Di kediaman Radeya. Arumi terlihat cemas setelah berbicara dengan seseorang melalui sambungan teleponnya. Wanita paruh baya itu berjalan tergesa hendak segera pergi dari rumah.
Namun, langkahnya terhenti sejenak tatkala ia berpapasan dengan Nino yang baru saja pulang dari kantor.
"Mama mau pergi ke mana?" tanya Nino yang baru saja masuk ke dalam rumah sepulang dari kantor.
Arumi cukup kaget melihat keberadaan putranya. Namun, ia berusaha bersikap tenang agar tidak membuat Nino mencurigainya.
"Mama akan menemui seorang teman. Ada hal penting yang harus kami bicarakan," sahut Arumi.
Mata pria muda itu menyipit menatap wajah mamanya. "Malam-malam seperti ini?” tanyanya ragu.
Saat ini waktu menunjukkan pukul tujuh malam. Nino merasa aneh melihat sang mama akan pergi saat ini. Ia merasa ada sesuatu hal yang sedang disembunyikan Arumi, tetapi ia tidak tahu hal apa yang se
"Esa, maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu–"Mahesa tersenyum kemudian menarik tubuh Anggita ke dalam dekapannya dan tidak membiarkan wanita itu melanjutkan perkataannya."Tidak apa-apa. Aku sangat mengerti perasaanmu," ujar Mahesa."Kamu tidak marah atau cemburu?" tanya Anggita di balik dekapan Mahesa."Hei, kenapa aku harus merasa cemburu dengan dia yang jelas sudah tidak ada lagi di dunia ini? Sekarang, kamu ini hanya milikku dan akan selamanya menjadi milikku, karena sebentar lagi kita akan menikah," ucap Mahesa tenang dan penuh percaya diri.Anggita tersenyum tipis dan membalas pelukan Mahesa dengan sangat erat serta membenamkan kepalanya di dada bidang pria yang sebentar lagi akan menjadi suami barunya itu.Meski saat ini hatinya cukup terganggu dengan kehadiran Devan dalam mimpinya yang terasa begitu nyata. Namun, Anggita berusaha menepikan perasaannya sendiri. Ia harus melupakan masa lalu dan
Di kantor Radeya, pria paruh baya itu sedang melakukan meeting penting dengan para kolega bisnis untuk mengembangkan perusahaan mereka, termasuk Mahesa, Aluna, Nino dan Arumi berada di dalamnya.Mahesa kembali ke ruangannya setelah acara meeting selesai. Ada banyak pekerjaan yang sedang menanti pria tampan itu.Saat ia baru saja akan duduk di kursinya, iris cokelat itu tak sengaja melihat sebuah amplop misterius tergeletak di atas meja kerjanya.Kedua alis tebal itu saling bertautan menatap penuh rasa penasaran akan isi dari amplop tersebut. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang, tetapi tak ada siapa pun tinggal di ruangannya. Ia mengambil dan membolak balikkan surat itu kemudian satu tangannya menekan tombol telepon untuk menghubungi sekretarisnya."Sisil, apa kau tahu dari siapa surat ini?" tanya Mahesa kepada sang sekretaris.Wanita bernama Sisil itu menggelengkan kepalanya. Ia hanya mengantar surat te
"Dari mana kamu mendapatkan foto-foto ini? Apa aku sedang tidak salah melihat? Pria di dalam foto ini mirip sekali dengan putraku," ujar Radeya dengan suara yang bergetar menahan gejolak perasaan yang sulit diartikan saat melihat wajah yang begitu mirip dengan putra kebanggaannya yang sudah tiada."Benar, Pak. Pria di foto itu sepertinya benar-benar Tuan Muda Devan, putra Anda, Pak. Awalnya saya juga bingung mengapa Bu Arumi pergi ke rumah sakit, tapi setelah saya tanyakan kepada suster yang bertugas di sana, dia mengatakan bahwa pasien yang ditemui Bu Arumi bernama Devan. Selama dua tahun ini Tuan Devan koma dan baru kemarin dia sadar," jelas asisten pribadi Radeya.Ya, dia mengancam seorang suster yang bekerja di rumah sakit itu agar memberikan informasi yang jelas dan benar kepadanya hingga terungkaplah bahwa sebenarnya putra atasannya itu ternyata masih hidup.Satu tangan Radeya mengepal meremas foto-foto pemberian asisten pribadinya, semen
"Devan ...."Arumi terkejut melihat kedatangan Radeya, Aluna dan Nino yang menerobos masuk ke dalam ruang rawat Devan.Wanita paruh baya itu refleks memundurkan tubuhnya membiarkan sangat suami melihat keadaan putranya yang disangka sudah tiada."Pa ...," lirih Devan saat ia bisa kembali melihat wajah papanya.Sebulir cairan bening luruh dari kedua sudut mata Devan begitu pun Radeya. Dua pria itu saling berpelukan dengan hati-hati karena tubuh Devan masih sangat lah lemah."Kenapa ini bisa terjadi? Papa ... Papa kira kau sudah meninggal dalam kecelakaan helikopter itu," ujar Radeya sembari menangis tersedu.Lega dan bahagia karena putra kesayangannya masih hidup. Dia selamat dari kecelakaan pesawat du tahun yang lalu."Syukurlah kau selamat, Nak. Papa sangat bahagia," ucap Radeya lagi. "Terima kasih, Nak. Kamu sudah kembali kepadaku," sambungnya lagi tak bisa membendung rasa syukur dan bahagia
Anggita sangat terkejut mendengar kabar tentang Devan yang sedang ada di rumah sakit dari Nino. Ia yang semula sedang menunggu dijemput oleh mahesa langsung bergegas menghentikan taksi dan langsung pergi tanpa menunggu kedatangan Mahesa.“Pak, tolong antar saya ke rumah sakit!” titahnya kepada sopir taksi yang ia tumpangi.Hati Anggita dipenuhi dengan perasaan yang sulit diartikan. Antara bahagia dan juga bersyukur karena ternyata suaminya masih hidup. Saat ini sejenak dia melupakan tentang hubungannya dengan Mahesa.Rasa hati sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah sakit dan menemui Devan yang selama ini dia rindui. Begitu taksi yang ditumpanginya berhenti di depan rumah sakit, Anggita langsung turun dan bergegas masuk.Dia bertanya kepada petugas resepsionis mengenai ruangan yang ditempati oleh Devan. Setelah mendapatkan info, Anggita langsung bergegas mencari ruangan Devan.
Bagai ada pedang yang menusuk tepat di ulu hati Anggita. Rasanya sangat sakit dan juga menyesakkan. Tatapan Devan begitu tulus penuh cinta, sama seperti dua tahun yang lalu saat mereka masih menjadi suami istri.Anggita merasa sangat bersalah karena ia sudah berhubungan dengan Mahesa. Dan sekarang keadaannya menjadi terasa rumit baginya.“Anggi,” panggil Devan.Wanita itu segera tersadar dari pikirannya.“Ya?” sahutnya bingung.Devan diam selama beberapa detik masih memandangi wajah Anggita.“Ada apa? Kenapa kamu malah melamun?” tanya Devan.Anggita tersenyum tipis kemudian menggelengkan kepalanya.“aku hanya sedang memikirkan pekerjaanku,” sahut Anggita berbohong.“Jangan memikirkan apa pun saat kamu sedang bersamaku. Kamu hanya boleh memikirk
"Aku tak menyangka kamu tega melakukan semua ini kepadaku. Apa salah Devan sehingga kamu memalsukan kematiannya?" ucap Radeya. Terdengar nada kekecewaan dari pria paruh baya itu. Dia menatap sinis wajah sang istri yang baru saja duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Arumi menelan salivanya dengan susah payah. Dia merasakan sedikit gugup berhadapan dengan suaminya karena satu rahasianya terbongkar. "Kenapa kamu menyembunyikan Devan dariku? Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan diam-diam tanpa sepengetahuanku?" tanya Radeya lagi. Arumi menghela napas panjang dan membenarkan posisi duduknya. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyembunyikan Devan apa lagi sampai mencelakainya," sahut Arumi lirih. Ya, dia memang bukan wanita yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Semua yang terjadi kepada Devan murni kecelakaan tak terduga. Memang benar. Dia bersalah karena menyembunyikan kebenar
Dengan berat hati dan sangat terpaksa Aluna meninggalkan ruang rawat Devan untuk menghubungi Anggita. Meminta wanita yang masih menjadi kakak iparnya itu untuk datang menemui Devan.Di toko roti. Anggita sedang bersama Mahesa baru saja akan pergi menemui seseorang yang mengaku mengenal ibu kandung Mahesa. Niatnya untuk menemani Mahesa urung karena mendapatkan telepon dari Aluna yang memberi tahu bahwa Devan ingin bertemu dengannya."Kenapa? Siapa yang menelepon?" tanya Mahesa yang saat itu baru saja membukakan pintu mobil untuk Anggita.Anggita menghela napas panjang dan menggigit pelan bibir bawahnya. Ia merasa tidak enak hati kepada Mahesa karena ia tidak bisa ikut pergi bersamanya."Aluna yang menelepon. Dia bilang Devan tidak mau makan dan minum obatnya kalau aku tidak datang sekarang," ucap Anggita dengan ragu-ragu takut membuat Mahesa marah.Duda tampan itu mengangguk-anggukkan kepalanya dan menghela napas pelan.
Kedua tangan Devan refleks mengepal erat. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain selama beberapa detik. Lalu kembali menatap wajah Anggita dengan sorot yang tajam.Sebelah bibirnya tertarik ke atas, mengulas senyum sinis."Wah, aku tidak percaya ini. Kau rela memohon kepada suamimu sendiri demi pria lain," ucap Devan sinis."Kenapa kau begitu yakin aku mau membantunya?" tanya Devan masih bernada sinis.Anggita mengangkat pandangannya dengan sorot yang berkaca-kaca. Jujur saja, dia merasa sangat bersalah telah melakukan semua ini kepada Devan.Namun, Mahesa saat ini tidak bersalah. Dia hanya sedang dijebak oleh seseorang yang tak lain ialah Radeya, papanya Devan.Dia tahu perbuatannya ini sangatlah tidak tahu malu. Anggita harus memohon kepada suaminya sendiri untuk pria lain."Karna dia hanya korban keserakahan papamu, Devan," ucap Anggita lirih tetapi serius. "Aku tidak bisa menjelaskan lebih detail nya kepadamu, kau bisa mencari
Anggita berjalan tergesa menuju kantor polisi untuk menemui Mahesa yang masih ditahan karena sedang dalam proses penyidikkan. Hatinya berdenyut sakit, kilas bayangan masa lalu mulai memenuhi benaknya. Apa yang terjadi kepada Mahesa, hampir sama persis dengan yang dulu pernah dia lalui."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau pasti tertekan dengan semua ini," ucap Anngita kepada Mahesa yang duduk di hadapannya tetapi terhalang pembatas kaca.Pria itu mendesah kasar. Sayu tatapan matanya menunjukkan bahwa dia sedang sangat lelah dan tertekan."Setelah mengalami semua ini, aku justru malah memikirkanmu," ucap Mahesa.Kedua alis Anngita mengernyit dalam, mencerna maksud perkataan pria di hadapannya."Dulu kau juga pasti sangat tertekan dan merasa ketakutan berada di sini. Orang-orang menginkan kau mengatakan hal yang jujur, tetapi tak ada yang memercayai perkataanmu," ucap Mahesa.Mata mereka saling beradu dan terkunci selama beberapa saat, seolah se
"Ada apa ini? Kenapa kalian masuk ke ruanganku tanpa izin?" tanya Mahesa kepada 5 Laki-laki yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa permisi."Kami dari kepolisian," ucap salah satu dari mereka kepada Zidane sambil memperlihatkan ID card-nya."Kami mendapat laporan ada kasus pencucian dana perusahaan dan kami akan memeriksa ruangan Anda," sambungnya lagi.Mahesa terkejut sekaligus bingung dengan yang terjadi saat ini. Dia sama sekali tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa ruangannya yang harus diperiksa oleh para polisi itu?"Tapi kenapa kalian menggeledah ruanganku?" tanya Mahesa."Karena Anda lah tertuduh yang dilaporkan."Kedua bola mata Mahesa membulat sempurna. Dia refleks menggelengkan kepala, menyangkal tuduhan tersebut."Tunggu! Aku sama tidak mengerti apa maksud kalian. Tolong jangan bertindak sembarangan!” ujar Mahesa." Sebaiknya Anda bicarakan dan jelaskan semuanya di kantor polisi," ujar pria paruh
Keheningan tercipta di ruang keluarga yang menampakan seorang pria bersama ibunya. Mahesa baru saja memberi tahu Laras mengenai masa lalu mereka dan Radeya lah dalang di balik penderitaannya. Laras nampak terkejut antara percaya dan tidak dengan apa yang sudah dia dengar, karena Radeya tak lain ialah sahabat dari suaminya. "Ibu sungguh tidak menyangka Radeya tega melakukannya kepada ayahmu," ucap Laras lirih. Dia teringat pada kejadian di masa lalu, hubungan suaminya dengan Radeya saat itu baik-baik saja dan selalu rukun. Dia tidak tahu hal apa yang menjadi penyebab hubgan suaminya dengan Radeya memburuk sehingga Radeya berani berbuat nekad. Mahesa pun kemudian menceritakan penggalan ingatan masa kecilnya yang pernah melihat Radeya dengan ayahnya bertengkar. Hanya saja, saat itu dia masih terlalu kecil untuk bisa mengerti permasalahan orang dewasa. Yang pasti, sebelum kejadian kebakaran tersebut, Mahesa sempat melihat Radeya membopong ayahnya
"Aku tidak akan behubungan lagi dengannya. Tapi tolong, jangan pernah melakukan apa pun kepadanya," ucap Anngita serius dengan sorot yang terlihat memelas.Semua itu terlihat sangat memuakkan bagi Devan. Wanita yang dia cintai sedang membela pria lain secara terang-terangan di hadapannya.Rahang Devan mengeras, kedua tangannya pun mengepal erat sambil menatap wajah sang istri dengan sorot yang tajam, penuh kekecewaan."Aku benci melihatmu seperti ini!" ujar Devan sambil membuang muka lalu bergegas membuka pintu mobil dan memaksa Anggita untuk segera masuk.Keheningan tercipta di antara Anggita dan Devan selama dalam perjalanan menuju ke rumah mereka. Sementara di sisi lain, Mahesa nampak bersedih akan kandasnya hubungan dengan wanita yang dia cintai.Dia ingin marah, ingin mengumpat kasar menyerukan kekecewaan dan rasa sakit yang sedang dia rasakan. Namun, semua hanya akan berakhir sia-sia.Tak ada yang bisa dia salahkan dalam masalah ini. B
"Aku ingin mengembalikan ini kepadamu, Mahesa." Anggita meraih tangan Mahesa, lalu memberikan cincin miliknya. "Aku tidak bisa menyimpannya lagi," ucap Anggita dengan suara lirih. Iris matanya berkaca-kaca menahan genangan cairan bening yang hendak tumpah."Kenapa kamu mengembalikan cincin ini?" tanya Mahesa.Jelas terlihat rasa keterkejutan terpampang pada raut wajah tampannya. Mahesa menatap dalam-dalam wajah sendu wanita yang paling dia cintai, meminta sebuah penjelasan."Apa kamu benar-benar akan kembali kepadanya?" tanya Mahesa lagi bernada lirih menahan perihnya sayatan luka yang menggores hati.Ingin rasanya dia marah dan berteriak mengungkapkan segala rasa kecewa dan kesakitan yang selama ini dia coba tahan. Berada dalam sebuah hubungan yang rumit, di mana saat ini dia lah yang menjadi orang ketiganya.Mahesa mendesah kasar dan mengusap wajahnya frustrasi. Dia tidak pernah memiliki niatan untuk mundur dan mau mengalah untuk tetap bersabar m
Anggita sedang menata toko rotinya ketika Devan datang menghampiri. Entah dari mata pria itu tahu tempat tinggalnya saat ini. Yang pasti, Anggita merasa sedikit terkejut akan kehadiran pria yang masih berstatus suaminya itu."Mas Devan?" gumam Anggita terkejut. "Mas sedang apa ada di sini? Bukannya seharusnya Mas masih di rumah sakit sekarang?" tanya Anggita penasaran.Bibit tebal dan pucat itu tersenyum tipis. Iris berwana hitam pekat itu menatap teduh bola mata Anggita tak berkedip."Mas merindukanmu. Mas memaksa dokter untuk mengizinkan Mas pulang," ujar Devan menjelaskan.Mulut Anggita terbuka tak bisa menahan keterkejutannya. Ia tahu kondisi Devan belum benar-benar stabil dan butuh perawatan dari ahlinya. Tapi pria itu mengacuhkan keselamatannya sendiri dengan alasan yang sungguh diluar dugaan. Devan merindukannya.Anggita melangkah untuk mendekati Devan. Kedua tangannya mencengkram kedua tangan Devan pelan."Mas masih sakit. Lihatlah!
Di rumah sakit, Devan mencabut paksa jarum infus di tangannya. Meski keadaannya belum benar-benar pulih, pria itu memaksa untuk pulang ke rumah.Dia merasa sudah tidak bisa tinggal terlalu lama di rumah sakit dan menyusahkan banyak orang. Devan ingin memulai kehidupan baru. Ingin menata kembali kehidupan yang sempat ia tinggalkan selama dua tahun."Tuan Devan, saya tidak bisa mengizinkan Anda keluar dari rumah sakit karena Anda masih membutuhkan perawatan," ucap dokter berusaha mencegah tindakan Devan yang memaksa ingin pulang."Aku tidak butuh dirawat di rumah sakit. Aku ingin segera pulang ke rumah dan melakukan semua tugasku!" tegas Devan kukuh dengan pendiriannya.Dokter yang menangani Devan itu menghela napas kasar. Ia baru saja menghubungi keluarga Devan agar segera datang ke rumah sakit untuk membujuk agar pasiennya itu tidak jadi ke luar.Kondisi Devan belum stabil. Jika pria itu memaksakan diri maka tidak menutup kemungkinan akan membuat p
"Apa?! Jadi Mahesa sudah mengetahui bahwa Laras adalah ibu kandungnya?"Radeya menggeram marah ketika asistennya memberi tahu bahwa Gunawan sudah mempertemukan mahesa dengan Laras.Pria paruh baya itu menghela napas panjang. Mengepalkan kedua tangannya dengan erat di atas meja."Iya, Tuan. Maafkan saya karena tidak bisa mencegah Tuan Gunawan," ucap sang asisten sembari tertunduk tak berani menatap atasannya.Radeya mendesahkan napas kasar di udara. Ia tak bisa mengubah takdir pertemuan ibu dan anak itu sekarang.Namun, ia tidak akan membiarkan mereka mengganggu semua yang telah ia capai selama ini.Otak pria paruh baya itu berpiutar memikirkan sebuah trik untuk bisa mencegah agar ia bisa menyingkirkan mahesa dari perusahaannya sebelum pemuda itu mengetahui rahasia yang disembunyikannya selama ini.Sebuah dering ponsel disertai getaran beradu dengan kaca meja sehingga menghasilkan bunyi yang cu