Share

Ban 75

Penulis: Irma W
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 12:53:09

Tobey duduk di kursi, wajahnya tegang dan penuh kemarahan. Tangan kanannya mencengkeram sandaran kursi dengan erat, sementara tangan kirinya meremas ponsel, matanya terpaku pada foto yang ada di layar—sebuah gambar pria yang tak lain adalah ayah Elise. Ketika matanya menyapu ruang itu, ia mendapati bawahannya masih sibuk mengutak-atik komputer, mencoba mencari solusi dari teka-teki yang membuatnya semakin jengkel.

"Damn!" Tobey mengumpat kasar, suaranya serak penuh kekesalan. "Kau memang serakah, Harrys! Bahkan setelah mati, kau masih menyusahkan hidupku!"

Ia melemparkan ponselnya ke meja dengan kasar, kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir, berpikir keras. Ruangan itu terasa semakin sempit, seolah-olah setiap sudutnya menekan perasaan Tobey yang semakin membara.

Di ambang pintu, Karl muncul, memandangnya dengan wajah ragu-ragu. “Apakah mungkin kode sandinya ulang tahun Roseta?”

Tobey menoleh, matanya menyipit dengan keraguan. "Itu terlalu mudah, Karl." Suaranya terdengar taj
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 76

    Polisi mulai sibuk bergerak, menyebar ke seluruh area bangunan tua yang telah lama terbengkalai di tengah hutan. Mereka menggedor setiap sudut, membuka pintu-pintu berkarat dan menyisir ruang-ruang yang diselimuti debu tebal. Meskipun bangunan ini sudah lama ditinggalkan, tidak ada yang tahu bahwa di dalamnya masih tersimpan sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang bisa mengubah banyak hal. "Dua langkah ke kiri!" perintah seorang polisi dengan suara tegas saat ia menyisir ruang yang dipenuhi komputer-komputer tua dan alat-alat aneh. Dalam salah satu sudut ruangan, sebuah brangkas besar berdiri tegak, menunggu untuk dibuka oleh Tobey. Tapi kini, brangkas itu hanya menjadi objek misteri bagi para penyelidik. "Jangan bergerak! Kalian sudah terkepung!" teriak polisi lain yang sudah mengarahkan senjata mereka ke empat orang yang berada di dalam ruangan tersebut. Para pengikut Tobey terkejut, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tangan mereka terangkat ke udara sebagai tanda menyera

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 77

    Satuhari sebelum Elise ditemukan, Reiner tiba di kantor Alex dengan amarah yang tak lagi bisa dibendung. Langkahnya cepat, hampir menyeret lantai, membuat beberapa karyawan dan staf bergegas mencoba menghalangi jalannya. "Pak, Anda tidak bisa masuk begitu saja—" salah seorang staf mencoba mencegah. "Tolong minggir!" bentak Reiner tajam, membuat semua orang tersentak. Alex, yang mendengar kegaduhan itu dari dalam ruangannya, berdiri dari kursinya. Ia melangkah ke pintu, membuka sedikit untuk mengintip, lalu menyadari siapa yang datang. Ia menatap tajam ke arah stafnya dan memberi isyarat agar mereka membiarkan Reiner masuk. "Biarkan dia. Aku tahu apa yang dia mau," ujar Alex dingin, namun suaranya cukup untuk menenangkan para staf yang kebingungan. Begitu masuk, Reiner tidak menunggu lama. "Jelaskan apa yang sebenarnya kau rencanakan dengan Padma!" bentaknya tanpa basa-basi. "Kau tidak perlu datang sambil berteriak begitu, Rei," sahut Alex santai sambil menutup pintu. Ia mel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 78

    Reiner tidak membawa Elise pulang ke rumah mewahnya, melainkan ke sebuah penginapan elit milik keluarganya. Sebuah kabin yang berada di dekat danau--sebelah barat dari tempat Elise ditemukan. "Kau yakin akan berhenti di sini, Rei?" tanya Gale pada Reiner sebelum turun dari mobil. Reiner mengangguk. Dengan sigap Reiner membantu Elise turun. "Terlalu jauh kalau sampai rumah. Elise sudah kedinginan." Reiner menggendong Elise dengan sigap memasuki kabin elit itu, membiarkan pintu tertutup di belakangnya. Udara hangat dari dalam ruangan menyentuh kulit mereka yang basah, namun Elise masih gemetar hebat di dalam pelukannya. Dia terlalu lemah bahkan untuk memprotes atau bertanya di mana mereka sekarang. “Kita tidak bisa langsung pulang,” gumam Reiner, setengah pada dirinya sendiri. “Kau butuh istirahat, Elise.” Di dalam kamar mandi, Reiner dengan cepat memutar keran air hangat, membiarkan suara gemuruh air memenuhi ruang yang sempit. Dia melirik Elise yang berdiri di ambang pintu, tubuhn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 79

    Satu bulan telah berlalu sejak Tobey Johnson menerima ganjarannya. Kejahatannya yang terungkap membawa hukuman berat, membebaskan Elise dari bayang-bayang kelam yang selama ini menghantuinya. Namun, baru seminggu yang lalu, Reiner mendapatkan kesempatan untuk duduk bersama Elise dan menceritakan semuanya—setiap rahasia, pengkhianatan, dan hubungan rumit antara keluarganya dan Tobey.Hari ini, Elise tampak lebih lega. Saat membantu menyiapkan sarapan di dapur, wajahnya terlihat lebih cerah, seolah beban berat yang selama ini ia pikul mulai terangkat. Tangannya lincah mengatur piring dan gelas di atas nampan, sementara senyum tipis terlukis di wajahnya.Will, yang duduk di meja makan dengan laptop terbuka di depannya, memperhatikan Elise dengan penuh perhatian. Dengan nada menggoda, dia berkata, "Akhir-akhir ini kulihat kau tampak bahagia, Elise."Elise menghentikan tangannya sejenak, lalu menoleh sambil tersipu malu. "Sekarang aku bisa bekerja dengan n

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 80

    Elise sempat pamit pada Reiner untuk pergi mengunjungi ayah tiri dan adiknya. Sebelum itu, dia mampir lebih dulu ke makam ayah dan ibunya. Di sana, Elise meletakkan bunga mawar putih, lalu duduk sebentar sambil bercerita.Angin lembut mengayunkan rambutnya yang terurai, dan di tangannya tergenggam bunga mawar putih. Dia berjalan perlahan menuju dua nisan sederhana yang berdampingan. Begitu sampai, Elise berlutut dan meletakkan bunga di atas makam, lalu duduk bersimpuh."Ayah, Ibu..." bisiknya pelan, suaranya bergetar. "Hari ini aku datang untuk bercerita."Matanya menatap nisan itu dengan penuh kerinduan. Dalam hatinya, Elise merasa ini satu-satunya tempat di mana dia bisa berbicara dengan bebas, tanpa takut dihakimi."Banyak yang terjadi selama ini," lanjut Elise. "Aku harus bekerja keras untuk membantu kebutuhan Lily dan Ayah Tiri. Kadang mereka menyebalkan, tapi aku tahu mereka juga bergantung padaku."Elise terdiam sejenak, mengusap m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 81

    "Aku mau mampir ke rumah Ayah dulu, Tuan," kata Elise sambil berdiri di samping mobil, tangannya meremas tali tas kecil yang ia bawa.Reiner, yang sedang memasukkan paperbag ke jok belakang, hanya meliriknya sekilas. "Aku tahu," jawabnya singkat, lalu masuk ke mobil.Dalam perjalanan, suasana awalnya terasa hening, hanya terdengar suara mesin mobil yang melaju di jalan beraspal. Elise, yang duduk di kursi penumpang, melirik Reiner dari sudut matanya. Akhirnya, dia memberanikan diri membuka obrolan."Tuan... boleh saya tanya?"Reiner tetap fokus pada kemudi, namun menoleh sekilas. "Hmm."Elise memilin-milin jarinya, sebuah kebiasaan yang muncul setiap kali ia merasa gugup. "Kudengar Nona Olivia akan datang berkunjung lagi..."Reiner mengernyitkan dahi, menoleh sekilas dengan tatapan bertanya. Namun, Elise hanya tersenyum canggung, kalimatnya menggantung di udara."Maaf, Tuan," lanjut Elise, "saya cuma ingin tahu. Sepertin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 82

    Elise dan Reiner masih berada di kamar. Niatnya Elise ingin keluar untuk menemui ayahnya, tapi Reiner melarangnya dengan alasan tidak mau sendirian di kamar sempit ini.Sementara itu, di ruang tengah yang terhubung dengan ruang makan, Lily baru saja meletakkan minuman untuk dua tamunya di atas meja."Kakak Elise kemana, Ayah?" tanya Lily.Eddie sedang mencuci tangan menjawab. "Kakakmu sedang mengantar Tuan Reiner untuk istirahat.""Aku panggil saja ya, biar ikut makan siang."Dengan cepat Eddie mencegah langkah putrinya itu, "Tidak usah, Lily. Nanti kakakmu pasti ke sini."Akhirnya Lily mengangguk, lalu berlanjut menata makan siang di atas meja. Meski umurnya baru menjelas sebelah tahun, Lily cukup pandai untuk membuat makanan. Ya, meskipun aja beberapa lembar omelet dan salad.Di dalam kamar, Elise mondar-mandir dengan gelisah. Dia sesekali melirik ke arah Reiner yang masih bersandar di ujung ranjang dengan tiga tumpuka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 83

    Satu hari berlalu…Elise duduk di atas ranjang kecilnya, kedua kaki terlipat, sementara tangannya memegang erat sebuah paperbag. Wajahnya tampak termenung, seolah memikirkan sesuatu yang berat."Sepertinya di sana bukan tempatku," gumam Elise pelan, tatapannya kosong. "Tapi Tuan Reiner memintaku ikut."Tangannya perlahan merogoh ke dalam paperbag, merasakan kain halus yang tersimpan di dalamnya. Sebuah gaun elegan berwarna hitam yang dibelikan Reiner kemarin. Elise menarik gaun itu perlahan, jemarinya menyentuh setiap detail kainnya.Namun, suasana hening itu tiba-tiba pecah. Dari balik pintu, suara berbisik terdengar samar. Sebelum Elise sempat bereaksi, Greta muncul bersama Sofia dan Clara, dengan cepat menyambar paperbag dari tangannya."Apa ini isinya?" tanya Greta dengan nada penuh penasaran. Senyumnya menyeringai, penuh ejekan."Kembalikan padaku!" Elise langsung bangkit dari ranjang, wajahnya memerah karena marah dan malu.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 90 TAMAT

    Elise berdiri di halaman, berhadapan dengan Federic yang tampak semakin tidak sabar. Langit sore mulai memudar, dan suasana di sekitarnya terasa sunyi, hanya diiringi suara lembut angin yang berembus. Elise berusaha tetap tenang, meskipun di dalam hatinya bergemuruh.“Aku tahu Reiner, Elise. Dia memperlakukanmu dengan buruk, kan?” Federic memulai, suaranya terdengar seperti tuduhan.Elise menghela napas panjang, menatap Federic dengan ekspresi lelah. “Tidak, Federic. Kau tidak tahu apa-apa. Tuan Reiner tidak seperti itu. Aku bekerja di sini dan sudah siap dengan segala risikonya.”Federic mendekat, lalu meraih tangan Elise. “Kau harus tahu, Elise. Setelah bertemu lagi, aku sadar perasaanku padamu masih sama. Tidak ada yang berubah.”Elise buru-buru menarik tangannya, merasa canggung dengan jarak di antara mereka. Dia menoleh, sadar bahwa ada yang mengawasi dari balik dinding kaca ruang tamu. “Federic, jangan berlebihan. Tidak enak dilihat orang.”

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 89

    Elise mondar-mandir di dalam kamar Reiner, tangannya sesekali mencoba menggoyang-goyangkan gagang pintu. Namun, pintu itu tetap terkunci rapat. Helaan napas panjang keluar dari bibirnya yang pucat, sementara pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab.“Sebenarnya, kenapa aku harus dikurung di sini?” desah Elise lirih, lebih kepada dirinya sendiri.Ia melirik ke arah jendela yang memantulkan bayangan dirinya. Wajahnya tampak kusut, rambutnya sedikit berantakan akibat gerakan gelisahnya. Elise mengusap pelipisnya, mencoba menenangkan diri.Di lantai bawah, Federic duduk santai di ruang tamu, berhadapan dengan Abraham. Meskipun suasana terlihat tenang, ada ketegangan terselubung di antara mereka.“Kenapa kau datang-datang langsung bertanya tentang Elise?” Abraham memecah keheningan dengan nada rendah, tetapi penuh tekanan. “Kau kenal Elise?”Federic menyunggingkan senyum lebar. “Tentu saja kenal, Kakek. Dia teman lamaku, bahkan bisa di

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 88

    Setelah keluar dari mobil, Reiner disambut oleh Hanna yang tampak gelisah. Perempuan itu berjalan cepat ke arahnya dengan wajah panik."Kenapa, Hanna? Wajahmu panik begitu?" tanya Reiner sambil merapikan jasnya."Ada tamu di ruangan Tuan," jawab Hanna dengan napas sedikit tersengal.Reiner mengerutkan kening. "Tamu? Siapa?""Sepupu Tuan," jawab Hanna dengan nada pelan tetapi penuh tekanan.Langkah Reiner terhenti sejenak, matanya menyipit tajam. "Untuk apa Federic ke sini?" gumamnya.Tanpa menunggu jawaban, Reiner melangkah cepat menuju tangga yang mengarah ke ruangannya. Hanna, yang terlihat enggan menaiki tangga, mendesah berat tetapi tetap membuntutinya.Sesampainya di ruangan, Reiner mendorong pintu dengan sedikit tenaga lebih. Di dalam, Federic sudah duduk santai di sofa dengan senyum lebar, seperti sedang menikmati pemandangan."Reiner, sepupuku sayang!" seru Federic sambil membuka kedua tangannya seolah i

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 87

    Elise merasakan seluruh tubuhnya seperti dihantam ombak besar yang membuatnya terseret ke dasar laut. Setiap gerakan terasa pegal dan perih, terutama di bagian tubuh yang tak biasa disentuh sebelumnya. Begitu kedua matanya terbuka, ia baru menyadari sepenuhnya apa yang terjadi semalam—sebuah kenyataan yang membuatnya merasa tersudut."Astaga, Elise!" umpatnya pelan, sambil menarik diri dengan cepat dari tubuh yang ada di sampingnya. Jantungnya berdebar kencang, dan rasa malu mulai merayap di dalam diri. Tangannya mencengkeram ujung selimut, matanya celingukan, dan saat melihat pakaian tergeletak di lantai, kepalanya terasa berat."Apa yang sudah aku lakukan?" gumam Elise pada dirinya sendiri. Suaranya serak, suara yang penuh kebingungannya sendiri.Tiba-tiba, ada pergerakan dari samping, dan Elise terkejut saat melihat Reiner mulai melenguh pelan sebelum akhirnya tersenyum santai."Selamat pagi..." kata Reiner dengan nada lembut yang terdengar beg

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 86

    Sesampainya di rumah, Will turun lebih dulu dari mobil. Dia membuka pintu untuk Reiner yang tampak terhuyung-huyung. Namun, bukannya mengikuti arahan Will, Reiner malah meracau dengan suara serak."Aku mau sama dia," gumam Reiner sambil merangkul Elise. "Kau pergi saja, Will."Will menatap Elise, yang terlihat canggung dengan situasi ini. Mereka saling pandang sejenak, seolah mencoba mencari solusi terbaik."Tidak apa-apa, Will," kata Elise akhirnya, meskipun suaranya terdengar ragu. "Tuan Reiner masih bisa berjalan. Aku akan bantu memapahnya ke kamar."Will mengerutkan dahi. "Kau yakin, Elise?"Elise mengangguk pelan, meski dalam hati dia merasa kewalahan. Reiner semakin berat bersandar padanya, sementara tangannya bermain-main dengan rambut Elise, membuat wajahnya memerah."Ayo, Tuan, saya antar ke kamar," ujar Elise, melingkarkan satu tangan di pinggang Reiner. Dengan susah payah, dia memapah Reiner menaiki tangga.Di

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 85

    Reiner tidak memberi Elise kesempatan untuk menjauh. Bahkan ketika dia diminta memberikan pidato singkat, Reiner tetap meminta Elise berdiri di dekat panggung kecil, cukup terlihat oleh semua tamu.Tatapan tajam dari beberapa orang dan bisik-bisik yang mulai terdengar membuat Elise merasa sangat tidak nyaman. Dia menggenggam ujung gaunnya dengan gugup, ingin segera keluar dari ruangan ini."Dia itu siapa?" bisik salah satu tamu wanita sambil mencuri pandang ke arah Elise."Aku kurang tahu, tapi dia bersama Tuan Reiner terus sedari tadi," sahut yang lain. "Bahkan Nona Eva dan Olivia tidak dihiraukan olehnya."Pidato singkat Reiner berakhir, disambut tepuk tangan riuh. Saat dia turun dari panggung, alunan musik mulai menggema, mengundang para tamu untuk berdansa di ballroom.Langkah Reiner baru saja menjejak lantai ketika Olivia mendekat dengan senyum memikat. "Reiner, mau dansa denganku?" tanyanya, suaranya lembut namun cukup keras untuk d

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 84

    Lampu kristal besar bergantung di tengah aula, memancarkan kilauan yang memantul di lantai marmer yang licin seperti cermin. Musik klasik lembut mengalun dari orkestra kecil di sudut ruangan, menciptakan suasana elegan yang memikat. Meja-meja prasmanan penuh dengan hidangan mewah—seafood segar, aneka keju, dan dessert berlapis cokelat berkilau.Reiner melangkah masuk dengan penuh percaya diri, mengenakan setelan hitam yang membuatnya terlihat semakin gagah. Aura karismanya langsung menarik perhatian seluruh tamu, terutama para wanita yang tak henti-hentinya berbisik."Siapa perempuan itu?" bisik salah satu tamu wanita sambil menatap Elise yang berjalan di samping Reiner."Kenapa dia datang bersama Tuan Reiner?" sambung yang lain, suaranya nyaris terdengar iri."Mereka terlihat tidak cocok."Tatapan tajam dan senyum sinis mulai bermunculan, membuat Elise merasa seperti pusat perhatian yang tak diinginkan. Tangannya semakin gemetar, tetapi

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 83

    Satu hari berlalu…Elise duduk di atas ranjang kecilnya, kedua kaki terlipat, sementara tangannya memegang erat sebuah paperbag. Wajahnya tampak termenung, seolah memikirkan sesuatu yang berat."Sepertinya di sana bukan tempatku," gumam Elise pelan, tatapannya kosong. "Tapi Tuan Reiner memintaku ikut."Tangannya perlahan merogoh ke dalam paperbag, merasakan kain halus yang tersimpan di dalamnya. Sebuah gaun elegan berwarna hitam yang dibelikan Reiner kemarin. Elise menarik gaun itu perlahan, jemarinya menyentuh setiap detail kainnya.Namun, suasana hening itu tiba-tiba pecah. Dari balik pintu, suara berbisik terdengar samar. Sebelum Elise sempat bereaksi, Greta muncul bersama Sofia dan Clara, dengan cepat menyambar paperbag dari tangannya."Apa ini isinya?" tanya Greta dengan nada penuh penasaran. Senyumnya menyeringai, penuh ejekan."Kembalikan padaku!" Elise langsung bangkit dari ranjang, wajahnya memerah karena marah dan malu.

  • Jeratan Tuan Reiner   Bagian 82

    Elise dan Reiner masih berada di kamar. Niatnya Elise ingin keluar untuk menemui ayahnya, tapi Reiner melarangnya dengan alasan tidak mau sendirian di kamar sempit ini.Sementara itu, di ruang tengah yang terhubung dengan ruang makan, Lily baru saja meletakkan minuman untuk dua tamunya di atas meja."Kakak Elise kemana, Ayah?" tanya Lily.Eddie sedang mencuci tangan menjawab. "Kakakmu sedang mengantar Tuan Reiner untuk istirahat.""Aku panggil saja ya, biar ikut makan siang."Dengan cepat Eddie mencegah langkah putrinya itu, "Tidak usah, Lily. Nanti kakakmu pasti ke sini."Akhirnya Lily mengangguk, lalu berlanjut menata makan siang di atas meja. Meski umurnya baru menjelas sebelah tahun, Lily cukup pandai untuk membuat makanan. Ya, meskipun aja beberapa lembar omelet dan salad.Di dalam kamar, Elise mondar-mandir dengan gelisah. Dia sesekali melirik ke arah Reiner yang masih bersandar di ujung ranjang dengan tiga tumpuka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status