Celine membelalakkan matanya saat mendengar perkataan lelaki itu. Dia secara spontan menendang tubuh Dominic dengan sangat keras dan bangkit dari ranjang untuk melarikan diri. Tentu karena dirinya tidak mau berakhir menjadi wanita simpanan. Sayangnya, tendangannya tidak terlalu memberi efek berarti dan membuat Dominic bisa dengan cepat bangkit kembali. Lelaki itu dengan mudah meraih pergelangan tangan Celine dan menariknya ketika hampir mencapai pintu.
"Setelah menampar, menendang dan membuatku marah, kauingin melarikan diri?"
Celine mengetatkan rahangnya. Dia memberontak, sialnya Dominic telah mengunci lengannya dari belakang hingga sulit baginya melepaskan diri. "Lepaskan, Sialan! Ah—"
Ucapan Celine terpotong saat tubuhnya tanpa diduga diangkat oleh Dominic dari belakang. Dia yang belum sempat berontak, sudah di lempar kembali ke ranjang dengan tubuh Dominic yang mengurungnya. Mata hazel itu tampak menyala-nyala karena emosi. Celine sedikit takut melihat
Celine membuka pintu rumah dengan perasaan gelisah. Keringat tampak keluar dari wajahnya. Sesekali, dia mengusap lehernya. Koper miliknya diseret pelan dan hati-hati. Ruang tengah itu sudah kosong. Tidak ada sang suami atau anaknya. Tentu saja, malam ini sudah cukup larut. Celine baru kembali setelah tidur dengan Dominic. Dia datang seperti hanya untuk memuaskan hasrat lelaki itu.Senyum kecut muncul di bibirnya, Celine menyesali apa yang terjadi. Dia menutup pintu dengan pelan dan menghembuskan napas berkali-kali. Saat ini dirinya tidak bisa untuk tenang. Sikap Dominic telah mengingatkannya pada kejadian di masa lampau. Seseorang yang membuat masa depannya hancur. Kedua tangannya mengepal erat, Celine benci mengingat kebodohannya dulu.Sambil memijat pelipisnya pelan, Celine membuka pintu kamar dengan hati-hati. Matanya menemukan sang suami berbaring membelakangi. Celine mengira jika Rayyan sedang tidur, akan tetapi dugaannya salah ketika lelaki itu berbalik dan men
Sepanjang hari, Celine tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Dia rasanya ingin pergi menemui sang suami dibanding duduk dan berkutat dengan laptop. Rasa lelah menderanya. Apalagi setelah malam kemarin yang masih lekat dalam ingatannya. Celine yang menahan kesal dan mengutuk dirinya, tanpa sadar menekan terlalu keras bolpoin miliknya hingga goresan pena terlihat di atas kertas yang merupakan berkas penting. Proposal kerjasama yang harus dia berikan pada Dominic, kini telah rusak. Celine harusnya memberikan itu, tapi karena atasannya tidak ada, dia belum berani masuk ke dalam. Sialnya, dia tidak sadar dengan apa yang terjadi. Hingga selang lima menit kemudian, pintu terbuka, Dominic sudah tiba dengan jas yang tadinya terkancing rapi, kini terbuka dan memperlihatkan kemeja putihnya. Celine yang menyadari kehadiran lelaki itu sontak berdiri dengan refleks. Tindakannya yang terkejut, menyenggol dan membuat segelas kopi di samping kirinya jatuh. Untung tidak ada berkas yang terkena
"Kau tahu, seharian ini kau membuat banyak kesalahan, Celine. Kau tidak fokus saat meeting, kau juga salah menginput data, memecahkan gelas dan merusak dokumen. Katakan, apa yang membuatmu seperti ini?"Sembari duduk di kursinya, Dominic menatap Celine penuh intimidasi. Kedua tangannya terlipat di atas meja. Dia kesal? Tentu saja, Dominic harus menahan diri sejak saat Celine melakukan banyak kesalahan. Wanita itu seperti sedang menguji emosinya. "Celine, katakan. Kau tidak sedang berusaha membuatku sakit kepala 'kan?"Celine masih menunduk di kursinya. Dia mengepalkan tangannya. Bibirnya ingin mengatakan jika semua ini adalah salah lelaki itu sendiri. Dominic telah membuatnya tidak bisa berkonsentrasi sejak tadi. "Maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya lagi.""Berhenti minta maaf, aku tidak butuh itu. Aku hanya ingin kau jujur, apa kau memiliki masalah? Jika kau terus seperti ini, kau bisa saja—""Apa saya akan dipecat?" Celine mengangkat kepalan
Dominic duduk tenang sembari menatap Giovanni yang ada di depannya. Sementara di sampingnya, ada Tiffany yang tengah memeluk erat lengannya. Wanita itu tersenyum dan bersikap begitu manja. Padahal sebelumnya, mereka tidak pernah sedikit pun berdekatan seperti ini. Dominic selalu risih. Dia bukan tipikal lelaki yang senang ditempeli wanita. Apalagi setelah peristiwa di masa lalu. Hanya Celine yang selama ini dibiarkan dekat dengannya. Dia selalu merasa nyaman di samping wanita itu. Mungkin karena Celine selalu bersikap tak acuh? Di saat para wanita tanpa tahu malu mendekat, wanita itu justru tidak tertarik semenjak pertemuan pertama mereka."Maaf, Tuan Gio, saya baru bisa menemui Anda secara pribadi," ucap Dominic sembari menatap datar lelaki paruh baya yang tersenyum lebar ke arahnya."Kenapa masih bersikap formal? Kau akan segera menjadi menantuku. Panggil saja aku sebagaimana putriku memanggil. Lagi pula, ini bukan area pekerjaan."Layaknya seorang ayah
Di sebuah ranjang, terlihat seorang wanita terusik dalam tidurnya saat dering ponsel berbunyi nyaring. Dia mau tak mau harus terbangun dan meraih ponsel miliknya yang ada di sampingnya. Mengangkat panggilan itu karena tidak mau suaminya yang masih tertidur pulas setelah kegiatan panas mereka semalam, harus terbangun."Halo? Siapa ini?""Celine, ini aku. Dominic," balas sebuah suara di seberang telepon.Celine yang awalnya mengangkat panggilan setengah mengantuk, seketika dibuat melotot dan tersadar. Dia segera menatap nomor yang menghubunginya dengan kaget. Hatinya bertanya-tanya, kenapa Dominic menghubungi pagi-pagi sekali? Jam masih menunjukkan pukul empat pagi. "Ada apa?""Aku tidak bisa masuk kerja hari ini. Tolong kau urus dan batalkan semua pertemuan hari ini."Kening Celine mengernyit, dia ingin menanyakan apa yang terjadi dengan lelaki itu sampai Dominic memutuskan tidak berangkat kerja, tapi dia sedetik setelahnya,
"Ada apa kalian memanggilku, Ma, Pa?"Dominic berjalan masuk ke dalam rumah orang tuanya dengan langkah santai. Dia melihat Kenneth dan Daisy menoleh. Ekspresi penuh khawatir terlihat di wajah wanita tua itu yang seketika berjalan menghampiri Dominic."Astaga, Sayang, apa yang terjadi? Kenapa dengan wajahmu?" pekik Daisy sambil membolak-balik wajah Dominic. Lebam dan beberapa luka memenuhi wajah tampan putranya. Menimbulkan perasaan cemas yang berlebih. Dia tidak bisa untuk tidak curiga dengan apa yang terjadi pada Dominic. Peristiwa di mana anaknya dulu dipukuli, kembali muncul dalam kepalanya. "Apa kamu dikeroyok lagi?""Hentikan, Ma, aku baik-baik saja. Ini hanya perkelahian biasa. Sekarang, ada apa kalian memanggilku?" Dominic melepaskan kedua tangan Daisy dan berjalan mendekati sofa. Dia mendudukkan bokongnya di depan Kenneth, bersama Daisy yang duduk di sebelahnya. Wanita tua itu masih khawatir dengan apa yang terjadi pada anaknya."Tidak ada, Mama hanya pe
"Sayang, apa kamu tahu siapa yang membayar iuran sekolah Al?" Rayyan mendekat ke arah Celine yang saat ini tengah mendudukkan bokongnya di kursi kayu. Istrinya baru saja duduk setelah pulang dari kantor."Huh? Bukannya kamu yang membayarnya?" tanya Celine dengan alis berkerut. Dia menatap suaminya bingung. Tadi pagi, saat Celine berniat menitipkan uang iuran sekolah Arion pada Marta, Rayyan menawarkan diri untuk memberikannya secara langsung ke sekolah sang anak."Tidak, uang yang kamu berikan masih ada di tanganku. Tadi wali kelas Al mengatakan kalau semua uang bayaran sudah lunas. Katanya, ada seorang perempuan yang datang dan membayarnya. Aku pikir itu kamu," tutur Rayyan sembari memberikan lembaran uang yang tadi Celine titipkan untuk bayaran. Semuanya masih utuh."Perempuan?"Celine terdiam dan berusaha mengingat-ingat sesuatu. Dia belum menyuruh orang untuk membayar iuran sekolah anaknya. Celine pun mendapat uang cukup banyak dari hasil pember
Tiga hari berlalu dan Dominic masih belum memunculkan batang hidungnya. Celine melihat berita sudah sedikit reda, meski tidak ada konfirmasi dari pihak mana pun. Tiga orang itu sama-sama bungkam. Dia tanpa sadar mengikuti berita itu karena penasaran. Siapa yang salah di sini? Apakah Dominic benar-benar korban atau ini hanya skenario yang sengaja dibuat?Tidak ada yang bisa Celine lakukan selain mengaduk-aduk makan siangnya tanpa minat. Sejuta pertanyaan masih memenuhi isi kepalanya. Membuat salah satu karyawati di depannya menatap heran."Bu, apa ada masalah? Anda terlihat seperti tergganggu."Celine mengangkat kepalanya. Dia terdiam menatap wanita yang dia lupa namanya itu, lalu sebuah senyum kecil tersungging di bibirnya. "Tidak apa-apa. Jangan hiraukan saya."Wanita itu mengangguk. Menduga jika Celine pusing dengan pekerjaan kantor. "Pak Dominic belum masuk, Bu? Saya tidak melihat beliau sejak tiga hari lalu," ucap wanita itu kembali."Hmm
Cup.Sebuah kecupan lembut menyentak kesadaran Celine dari lamunannya. Dia menoleh ke arah suaminya yang kini memeluk erat tubuhnya. Bibirnya mengukir senyum manis ketika Dominic mencuri satu ciuman di sana. Sungguh, Celine tidak percaya dengan kenyataan bahwa kini dia menikah dengan lelaki licik yang menjeratnya.Pernikahan yang melelahkan tadi pagi, membuat Celine akhirnya bisa beristirahat sejenak setelah pesta resepsi dan segala adat istiadatnya. Meski sekarang, dia tentu akan melaksanakan kewajibannya sebagai istri Dominic. Melayani suaminya."Kenapa kau belum tidur? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Dominic sambil meletakkan kepalanya di pundak Celine. Dia meraih tangan istrinya, namun Dominic mengernyit bingung menyadari ada sesuatu yang dipegang oleh Celine. Dia menarik benda itu dan melihatnya. Membuat Celine mau tak mau ikut berbalik. "Apa ini?""Itu—""Rayyan?"Dominic menatap benda yang ternyata adalah foto Rayyan dan Celine dengan Arion. Ke
Celine terdiam menatap pantulan dirinya depan cermin. Dia tengah mencocokkan gaun pernikahannya dengan Dominic. Setelah lebih dari tiga bulan sejak kematian Rayyan dan persiapan pernikahan, dia akhirnya akan segera menyandang status sebagai istri dari Dominic. Lelaki yang dia cintai sekaligus ayah dari anaknya.Pandangan Celine kemudian terpaku pada perutnya yang membesar. Dia mengusap lembut calon anaknya. Gaun pengantin itu sengaja dibuat besar di bagian perut dan tidak terlalu ketat agar dia tidak terlalu sesak karena perutnya yang buncit. Celine harap dia tidak akan menyesal dengan pilihannya. Dia juga berharap Dominic mengubah sikap buruknya. Meski memang, lelaki itu menjadi lebih perhatian padanya. Namun kadang kala, Dominic keras kepala dan masih tidak mau mengalah dalam beberapa hal. Terutama masalah Dominic yang berubah menjadi sangat overprotektif. Baik padanya atau pada Arion. Dia kadang harus memasang ekspresi marah dulu agar Dominic mengalah.Celine
Celine tersenyum menatap anaknya yang tidur nyenyak bersama Dominic. Arion benar-benar tampak sangat akrab dengan lelaki itu. Celine tidak percaya, hubungan Dominic dengan Arion bisa sedekat ini. Haruskah dia menikah dengan Dominic? Tapi Celine belum melupakan Rayyan, suaminya yang meninggal karena menyelamatkannya. Semua itu membuatnya kembali sedih.Air mata tanpa sadar kembali menetes. Celine mengusapnya kasar dan berbalik untuk pergi. Namun saat dia akan menutup pintu, terlihat Dominic yang terbangun. Lelaki itu mengusap matanya dan menoleh. Lalu bangkit dan menghampirinya."Celine?""Maaf, apa aku membangunkanmu?" tanyanya dengan wajah tidak enak ketika Dominic berjalan mendekat. Celine bisa melihat wajah lelaki itu yang tampak mengantuk. Dia merasa bersalah karena mengganggunya."Tidak, maaf aku ketiduran. Aku tidak sengaja." Dominic tersenyum seraya menutup pintu kamar dan membiarkan Arion sendiri."Kenapa minta maaf? Tidurlah kembali, seperti yang ka
Celine menatap kejauhan rumah milik Dominic. Dia merasa gelisah dan tidak tenang. Celine penasaran, tapi dia ragu untuk mendekat. Ada banyak rasa takut yang menguasainya. Setelah satu minggu lalu berbincang ringan dengan mantan managernya, Celine memutuskan untuk melihat keadaan Dominic dari jauh. Sayangnya, dari jarak seperti ini, dia tidak menemukan siapa pun dan tidak tahu keadaan Dominic.Haruskah dia melangkah lebih dekat?Tidak, Celine merasa bersalah. Dia payah. Dia sudah berjanji untuk pergi dan tidak berhubungan lagi dengan Dominic. Lelaki itu juga pasti sudah membaca surat yang dia titipkan pada Marta. Bagaimana mungkin dia membatalkan niatnya dan menjilat ludahnya sendiri? Jangan konyol! Dia tidak boleh kembali kembali pada Dominic.Kepalanya terus berusaha menahannya dan memintanya untuk berbalik pergi meninggalkan rumah yang ada di seberang jalan. Namun hatinya menyuruhnya tetap melangkah. Pergi menemui Dominic dan memastikan keadaannya. Kepalanya terasa
Dominic keluar dari ruang meeting dengan dibantu Jerry. Dia akhirnya harus turun dari posisinya sebagai CEO dan menerima surat pengunduran diri dari Celine. Dominic bisa menerima dia diturunkan, tapi dia tidak bisa menerima saat mengetahui fakta bahwa Celine pergi darinya. Wanita itu meninggalkan rumah lama dan entah pergi ke mana. Itu membuat hatinya kacau. Dominic merasakan sakit di dadanya. Dia ingin mencari keberadaan Celine dan mendapatkan wanita itu kembali. Dominic sudah berjanji pada Rayyan dan dirinya yang akan menjaga mereka. "Jerry, apa Celine sudah ditemukan?" "Belum, Tuan. Kami masih mencarinya," ucap Jerry sambil membawa turun Dominic menuju mobil di area basement. "Apa tidak ada yang tahu, dia pergi ke mana?" "Tidak, tapi saya diberikan sebuah surat dari seorang wanita tua bernama Marta. Beliau bilang, itu dari Nyonya Celine untuk Anda." Jerry membantu Dominic masuk ke dalam mobil dengan susah payah. Hingga kemudian dia segera berjalan kembali menuju kemudinya. Sebel
Setelah seminggu lebih berada di dalam rumah sakit dan tidak bisa ke mana-mana, akhirnya sekarang Dominic sudah diizinkan untuk pulang, meski itu atas dasar pemaksaan. Dia bisa istirahat di rumah. Sayangnya, seolah baru usai masalah yang dia hadapi, Dominic menerima kabar dari ayahnya yang cukup buruk. Scandal yang menjeratnya enam tahun lalu dan perselingkuhannya terungkap. Beberapa investor ada yang menarik diri dari proyek baru mereka dan saham perusahaan turun drastis. Para pemegang saham pun menuntut diadakan rapat.Dominic tahu pada akhirnya ini akan terjadi. Dia mau tak mau harus mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas perbuatannya. Mungkin dia akan diturunkan secara tidak hormat atau bahkan dipenjara. Namun untuk yang kedua, dia tidak mendengar adanya tuntutan, Celine tidak menuntutnya. Apa orang tuanya sudah mengantisipasi hal ini?"Kamu tenang saja. Jangan terlalu memikirkan itu. Tugasmu adalah menyembuhkan diri," ucap Daisy seolah tahu apa yang
Di dalam sebuah padang rumput yang luas, Dominic berdiri kebingungan. Dia tidak tahu di mana dia berada saat ini. Hanya desiran angin yang terdengar. Dia bergeming untuk sejenak. Sampai rasa takut mulai menguasainya. Tidak ada Celine, Arion atau orang tuanya. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dan tidak ada seorang pun di sini.Apa dia sudah mati?Pertanyaan itu memenuhi isi kepalanya. Membuatnya ketakutan dan tanpa sadar berlari ke depan. Namun sayangnya, dia tidak melihat jalan keluar. Semuanya hanya padang rumput. Dia yang berlari tanpa alas kaki, tentu saja membuat duri-duri melukai kakinya, hingga mengeluarkan darah. Meski hal tersebut sama sekali tidak membuatnya memelankan langkah kakinya.Sayangnya, di sana Dominic seolah berputar-putar dan hanya rasa lelah yang dia dapat. Suara napasnya yang saling memburu terdengar jelas. Sampai akhirnya, Dominic memutuskan untuk berhenti. Dia jatuh terduduk di antara rerumputan itu. Satu persatu, air matanya berjatu
Pandangan Celine mulai buram oleh air mata. Hatinya hancur saat melihat orang yang dia cintai telah pergi meninggalkannya. Bukan tempat atau waktu yang menjadi pembatas, tapi alam lain. Dia tidak kuasa untuk menahan tangisnya dan jatuh di atas makam itu. Beribu penyesalan atas pengkhianatan yang dia lakukan, kini membuat dadanya terasa amat sangat sakit. Pedang berkarat seolah menembus dan mengoyak tubuhnya menjadi serpihan kecil. Beberapa orang yang datang untuk mendoakan, mulai pergi perlahan dan meninggalkannya yang kini merasakan kehilangan.Penyesalannya terlambat. Celine tidak bisa meminta maaf pada sosok yang dia sakiti. Orang yang selalu menjaganya selama ini dan melindunginya saat dia jatuh. Rayyan telah menghukumnya dengan penyesalan yang begitu dalam. Lelaki itu pada akhirnya telah pergi membawa separuh hatinya. Celine menyesal, tapi dia terlambat untuk mengungkapkan penyesalannya."Ra-rayyan maafkan aku. A-aku bukan istri yang b-baik untukmu. Maafkan aku,"
"Lepaskan Dominic, atau aku akan menembakmu," ancam Celine sambil menodongkan senjata tepat ke arah Jared. Namun lelaki itu terlalu cerdik, hingga menarik tubuh Dominic dan membuatnya sebagai tameng.Celine menelan ludahnya kasar. Air mata lagi-lagi menetes tanpa dikomando. Kondisi Dominic yang dalam keadaan memperihatinkan, membuat hatinya teriris. Lelaki itu menggeleng dan memerintahkan untuk dia pergi. Akan tetapi, Celine tidak mengindahkan. Dia tetap berdiri pada posisinya. Meski pegangan tangannya pada pistol terlihat gemetar, tapi itu tidak menyurutkannya untuk meninggalkan lelaki itu begitu saja."Dia lelaki yang membuat hidupmu menderita. Dia meniduri dan menghamilimu begitu saja. Bukankah seharusnya kau membunuhnya?" ucap Jared sambil mengangkat dagu Dominic dan membuat wajah lelaki itu terlihat oleh Celine.Pandangannya berubah gemetar. Dia tidak suka situasi ini. Celine membencinya. Dominic memang bersalah, tapi saat ini lelaki itu sudah mengakui semu