"Aku akan bertemu Xavolas di bar, tidak mungkin untuk membawa Zeline pergi bersamaku."
Xander tak habis pikir dengan itu. Ia sendiri rela rapat di penthousenya demi tidak meninggalkan Leoni, tapi istrinya malah seenaknya pergi meninggalkan Zeline dan dirinya untuk menemui pria lain di bar. "Tidak kuijinkan," lontar Xander, pun Leoni yang berwajah datar sama sekali tidak memperdulikanya. "Aku sama sekali tidak membutuhkan ijinmu, Mr. Miller." Wajah datarnya menyoroti Xander yang saat ini sedang menahan perasaan frustasinya. "Tentu kau membutuhkanya, kau istriku." Xander menekankan. "Oh suamiku? Bagaimana dengan pergi ke apartment wanita lain di belakang istrimu? Apa kau sudah meminta ijin?" ungkit Leoni, membuat Xander kembali merasa bersalah. "Aku minta maaf, untuk itu a"Di atas ranjang tentunya." GPS nya menunjukan Leoni tengah berada di dalam sebuah apartment apartment asing, pun kini balasan di panggilan telepon mengatakan jika dirinya sedang berbarin di atas ranjang. "Ranjang siapa?" tanya Xander, menuntut. Tapi panggilan telepon itu diputuskan sepihak oleh Leoni sebelum Xander bisa mendengar jawaban atas pertanyaanya. Wanita cantik itu sengaja membuat Xander tidak tenang dengan memikirkannya. 'Aku sedang menidurkan Zeline, jangan menghubungiku lagi.' Leoni mengirimkan sebuah pesan disertai gambar dirinya bersama Zeline yang tengah berbarin di atas ranjang pun bayi kecil itu tengah meminum susu hampir terlelap. Sementara Leoni memakai pakaian tipis di dalam foto tersebut. 'Di mana itu aku akan datang.' 'Balas pesanku.' 'Aku akan datang ke sana.' 'Apartment siapa yang kau datangi?' 'Kenapa pakaianmu sangat seksi?' Puluhan pesan beserta panggilan tidak terjawab Xander memenuhi ponsel Leoni, pun ia biarkan begitu saja tersimpan
Sudah satu munggu Xander tetap tidak diperbolehkan untuk mendekati Leoni, menyentuh, dan juga berbicara banyak kepada istri cantiknya. Pun itu membuat Xander amat frustasi, apalagi kini Leoni yang semakin tidak ingin berdekatan dengan Xander, dan meminta Xander untuk tidur di kamar Zeline saja. "Sudahi amarahmu, Babe, kumohon." Pria ini duduk di samping istrinya pada ruang utama penthouse. Di samping, Leoni tak henti-hentinya menutup hidung hingga rasa mual langsung menjalar pada perutnya. Segera ia berlari menuju kamar mandi, memuntahkan isi perutnya yang hanya cairan sebab sejak tadi dirirnya belum makan apapun. Ia mengangkat tanganya ketika Xander mencoba untuk mendekat. "Tetap di sana." "Kau sakit? Aku akan mengantarmu ke rumah sakit." Harap-harap Xander cemas. Tidak tahu kenapa sudah tiga hari Leoni tidak enak badan, dan ia akan muntah jika berada di dekat suaminya. Aroma maskulin pria itu yang biasanya membuat candu kini malah membuatnya ingin muntah. Inilah sebabnya
"Kau benar-benar gila, Leoni. Bagaimana bisa kau mengabaikanya seperti itu?" "Aku tidak tahu." Leoni juga gelisah sendiri. Tapi kehamilan kali ini sepertinya benar-benar tak ingin melibatkan Xander. Sebab Xander sedikit mendekatinya saja Leoni rasanya ingin muntah. Kadang-kadang Leoni merasa bersalah pada suaminya, tapi ya bagaimana lagi? Sedetik kemudian ia akan benci Xander juga jika melihat pria itu langsung. Lucas datang membawa beberapa potong daging BBQ yang telah matang dipanggang. Menyimpanya di atas meja diantara dua wanita cantik itu, kemudian ia duduk di samping Kizzie. Tanpa memikirkan jumlah makanan yang sudah dimakan, Leoni mengambil dua potong dagig ke dalam piringnya lalu ia makan dengan lahap. "
"Payudaraku bengkak." Dua orang itu saling menatap. Xander yang menatap Leoni bingung pun kosong, sementara Leoni yang menatap Xander penuh rasa malu. "Aku akan membuatkanmu kompres air hangat," kata Xander segera bergerak mencari benda untuk kompres. Leoni telah membuka bajunya dan menyisakan bra saja ketika Xander telah siap dengan kompresanya. Xander yang tahu harus berbuat apa langsung membuka bra istrinya dan meletakan handuk panas di sana. Keduanya duduk di sofa kini, duduk saling berdekatan dengan Xander yang terus menopang handuk di depan payudara istrinya. "Masih terasa sakit?" tanya Xander, dan Leoni mengangguk pelan. "Jangan menyentuh ujungnya, di sana juga sangat sakit." Xander berdeham samar. Pandanganya justru kabur sekarang, pening melihat dua benda menggoda di depana, benda kesayangan yang sudah lama ia lihat dan sayang-sayang. "Perutmu masih mual?" tanya Xander mencoba mengalihkan perhatian dengan bertanya hal-hal kondisi pada istrinya. "Tidak." "
Di dalam ruang kerjanya Xander tengah duduk fokus mengerjakan pekerjaan saat tiba-tiba telepon di atas meja berdering. Sekretarisnya menghubungi dari luar jika ada seorang tamu yang datang mengunjunginya. Tidak lama setelah itu pintu ruangan Xander terbuka. Menampilkan sang sekretaris bersama wanita cantik yang dia antar untuk masuk. Laura. Wanita cantik itu datang setelah sekian lama. "Hai Xander, bagaimana kabarmu?" tanya Laura pada Xander yang gontai melangkah mendekat padanya. Dua orang itu kemudian duduk bersama di sofa yang baling berhadapan. Laura memberikan sebuah papperbag kecil berisikan satu botol redwine di dalamnya. Keduanya sudah sangat jarang bertemu. Sesekali hanya untuk membicarakan masalah pekerjaan saja, tidak lebih. Tidak seintens beberapa bulan yang lalu ketika Xander sangat sering sekai datang berkunjung ke apartmentnya. "Aku membawakan ini untukmu, kutahu ini redwine kesukaanmu, Xander," tuturnya. "Terimakasih, Laura." "Sebenarnya aku datang untuk
Di pertemuan yoga pertama Leoni dan Kizzie. Semuanya berjalan sukses, terlebih lago pelatih yoga mereka masih muda dan sangat tampan. Dua wanita cantik itu terus membicarakan pria tersebut sepanjang jalan mereka kembali. Seolah s "Tapi aku lebih menyukai otot suamiku. Otot tubuhnya sangatlah terbentuk sempurna," lontar Leoni pada Kizzie yang tak berenti mengagumi tubuh pelatih baru mereka. Keduanya berada di dalam mobil kini, dan Kizzie yang menyetir. Sementara di samping kursi kemudi Leoni sibuk memakan ice cream yang sebelumnya ia beli. Padahal baru saja olahraga, tapi asupan kalorinya malah ia tambah dengan mudah. "Dia berwajah manis, berbeda dengan wajah tegas Xander yang garang," timpal Kizzie, dan di samping Leoni mengangguk pelan. "Tapi Lucas lebih manis," imbuh Kizzie tentu saja. Meskipun keduanya sama-sama mengagumi pria di luar, tapi tetap milik mereka yang terbaik pun tidak ada tandingannya. Mobil itu terhenti tepat di depan sebuah restoran jepang. Di mana Leoni
Kediaman Barney. Laura sibuk mematut dirinya di depan cermin. Memakai dress cantik yang membalut tubuhnya berwarna putih dengan high heels senada. Rambut blonde nya ia biarkan terurai panjang dibuat curly pada bagian bawah serta riasan make up tipis membuat segar pada wajah cantiknya. Malam ini adalah malam di mana akan diadakan makan malam spesial di kediamannya. Mengundang tamu yang tak kalah istimewa untuknya. Xander Miller. Ya, pria yang ia tunggu kedatanganya. Senyuman manis terus terpatri pada wajah cantik Laura. Menguar kebahagiaanya hingga pada Barney yang melihat ikut merasakan kebahagiaanya. Pria tua itu tersenyum senang melihat putri kesayanganya ceria. "Selamat malam, Sayangku. Kau sungguh cantik malam ini." Laura mengulum senyum di hadapan ayahnya. "Bukankah aku memang sudah cantik setiap hari, Ayah?" "Ya, kau benar. Kau memang cantik setiap hari, setiap detik, pun setiap saat. Kau memang putriku yang paling cantik." Ia terkekeh. "Ayah hentikan itu. Kau sela
"Ah ... Xander." "Ada apa?" "Perutku." "Ada apa dengan perutmu?" tanya Xander khawatir. Keduanya masih berada dalam perjalanan menuju penthouse mereka setelah kembali dari kediaman Barney yang jarak tempuhnya lumayan jauh. Xander yang mengemudi mencoba memelankan laju kendaraan ketika istrinya mengeluh kesakitan. "Kedinginan, perutku kedinginan dan ingin dipegang oleh sentuhan hangatmu," goda Leoni dengan senyuman. Padahal Xander sudah terkejut dan cemas, tapi istrinya itu malah tertawa dan terkekeh senang. Segera saja Xander gelitiki sisi perut Leoni yang kontan semakin tergelak di sana. Leoni menarik tangan Xander, membawanya ke dalam dekapan. Membiarkan suaminya mengemudi hanya dengan satu tanganya saja. Entah kenapa setelah beberapa minggu benci dan muak melihat Xander, kali ini justru Leoni sangat ingin bermanja bersama suaminya. Apa mungkin emang seperti ini mood ibu hamil? Karena sebelumnya Leoni mengurus dirinya sendiri ketika hamil Zeline. Setengah jam berla