Beranda / Romansa / Jessica, Luka yang Terpendam / Wanda Ternyata bukan Ibu Kandung Tommy

Share

Wanda Ternyata bukan Ibu Kandung Tommy

Penulis: Sofia Grace
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-18 17:38:01

“Barangkali ini terdengar agak kejam. Tapi terpaksa kulakukan demi meraih kebahagiaan kita berdua, Sica….”

           

“Aku tidak mengerti.”

            

Tommy menghela napas panjang. Kemudian dia berkata dengan suara parau, “Mama sekarang kondisinya memang membaik, tapi kanker tetaplah kanker. Butuh pengobatan secara intensif dan membutuhkan dana yang besar seumur hidup.”

            

“Lalu?”

            

“Dia sekarang sudah tidak lagi bekerja di perusahaan. Aku telah menggantikannya semenjak kembali dari Melbourne. Keuangan keluarga Saputra sekarang berada sepenuhnya di tanganku. Perusahaan, rumah, mobil, properti-properti aset keluarga kami sudah lama diatasnamakan diriku oleh almarhum Papa karena….”

           

“Karena apa?”

            

“Karena Mama Wanda itu sebenarnya bukan ibu kandungku….”

            

“Heh?!”

            

Kepala Jessica terasa pening seketika. Tante Wanda bukan ibu kandung Tommy? Jadi dia ibu tiri?! duganya dalam hati.

           

“Tapi, Tom,” sergah Jessica tak yakin. “Aku melihat sendiri foto pernikahan Tante Wanda dan ayahmu dipajang di rumahmu. Juga foto-fotonya waktu menggendongmu saat masih bayi. Bagaimana mungkin dia bukan ibu yang melahirkanmu?”

            

Pemuda itu tersenyum simpul menanggapi pertanyaan gadis yang benar-benar tak habis pikir itu. “Sica…,” katanya pelan. “Wanita dalam foto-foto itu memang ibu kandungku. Namanya Windy.  Beliau meninggal dunia akibat kecelakaan mobil waktu aku masih berusia tiga tahun. Mama Wanda adalah adik kembarnya.”

            

“Ya, Tuhan!” seru Jessica seraya menutup mulutnya. 

            

“Reaksiku juga sama sepertimu waktu pertama kali mengetahuinya.”

            

Suasana terasa agak mencekam. Yang terdengar hanyalah melodi lagu slow yang mengalun dari USB yang dipasang dalam mobil Tommy. Mereka memang sejak tadi berbincang-bincang di dalam mobil yang diparkir di depan rumah Jessica.

            

Tommy lalu melanjutkan ceritanya, “Aku sebenarnya sudah diberitahu oleh mendiang Papa sebelum beliau meninggal akibat penyakit gagal ginjal. Waktu itu aku masih berusia lima belas tahun. Beliau bercerita bahwa Mama Wanda bersedia menikah dengan Papa yang notabene adalah kakak iparnya sendiri karena merasa kasihan terhadapku. Dia tidak keberatan foto-foto Mama Windy masih dipajang di rumah dengan syarat orang-orang mengakuinya sebagai foto Mama Wanda. Menurutnya kehidupanku akan lebih bahagia jika tidak mengetahui bahwa ibu kandungku yang sebenarnya telah meninggal dunia.”

            

Jessica menelan ludah. “Tapi kenyataan itu kan tidak bisa disembunyikan selamanya!”

            

Tommy mengangguk setuju. “Akhirnya Papa menceritakan semuanya padaku sehari sebelum beliau menutup mata untuk yang terakhir kalinya. Tak ada seorang pun yang tahu waktu itu. Mama Wanda sedang pergi dan Papa meminta perawatnya meninggalkannya sebentar karena dia mau berbicara empat mata denganku. Papa berkata bahwa pernikahannya dengan Mama Wanda tidak dikaruniai anak karena dia sempat mengalami keguguran dua kali dan merasa trauma. Mama Wanda menyayangiku dengan setulus hati bagaikan anak kandungnya sendiri dan dia bersedia menjagaku hingga aku benar-benar siap  mewarisi kekayaan keluarga Saputra.”

            

“Jadi sampai saat ini Tante Wanda tidak menyadari bahwa kau sudah mengetahui jati diriya yang sebenarnya?”

            

Tommy menggeleng. “Karena itulah, jika kali ini Mama Wanda masih menentang hubungan kita, mungkin aku terpaksa menyakitinya sedikit dengan berkata bahwa aku tidak peduli. Aku berhak menikah dengan siapapun yang kucintai karena ini menyangkut kebahagiaanku. Mama Wanda memang sangat berjasa telah mengasuh dan membesarkanku, tetapi aku tak harus mengejar-ngejar restunya karena dia bukan…ehm…ibu kandungku.”

            

Deg! Hati Jessica berdesir. Inikah karma yang kedua bagi perempuan jahat itu? pikirnya tak percaya. Pertama, dia terkena kanker leher rahim. Kedua, dia akan kehilangan putra yang diasuhnya dengan penuh cinta kasih kalau masih memaksakan kehendaknya. Wow, luar biasa sekali tangan-tangan Tuhan kalau sudah bekerja!.

            

“Menurut ayahku dulu, beliau membuat surat wasiat bahwa aku baru berhak mengelola semua aset peninggalannya kalau sudah berusia dua puluh enam tahun. Sebelum mencapai umur tersebut, semua aset keluarga meskipun sudah atas namaku tapi masih dipercayakan pengelolaannya kepada Mama Wanda.”

            

“Kamu sekarang berusia dua puluh tujuh tahun!” seru Jessica spontan.

            

“Betul,” jawab pemuda itu sambil mengangguk. “Tapi tahun lalu Mama belum menghubungiku untuk pulang dan menangani bisnis keluarga. Dalam hatiku juga ada perasaan tidak enak mengkonfirmasi pesan almarhum Papa itu. Akhirnya kubiarkan saja berjalan apa adanya dan tiba-tiba tahun ini Mama mengabariku tentang penyakitnya.”

            

“Tom, apakah kamu benar-benar sampai hati menentang Tante Wanda? Biar bagaimanapun dia tetap ada hubungan darah denganmu, kan? Dia tantemu sendiri.”

           

“Aku tahu apa yang kulakukan, Sica. Percayalah. Mama Wanda itu orang yang sangat mandiri tapi dia mempunyai dua kelemahan, yaitu takut jatuh miskin dan meninggal dunia dalam kesepian.”

            

Jessica memelototi pemuda itu saking kagetnya. “Jadi…jadi kamu akan mengancam tak akan memberinya uang sepeserpun dan meninggalkannya begitu saja kalau dia….”

           

“Tidak merestui hubungan kita.”

            

Gadis itu terdiam untuk beberapa saat lamanya. Kemenangan rasanya sudah separuh berada di tanganku, ujarnya dalam hati. Kemenangan yang tidak kuupayakan sama sekali. Tinggal separuhnya lagi yang harus kuperjuangkan. Tapi…setimpalkah itu dengan penderitaan yang dulu kualami? pikirnya ragu-ragu. Kehidupanku sekarang sudah sangat tenteram, meskipun kemungkinan kecil aku bisa hidup berumah tangga seperti wanita pada umumnya. Kepala gadis itu terasa semakin pening sekarang.

           

“Aku hanya membutuhkan sebuah jawaban darimu, Sica. Begitu kamu setuju menikah denganku, maka kuperjuangkan mati-matian agar segera terwujud. Bagaimana?”

            

Sorot mata Tommy tampak bersungguh-sungguh. Hati Jessica terasa agak luluh. Tapi gadis itu lalu menggeleng. Pemuda yang tadinya tampak bersemangat itu langsung lemas seketika.

            

“Apakah aku benar-benar sudah tidak mempunyai kesempatan lagi untuk membahagiakanmu, Sica?”

            

“Aku sudah bukan Sica yang dulu, Tom. Kamu berharap terlalu banyak.”

            

“Iya, aku tahu. Kamu sekarang sudah menjadi seorang wanita yang mandiri dan mempunyai karir cemerlang. Jujur saja penampilanmu sekarang membuatku kagum. Benar-benar tampak profesional, Sica. Tidakkah terpikir olehmu untuk membuka kantor pemasaran properti sendiri? Aku bersedia mendanainya asalkan kamu sendiri yang memimpinnya. Bagaimana?”

            

Gadis itu tersenyum sinis. Sekarang dia mau menyuapku, batinnya mencemooh. Walaupun…ehm…tawaran ini menarik sekali. Barangkali bisa kupertimbangkan terlebih dahulu.

            

“Sudah malam. Nggak enak berlama-lama di dalam mobil begini. Takut orang berprasangka yang tidak-tidak. Aku masuk ke rumah, ya. Bye,” pamit gadis itu jual mahal.

            

“Baiklah,” sahut Tommy mengalah. “Tapi tolong pertimbangkan maksud hatiku baik-baik, ya. Aku benar-benar mengharapkan kita bersatu kembali, Sica. Because I really love you.”

            

Jessica mengangguk acuh tak acuh. Dibukanya pintu mobil dan keluar turun. Tanpa menoleh lagi, dibukanya pintu pagar dan dengan langkah ringan ia masuk ke dalam rumah. Mantan kekasihnya hanya bisa memandanginya dengan sorot mata penuh pengharapan. “Aku mengerti kamu belum sepenuhnya mempercayaiku, Sica,” gumamnya pelan pada dirinya sendiri. “Tapi percayalah, kali ini sungguh berbeda keadaannya. Akan kuterjang hambatan apapun yang menghalang-halangi bersatunya kita kembali!”

***

Bab terkait

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Hal-Ikhwal Kemandulan Jessica

    Jessica duduk di depan meja riasnya. Ditatapnya bayangan wajahnya pada cermin di hadapannya. “Aku memang sudah berubah,” ujarnya pada dirinya sendiri. “Bukan lagi Sica yang lugu dan mudah ditipu orang lain.”Ingatannya kembali pada peristiwa tujuh tahun yang lalu. Ketika itu dia baru menerima pesan WA dari Tante Wanda setelah tiga hari menunggu-nunggu dengan hati gelisah.“Silakan duduk, Sica,” kata perempuan itu ramah begitu melihat Jessica muncul di ruang tamunya.”“Terima kasih, Tante.”“Kamu kelihatan lebih segar dibanding beberapa hari yang lalu.” 

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Tommy Melawan Ibunya

    Tiba-tiba sebersit perasaan bersalah dalam lubuk hatinya dan dia pun menangis tersedu-sedu. Jenny dan ibunya hanya diam saja melihatnya. Maafkan aku, Anakku! jerit Jessica dalam hati. Mama telah membunuhmu tanpa sengaja. Maafkan Mama, Nak!Hati Jessica masih teriris setiap kali mengenang kejadian menyakitkan itu. Ia keguguran, rahimnya cacat, dan bahkan tak mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit! Jenny-lah yang melunasi semua tagihan rumah sakit dengan uang tabungannya. Ponsel Tante Wanda tak dapat dihubungi. Rumahnya pun kosong ketika didatanginya bersama Jenny beberapa hari kemudian sekeluar dirinya dari rumah sakit.Hanya spanduk bertuliskan kata Dijual yang menyambutnya di depan pagar rumah mewah tersebut. Ketika nomor agen properti yang tertera pada spanduk itu diteleponnya, orang itu mengatakan bahw

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Wanda Menyerah

    Dada Wanda berdebar-debar mendengarnya. “Untuk apa?” tanyanya keheranan.“Sebelumnya Tommy meminta maaf, Ma,” ucap pemuda itu sembari menatap ibunya penuh penyesalan. “Tommy sudah lama mengetahui bahwa Mama Wanda bukanlah ibu kandung Tommy yang sebenarnya. Juga bahwa almarhum Papa membuat surat wasiat yang menyatakan bahwa seluruh aset keluarga Saputra menjadi hak milikku sepenuhnya dan bebas kukelola saat diriku menginjak usia dua puluh enam tahun. Saat ini umurku dua puluh tujuh tahun. Berarti telah terjadi penggelapan sejumlah aset keluargaku selama setahun terakhir. Tentunya Mama Wanda adalah orang pertama yang bisa kumintai pertanggungjawaban, bukan?”Wanda terbelalak. Dia…dia sudah mengetahuinya! Bagaimana mungkin?“Papa yang memberitahu Tommy sendiri sebelum akhir hayatny

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-23
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Musuh Bebuyutan Bertemu

    “Mau datang kok nggak ngasih kabar dulu, sih? Aku sebentar lagi mau pergi,” jawab sang nona rumah sebal sembari membuka gembok pagar. Dibukanya pagar itu sedikit sehingga leluasa berbicara dengan tamunya yang datang tanpa pemberitahuan ini.“Aku kebetulan habis antar klien survey rumah di dekat sini. Sekalian aja mampir kemari. Mau pergi ke mana? Kuantar, yuk.” “Ehm…, “ jawab Jessica kebingungan. “Aku nanti dijemput teman.”“Oya? Siapa?”“Yah…teman.”Moses menatapnya lekat-lekat. “Teman spesial?” tanyanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-24
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Tommy Melamar Jessica

    “Lihatlah, Ma. Sica masih rendah hati sekali seperti dulu, tidak suka menonjolkan diri,” cetus Tommy membangga-banggakan gadis pujaannya di depan ibunya.Wanda manggut-manggut dan memaksakan dirinya untuk tersenyum. Tiba-tiba seorang perempuan berusia sekitar tiga puluhan yang mengenakan seragam perawat muncul dan berkata lirih, “Makan malamnya sudah siap, Bu Wanda.”Sang nyonya rumah mengangguk dan kemudian mengajak putra serta tamunya menikmati makan malam bersama. “Mari Sica, kita makan malam sama-sama.”“Baik, Tante. Terima kasih,” jawab tamunya sopan. Sorot matanya begitu dingin dan membuat hati Wanda agak mengerut melihatnya. Tommy yang tak menyadari ketegangan yang terjadi diant

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-25
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Moses Menyatakan Perasaannya

    “Suara tawamu terdengar mengerikan. Lihat, bulu kuduk Kakak sampai berdiri.”Jessica menatap kakaknya dengan wajah berseri-seri. “Tuhan sedang berpihak kepadaku, Kak. Tentu saja takkan kulewatkan kesempatan ini. Suatu saat Kakak akan mengerti apa yang kumaksud. Sekarang sudah malam. Tidur, yuk. Besok pagi aku mesti pergi ke kantor notaris untuk melakukan transaksi sewa-menyewa ruko.”Jenny mengangguk dan kemudian meninggalkan kamar tidur adiknya dengan berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Semoga adikku tidak nekad melakukan hal-hal yang berisiko, batinnya was-was. Kami sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, aku takkan bisa memaafkan diriku sendiri.***Keesokkan paginya tanpa sengaja Jessica bertemu

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-26
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Moses Ngambek

    Moses menatapnya getir. “Aku memang bukan laki-laki alim, Jess. Tapi kamu juga tahu bahwa perempuan-perempuan itu juga sama halnya dengan diriku. Gadis-gadis lajang yang sekedar suka bermain-main dan tak peduli akan komitmen. Atau janda-janda muda yang kesepian dan butuh kenikmatan sesaat. Sama sekali tak ada pihak yang dirugikan dalam hubungan kami.”“Berarti kamu sangat menikmatinya, kan?”“Aku berusaha menikmati apa yang tersedia di depanku karena gadis yang kucintai tak pernah menghiraukan perasaanku.” Jessica terdiam seketika. Perasaannya kini campur-aduk tak karuan. Ia tak ingin menyakiti hati pria yang selalu bersikap baik padanya ini. Dirinya percaya cinta Moses sangat tulus dan jauh lebih layak diperjuangkan daripada c

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-27
  • Jessica, Luka yang Terpendam   Masa Lalu Moses

    Sahabatnya itu mengangguk dan langsung menghilang ke kamar mandi. Jessica duduk menunggu di sofa ruang tamu. Gadis itu lalu memeriksa pesan-pesan WA yang masuk dalam ponselnya. Ada pesan dari Tommy, batinnya ingin tahu. Dia menyuruhku menunggu dua hari terhitung sejak kemarin. Katanya akan membawakan sesuatu yang dapat membuatku percaya bahwa dia takkan meninggalkanku lagi. Hmm…apa itu, ya? pikirnya penasaran. Gadis itu lalu membuka chat WA Tommy dan membacanya dalam hati. Sica, apakah jam 5 sore besok kita bisa bertemu di rumahmu? Ada sesuatu yang perlu kutunjukkan padamu. Semoga hal itu akan membuatmu yakin bahwa aku setulus hati bermaksud menikahimu dan takkan meninggalkanmu lagi. Jessica tersenyum getir dan membalas

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03

Bab terbaru

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Akhir Kisah

    “Lukisannya sebenarnya sudah agak pudar dan plafond ada yang bocor. Maklum sudah hampir delapan tahun tidak pernah dipugar sama sekali. Akhirnya kuminta temanku untuk merenovasi ulang tanpa mengubah tata letak rumah ini. Lukisan itu benar-benar baru, Jess. Aku kan masih menyimpan foto lamanya. Tapi kuminta warnanya lebih menyolok dibandingkan dulu. Terus….” “Ditambahi pelangi,” sela lawan bicaranya menimpali. “Betul,” kata sang tuan rumah membenarkan. “Aku yang memintanya.” “Buat apa? Malah kelihatan rame. Norak,” komentar Jessica menusuk hati. Moses melongo mendengarnya. “Jadi kamu nggak suka? Ya udah, nanti biar kucari orang lain saja yang suka.”

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Bertemu Nia

    Karena tak tahan menghadapi kebawelan putranya yang ingin segera bertemu dengan Moses, Jessica terpaksa menelepon pria itu. Jantungnya berdegup kencang ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya menyapa ramah, “Halo, Jess.”“Ehm…, ini Nathan mau ngomong,” jawabnya cepat-cepat. Disodorkannya ponselnya pada sang anak yang menerimanya dengan wajah berseri-seri.“Halo, Om Moses?” sapa bocah itu ceria. “Om sekarang berada di mana? Nathan kangen pengen ketemu.”Jessica menyibukkan diri dengan mengetik di laptop. Tak diacuhkannya anaknya yang asyik ngobrol di telepon dengan om-nya tercinta. Tak lama kemudian Nathanael mengembalikan ponselnya.&nb

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Moses Balik ke Jakarta

    Dia menawari Moses untuk menginap di rumahnya daripada menghabiskan uang bermalam di hotel. Rumah laki-laki itu masih disewa orang dan baru satu bulan lagi selesai masa sewanya.Moses menerima tawaran itu. Dia tidur di kamar tamu lantai bawah. Kehadirannya membuat Nathanael agak terhibur. Pria itu sering menemaninya bermain dan bercanda sehingga tak bersedih terus-menerus akibat kehilangan ayah kandungnya.Satu minggu telah berlalu. Jenazah Tommy telah dimakamkan di pemakaman umum Surabaya Timur. Jessica agak bingung menghadapi Moses sekarang. Seminggu terakhir ini dia memperlakukan Moses layaknya sahabat lama yang datang berkunjung dan berbelasungkawa atas kepergian suaminya.Sekarang segala urusan mengenai Tommy sudah selesai. Wanita itu menjadi bimbang. Tak tahu harus bersikap bagaimana terhadap pria

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Selamat Jalan

    Tiba-tiba pintu apartemennya terbuka. Seorang remaja laki-laki yang parasnya mirip dirinya muncul sambil membawa tas ransel di punggung. Dia adalah William, putra semata wayangnya. Ini hari Jumat, waktunya remaja itu menginap di apartemen ayah tercinta.Pemuda kelas tiga SMP itu sudah biasa naik ojek ataupun taksi online sendiri untuk menuju kediaman Moses. Terkadang ibu kandung atau ayah sambungnya yang mengantarnya dengan mobil sampai ke depan pintu lobi.“Hai, Pa,” sapa William ramah. “Lagi mikirin apa? Kok kelihatannya serius gitu? Kita nanti malam jadi makan di resto all you can eat yang baru buka itu, nggak?” cecarnya bertubi-tubi.Sang ayah mendesah panjang. Dia menatap buah hatinya dengan perasaan sayang. “Duduklah dulu, Nak. Ada hal penting yang mau Papa bicarakan,” ucapnya dengan ekspresi serius.“Heh? What’s wrong?&

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Permintaan Tommy

    “Tidak lagi, Sayang,” jawab suaminya sambil tersenyum. “Di Jakarta Moses merintis pekerjaannya dari awal sebagai agen properti. Setiap hari dihabiskannya dengan bekerja, nge-gym, dan bermain dengan anaknya. William namanya. Sekarang sudah berumur enam belas tahun dan mau masuk SMA. Anak itu sering bertanya kapan papanya menikah lagi. Mamanya sendiri sudah lama membentuk keluarga baru. Tapi Moses cuma ketawa dan bilang sudah tidak tertarik pada wanita.”“Homo, kali!”kata sang istri cuek.“Hush! Nggak boleh sembarangan ngomong,”kata Tommy sembari mengelus-elus pipinya yang tadi ditampar Jessica. Sang istri jadi panik. “Masih sakit, ya?” tanyanya kuatir. “Sebentar kuambilkan waslap dan es batu buat kompres.”&n

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Terbongkar

    Sore harinya waktu suaminya pulang, Jessica bersikap biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia melayani pria itu makan dan minum. Sama sekali tak ditanyakannya hasil pertemuan Tommy dengan pebisnis asal Cina di Jakarta. Justru suaminya itu yang bercerita sendiri tentang pembicaraannya dengan orang asing tersebut.“Sepertinya aku nggak jadi berbisnis dengan orang itu, Sica. Bahasa Inggrisnya parah sekali dan nggak pakai penerjemah. Aku yang cuma bisa sedikit-sedikit bahasa Mandarin kesulitan berkomunikasi dengannya. Daripada di belakang nanti ada apa-apa, lebih baik kuurungkan niatku menjalin kerja sama.”Jessica menatap suaminya tajam. Hebat sekali kamu berbohong, Suamiku Tercinta, sindirnya dalam hati. Dan begonya aku sudah berhasil kau tipu selama ini. Benar-benar tolol kau, Jessica Irawan!&nb

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Ketemuan dan Ketahuan

    Karena tidak mau bertengkar dengan sang suami, dia akhirnya mengalah. Nah, sekarang tiba-tiba Tommy bilang mau pergi ke Jakarta besok untuk urusan bisnis. Sang istri kuatir pendamping hidupnya itu akan terserang sakit kepala lagi di perjalanan. “Aku temani kamu, ya,” pintanya dengan sorot mata memohon. “Nanti kalau sakit kepalamu kumat lagi bagaimana?” “Aku akan mengajak sopir kita. Dia akan menjagaku. Tapi sebenarnya yang kubutuhkan adalah doamu agar pembicaraan bisnis ini berhasil, Sayang.” “Kamu kan tahu aku selalu mendoakanmu dalam segala hal. Termasuk sakit kepalamu itu. Kubawakan minyak atsiri, ya. Jangan lupa dihirup sesering mungkin. Oleskan juga di dahi dan pelipis untuk mencegah sakit kepala. Kalaupun sakitnya masih muncul, seti

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Rahasia

    Dua minggu kemudian Tommy pergi menemui pengacaranya. Pria tua yang sudah puluhan tahun menjadi kuasa hukum keluarganya itu menatapnya serius. “Apakah sudah kau pikirkan masak-masak keputusanmu ini, Tom? Perusahaan itu adalah peninggalan keluargamu. Warisan buat anakmu kelak,” nasihatnya gundah. Bagaimanapun juga dia sudah lama sekali menangani aset keluarga Saputra. Ada ikatan antara dirinya dengan keluarga itu yang tak bisa dinilai dengan uang.Tommy tersenyum yakin. “Kesehatan saya tak memungkinkan untuk terus menjalankan perusahaan itu, Pak. Saya juga tidak mau memaksakan istri saya untuk meneruskan bisnis yang tak diminatinya. Dia pernah membantu saya di perusahaan sebelum Nathanael lahir. Selama berbulan-bulan itu saya bisa menilai bahwa minatnya bukan di bisnis pengalengan ikan.”“Kamu k

  • Jessica, Luka yang Terpendam   Bahagia

    Gadis itu melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat dan rupawan. Mata Jessica berbinar-binar melihatnya. Tommy tersenyum bahagia. Benar kata Moses, batinnya menyadari. Sica sangat mendambakan seorang anak. Berbulan-bulan dia mencari-cari nama yang pas buat calon anak mereka. Kebetulan Melani sudah mengirimkan kabar bahwa janin yang dikandungnya berjenis kelamin laki-laki.“Akhirnya kau beri nama siapa, Sayang?” tanya Tommy sembari merangkul mesra sang istri. Dengan wajah berseri-seri Jessica menjawab, “Nathanael. Artinya hadiah dari Tuhan.”Sang suami mengangguk setuju. Bayi ini memang hadiah dari Tuhan untuk mengisi kekosongan dalam hati istrinya sekaligus menyempurnakan kebahagiaan perkawinan mereka.***Tujuh tahun telah berlalu. Nathanael tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, baik hati, dan sangat menyayangi kedua orang tuanya. Jessica sudah tidak bekerja di perusaha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status