Gerimis terus turun dari langit hingga baju Wano sudah benar-benar basah.Tapi Wano tidak bergerak sama sekali, dia diam berdiri di bawah pohon mangga untuk waktu yang cukup lama.Yuna dan Zanny pergi bermain seharian, dan perasaan mereka akhirnya membaik.Yuna menelepon Yudi lagi setelah makan."Kak, di mana makam ibu? Aku mau kesana menemuinya."Yudi berpikir beberapa detik lalu menjawab, "Kamu sedang hamil sekarang, terlalu banyak energi negatif di makam dan itu nggak bagus untuk anakmu. Pulanglah ke rumah kalau kamu mau melihat ibumu, ada kamarnya disini. Tunggu aku menjemputmu.""Oke, aku menunggumu."Setengah jam kemudian Yuna mengikuti Yudi ke rumah Keluarga Saradan untuk pertama kalinya.Yuna melihat tempat di mana Maya sering berlatih piano dan piala yang dimenangkannya.Yuna juga melihat kamar tidur putri yang disiapkan Maya untuk dirinya.Semua itu menunjukkan kasih sayang seorang ibu untuk Yuna.Yuna berjalan ke kamar Maya dan melihat foto ibunya lalu memanggil pelan, "Ibu.
Genangan air yang terinjak bercipratan ke segala arah.Bercipratan ke tanah dan juga ke jas mahal Wano.Wano tidak pernah merasa setidak sabar ini untuk memeluk Yuna.Wano seperti kembali ke masa muda Yuna dan mengerti semua hal tentang dirinya.Cinta Wano pada Yuna semakin memanas dan mendalam hingga ke tulang sumsumnya.Wano berlari begitu cepat ke sisi Yuna, entah air hujan atau keringat yang menetes di wajahnya.Mata gelap Wano terpaku pada Yuna, suaranya terdengar berat."Yuna."Yuna melihat Wano dengan matanya yang merah, tangan putih dan rampingnya mengusap lembut pipi pria itu.Yuna berkata dengan suara tercekat, "Aku sangat merindukanmu, Wano."Wano tidak bisa menahan perasaannya yang menumpuk setelah mendengar ucapan itu, dia memeluk Yuna dan terus bergumam."Maafkan aku Yuna, maafkan aku."Wano meminta maaf karena sudah membawa banyak bencana bagi Yuna, dan meminta maaf karena tidak mengetahui dia adalah Nana.Wano merasa bersalah karena perasaan dan cinta Yuna yang begitu d
Yuna segera melepaskan diri dari pelukan Wano, lalu berkata dengan suara serak, "Kakak masih disini, dasar nggak tahu malu."Wano melihat Yudi yang berdiri di sampingnya memperhatikan adegan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir, penglihatannya buruk, dia nggak bisa lihat karena nggak pakai kacamata."Yudi yang merasa tersentuh tiba-tiba memaki kesal setelah mendengar ucapan Wano, "Kenapa nggak langsung bilang aku buta saja? Jangan lupa, mataku cuma minus 2, aku masih bisa melihat bajingan sepertimu meskipun tanpa kacamata."Wano memeluk pundak Yuna lalu berjalan menghampiri Yudi sambil tertawa, lalu berteriak, "Terima kasih, kak"Yudi merasakan seluruh tubuhnya merinding ketika di panggil kakak oleh saudaranya yang sudah besar itu.Yudi segera mengguncang tubuhnya dan berkata, "Hentikan, panggil aku dengan nama saja, aku nggak tahan sikap jahilmu."Wano menundukkan pandangannya dan menatap Yuna dengan agak kesal, "Jangan salahkan aku istriku, bukan aku yang nggak mau meman
Yuna sangat mengenal tulisan tangan itu.Saat kecil dulu, Bibi Shelvi selalu mengajak Yuna dan Hans untuk belajar menulis dan tulisan tangan ini sangat mirip dengan tulisan tangan Bibi.Yuna menunjuk tulisan tangan itu sambil bertanya, "Siapa yang menulis ini?"Wano membalik foto itu dan melihat tulisan tangan rapi yang berada di belakang foto itu.Mereka adalah sahabat dan sekaligus teman dekat, hubungan mereka sangat dekat hingga saling berbagi suka dan duka.Struktur tulisan tangan itu terlihat begitu lembut tetapi kuat.Hanya dari tulisan tangan itu saja sudah dapat terlihat, bahwa orang yang menuliskannya itu pasti terlihat anggun dan juga elegan.Hanya saja, orangnya yang sekarang sudah tidak seperti dulu lagi.Mata Wano tampak terlihat sedih.Dia berkata dengan suara parau, "Ini Vina."Mendengar hal itu, Yuna memandang Wano sambil merenung, "Apakah kamu yakin, bahwa tulisan ini benar-benar ditulis oleh Vina?""Aku yakin, karena aku melihat dia menulis tulisan itu. Apa yang dia m
Dari kata-kata yang diucapkan oleh Wano, Yuna dapat mendengar kesedihan dan ketidakberdayaan. Ada semacam rasa kesepian yang juga muncul di mata Wano.Yuna menjinjitkan kakinya dengan sedikit susah payah, lalu memberikan ciuman tipis dan lembut di bibir Wano.Suaranya begitu lembut, "Bagaimana kamu bisa melihat pelangi kalau nggak melalui badai? Bagaimana mungkin aku bisa tahu kalau kamu begitu sangat mencintai aku tanpa melalui berbagai kesulitan di masa lalu? Dan bagaimana mungkin aku tahu bahwa kamulah satu-satunya milikku?""Wano, segala hal yang terjadi di masa lalu, entah itu baik maupun buruk, itu semua adalah suatu batu loncatan bagi hubungan kita. Dengan adanya mereka, hubungan kita semakin nggak akan tergantikan dan tergoyahkan, bukan?"Tangan Yuna yang kecil membelai lembut dagu Wano disertai dengan cahaya kecil yang tampak di matanya.Pada saat itu Yuna begitu sangat yakin, bahwa berapa banyak pun kesulitan yang akan muncul di masa depan, mereka pasti tidak akan pernah terp
Begitu teringat kembali akan hal itu, hati Wano terasa sakit.Sejak kecil, dia dan Yuna memang sudah ditakdirkan untuk menikah. Meskipun kemudian akhirnya berpisah, roda kehidupan akhirnya tetap mempertemukan mereka kembali.Pada akhirnya, Wano tetap menjadi suami Yuna. Hal itu sama seperti apa yang pernah dia janjikan dulu.Mereka pun juga memiliki seorang anak.Ciuman Wano semakin dalam saat adegan masa kecil mereka bermunculan di benaknya.Dia perlahan mulai melepaskan Yuna ketika mendengar suara Yudi dari luar pintu.Dia dengan lembut menyeka air mata Yuna dengan ujung jarinya dan berkata pelan, "Saat pulang ke rumah malam ini, aku akan mencintaimu dengan baik."Kalimat itu berhasil membuat pipi Yuna yang sudah merona semakin terasa panas.Pada saat yang sama, Yudi membuka pintu dan masuk ke dalam.Yudi tak bisa menahan diri untuk menatap Wano saat melihat Yuna seperti itu."Dia itu masih hamil, kenapa kamu nggak bisa menahan diri."Wano merangkul bahu Yuna dan berjalan keluar samb
Shelvi selalu lembut dan murah hati, tapi baru kali ini dia tampak begitu keras kepala.Di benaknya hanya ada satu tujuan, yaitu dapat menghukum Vina agar Wano dan Yuna tidak lagi berada dalam bahaya.Setiap kali mereka berdua terluka, hati Shelvi juga terasa sakit.Rasa sakit itu hingga menyayat hati, sama seperti dia mengkhawatirkan Hans.Mata Jordan tampak terlihat serius menatap kegigihan Shelvi.Kemudian, dia melirik Hans, "Mengenai masalah ini, aku tetap akan menentangnya. Demi keselamatan Ibumu, aku nggak pernah setuju kalau dia terlalu mengambil risiko. Hans, bagaimana menurutmu?"Hans menatap Jordan dengan tatapan yang rumit."Kekhawatiran Paman juga bukannya nggak beralasan, tapi Ibuku sudah mengambil keputusan, aku takut nggak akan ada yang bisa menghentikannya. Bisa saja ingatan Ibuku akan pulih dengan pergi ke mansion lama Keluarga Lasegaf. Tentu saja, itu semua hanya sekedar tebakan kita. Bagaimana kalau Paman mengizinkan aku membawa Ibu pergi ke mansion lama untuk sekeda
Shelvi bergegas berlari ke lemari yang berada di belakang ruang tamu. Dia mengambil kotak P3K dari dalam lemari itu.Kemudian, dia mencari obat di dalam kotak itu dan akhirnya menemukan sebuah salep luka bakar.Dia segera membuka salep tersebut dan menaruhnya di atas kapas. Dia mengoleskan salep tersebut dengan lembut di sekitar luka bakar yang dialami oleh Yogi.Meskipun setiap orang yang ada di ruangan itu tampak terkejut, tapi mereka semua tidak ada yang berbicara. Mereka hanya memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Shelvi dengan tenang.Setelah mengobati luka di kaki Yogi, raut wajah Shelvi pun perlahan berubah menjadi tenang.Dia kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Yogi dengan tatapan lembut."Luka bakar ini akan sembuh dalam beberapa hari karena nggak begitu serius."Pelayan yang berdiri di sampingnya benar-benar sangat ketakutan bahkan hampir menangis.Pelayan itu hanya berdiri dengan terus menundukkan kepalanya. Suara pelayan itu terdengar bergetar, "Pak, maafka
Yuna segera mundur setelah Wano menyentuhnya.Dia menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Pak Wano, kita ini sudah bercerai, tolong jaga sikapmu. Saat ini aku sudah mempunyai pacar."Setelah mendengar perkataan Yuna, Wano merasa lega.Dia langsung tertawa dan berkata, "Beri aku waktu 20 menit."Selesai berbicara, dia berbalik badan dan pergi.Dari perkataan Yuna, Wano tahu bahwa wanita itu sedang memberi peringatan padanya agar tidak terlalu menampakkan kemesraan di tempat umum.Jika tidak, semuanya akan terungkap dan rencana mereka akan sia-sia.Tidak disangka ternyata Yuna mengakui Jeri sebagai pacarnya. Itu artinya Yuna sudah memaafkannya.Setelah memahami maksud dari perkataan Yuna, Wano pun pergi dan berjalan masuk ke mobilnya, kemudian menekan pedal gasnya dengan bersemangat.Dia pun kembali ke kompleks apartemen elit miliknya yang berlokasi di tengah kota.Apartemen di daerah itu dibangun dengan tinggi, luas masing-masing apartemen yang disewakan bisa mencapai 400 meter
Ternyata itu karena Yuaris sudah mengetahuinya sejak awal.Anak itu bahkan terus merahasiakannya.Dia hanya seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun.Tapi dia harus menanggung beban seberat ini.Memikirkan hal itu, hati Yuna terasa semakin sakit.Dia memeluk kepala Yuaris dan menciumi wajahnya berkali-kali.Suaranya tersendat karena menangis. Dia berkata, "Sayang, Ibu yang seharusnya meminta maaf padamu. Ibu sudah lalai dan membiarkan ayahmu menipu Ibu selama dua tahun. Selama itu Ibu nggak memenuhi tanggung jawab sebagai seorang ibu. Ibu benar-benar sangat sedih."Yuaris juga menangis saat melihat Yuna menangis.Tangan kecil Yuaris menepuk kepala Yuna dengan pelan dan berkata, "Ibu, jangan menangis. Aku juga jadi ingin menangis kalau melihat Ibu sedih."Saat melihat anak dan ibu itu berpelukan dengan sedih, Maggie akhirnya tidak bisa menahan perasaannya lagi.Dia berjalan mendekati Yuna dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu berkata, "Yuna, luka Yuaris belum pulih. Setelah efek biu
Air mata yang asin dan bercampur rasa darah memenuhi mulut Yuna.Dia tidak bisa melupakan rasa sakit di hatinya saat dirinya kehilangan bayinya dua tahun lalu. Dia tidak akan pernah bisa melupakan rasa kecewa saat melihat mayat bayinya.Hampir setiap malam dia memimpikan hal yang sama selama dua tahun.Dia bermimpi anak yang sudah meninggal itu memanggilnya dengan sebutan ibu.Keesokan pagi setiap terbangun dari tidur, bantalnya selalu basah.Rasa rindu yang terus terulang setiap hari dan rasa sakitnya yang semakin bertambah itu menyebabkan depresinya kambuh.Ternyata semuanya palsu.Selama ini ternyata bayi yang dikira sudah tiada itu selalu berada di sampingnya.Yuna tidak hanya tidak memberinya ASI secara eksklusif, tapi juga merasa gagal memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ibu.Dia dengan bodohnya juga mengira bahwa Yuaris menyukainya hanya karena keakraban mereka.Ternyata itu adalah ikatan batin antara ibu dan anak.Betapa bodohnya Yuna yang selama ini tidak menyadari ikat
Terlebih lagi, pada saat itu, dia juga melihat bahwa jenazah bayinya memang sekecil itu.Yuna terus merasa ada yang tidak beres selama dua tahun terakhir.Mengapa saat pemeriksaan kehamilan dokter mengatakan bahwa ukuran tubuh bayi Yuna normal?Mengapa bayinya ternyata berukuran kecil ketika lahir?Ternyata, bayi yang dia lihat saat itu bukanlah anaknya.Namun, dia adalah anak dengan penyakit jantung yang ada dalam perut Maggie.Selain itu, Wano sengaja membuat bayinya diasuh oleh Maggie.Untuk menghindari perhatian orang-orang jahat.Jadi, Yuaris adalah bayinya.Itu sebabnya golongan darahnya sama dengan Yuaris, yaitu Rh-negatif.Yuna tak bisa menahan air matanya lagi saat menyadari semua ini.Melihat ekspresi panik dan kebingungan Maggie, membuat air mata Yuna tak bisa berhenti mengalir.Dia menahan semua rasa sakit dan kepiluan dalam hatinya.Dia melihat Maggie dan Xena seraya berkata, "Kak Maggie, Kak Xena, terima kasih."Dengan kalimat sederhana itu, mereka semua langsung memahami
Mendengar ucapannya, raut wajah Maggie seketika berubah. Dia pun buru-buru menarik lengan Yuna seraya berkata, "Kamu nggak boleh melakukannya."Saking cemasnya, perkataannya terdengar melengking.Yuna memandangnya dengan kebingungan, "Kenapa nggak boleh? Kita ini saudara dan Yuaris itu anakmu. Aku bisa saja mendonorkan darah dalam situasi medis yang darurat begini."Mendengar perkataan Yuna, sang dokter pun berkata, "Kalau memang begitu, ini bisa jadi tindakan darurat. Dengan begitu, anak itu nggak perlu menunggu terlalu lama dan ini bisa meringankan rasa sakitnya.""Itu juga nggak boleh. Pokoknya kalau aku bilang nggak bisa, berarti nggak bisa. Dia anakku, aku nggak mau ada kesalahan terjadi padanya. Bagaimana kalau tubuhnya menolak? Yuaris masih sangat kecil."Yuna merasa bingung dan tak mengerti dengan keanehan pemikiran Maggie.Maggie biasanya bukan orang yang seperti ini.Dia juga begitu menyayangi Yuaris.Bahkan, dokter pun menyatakan kalau hal itu diperbolehkan, lantas mengapa d
Yuaris mengangguk berkali-kali.Melihat bayangan mereka yang pergi, membuat mata besarnya terus bergerak.Bagaimana caranya agar sang tante tidak mengetahui kebenarannya?Dokter Sari bersiap untuk memeriksa Yacob.Tiba-tiba saja dia bertanya, "Pengacara Yuna, apa kamu yakin ini anaknya? Bukan yang di luar sana?"Yuna sedikit kebingungan, "Kenapa? Ada yang salah?""Anak ini nggak punya bekas luka sedikit pun, jadi dia nggak pernah menjalani operasi."Hati Yuna agak berdesir ketika mendengarkan kata-kata itu, "Mungkinkah kakakku takut anak itu punya bekas luka, jadi dia melakukan operasi penghilang bekas luka?"Sari memeriksa tubuh Yacob dengan alatnya dan berkata, "Aku bisa memastikan kalau anak ini nggak punya penyakit jantung dan belum pernah melakukan operasi apa pun. Mereka berdua kembar, jangan-jangan kamu salah orang.""Nggak mungkin, mereka berdua bukan kembar identik, jadi sudah berbeda sejak kecil. Mana mungkin aku nggak mengenali mereka.""Kalau begitu, ini aneh. Anak itu sebe
Pada saat ini, ponsel Zanny berdering.Dia melihat layar ponselnya dan menerima telepon dari Yuna."Yuna.""Zanny, apa kamu sudah mendapatkan buktinya?""Sudah, aku akan segera mengirimkannya padamu.""Oke, serahkan semua urusan ini padaku."Mereka berdua mengobrol sebentar sebelum Yuna mengakhiri percakapan mereka.Yuna menatap dua bocah di depannya dan berkata, "Tante mau pergi kerja, kalian bermain saja dulu dengan pelayan dan Kakek. Sebentar lagi Nenek cantik akan tiba. Main yang tenang dan jangan lari-lari, mengerti?"Yuaris dan Yacob mengangguk berkali-kali, lalu berkata, "Kami mengerti, Tante bisa berangkat kerja dengan tenang."Yuna mengatakan sesuatu pada pelayan sebelum akhirnya pergi dengan mengendarai mobilnya.Hari ini dia akan pergi ke pengadilan untuk mengurus perceraian kliennya yang merupakan seorang dokter anak.Suami klien itu berselingkuh dan diam-diam memindahkan harta bersama yang sudah mereka kumpulkan.Demi mendapatkan hak asuh anak, mereka bertengkar dengan sen
Setelah mendengar perkataan Yuna, mata Zanny memancarkan rasa sakit yang tidak terlukiskan.Selama dua tahun, dia mampu menyembunyikan penderitaannya dengan baik.Dia pikir tidak ada orang yang bisa mengetahui pikirannya.Siapa sangka ternyata Yuna bisa menebaknya dengan tepat.Dia meremas jari Yuna dengan pelan dan menggelengkan kepalanya.Hanya dengan satu gerakan, Yuna bisa mengetahui apa yang ingin dikatakan Zanny.Dia segera mengangguk dan berkata, "Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."Pada saat ini, Yanuar tiba-tiba mendorong pintu dan masuk.Saat melihat Zanny yang sudah siuman, dia segera berjalan ke samping kasur.Dia menatap Zanny dengan emosi yang tidak bisa digambarkan.Dia dengan suara serak bertanya, "Zanny, bagaimana keadaanmu?"Mata Zanny yang semula berlinang air mata itu langsung terlihat dingin saat melihat Yanuar.Dia menundukkan pandangannya dan melengkungkan sedikit bibirnya.Zanny memang sedang tersenyum, tapi Yanuar merasa bahwa mantan kekasihnya
Saat bisa melihat kembali ekspresi marah Yuna, Wano tersenyum bahagia.Tangannya yang besar membelai telinga Yuna, dia dengan suara rendah berkata, "Ayo umpat aku sekali lagi!""Dasar bajingan tengik!"Yuna mengumpat Wano sekali lagi tanpa ragu.Dia tidak hanya ingin mengumpatnya, tapi juga ingin menggigitnya sekeras mungkin.Jika bukan karena Wano menggoda Yuna seperti siluman rubah, wanita itu tidak harus menunjukkan ekspresi memalukannya di depan Wano.Saat dirinya bisa kembali mendengarkan umpatan yang sudah tidak asing baginya, Wano tertawa dan memeluk wanita itu dengan erat.Wano berbaring di pundak Yuna, ada emosi tak tertahankan yang terdengar dari suaranya.Ada perasaan bersemangat sekaligus kesedihan yang didominasi oleh rasa sakit hati."Akhirnya Yunaku kembali."Yuna yang suka memukul, mengumpat dan memarahinya akhirnya kembali seperti sedia kala.Tangan besar Wano membelai kepala Yuna dengan lembut, dia sekali lagi berkata dengan suara lembut. "Untuk seterusnya, kamu seper