Sebuah helicopter mendarat pada sebuah bandara yang telah dijaga oleh banyak pria berseragam hitam. Mederick menuntun Ariella keluar dari Helicopter itu menuju sebuah jet berwarna putih yang terparkir dengan rapi di lapangan bandara.
“Ku kira kita akan ke Italia dengan helicopter” Seru Ariella
“Jangan bercanda, kau bisa jet lag jika kita menggunakan helicopter. Tunggu di sini” titah Mederick yang Ariella patuhi. Ella menatap Mederick yang berjalan menuju seorang pria berseragam pilot. Sepertinya pria itulah yang akan membawa jet ini.
Ariella menatap jet itu dengan takjub. Ada tulisan Wston Airlines di badan pesawat. Tulisan berwarna abu-abu yang dibuat seperti ukiran.
Ariella kembali menatap kearah Mederick. Keduanya terlihat berbincang sebelum akhirnya Mederick kembali ke arahnya dan membawanya memasuki jet itu.
Setelah menembuh perjalanan udara selama 17 jam akhirnya jet pribadi milik Mederick mendarat di Milan dengan selamat. Kali ini Meder
“Mr. Yamada” Ucap Mederick “senang melihatmu disini” Lanjut Mederick. Yamada tersenyum lebar yang penuh maksud tersembunyi saat menyambut kedatangan Mederick.“Ingin bertaruh?” tanya Yamada“Berapa yang harus ku pasang?” Mederick bertanya balik. Yamada terlihat berpikir sejenak lalu pandangannya terarah pada Ariella. Menatap Ariella dengan tatapan menilai.Mederick yang menyadari hal itu tersenyum samar. Tidak salah dugaannya jika Yamada adalah pria hidung belang. Menjadikan Ariella sebagai umpan dalam rencananya terbukti sangat berhasil.“Seorang wanita” Tawar Yamada. Tanpa dijelaskan lebih lanjutpun Ariella bisa paham maksud ucapan pria itu.Ariella menatap Mederick. Perasaannya mulai tak enak sekarang apalagi saat Mederick mengambil posisi duduk didepan meja bandar dan berhadapan dengan Yamada“Jika kau menang, dia milikmu” Ucap Mederick pada Yamada, dia mengaba
“Tidak, dia masih hidup, tidak lama lagi” Mederick bergumam diakhir kalimatnya.Dia memang tidak membunuh Yamada karena Dalton yang akan melakukannya. Untuk apa Mederick mengotori tangannya untuk lawan pria tua itu.“Masuklah ke kamarmu” Perintah Mederick lalu mengecup dahi Ariella dan menyuruh gadis itu untuk ke kamar. Setelah memastikan Ariella menjauh Mederick mengalihkan pandangannya pada Ezel.“Kau sudah menghapus semua jejak?” Tanya Mederick“Sudah. Sistem keamanan hotel itu sangat lemah, butuh satu kunci dan semuanya selesai” ucap Ezel dengan senyum riangnya. Pekerjaan tetap Ezel sebenarnya adalah seorang Hacker yang hampir tertangkap karena menjadi penjahat negara sebelum Mederick membawa pria itu masuk ke dalam dunia gelapnya.“Yang kau maksud lemah itu hotel mantan bos mu” Ucap Mederick membuat Ezel mendelik“Jangan sebut pria jelek itu lagi” ketusnya&l
Dini hari, Ariella terbangun sambil memegang perutnya yang terasa sakit. Dia lupa jika sejak siang dia tidak sempat makan. Ariella menatap kamar yang dia tempati selama di Milan, kasur disampingnya terasa dingin, dia yakin jika Mederick belum ke kamar mereka. Ya di mansion Paraliv, Mederick bersikeras agar mereka tetap tidur dikamar yang sama dengan alasan banyaknya pelayan yang mungkin akan memantau mereka dan melaporkan pada Dalton. Ariella melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, suasana mansion yang temaram dengan hawa dingin dari dinding beton tak membuat Ariella takut. Ariella akui jika mansion besar itu terasa sangat mencekam di malam hari. Apalagi tidak ada seorang pelayanpun di sana. Srat.. Suara sayatan itu membuat langkah Ariella terhenti. Dia berpegangan pada dinding karena rasa lemas pada kedua kakinya saat melihat Mederick memegang sebuah pisau yang berlumuran darah dan seorang wanita yang terjatuh didepannya. “Cepat katakan! kau tau b
Setelah melihat kejadian tadi malam, Ariella memiliki tujuan awal ingin kedapur untuk makan mengurungkan niatnya, pembicaraanya dengan Mederick membuat Ariella mengantuk sehingga memilih menahan lapar dan kembali tidur.Alhasil pagi ini Ariella kembali merasakan kelaparan, memakan sarapannya dengan lahap, sesekali dia bersitatap dengan Mederick yang berada didepannya.“Kau tidak makan?” tanya Ariella saat tatapan mereka kembali bertemu. Dia sedang memakan Mased potato dengan steak, salad dan soup cream secara bergantian.“Aku tidak suka sarapan” Jawab Mederick sambil menyesap sampanye-nya“Lalu kenapa kau menatapku seperti itu?” Ucap Ariella ditengah kunyahannya“Ini pertama kalinya aku melihatmu makan tanpa manner” Ucap Mederick dengen kekehan pelan, dia meletakan gelas berisi sampanye dan bersidekap dada, mata abu-abu itu menatap Ariella dengan kilatan geli.Ariella mendongak, suapannya terhe
Indonesia, Jakarta 10.20 AMPanti Asuhan Anugrah sejahteraKaki jenjangnya menyusuri halaman luas panti asuhan dengan kedua tangan yang sibuk membawa paper bag besar berisikan mainan dan snack. Anak-anak yang semua mengintip dari jendela langsung berhambur keluar ketika melihat siapa yang datang ke panti asuhan mereka“Kak Ella” Teriak bocak kecil berusia 6 tahun“Hai Hana, jangan lari nanti jatuh” Ucap Ella dengan halus“Hana rindu kakak” Ucap Hana yang langsung memeluk Ariella.Semua anak langsung mengerumuni paper bag yang Ariella bawa. Sedangkan dari kejauhan wanita yang sudah berumur mulai mendekati Ariella dengan wajah yang penuh dengan senyuman“Ibu Susan” Sapa Ariella sambil menggendong Hana “Selamat pagi, Bu Susan. Saya sangat senang bisa kembali ke sini. Bagaimana kabar Ibu?” Ucap Ariella dengan senyum ramah“Selamat pagi, Ella. Kabar saya baik, terima kasih. Kami semua sangat menantikan kapan kamu akan berkunjung ke sini lagi.”“Maaf ya bu baru bisa berkunjung”“Astaga Ell
“Ayo pulang. Aku kemari untuk menjemput kucing kecilku yang kabur” Ucap Mederick dengan sarat akan arti yang membuat Ariella merinding.“Kak Derick, Kak Ella bilang dia ingin bercerai dari kakak” Celetuk Faniya secara tiba-tiba dengan suara nyaring. Andrew langsung menahan Faniya yang mencoba mendekati Mederick“Mederick, ini semua salah paham” Ucap Andrew dengan wajah pias. Baru kali ini dia bisa bersuara setelah kedatangan Mederick. Iris abu-abu pria itu selalu menatap Andrew dengan tatapan tajam“Benar Kak Derick ini semua salah paham jadi kakak jangan bercerai dengan kak Ella yaa” Ucap Faniya dengan lirih“Benarkah itu Kitten, kau ingin berpisah denganku?” Tanya Mederick dengan seringain miring“Kau percaya dengannya?” Tunjuk Ariella pada Faniya“Mungkin saja”Ariella memutar bola matanya “Wanita bodoh mana yang ingin melepaskan pria sepertim
Mason mengendari mobil dengan kecepatan penuh. Tangannya mencengkram stir dengan kuat, menyalurkan semua amarah yang siap di ledakan. Disebelah pria itu ada sebuah dokumen berisi laporan yang diberikan oleh Carl tentang Faniya.Begitu memasuki pekarangan mansion Darwin, Mason segera turun dan masuk ke dalam. Dia berniat menuju kamar untuk menemui Faniya namun ternyata wanita itu sedang berada di ruang tamu.“Kau sudah pulang.. tumben cepat sekali, Oh kau mau menemaniku nanti?” Faniya memekik gembira. Dia mengira Mason datang untuk menemaninya cek kandungan nanti, langsung saja Faniya memeluk pria itu. Merasa tak mendapat balasan, Faniya mendongak mendapati rahang Mason yang mengetat dengan tatapan menghunus padanya“Ma-mason.. ada apa? Kau kelelahan?” Faniya berucap takutMason melirik sekilas kearah perut wanita itu lalu kembali menatap wajah wanita itu dengan tajam. Tiba-tiba Mason tertawa lantang. Terdengar menakutkan bagi Faniy
“Kau masih berhubungan dengannya?” Suara berat terdengar tepat disamping telinganya membuat Ariella menoleh. Mederick berdiri dengan kedua tangan yang disilangkan didepan dadanya. Mata abu-abu itu menyorot Ariella dengan intens.“Siapa yang kau maksud?” Ariella bertanya balik“Mason Servant” Ucap Mederick. Salah satu alisnya terangkat, mata abu-abu itu menatap Ariella dengan pandangan tak suka“Memangnya kenapa? tidak boleh?” Ucap Ariella tanpa merubah mimik wajah tenangnya“Aku tidak suka jawabanmu, kitten” Ucap Mederick menyuarakan ketidaksukaannya dengan jawaban yang diberikan Ariella.Ariella menatap Mederick, manik coklat itu menyorot ekspresi wajah Mederick dengan misterius. Terlebih pria itu memegang sebuah tab ditangannya.“Ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku bukan?” Ucap AriellaMederick tersenyum miring “Masih ada 20 hari sejak kesepakatan kita, tapi kurasa kau hari melihat ini” Mederick menyerahkan tab ditangannya pada Ariella. dia menyeringai samar ketika memperhatik
Mederick menyerahkan sebuah kertas pada Ariella. Surat pengalihan seluruh aset milik atas nama Mederick pribadi. Mulai dari property hotel, restoran bintang 5 miliknya hingga asset lain seperti mansion dan gendung-gedung atas nama Mederick ditambah lagi pulau pribadi milik Mederick“Kau mau menjual ini semua?” Tanya Ella penasaran karena Mederick menyerahkan dokumen itu ke arahnya. Mederick menggeleng. Pria itu menyerahkan sebuah surat yang berbeda dari surat-surat lainnya.“Surat pernyataan?” Gumam Ariella membaca selembar surat yang Mederick serahkan“Semua aset milikku sudah menjadi milikmu termasuk aku. Jadi tandatangani surat yang menyatakan bahwa kau adalah milikku untuk selamanya” Jelas Medrick cepat. Ariella melotot terkejut.“Apa-apaan ini, kau tidak takut jika aku pergi darimu lagi, Der?” Tanya Ariella tanpa menghilangkan raut terkejutnya. Ariella terkesiap saat Mederick bergerak cepat meraih pinggangnya dan mendekapnya lebih eratAriella merasakan hatinya berdebar kencang k
Dalam sebuah kamar rumah sakit yang tenang, Mederick terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur, wajahnya pucat dan lesu. Tidak jauh darinya, Ariella duduk di kursi, pandangannya terpaku pada wajah Mederick yang lelah. Pikirannya berkecamuk dengan beragam emosi, dari kemarahan hingga belas kasihan."Dia selalu saja menyebalkan" gumam Ariella pelan. "Tapi, aku tidak bisa membantah bahwa dia peduli padaku." Dia merenung sejenak, mengingat momen-momen mereka bersama, bahkan di antara pertengkaran dan konflik yang tak kunjung usai.Ariella menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Tapi itu bukan alasan untuk membiarkan dirinya menyakitiku" gumamnya dengan suara penuh ketegasan. "Dia harus belajar mengendalikan emosinya, seperti yang selalu dia katakan kepadaku."Saat itu, Mederick mulai bergerak, matanya terbuka perlahan. Ariella segera berdiri, tatapannya bertemu dengan Mederick yang masih lemah. "Kau sadar" ucapnya dengan suara lembut, mencoba menenangkan pria itu
Sementara itu, di pulau terpencil yang jauh dari kekacauan di villa mewah Mederick, Ariella Dfretes duduk di sebuah teras dengan pemandangan pantai yang tenang. Bersama dengannya adalah Faniya dan Mason, dua orang yang telah memberikan perlindungan dan kedamaian setelah ia melarikan diri dari kekacauan yang diciptakan oleh Mederick."kak, aku masih tidak percaya bahwa kau berhasil melarikan diri dari Mederick" ujar Faniya dengan nada prihatin. "Kakak tahu bahwa dia tidak akan pernah berhenti mencarimu."Ariella mengangguk dengan penuh ketegasan. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa lagi tinggal di bawah pengaruhnya. Aku butuh kebebasan, dan aku tidak akan kembali padanya. Tenang saja aku gak ganggu kalian kok"Mason menatap Ariella dengan penuh kekhawatiran. "Tapi, bagaimana dengan ancamannya? Apakah kau yakin kau aman di sini?""Aku tahu risikonya" jawab Ariella mantap. "Tapi aku lebih baik berisiko hidup di sini daripada hidup di bawah bayang-bayang ketakutan bersama Mederick. Tapi aku ju
Dalam gelapnya malam yang menyelimuti villa mewah itu, Mederick Winston berdiri di tengah-tengah ruangan yang kini tergenang oleh lautan darah dan mayat-mayat yang tergeletak tanpa bentuk. Kekacauan yang terjadi adalah gambaran nyata dari kegilaan yang merajalela di dalam dirinya."SIALAN, KALIAN SEMUA TIDAK BERGUNA!" teriak Mederick dengan suara yang penuh kemarahan, membuat udara menjadi terasa lebih berat di dalam ruangan itu. Tangannya bergetar saat ia memandang ke sekeliling, melihat kehancuran yang ia sebabkan dengan tangannya sendiri.Tak peduli siapa yang berada di depannya, Mederick mengamuk tanpa ampun. Dia tidak membedakan siapa pun yang berada di jalannya, termasuk para bawahannya sendiri. Ia memukul, menendang, bahkan membunuh tanpa ampun, seperti seorang manusia yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.Di antara orang-orang yang menjadi korban kegilaannya, Jack, salah satu bawahannya yang setia, berdiri dengan wajah yang penuh kebingungan dan kecemasan. Selama delap
Ariella berdiri di ruangan rapat, di hadapan tim eksekutif dan staf perusahaannya yang terkejut dan bingung dengan pernyataan yang baru saja Ariella katakan"Saya ingin berbicara dengan kalian semua. Seperti yang kalian ketahui, saya baru saja dilantik sebagai Presiden Direktur perusahaan Darwin. Namun, saya memiliki pengumuman penting yang perlu saya sampaikan."Tim eksekutif dan staf memandang Ariella dengan penasaran. Ariella mengambil napas panjang“Saya telah memutuskan untuk menyerahkan seluruh kekayaan dan aset perusahaan ini kepada sebuah panti asuhan yang membutuhkan. Saya percaya bahwa sebagai pemimpin, tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada mencari keuntungan, tetapi juga pada memberikan kembali kepada masyarakat."Semua yang ada disana termasuk tim eksekutif dan staf terkejut dengan pengumuman tersebut, beberapa di antaranya menunjukkan reaksi campuran antara kagum dan kebingungan.“Tapi bagaimana kelanjutan perusahaan?”Ariella menanggapi pertanyaan itu dengan seny
Langit senja menyala di balik jendela mobil mewah saat Mederick mengemudikannya dengan tenang. Ariella duduk di sebelahnya, tetapi suasana di dalam mobil terasa tegang. Mereka baru saja meninggalkan acara bisnis yang panjang, tetapi tidak sepatah kata pun terucap sejak mereka memulai perjalanan pulang.Dengan napas dalam, Mederick memutuskan untuk memecahkan keheningan yang membelenggu mereka. "Riel, aku ingin meminta maaf."Ariella menoleh padanya dengan pandangan yang penuh pertanyaan di matanya. "Maaf? Maaf untuk apa?" ucapnya berpura-pura tak tahu, meskipun dalam hatinya dia sudah mengetahui alasan di balik permintaan maaf Mederick.Mederick menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tahu belakangan ini aku agak... terlalu cemburu. Aku ingin meminta maaf jika itu membuatmu tidak nyaman."Ariella menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak mengharapkan permintaan maaf seperti itu dari Mederick, yang biasanya sulit mengakui kesalahannya. "meskipun aku m
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur, menggantikan Andrew Darwin sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan” ujar juru bicara perusahaan dengan suara yang tegas dan jelas, memecahkan keheningan ruangan rapat.Prok.. Prok.. Prokk.. Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan, mengisyaratkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari para pemegang saham.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat. Mereka melihat kehadiran Ariella sebagai awal dari babak baru bagi perusahaan, penuh dengan harapan dan potensi.Ariella dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya. Dengan pakaian profesional yang ra
Mederick menghembuskan asap rokoknya dengan napas yang berat. Rokok itu hanyalah pelarian dari kekacauan emosinya yang tak terkendali. Dia merasa putus asa, mencoba memahami perasaan yang berkobar-kobar di dalam dirinya. Meskipun, dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya. Dia hanya bisa merasakan betapa kuatnya keinginannya untuk menjaga Ariella di sisinya, meskipun itu berarti memaksanya.“Aku membencimu. Ayo kita batalkan perjanjiannya!”Kata-kata Ariella membuat Mederick merasa tercengang. Dia mencoba memahami apa yang sebenarnya Ariella maksud dengan permintaan itu. Namun, bahkan dengan segala usahanya, dia tetap tidak bisa menyelami sepenuhnya isi hati wanita itu. Ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya, rasa penasaran yang tak terhentikan, dan dia ingin mengetahui apakah perasaannya itu beralasan.Mederick mencoba membenamkan dirinya dalam pertimbangan-pertimbangan yang melingkupi hubungannya dengan Ariella. Dia merenungkan setiap momen yang mereka lewati bersama, mencari
Ariella menatap langit malam melalui jendela kamarnya, membiarkan pikirannya melayang pada pembicaraannya dengan Faniya tadi siang. Faniya telah membuat keputusan besar dengan keluar dari keluarga Darwin dan mengejar kebebasannya, sementara dia sendiri merasa terperangkap dalam jebakan yang lebih besar.Dalam keheningan malam, pikiran Ariella melayang jauh, mencoba memahami keputusan yang diambilnya selama ini. Dia merenungkan bagaimana hidupnya telah terjebak dalam lingkaran masalah dan tekanan, terutama dalam pernikahannya dengan Mederick.Apakah yang dilakukannya benar?Meskipun dia berjuang untuk mempertahankan dirinya dan mencari kedamaian, dia merasa semakin terjebak dalam kekacauan yang telah dibangun di sekitarnya.Namun, melihat keberanian Faniya untuk keluar dari lingkaran itu memberinya sedikit harapan. Dia menyadari bahwa kebebasan dan kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dia korbankan demi kepentingan orang lain. Mungkin saatnya baginya untuk mengambil langkah besar, s