maa, mulai nanti Indi yang baca sendili,” tawa keci
Tiga tahun kemudian, Indah yang kini menjadi istri Sean, sudah terbiasa menjalani kesehariannya menjadi seorang istri dokter. Dimana, ada saja tetangga dan pasien yang pernah di tolong ke rumahnya. Indah dalam jiwa Elvira sangat bahagia menjadi istri seorang dokter.Sementara itu, Indira putri dari Dimas telah berusia 8 tahun. Ia sangat menyangyangi Sean layaknya sebagai papanya sendiri. Sedangkan memorinya tentang sosok Dimas baginya adalah sebagai seorang papa yang menakutkan. Hal itu terkait dengan peristiwa penculikan yang dilakukan Dimas.Untuk Elvino, bocah laki-laki tampan yang kini berusia 3,5 tahun sama sekali tidak pernah melihat papa kandungnya. Bocah lelaki tampan itu sangat akrab dan selalu minta ditemani tidur oleh Sean. Jelas hal itu membuat kebahagiaan luar biasa untuk Indah.Sampai akhirnya, pada satu kesempatan, usai Sean menunaikan kewajiban sebagai suami di pagi hari dalam serangan fajar yang sering dilakukan. Ia pun, menanyakan pada Indah perihal alasannya tidak b
Sementara itu, di sebuah kampung terlihat Mardiah duduk di ruang keluarga pada kursi terbuat dari bambu dan berbicara di depan ketiga anaknya, usai pemakaman neneknya Dimas. “Kalian tahu? Akhirnya, Indah menikah lagi. Pantas saja dia mau secepatnya cerai dari putraku!” ucapnya geram.“Dari mana Ibu tahu?” tanya ketiga anak Mardiah.“Dari mana lagi kalau nggak dari adikmu yang durhaka itu! Dia lebih baik ikut di pesta pernikahan Indah dari pada ke pemakaman nenekmu!” sungut Mardiah.“Dasar pengkhianat! Awas aja kalau dia udah nggak dibutuhkan sama si Indah. Pasti akan balik Bu!” ujar Dina memandang ke arah Dimas yang mengusap wajahnya.“Sudahlah kita nggak usah ikut campur urusan mereka. Saya nggak di penjara saja udah syukur. Sekarang ini, saya mau melupakan semuanya. Saya hanya sedih dan menyesal sudah berlaku seperti itu sama Indira. Ingin sekali, saya meminta maaf sama Indira, Bu,” ungkap keinginan Dimas.“Kak Dimas itu, nggak salah. Yang salah itu, Dinda! Coba kalau Dinda nggak
Empat bulan kemudian, akhirnya pernikahan kedua Indah dilaksanakan di sebuah hotel berbintang 5. Namun, kabar pernikahan Indah dengan Sean didengar oleh keluarga Mardiah. Mereka tahu pernikahan Indah pada saat Dinda dihubungi oleh Mardiah untuk diminta pulang ke kampung, karena neneknya meninggal dunia. Tetapi, Dinda yang saat itu sudah berada di acara resepsi Indah menolaknya.“Dinda! Kamu harusnya pulang. Apa kamu nggak mau lihat nenekmu untuk terakhir kali?!” pinta Mardiah pada putri ketiganya.“Bu! Nggak bisa saya pulang. Disini sedang ada acara. Nggak mungkin Bu. Juga, kalaupun bisa besok malam saya ke kampung naik bis atau kereta,” ungkap Dinda.“Masa kamu nggak bisa hari ini ke kampung! Minta Indah belikan tiket pesawat! Ibu yakin sejahat-jahatnya dia, pasti akan membelikan tiket pesawat kamu! Udah sana cepat! Siapa tahu dia juga ngasih uang untuk biaya penguburan nenekmu!” desak Mardiah.“Nggak bisa Bu! Jangan terlalu memaksa seperti itu,” tolak Dinda menuju toilet agar tidak
Setelah itu, mereka bertiga melanjutkan makan bersama. Mereka berbicara tentang masa SMA dan kuliah. Jelas hal itu membuat Indah dalam jiwa Elvira tidak bisa mengikuti alur perbincangan mereka. Usai makan, Zara berpamitan pada Indah dan Sean.“Indah, Sean, aku pamit duluan. Kalian Ngobrol aja masalah hari H kalian,” ujar Zara.“Santai aja, Ra. Juga aku kan harus melewati masa Idah,” tutur Indah tersenyum malu.“Lumayan, ada waktu 3 bulan untuk pacaran. Ya, nggak Sean?” senyum mengembang Zara seraya beranjak dari kursinya.“Ra! Biar nanti aku yang bayar,” ujar Sean ikut berdiri memandang ke arah Zara.Zara yang melihat raut bahagia pada wajah Sean, langsung menjawab, “Iyalah, kamu yang bayar. Apalagi aku tadi sempat jadi obat nyamuk kalian."“Obat nyamuk? Maksudnya?” tanya Indah bingung.“Udahlah, malas dibahas. Emang aku nggak tahu kalau tanganmu dibawah meja dipegang sama Sean....”“Hahahahaha ... Anjay! Liat aja.” Ujar Sean dan Indah bersamaan.“Byee, pasangan yang sedang berbahagia
Dua minggu kemudian, Jaya pengacara Indah ke rumah untuk membawakan hasil sidang putusan perceraian. Dimana, pada putusan tersebut, disebutkan status janda yang kini disandang Indah tanpa ia mengikuti sidang lanjutan, sesuai dengan arahan Jaya selaku pengacaranya.Walaupun, pihak Dimas mengajukan gugatan harta gono gini setelah gugatan cerai. Namun, itu tidak membuat Indah gentar. Memang, untuk sidang pembagian harta gono gini, dilakukan usai terjadinya ketok palu keputusan cerai.“Selamat Indah, akhirnya keputusan kamu untuk melempar lelaki jahat itu berhasil,” ucap Jaya menyalami Indah dengan menyerahkan berkas keputusan perceraian tersebut.“Terima kasih, Om. Akhirnya selesai sudah satu masalah,” jawab Indah memandang Jaya dengan wajah penuh bahagia.Indah membaca surat keputusan perceraian tersebut dan bergumam dalam hatinya, ‘Indah, aku sudah menceraikankamu dari lelaki brengsek itu. Semoga kamu tenang di alam baka....’“Indah, mengenai gugatan harta gono gini yang diminta, akan
Sementara itu, di rumah kontrakan Dimas. Terlihat, Mardiah tengah mengajari putranya untuk membiasakan diri memakai kaki palsu yang telah dibeli olehnya. Namun, beberapa kali terdengar keluh kesah Dimas atas kondisi dirinya dengan berteriak saat teringat kakinya diamputasi dan harus menggunakan kaki palsu untuk berjalan.“Sial! Semua gara-gara Indah! Harusnya sudah sejak lama aku bunuh saja dia! Aku dan Angel kehilangan masa depan karena dia! Keparat!” teriak Dimas mencoba melangkah dengan kaki palsu usai selama seminggu di rumah sakit dan sudah satu minggu ini lelaki itu mencoba kaki palsunya.“Dimas, sudah jangan teriak seperti itu. Nggak ada yang bisa membalikkan keadaan. Justru akan membuat teras semakin berat. Ibu mau, besok kamu kuat dan bisa berjalan menuju pengadilan! Ibu mau kita permalukan Indah dengan lelaki yang kini selalu bersamanya,” tutur Mardiah menepuk-nepuk bahu putranya.“Bu, jangan paksa saya ke pengadilan lagi. Biarkan saja cerai. Saya terima semua apa yang jadi
Sore hari, usai Indira ditemukan dan Dimas mengalami kecelakaan, Indah menghubungi Dinda adik kandung Dimas yang tinggal dan ditampung di rumahnya. Selama ini hanya Indah saja yang dibiayai,kuliahnya oleh Indah.Karena, saat itu hanya Dinda diantara ketiga adik perempuan Dimas yang mendukungnya dan memberikan bukti-bukti pernikahan Dimas dengan Angel.Maka dari itu dengan mudah Indah bisa mengajukan gugatan cerai. Sebagai timbal baliknya, Indah berkomitmen membantu kebutuhan Dinda hingga tamat kuliah.“Halo Din, Kak Indah mau kasih tahu. Kalau Kak Dimas kecelakaan. Infonya, dibawa ke Rumah Sakit Ananda. Kalau gimana kamu hubungi ibumu, biar nggak disalahkan,” ucap Indah memberitahukan kondisi Dimas tanpa membeberkan masalah yang terjadi sebelumnya.“Ya Allah, kenapa bisa kecelakaan seperti itu, Kak? Apa Kak Indah yang dihubungi polisi?” tanyanya.“Iya, untuk penyebab kecelakaannya, nanti kamu tanya polisi. Sekarang, aku lagi ada urusan. Jadi lebih baik secepatnya kamu beritahu ibumu,”
Sementara itu, Sean yang memegang ponsel Indah terus berkomunikasi lewat pesan singkat dengan Dimas. Ia juga berkomunikasi dengan Indah. Sean sangat bahagia mendengar, saat Indira berada di rumah kosong tersebut.Namun, saat mendengar kondisi anak perempuan berusia 5 tahun diikat tangan, kaki dan disumpal mulutnya dengan handuk kecil, membuat emosi Sean memuncak.Sean pun, menghubungi Indah untuk memastikan kondisi kesehatan Indira.“Indah, tolong secepatnya Indira bawa ke rumah sakit. Minta juga bagian tumbuh kembang anak dan psikologi untuk mendampinginya.”“Iya Sean, kami sedang menuju ke rumah sakit. Tolong kamu berhati-hati menghadapi lelaki jahat itu. Barusan, polisi juga sudah berkoordinasi menuju lokasi tempat pertemuan. Jadi, tolong buat lelaki itu menunggu. Beritahu saja dia, kalau kamu terjebak macet.”“Ya Indah, kamu tenang aja. Aku lelaki yang bisa jaga diriku. Saat ini aku sangat emosi atas tindakan Dimas. Lelaki itu sama sekali tidak berpikir atas dampak putrinya. Akan
Sekitar 20 menit kemudian, pihak kepolisian terdekat sampai ke rumah tersebut. Lalu, seorang warga yang tahu pemilik dari rumah tersebut, telah menghubungi pemilik rumah kosong yang disewa oleh sahabat Angel.Maka, pemilik rumah yang bernama Retno, membuka pintu pagar tersebut didampingi oleh polisi, RT dan Indah yang pikiran dan perasaannya kacau balau. Apalagi ketika ia memanggil putrinya, tidak dijawaban sama sekali.Dalam hati Indah terus berdoa atas seorang anak perempuan yang dititipkan oleh almarhum Indah padanya.‘Ya Allah, kasihanilah Indira. Hamba ingin merawat anak perempuan itu hingga dewasa. Berikan hamba waktu untuk menebus kesalahan hamba dengan merawat anak malang itu. Izinkan ya Allah ... Amiin’Ceklek!“Indira....!” teriak Indah memanggil putrinya dalam ruangan gelap gulita.Cetek!Lampu ruang tamu pada rumah tersebut terang. Lalu, mereka merangsek masuk ke ruangan lain seraya memanggil nama Indira. “Indira...! Indira...! Mama kamu ada di sini sayang...,” panggil po