Rara dan Indah yang sedang mengobrol usai makan siang terkejut bukan main mendengar suara Dimas yang berdiri memandang ke arah mereka di ruang makan. Wanita cantik yang saat ini masih menjadi sekretaris Dimas terlihat pucat pasi dan ia seakan melihat setan ketika melihat kehadiran Dimas di rumah itu.Tetapi, tidak demikian dengan Indah. Wanita cantik itu justru memegang tangan Rara untuk tetap diam di meja makan saat melihat wajah ketakutan pada sekretaris suaminya dengan berdiri usai memandang Dimas.“Udah kamu tenang dan diam saja,” ucap pelan Indah pada Rara yang dilihat pucat pasi.Rara yang mendengar kejelasan dari Indah merasa lebih tenang dan berbisik dalam hatinya, ‘Baiklah, apa pun yang terjadi aku yakin, Ibu Indah akan bantu aku.’“Kenapa kamu nggak jawab teleponku? Mana cek yang ada di kamu? Hah!” tanya Dimas marah.Indah memberikan instruksi dengan tangannya untuk meminta Rara tenang dan diam di tempat duduknya. Sementara dia berdiri dari meja makan dan menjawab tegas sera
Jaya selaku pengacara yang dipakai oleh keluarga almarhum Singgih waktu itu, tetap melaksanakan tugas sebagai pengacara perusahaan keluarga almarhum Singgih baik dalam urusan perusahaan yang telah diwariskan ke Indah ataupun dalam permasalahan keluarga Indah.Karena itu, ketika Indah menghubunginya untuk meminta bantuan hukum dan solusi atas persoalan perusahaannya dan kisruh rumah tangganya, Jaya dengan senang hati memberikan wejangan dan saran atas permasalahan yang timbul dalam keluarga Indah dan pastinya berimbas pula pada perusahaannya juga.“Indah, Om Jaya hanya ingin mengingatkan kamu, perihal Dimas. Kamu harus cari minimal dua kesalahan suamimu saat memimpin perusahaan itu. Karena, saat kamu memecat dia jadi direktur utama, harus ada alasan tepat kenapa dia harus keluar dari perusahaan milik kamu."Jaya memandang wajah Indah, kemudian kembali berbicara."Seingat Om, waktu buat perjanjian untuk kamu dan Dimas. Om mencantumkan bait atas pemecatan jika dia tertangkap basah melaku
Sekitar pukul 5 sore, Rara berpamitan pada Indah setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan menyerahkan beberapa pengeluaran yang mencurigakan. Namun, karena hal tersebut belum di konfirmasi dengan bagian kepala accounting, maka Rara hanya bisa menandai cetakan laporan tersebut dengan spidol merah.“Ibu, ini laporannya,” ucap Rara menyerahkan beberapa lembar kertas. “Untuk transaksi mencurigakan saya tandai dengan spidol merah.”“Ok! Makasih Rara. Rencananya besok akan saya lakukan serah terima jabatan. Siapkan saja sepatah dua patah kata sebagai ucapan kepemimpinan kamu,” pinta Indah.“Besok Bu?!” terkejut Indah memandang ke arah Indahtak percaya.“Iya, kenapa? Kamu bisa kan?” tanya Indah tersenyum kecil melihat Rara yang tampak terkejut bercampur bahagia.“Bisa Bu! Bisa! Ya Allah terima kasih. Terima kasih Bu Indah,” ucapnya parau menahan tangis bahagia.“Sama-sama. Itu buah dari kesetiaan kamu dengan perusahaan. Tolong jaga juga kepercayaan ini dan bekerjalah dengan giat,” ujar Inda
Usai menunaikan sholat subuh, Indah duduk pada selembar sejadah berwarna hitam dan terdengar lantunan ayat-ayat dalam kitab suci Alquran dilantunkan bait demi bait dari bibirnya.Sejak peristiwa yang hampir merengut jiwanya, Elvira dalam raga Indah selalu melakukan sholat lima waktu tepat waktu. Terlebih saat melihat kedua anak Indah yang memerlukan dirinya untuk bisa menjaga dan menjadi benteng atas tindakan orang-orang yang ingin menguasai harta kekayaan Indah.Ia menjadi wanita yang taat dengan selalu mendoakan kedua anak itu. Belum lagi, ia juga ingin meminta maaf pada ibundanya yang telah begitu banyak disakiti hatinya. Jadi, setiap bersujud ia selalu meminta waktu pada Sang Maha Kuasa.Sekitar jam enam pagi lewat lima belas menit, Indah mengusap wajahnya usai melantunkan ayat-ayat indah dari Sang Khalik. Kemudian, wanita cantik itu mengangkat tangan dan menundukkan kepalanya khusuk.“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba. Kasihanilah ibu saya dan kedua anak Indah. Berikan kekuatan
Rapat yang dilakukan oleh Indah pada saat untuk pertama kalinya memimpin perusahaan tersebut dilakukan selama tiga puluh menit. Lima menit pada sesi akhir, wanita yang kini tampil beda dari Indah yang sesungguhnya langsung mengumumkan nama-nama yang menjadi kepala bagian pada perusahaan tersebut dengan berdiri dan meminta nama-nama yang disebutkan untuk berdiri dan maju ke depan.“Silakan Bapak Rafli, masih tetap sebagai kepala accounting. Bapak Rizal sebagai kepala HRD menggantikan Ibu Cintya. Kepala Marketing masih di pegang oleh Ibu Cecilia dan untuk semua staf lainnya masih dalam posisi yang sama. Kecuali Ibu Rara. Silakan maju ke depan,” perintah Indah memandang ke arah Rara.Tepuk tangan dan suara-suara celoteh dari beberapa suara terdengar saling bersahutan. Sementara Cintya yang digantikan oleh Rizal memandang kesal ke arah Indah dan tampak berbisik pada Dimas yang duduk disebelahnya. Sampai akhirnya, Indah menghentikan sedikit kegaduhan dalam ruang rapat tersebut.“Ok! Tolong
Bersamaan dengan teriakan Indah, Rara dan dua orang sekuriti masuk ke dalam ruang kerja Dimas. Seketika, Dimas melepaskan tangannya dari Indah. Kemudian, Indah memerintahkan kedua sekuriti untuk menghubungi kantor polisi.“Tolong kamu hubungi polisi! Dia hampir mencelakai aku!” perintah Indah tegas usai melepaskan diri dari cengkeraman Dimas.“Kamu jangan fitnah aku! Sama sekali aku tidak mencelakai kamu, Indah!” sangkal Dimas dan memberikan bahasa isyarat pada sekuriti yang diperintah Indah.Sekuriti yang mendapat perintah kedua atasan mereka yang berlainan pun, memandang ke arah Indah dan Dimas bergantian.Lalu, Indah yang tahu kalau sekuritinya ragu, kembali meminta pada sekuriti tersebut untuk melakukan apa yang diperintahkannya.“Kenapa kamu diam saja? Cepat panggil polisi! Apa kamu mau kejadian yang hampir merengut nyawaku sama wanita brengsek ini kembali terulang?!” bentak Indah seraya menunjuk ke arah Angel yang masih duduk di sofa panjang.Mendengar tuduhan atas dirinya, Ange
Indah kembali menaiki tangga darurat ke lantai 4 tanpa memedulikan teriakan Dimas meminta tolong dan rintihan Angel yang merasakan kesakitan. Indah mendengus dan berucap. “Syukur!”Sampai di lantai 4, Indah bergegas masuk ke dalam lift menuju lantai 3 untuk menemui Rara yang diminta untuk mencari sertifikat dan buku nikahnya di ruang kerja Angel. Beberapa detik kemudian, Indah keluar dari lift dan menuju ruang accounting di lantai 3.Beberapa staf di lantai tiga yang bertemu dengannya memberikan salam dan hormat. Terlebih saat Indah menanyakan ruang kerja accounting pada salah seorang staf, ia langsung mengantarkan Indah ke ruang tersebut.“Ibu, silakan masuk,” ajak Rara telah memegang tas kerja Angel.“Ini tas nya?” tanya Indah menatap lurus Rara.“Iya Bu. Ini tas Angel,” jawabnya.“Rara, panggil beberapa saksi untuk bisa melihat barang apa saja yang ada di dalam tas nya,” pinta Indah saat Rara menempatkan tas tersebut di meja kerja Indah.Rara pun, memanggil bagian lain dan dua oran
Indah dengan tenang berjalan masuk ke dalam ruang tamu usai Sri dan putrinya berjalan ke pintu samping pada rumah mewah itu. Sesampai di teras dan masuk ke pintu ruang tamu, Indah dalam jiwa Elvira tanpa basa-basi menanyakan keperluan keluarga Dimas ke rumahnya.“Ada urusan apa Ibu sampai ke rumah?” tanya Indah memasang wajah judes.Mendengar sambutan tak ramah Indah membuat Mardiah mendelik ke arah menantunya dan menjawab.“Memang Ibu nggak boleh ke rumah menengok cucu? Udah lebih dari 3 bulan Ibu dan kedua adikmu nggak bertemu Indira dan kami juga ingin melihat Elvino, anak kedua, Dimas.”“Oh ya? Hanya itu?” tanya Indah tersenyum miring dan duduk di sofa tunggal dengan kaki menyilang.Mendengar pertanyaan Indah atas kepentingan lainnya, Mardiah saling melempar pandangan pada kedua putrinya, Dina dan Dini. Setelah itu, Dina adik Dimas yang duduk di semester 5 pada sebuah universitas swasta pun buka suara.“Mbak Indah, kami ke rumah ini mau minta tolong. Dina akan ada acara di kampus
Tiga tahun kemudian, Indah yang kini menjadi istri Sean, sudah terbiasa menjalani kesehariannya menjadi seorang istri dokter. Dimana, ada saja tetangga dan pasien yang pernah di tolong ke rumahnya. Indah dalam jiwa Elvira sangat bahagia menjadi istri seorang dokter.Sementara itu, Indira putri dari Dimas telah berusia 8 tahun. Ia sangat menyangyangi Sean layaknya sebagai papanya sendiri. Sedangkan memorinya tentang sosok Dimas baginya adalah sebagai seorang papa yang menakutkan. Hal itu terkait dengan peristiwa penculikan yang dilakukan Dimas.Untuk Elvino, bocah laki-laki tampan yang kini berusia 3,5 tahun sama sekali tidak pernah melihat papa kandungnya. Bocah lelaki tampan itu sangat akrab dan selalu minta ditemani tidur oleh Sean. Jelas hal itu membuat kebahagiaan luar biasa untuk Indah.Sampai akhirnya, pada satu kesempatan, usai Sean menunaikan kewajiban sebagai suami di pagi hari dalam serangan fajar yang sering dilakukan. Ia pun, menanyakan pada Indah perihal alasannya tidak b
Sementara itu, di sebuah kampung terlihat Mardiah duduk di ruang keluarga pada kursi terbuat dari bambu dan berbicara di depan ketiga anaknya, usai pemakaman neneknya Dimas. “Kalian tahu? Akhirnya, Indah menikah lagi. Pantas saja dia mau secepatnya cerai dari putraku!” ucapnya geram.“Dari mana Ibu tahu?” tanya ketiga anak Mardiah.“Dari mana lagi kalau nggak dari adikmu yang durhaka itu! Dia lebih baik ikut di pesta pernikahan Indah dari pada ke pemakaman nenekmu!” sungut Mardiah.“Dasar pengkhianat! Awas aja kalau dia udah nggak dibutuhkan sama si Indah. Pasti akan balik Bu!” ujar Dina memandang ke arah Dimas yang mengusap wajahnya.“Sudahlah kita nggak usah ikut campur urusan mereka. Saya nggak di penjara saja udah syukur. Sekarang ini, saya mau melupakan semuanya. Saya hanya sedih dan menyesal sudah berlaku seperti itu sama Indira. Ingin sekali, saya meminta maaf sama Indira, Bu,” ungkap keinginan Dimas.“Kak Dimas itu, nggak salah. Yang salah itu, Dinda! Coba kalau Dinda nggak
Empat bulan kemudian, akhirnya pernikahan kedua Indah dilaksanakan di sebuah hotel berbintang 5. Namun, kabar pernikahan Indah dengan Sean didengar oleh keluarga Mardiah. Mereka tahu pernikahan Indah pada saat Dinda dihubungi oleh Mardiah untuk diminta pulang ke kampung, karena neneknya meninggal dunia. Tetapi, Dinda yang saat itu sudah berada di acara resepsi Indah menolaknya.“Dinda! Kamu harusnya pulang. Apa kamu nggak mau lihat nenekmu untuk terakhir kali?!” pinta Mardiah pada putri ketiganya.“Bu! Nggak bisa saya pulang. Disini sedang ada acara. Nggak mungkin Bu. Juga, kalaupun bisa besok malam saya ke kampung naik bis atau kereta,” ungkap Dinda.“Masa kamu nggak bisa hari ini ke kampung! Minta Indah belikan tiket pesawat! Ibu yakin sejahat-jahatnya dia, pasti akan membelikan tiket pesawat kamu! Udah sana cepat! Siapa tahu dia juga ngasih uang untuk biaya penguburan nenekmu!” desak Mardiah.“Nggak bisa Bu! Jangan terlalu memaksa seperti itu,” tolak Dinda menuju toilet agar tidak
Setelah itu, mereka bertiga melanjutkan makan bersama. Mereka berbicara tentang masa SMA dan kuliah. Jelas hal itu membuat Indah dalam jiwa Elvira tidak bisa mengikuti alur perbincangan mereka. Usai makan, Zara berpamitan pada Indah dan Sean.“Indah, Sean, aku pamit duluan. Kalian Ngobrol aja masalah hari H kalian,” ujar Zara.“Santai aja, Ra. Juga aku kan harus melewati masa Idah,” tutur Indah tersenyum malu.“Lumayan, ada waktu 3 bulan untuk pacaran. Ya, nggak Sean?” senyum mengembang Zara seraya beranjak dari kursinya.“Ra! Biar nanti aku yang bayar,” ujar Sean ikut berdiri memandang ke arah Zara.Zara yang melihat raut bahagia pada wajah Sean, langsung menjawab, “Iyalah, kamu yang bayar. Apalagi aku tadi sempat jadi obat nyamuk kalian."“Obat nyamuk? Maksudnya?” tanya Indah bingung.“Udahlah, malas dibahas. Emang aku nggak tahu kalau tanganmu dibawah meja dipegang sama Sean....”“Hahahahaha ... Anjay! Liat aja.” Ujar Sean dan Indah bersamaan.“Byee, pasangan yang sedang berbahagia
Dua minggu kemudian, Jaya pengacara Indah ke rumah untuk membawakan hasil sidang putusan perceraian. Dimana, pada putusan tersebut, disebutkan status janda yang kini disandang Indah tanpa ia mengikuti sidang lanjutan, sesuai dengan arahan Jaya selaku pengacaranya.Walaupun, pihak Dimas mengajukan gugatan harta gono gini setelah gugatan cerai. Namun, itu tidak membuat Indah gentar. Memang, untuk sidang pembagian harta gono gini, dilakukan usai terjadinya ketok palu keputusan cerai.“Selamat Indah, akhirnya keputusan kamu untuk melempar lelaki jahat itu berhasil,” ucap Jaya menyalami Indah dengan menyerahkan berkas keputusan perceraian tersebut.“Terima kasih, Om. Akhirnya selesai sudah satu masalah,” jawab Indah memandang Jaya dengan wajah penuh bahagia.Indah membaca surat keputusan perceraian tersebut dan bergumam dalam hatinya, ‘Indah, aku sudah menceraikankamu dari lelaki brengsek itu. Semoga kamu tenang di alam baka....’“Indah, mengenai gugatan harta gono gini yang diminta, akan
Sementara itu, di rumah kontrakan Dimas. Terlihat, Mardiah tengah mengajari putranya untuk membiasakan diri memakai kaki palsu yang telah dibeli olehnya. Namun, beberapa kali terdengar keluh kesah Dimas atas kondisi dirinya dengan berteriak saat teringat kakinya diamputasi dan harus menggunakan kaki palsu untuk berjalan.“Sial! Semua gara-gara Indah! Harusnya sudah sejak lama aku bunuh saja dia! Aku dan Angel kehilangan masa depan karena dia! Keparat!” teriak Dimas mencoba melangkah dengan kaki palsu usai selama seminggu di rumah sakit dan sudah satu minggu ini lelaki itu mencoba kaki palsunya.“Dimas, sudah jangan teriak seperti itu. Nggak ada yang bisa membalikkan keadaan. Justru akan membuat teras semakin berat. Ibu mau, besok kamu kuat dan bisa berjalan menuju pengadilan! Ibu mau kita permalukan Indah dengan lelaki yang kini selalu bersamanya,” tutur Mardiah menepuk-nepuk bahu putranya.“Bu, jangan paksa saya ke pengadilan lagi. Biarkan saja cerai. Saya terima semua apa yang jadi
Sore hari, usai Indira ditemukan dan Dimas mengalami kecelakaan, Indah menghubungi Dinda adik kandung Dimas yang tinggal dan ditampung di rumahnya. Selama ini hanya Indah saja yang dibiayai,kuliahnya oleh Indah.Karena, saat itu hanya Dinda diantara ketiga adik perempuan Dimas yang mendukungnya dan memberikan bukti-bukti pernikahan Dimas dengan Angel.Maka dari itu dengan mudah Indah bisa mengajukan gugatan cerai. Sebagai timbal baliknya, Indah berkomitmen membantu kebutuhan Dinda hingga tamat kuliah.“Halo Din, Kak Indah mau kasih tahu. Kalau Kak Dimas kecelakaan. Infonya, dibawa ke Rumah Sakit Ananda. Kalau gimana kamu hubungi ibumu, biar nggak disalahkan,” ucap Indah memberitahukan kondisi Dimas tanpa membeberkan masalah yang terjadi sebelumnya.“Ya Allah, kenapa bisa kecelakaan seperti itu, Kak? Apa Kak Indah yang dihubungi polisi?” tanyanya.“Iya, untuk penyebab kecelakaannya, nanti kamu tanya polisi. Sekarang, aku lagi ada urusan. Jadi lebih baik secepatnya kamu beritahu ibumu,”
Sementara itu, Sean yang memegang ponsel Indah terus berkomunikasi lewat pesan singkat dengan Dimas. Ia juga berkomunikasi dengan Indah. Sean sangat bahagia mendengar, saat Indira berada di rumah kosong tersebut.Namun, saat mendengar kondisi anak perempuan berusia 5 tahun diikat tangan, kaki dan disumpal mulutnya dengan handuk kecil, membuat emosi Sean memuncak.Sean pun, menghubungi Indah untuk memastikan kondisi kesehatan Indira.“Indah, tolong secepatnya Indira bawa ke rumah sakit. Minta juga bagian tumbuh kembang anak dan psikologi untuk mendampinginya.”“Iya Sean, kami sedang menuju ke rumah sakit. Tolong kamu berhati-hati menghadapi lelaki jahat itu. Barusan, polisi juga sudah berkoordinasi menuju lokasi tempat pertemuan. Jadi, tolong buat lelaki itu menunggu. Beritahu saja dia, kalau kamu terjebak macet.”“Ya Indah, kamu tenang aja. Aku lelaki yang bisa jaga diriku. Saat ini aku sangat emosi atas tindakan Dimas. Lelaki itu sama sekali tidak berpikir atas dampak putrinya. Akan
Sekitar 20 menit kemudian, pihak kepolisian terdekat sampai ke rumah tersebut. Lalu, seorang warga yang tahu pemilik dari rumah tersebut, telah menghubungi pemilik rumah kosong yang disewa oleh sahabat Angel.Maka, pemilik rumah yang bernama Retno, membuka pintu pagar tersebut didampingi oleh polisi, RT dan Indah yang pikiran dan perasaannya kacau balau. Apalagi ketika ia memanggil putrinya, tidak dijawaban sama sekali.Dalam hati Indah terus berdoa atas seorang anak perempuan yang dititipkan oleh almarhum Indah padanya.‘Ya Allah, kasihanilah Indira. Hamba ingin merawat anak perempuan itu hingga dewasa. Berikan hamba waktu untuk menebus kesalahan hamba dengan merawat anak malang itu. Izinkan ya Allah ... Amiin’Ceklek!“Indira....!” teriak Indah memanggil putrinya dalam ruangan gelap gulita.Cetek!Lampu ruang tamu pada rumah tersebut terang. Lalu, mereka merangsek masuk ke ruangan lain seraya memanggil nama Indira. “Indira...! Indira...! Mama kamu ada di sini sayang...,” panggil po