Luke membuka mata, saat dirinya merasa haus. Lampu tidur yang menyala, membuatnya menyadari jika hari sudah malam. Entah sudah berapa jam dia tertidur dan tentu saja, dia merasa lebih baik setelah minum obat dan istirahat.Tubuh Luke yang setengah telanjang bangkit dari tempat tidur, kemudian meraih gelas berisi air di atas nakas. Dia meneguknya hingga tandas. Tapi, tegukan terakhirnya tidak berjalan mulus, karena dia harus tersedak saat melihat siapa yang berada di depannya sekarang.“Dasar bodoh!” kata-kata itu terucap dari mulut Luke, begitu dia melihat Anna yang tertidur di sofa tanpa bantal, tanpa selimut juga. Anna hanya berbantalkan lengannya, dan nampak pulas.Luke bangkit. Dengan perlahan, dia melangkah mendekati Anna yang lelap dengan wajah manisnya. Kenapa Anna selalu membuatnya gemas? Bagaimana dia bisa melanjutkan rencananya, jika Anna selalu berhasil mempengaruhinya seperti ini?Luke kembali berbalik arah. Dia mengambil bantal dan se
Satu persatu, baju kotor itu, Anna masukkan ke mesin cuci. Beginilah kegiatan rutinnya setiap pagi. Setelah selesai memasak, membersihkan rumah, maka tugas setelahnya adalah mencuci pakaian.Kebiasaan Anna merogoh saku pakaian sebelum memasukkannya ke mesin cuci, saat itu malah menemukan sesuatu di saku celana bahan Luke yang berwarna hitam. Ternyata sebuah kertas, dan rasa penasaran membuatnya tak bisa untuk tidak membuka dan membaca isi kertas tersebut.“Luke, menderita penyakit gagal ginjal?” lirihan itu bersamaan dengan air matanya yang menetes di pipinya. Sebenarnya dia sudah menaruh curiga dengan obat yang Luke minta tadi malam. Obat aneh seperti itu bukan obat demam yang biasa dia temukan di apotek. Obat itu, sangat aneh untuk orang yang sehat-sehat saja sepertinya.Sebuah gerakan kecil terasa di perutnya yang membuncit. Bayinya, juga merasakan keterkejutan sekaligus kesedihannya kini. Seberengsek apapun pria itu memperlakukannya. Luke tetaplah ayah bayin
“Dari mana saja kamu?” suara berat Luke begitu menyambut kedatangan Anna, membuat Anna menampilkan wajah suntuk seperti biasa. Entahlah, kenapa saat melihat wajah Luke sekarang, rasanya dia ingin menangis mengingat rasa sakit yang Luke derita.“Cari udara segar di luar. Udara di dalam rumah ini ... pengap!” ketus Anna, lalu melangkah meninggalkan Luke yang berdiri di dekat pintu.Anna menuju dapur, dan herannya Luke malah mengikutinya. Sudut bibir Anna melengkung membentuk senyuman. Sepertinya, kondisi Luke sudah membaik. Buktinya, pria itu bertenaga tidak lemas seperti semalam.Anna mengambil botol berisi susu hamil di dalam lemari pendingin kemudian meminumnya hingga tandas. Rasa haus membuatnya tak bisa menahan diri, untuk tidak menikmati minuman khusus yang selalu dia minum demi sang bayi di dalam perutnya.Tatapan Anna beralih. Luke yang masih menatapinya, membuat dia lantas bertanya, “Kenapa? Ada apa melihatku begitu? Kaget liat orang
Luke menuju ruang tengah. Tidak ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Jadi menonton acara bola sebelum dia tidur pasti menyenangkan.Langkah kakinya, sejenak berhenti begitu melihat Anna yang sedang menonton film dengan begitu seriusnya.“Film apa yang kamu lihat?” tanya Luke begitu mendaratkan pantatnya di samping Anna.“Twilight,” jawab Anna tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya.“Lebih seru mana sama bola?” tanya Luke, tapi tetap saja Anna tak menanggapi. Anna seolah-olah masuk ke dalam film itu dan menjadi pemerannya.“Anna, aku ingin nonton bola. Kamu nonton filmnya lewat laptopku aja ya? Bagaimana?”“Anna, aku lapar lagi.”“Anna, aku minta kopi dong!”“Luke, bisa diem nggak? Aku pukul nih!” sengit Anna, kemudian beralih ke layar televisi .. lagi.Luke memilih bungkam. Sepertinya, Anna begitu menikmati film nya sehingga keberadaannya di dekat wanita itu tak berpengaruh sedikit pun, dan rengekan nya sama sekali tak Anna respon. Akhirn
Selena melempar botol obat pencahar yang isinya sudah dia masukkan ke dalam mangkuk sup ayam buatan Anna. Lihat saja. Beberapa menit lagi, dia jamin. Anna akan sakit perut dan bolak-balik ke kamar mandi.“Tahu rasa kamu. Siapa suruh berani melawanku,” ucapnya lalu tertawa lepas. Sebentar lagi, akan ada yang masuk rumah sakit karena kecerdikannya.Memikirkan hal itu, tentu saja menjadi kesenangan tersendiri untuk Selena. Melihat Anna menderita dan keluar dari rumah itu, adalah misinya sejak dulu. Jadi, setiap ada kesempatan, dia akan selalu melakukan hal-hal aneh yang akan membuat Anna tidak betah. Tapi sayangnya, rencananya itu, belum berhasil sampai sekarang.Selena pergi dari sana dengan perasaan puas. Dia akan melihat bagaimana rencananya berhasil dari balik tembok yang kebetulan menjadi penghubung antara ruang tengah dan dapur.Beberapa menit berlalu.Selena menunggu dengan waswas. Anna yang tak kunjung kembali ke dapur membuatnya kesal. Di
“Sepertinya bukan karena kenyang sih, Bibi menolak mencicipi sup itu. Aku tau, Bibi sudah memasukkan sesuatu ke dalam sup ayamku.”Jangankan Anna, Luke pun terkejut dengan wajah piasnya.Apa Davio berada di kubu Anna sekarang?Luke menatap Selena dengan pandangan menyelidik. “Apa yang sudah kamu campurkan ke dalam sup itu, Selena?!” Luke menaikkan nada bicaranya. Jika benar, apa yang dikatakan Davio. Maka dia tidak akan mengampuni wanita itu.Selena bangkit dari duduknya kemudian memegang lengan Luke seolah butuh perlindungan. “Ti—tidak ada, Tuan. Aku bersumpah, aku tidak mencampurkan apa-apa, ke dalam sup itu,” jawab Selena dengan penuh percaya diri, “mana mungkin, aku akan tega membuat anggota keluarga ini, sakit?”“Tukang bo‘ong!” cibir Davio, “tadi aku lihat tuh, saat Bibi Lampir mencampurkan sesuatu ke dalam sup nya, kemudian membuang botolnya ke tempat sampah!”Dasar, anak iblis sialan! Sungut Selena dalam hati. Jika sa
Anna menahan napas. Posisi Dave dan Luke yang menghadapnya, dengan tangan mereka yang saling bertautan dan melingkar di dadanya, membuatnya hampir kehilangan napas. Sungguh, ini adalah pertama kalinya setelah 3 bulan, dia bisa tidur se ranjang dengan Luke dan mendapat pelukan hangat seperti ini.Bolehkah dia bahagia? Bolehkah dia menginginkan malam tak menjadi siang? Bolehkah dia mengharap pelukan itu lebih lama?Luke meneliti wajah Anna yang pucat tapi merona secara bersamaan. Dia tau apa yang dirasakan Anna sekarang, karena dia pun merasakan bagaimana kakunya tubuh itu. Anna yang gugup, mendadak membuatnya gemas sendiri.“Nah—selamat malam, Bibi dan Paman. Mimpi indah ya?” Davio memejamkan matanya, begitu juga dengan Luke yang memilih memejamkan mata sambil menikmati apa yang Dave berikan padanya. Katakan dia gila. Tapi, memeluk tubuh Anna adalah salah satu yang selalu dia rindu.Beberapa menit berlalu. Anna
Keesokan harinya.Luke sudah pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Beruntung, Anna yang biasa bangun pagi, sudah menyiapkan sarapan untuk Luke yang sebentar lagi akan menjadi ... mantan suami.Anna tak banyak bicara. Dia menyiapkan sarapan Luke di atas meja kemudian secepatnya pergi dari sana. Rasa kecewa kembali memupuk di hatinya saat tadi malam, Luke tak kembali lagi ke kamar. Yang artinya, Luke memilih menemani Selena semalaman di kamar wanita itu.Sepertinya, mulai saat ini. Anna harus menjauhi Luke dan sebisa mungkin tak menaruh harapan besar lagi. Semuanya sudah terlambat. Tak ada celah lagi baginya untuk bisa merebut Luke dari Selena.Anna merapikan tempat tidur, setelah melipat seprai dan menumpuk bantalnya. Davio sudah bangun, dan sedang mandi. Bocah kecil itu, tak mau dia bantu. Katanya, Davio bisa mandi sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Dan Anna? Dia hanya bisa tertawa kecil dengan pembawaan sifat mandiri Davio yang mirip ke dua orang
Beberapa hari kemudian.“Aku akan membawa Angel pergi.”Suara Davio yang tiba-tiba terdengar, membuat semua keluarga tentu saja shock. Tiada angin, tiada hujan, kenapa Davio bersikap aneh seperti ini?Peter bangkit. Dia tidak akan menerima keinginan secara sepihak dan tak masuk akal itu. “Pergi ke mana? Angel tidak akan pergi ke mana pun. Dia akan melanjutkan pendidikannya di sini saja.” Tolak Peter membuat Davio harus memutar akal. Dia harus bisa membuat Angel jauh dari keluarganya, agar adiknya itu tak semakin tertekan kala rahasianya terbongkar.“Aku berjanji akan menjaganya. Lagi pula, universitas London lebih bagus dari pada di sini. Angel juga mengatakan, jika dia ingin belajar mandiri. Jadi, kenapa kita tidak membiarkan dia mencobanya dulu?” jelas Dave. Semoga saja, alasannya kali ini disetujui oleh ayahnya.Rose, Katherine dan Jasmine bungkam. Semua keputusan ada ditangan para lelaki penguasa itu. Yang terpenting bagi mereka adalah, Angel baik-baik sa
“Bagaimana kabarmu?”Luke menyapa wanita yang kini duduk di depannya dengan rambut digulung tinggi. Satu-satunya wanita yang berhasil membolak-balikkan dunianya, dan wanita yang selalu dia rindukan sampai-sampai membuatnya hampir mati.“Kamu lihat, bagaimana kelakuan putramu di pesta ulang tahunnya kemarin ‘kan?” lanjut Luke sambil mengusap wajahnya kasar, “bocah itu ... selalu membuatku naik darah!”“Hahaha ...” wanita itu terbahak. Tapi segera, dia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.“Jangan tertawa, Anna. Bocah itu, semakin menyebalkan!”Anna membuat gerakan seperti mengunci mulutnya. Perutnya seperti digelitiki, sungguh dia masih ingin tertawa keras melihat bagaimana frustasi nya Luke saat ini.Luke selalu mengunjunginya setiap akhir pekan. Padahal setiap hari, mereka sudah bertemu lewat video call. Pria itu bahkan tiada bosannya mengiriminya pesan yang kadang tak masuk akal.”Sepertinya, tantanganku di mulai dari sekarang.”
8 Tahun kemudian..“Ayo, Nak. Nanti kita bisa terlambat!” ajak Luke pada putranya yang saat itu hanya diam saja sambil memainkan ponselnya.Jim Luxander Thomas. Putra Luke dan mendiang Anastasia yang saat ini sudah berusia 18 tahun. Ralat. Putera Luke dan Annastasia yang masih setia bersembunyi dari dunia demi sebuah tantangan. Yakni, tantangan akan kembali ke dalam pelukan Luke, asalkan Luke berhasil membuat Jim tidak mengikuti jejak ke berengsekan nya.Jim. Laki-laki yang berambut hitam legam itu, sangat akrab dengan Davio meskipun usia mereka berselisih sekitar 7 tahun. Namun, pembawaan diri Jim yang sedikit cuek malah akan seperti kucing dan Anjing begitu bertemu dengan adik Davio, Angelina Queen D’orion.Angel yang manja dan selalu mengikuti Jim, membuat Jim sering di buat kesal dan berakhir Jim mengajaknya bertengkar agar bisa menghindar.“Daddy, aku malas bertemu si manja itu.”Jawaban Jim, membuat Luke menoleh kilas. Jim memang ti
Anna merapikan peralatan masaknya. Baru saja dia, Jasmine dan ke tiga pria yang turut serta meramaikan dunianya selesai sarapan pagi. Dan beberapa saat lagi, dia harus rela melepas Jasmine untuk kembali ke Perancis—meninggalkannya sendirian lagi.Semua teka-teki dan kisah kelam hidupnya sudah berakhir di detik ini. Tak ada yang membebani hidupnya lagi. Semuanya, seperti semula. Dari nilai nol sebagaimana memulai kehidupan barunya saat membuka mata. Bahkan monster bernama Luke tak lagi menakutkan baginya. Apa pun yang berkaitan dengan pria itu, sepenuhnya takluk di bawah kendalinya. Ya, bahkan hanya dengan sekali ucapan saja, Luke akan melakukan apa pun yang dia minta. Tak bisa mengelak dari kenyataan, jika Luke yang juga mencintainya, membuat perasaannya berbunga.Silakan katakan dirinya lemah, dan apa pun semau kalian. Tapi, siapa pun tak akan bisa berkutik jika cinta sudah berbicara dan mengambil peran. Kau mungkin bisa mengendalikan dunia. Tapi hatimu? Maaf, bah
“Silakan, buka mata, Anda.”Anna masih tak memercayainya. Tapi, begitu dia membuka mata. Sosok tinggi menjulang yang bisa dia lihat dan berdiri di depannya dengan wajah penuh bahagia, membuat tangisnya tumpah seketika itu juga.“Peter, hiks ... hiks ....”Peter tak bisa menahan air matanya juga. Dia segera melangkah, dan membawa wanita rapuh itu dalam pelukan besarnya. Mengusap punggungnya yang lemah dengan usapan penyemangat, dan menciumi rambutnya sebagai bentuk kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.“Selamat datang Anna. Terima kasih tetap mau bertahan sampai di titik ini,” ucap Peter penuh haru. Dia bahagia. Sangat bahagia karena berhasil menyelamatkan ibu keponakannya, dan wanita yang sudah memberikan Jasmine nya dunia terang benderang seperti sekarang.Anna terisak. Dia belum mampu bersuara. Kenyataan ini, masih belum bisa dia terima dengan akal sehat. Semuanya sangat mustahil, tapi kenapa bisa terjadi?Para dokter itu memilih keluar dari ruangan. Mer
Peter sampai di ruangan putih yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang terbaring lemah dengan mata yang masih tertutup rapat oleh kapas. Wanita itu memang sudah siuman. Tapi, untuk penglihatannya, baru hari ini dokter akan membukanya dan melihat bagaimana hasil kinerja mereka.Peter melangkah mendekat. Anna tak se kurus yang dia lihat terakhir kali. Wanita itu lebih berisi dengan wajah tak menampakkan kesedihan lagi. Apa mungkin, karena wanita itu sedang tidur hingga kesedihannya tak nampak lagi?3 dokter yang dibawa Peter khusus dari Perancis, datang dengan pakaian kerja mereka yang baru. Ke 3 dokter itu memberinya senyuman lebar dengan sedikit anggukan kepala.“Selamat pagi, Tuan.”Peter mengangkat sebelah tangannya. Bukannya dia tidak mau membuka suara untuk menyapa mereka. Hanya saja, dia tidak mau Anna mendengar suaranya, sebelum Anna melihatnya secara langsung. Dia ingin tau bagaimana reaksi wanita itu saat melihatnya untuk yang pertama kali.Tak lama, Anna
Peter mengusap wajahnya kasar. Kenapa harus se menyakitkan ini rasanya. Di depan matanya, dia harus menyaksikan 3 orang yang paling dia kasihi, harus bertaruh nyawa. Meski salah satu di antaranya sudah benar-benar menyerah untuk berjuang.“Tuan, jantungnya kembali berdetak!”Celetukan seorang dokter yang sedang menangani Anna, membuat Peter tentu saja tersentak dan lekas mendekat.“Apa?! Jangan main-main, atau aku akan membunuhmu saat ini juga!” ancam Peter dengan mata yang memerah. Anna sudah menyerah, dan 2 bagian tubuhnya sudah di ambil karena permintaan Anna sendiri. Lantas, permainan takdir macam apa lagi ini?“Lihat monitornya, Tuan. Jantungnya kembali berdetak, bahkan pernapasannya mendekati batas normal. Ini sebuah keajaiban.”Peter terdiam. Dia tau dokter itu berkata benar. Dia tidak bodoh hanya untuk mengetahui kehidupan seseorang lewat monitor itu. Anna masih hidup. Tuhan memberinya sebuah keajaiban besar.“Maukah kau membantuku?” tanya Peter
Ck!“Kenapa melihatku seperti itu?! Duduk! Aku akan mengobatimu!”Luke tersadar dari lamunannya. Lamunan manis tentangnya yang bisa memeluk Anna, dan Anna yang mau menerimanya kembali. Tapi kenyataannya?Luke harus belajar dari kenyataan. Jika Anna di depannya kini bukanlah Anna yang akan dengan mudah dia taklukkan. Dia masih harus berjuang keras, untuk mendapatkan maaf wanita itu. Baru setelahnya, dia bisa berpikir bagaimana caranya membuat wanita itu kembali ke dalam pelukannya.“Aku bisa melakukannya sendiri, Anna. Jangan merepotkan dirimu,” ucap Luke dan mendapat dengusan sebal dari wanita itu.“Songongnya masih nggak berubah ya, meski sudah tua?” cibir Anna sambil mengambil kapas yang sudah dia bubuhi dengan obat, dan menempelkan kapas tersebut di sudut bibir Luke yang berdarah, “aku juga nggak mau kerepotan ngobatin kamu, jika saja saudaraku nggak mukulin kamu, sampai tangan kamu patah!” Lanjut Anna membuat alis Luke menukik sebelah.Patah? Tangan
Mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang yang tak begitu besar. Sekilas, mirip hunian orang biasa. Rumah yang di tempati Anna terlihat damai dengan sebuah pondok kecil yang letaknya tak begitu jauh dari rumah. Dan taman kecil yang menjadi penghubung antara rumah dan pondok itu, sangat asri dilihat. Membuat siapa pun yang melihatnya akan merasakan ketenangan. Nyatanya, Anna masih tak berubah. Wanita itu masih sangat menyukai bunga dengan segala definisinya.Luke turun dari mobil. Dia terpaksa satu mobil dengan Jasmine dan Peter karena kondisinya yang tak mungkin menyetir mobil sendirian. Di mobil tadi pun, harus Jasmine yang menyetir karena kondisi Peter sama mengenaskannya seperti dirinya. Sedangkan Davio? Pria kejam itu mungkin sudah sampai beberapa menit yang lalu melihat mobilnya sudah terparkir di garasi.Mereka ber tiga turun. Luke sempat ragu untuk mengikuti Jasmine dan Peter yang hendak memasuki pintu. Dirinya merasa tidak pantas untuk bertemu denga