Jenazah Suamiku
Bab 40 : (POV Restu 2)
Seperti perjalanan pergi, Wulan juga mabuk pas pulangnya dan aku tetap kerepotan memapahnya saat pindah pesawat. Akan tetapi aku bersyukur, akhirnya bisa kembali pulang ke tanah air dan sudah berhasil melewati liburan bulan madu yang disusun oleh Mama.
Bukannya nggak mau liburan berdua saja sama Wulan, yah ... dia istriku sekarang dan mungkin acara bulan madu ini sudah menjadi tradisi bagi para pengantin baru. Tapi, ya begitulah, kami selalu terlibat perselisihan dan pertengkaran akan tingkahnya yang selalu membuatku naik darah.
'Tok-tok'
"Masuk, tidak dikunci!" jawabku.
"Res, Mama dan anggota keluarga lainnya udah nunggu buat makan malam." Wulan mendorong pelan pintu kamar dan berdiri di dekat pintu.
Aku hanya diam, menatap wanita yang selalu mengenakan pakaian tertutup dengan balutan jilbab. Dia cantik, tak dapat kupungkiri hal itu, kulitnya putih bersih walau dia tak berdandan seperti wanita l
Jenazah SuamikuBab 41 : Lagi-lagi Fitnah"Cepat suapin!" perintahnya dengan nada sengit.Aku menarik napas panjang, sambil meliriknya jengkel. Nggak kapok juga dia dah kujambak kemarin, sekarang malah main perintah begini. Aku itu nggak suka nada sengit dan ketusnya, nggak bisa apa kalo ngomongnya baik-baik gitu?"Buruan Wulan, saya lapar ini!" ujarnya lagi sambil mendekat dan meraih kotak makan itu lalu memberikannya ke tanganku."Nggak bisa apa kalau makan sendiri?!" gerutuku."Nggak bisa!" jawabnya dengan senyum sinis. "Buruan, Wulan!'"Iya, iya." Aku menghembuskan napas jengkel dan mulai meraih sendok lalu menyuapkan ke arah mulutnya.Restu terlihat membuka mulut, dan kini giliran jantungku yang berdebar tak karuan. Suhu tubuh mendadak panas dingin, aku jadi lebih suka Restu yang galak soalnya kalau dia sok manja begini, aku jadi ingat almarhum.Kucoba mengontrol perasaan aneh yang tiba-tiba menelusup di hati ini, a
Jenazah SuamikuBab 42 : EksekusiSetelah mobil Restu menghilang, aku langsung masuk kamar Winka. Perasaan jadi tak menentu, kayaknya mendadak demam deh. Kutarik selimut dan memejamkan mata, kepala juga mendadak pusing ini."Wulan, kamu sakit, Nak? Ayo, makan siang dulu!" Terdengar samar-samar suara Bu Hera--mertuaku.Aku menurunkan selimut dari wajah, lalu tampaklah mertuaku di dekat ranjang."Kamu demam, Wulan?" Bu Hera memegang dahiku."Eh, nggak kok, Ma, Wulan cuma ngantuk saja," jawabku sambil bangun."Kamu benaran nggak apa-apa, Wulan? Apa kepalanya pusing, mual muntah juga?" tanyanya dengan bibir yang mengukir senyuman.Aku menelan ludah, ini sih mertuaku menyebutkan gejala kehamilan. Cepat-cepat aku menggeleng, karena tak ingin dia terlalu berharap dengan sesuatu yang mustahil."Nggak kok, Ma, Wulan baik-baik saja. Ayo, makan siangnya! Oma dan Tante Rani mana?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan dan membuat dir
Jenazah SuamikuBab 43 : Malam Pertama"Kenapa senyam-senyum gitu? Emangnya ada yang lucu?" Dia mengerutkan dahi, nadanya terdengar ketus."Nggak ... Nggak ada!" Aku berusaha menahan senyum. Nggak heran lagi dengan nada bicaranya sekarang, mungkin sudah jadi ciri khasnya. Yang terpenting tadi sudah mendengar isi hatinya."Gimana ini, jadi ke Villa gak kita?" Restu terlihat memalingkan wajahnya yang memerah.Hmm ... Akhirnya Si Tuan Garang ini meleleh juga, ternyata dia bisa grogi juga walau selama ini selalu menampakkan wajah tembok (tanpa ekspresi)."Ya terserah aja sih, aku mah nurut." Aku mendekat ke arahnya dan meraih lengan kekar pria garang yang kini sudah luntur aura keganasannya itu. Dia memang ketus, tapi aku bisa merasakan kalau dia itu sangat peduli denganku, buktinya dia sudah 3 kali berjasa menyelamatkan hidupku. Dia itu memang terbaik, almarhum tak salah mewariskan aku kepadanya."Ada apa ini? Kok main narik-narik
Jenazah SuamikuBab 44 : Dipending"Sayang, ayo bangun! Masih sempat satu ronde ini sebelum azan subuh." Terdengar bisikan di telingaku juga tangan nakal yang membelai bagian sensetif.Aduuh ... Pinggang masih sakit tapi dia malah ngajakin lagi. Saat membuka mata, dia sudah menyambutku dengan senyuman juga kecupan di pipi."Apaan, Res? Badanku masih terasa patah-patah ini .... " rengekku padanya."Besok pagi aku panggilin tukang pijitnya Mama kalau liburan ke sini, tenang aja!" jawabnya sambil mendekatkan wajah kami dan kembali melancarkan aksinya.Niat hati ingin menolak, tapi tubuh malah menginginkannya. Olahraga subuh ini membuat tubuh semakin panas saja. Aku bisa mengerti hasrat pengantin baru dari suamiku ini, aku dan almarhum juga melakukannya beberapa kali di saat pertahanan sudah berhasil diruntuhkan di hari ketiga pernikahan kami.Hmm ... bukan maksud hati ingin membandingkan keduanya, aku hanya mengenang kenangan dahulu. Res
Jenazah SuamikuBab 45 : POV Restu 3"Res, masa besok udah pulang? Padahal aku udah bilang Mama dan Winka ... Kita seminggu loh di sini," ujar Wulan saat aku baru selesai sholat isya sendiri saja sebab dia mendadak halangan, dia terlihat menahan tawa dan sengaja ingin menggodaku."Hmm ... tanggung cuma seminggu, sekalian saja sebulan." Kuacak jilbabnya dengan gemas."Tinggal di sini saja sekalian kalo gitu." Dia kembali meledek."Pembalutnya gimana ini? Belinya di mana dan merek apa? Kamu berani gak tinggal sendirian?" Aku kembali ke topik utama obrolan."Aku nggak bisa ikut, ini aja nggak berani duduk ... Takut bocor ... Hmm ... Berani sih, cuma ... ya ... jangan lama-lama!" Wulan terlihat bimbang."Iya, di ujung jalan ada minimarket kok. Mereknya terserah aja kan?" Aku meraih jaket dan memasangnya."Ekstrak Daun Sirih, beli yang bungkus gede sekalian!" ujarnya."Baik, Nyonya, kiss dulu tapi .... " Aku mendekat ke arah
Jenazah SuamikuBab 46 : Hasil Test DNADasar menyebalkan, baru bangun tidur aja udah marah-marah nggak jelas. Pakai nanya aku tadi malam mimpi apa segala, nanti kalo aku bilang mimpikan almarhum, nanti dia marah lagi kayak tadi malam. Dia itu orang yang tak terduga dan aku belum bisa memahami sepenuhnya pria yang kini telah resmi menggantikan almarhum Bang Wawan menjadi suamiku itu.Emangnya salah apa kalau aku kangen makam Bang Wawan? Kami sudah bersama selama kurang lebih 10 tahun, jadi jelas saja banyak sekali kenangan tentangnya. Dia, pria yang selalu tersenyum dan berkata lembut. Ya Tuhan, aku benar-benar kangen dia.Pandangan mata perlahan menjadi berkaca-kaca, air mata tak dapat untuk kutahan lagi. Kuah mis instant ini semakin bertambah sepertinya, karena bercampur dengan air mata."Wulan .... " Restu tiba-tiba sudah berdiri di depanku.Dengan cepat, segera kuhapus air mata ini dan menatap jengkel ke arahnya."Ada apa?"
Jenazah SuamikuBab 47 : Tetaplah Bersamaku"Wulan, kumohon buka pintunya!"Sudah kurang lebih satu jam aku menangis di kamar Winka, tapi masih saja terdengar suara ketukan pintu juga suara memelas dari Restu. Sungguh, aku sangat kecewa dengannya. Pernikahan kami baru berjalan kurang lebih empat bulan, tapi masalah sudah datang menerpa.Bukan masalah kecil, tapi ini badai yang akan meretakkan hubungan kami. Jelas saja aku takkan mau dimadu, dan memilih mengakhiri pernikahan. Sebagai sesama wanita, aku bisa merasakan kepedihan hati Anne yang terus menuntut pertanggungjawaban dari pria yang telah menghamili tapi tetap tak dianggap.Kuhela napas panjang sambil menggigit bibir kuat-kuat. Kurasa Anne yang benar dalam masalah ini, kupejamkan mata dan membayangkan wajah sepasang bayi kembar laki-laki yang menurutku sangat mirip dengan Restu.Mungkin dari kemiripan, Restu bisa saja menyangkal, tapi dari hasil test DNA, ia tak dapat berkelit la
Jenazah SuamikuBab 48 : POV Restu 4"Bos, Mr.Masuda sudah menunggu di Restoran Jepang. Beliau mau sekalian ngajakin makan siang dan sambil membicarakan kontrak yang kemarin." Yudhi menghampiriku yang masih duduk di depan meja kerja, dengan pikiran yang masih tak menentu.Ya Tuhan, kenapa semuanya harus seperti ini? Kenapa Anne malah datang dengan membawa fitnah, sedangkan hubungan pernikahanku dengan Wulan baru saja membaik.Aku takut kalau hasil test DNA yang kedua ini pun mengatakan aku ayah dari anak Anne, walau aku tak pernah merasa menggauli Anne, walau kami pernah tidur satu ranjang. Aku takut dengan ancaman Wulan, aku tak mau kehilangan sampai kehilangan dia."Res, kok malah bengong aja?" Yudhi menepuk pundakku."Ah iya, ayo berangkat! Lu yang bawa mobil," ujarku sambil melempar kunci mobil kepadanya. "Itu berkasnya jangan lupa!" sambungku sambil beranjak dari kursi lalu memasang jas.Yudhi membawa map di mejaku lalu melangkah
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Jenazah SuamikuBab 59 : Mungkinkah"Mami, Dewi kok nggak sekolah sih?" tanya Winka pagi ini, ia masih berusaha mencari celah untuk bisa keluar dari rumah dengan desain Eropa ini."Hmm ... Mami udah nyariin guru buat kamu, Sayang. Minggu depan kamu udah mulai homescooling." Yulia menjawab sambil menyisir rambut panjang Winka."Jadi bakalan homeschooling, Mi?" Winka pasang tampang manis, ia sedang bersandiwara menerima saja kehidupan barunya ini."Iya, sekolahnya di rumah saja, biar kamu nggak capek dan Mami bisa tetap jagain kamu." Yulia mengusap kepala Winka sambil tersenyum.Winka menggigit bibirnya sambil menghembuskan napas berat, ia mulai frustasi.Tiba-tiba, ponsel di saku baju Yulia berdering dan ia langsung meraih benda pipih itu, kemudian menempelkannya ke telinga."Ada apa, Pi?" sambut Yulia kepada suaminya yang sedang menelepon."Mi, coba ke ruangan kerjaku! Carikan berkas proyek kerja sama dengan PT. Intan Gr
Jenazah SuamikuBab 58 : Hidup Baru"Aku di mana?" Winka membuka matanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dengan nuansa pink.Winka segera bangun dan mengucek matanya. Ini bukan kamarnya walau warnanya sama-sama pink. Ingatnya yang terakhir, ia sedang duduk di sebuah rumah setelah dimandikan oleh seseorang."Selamat pagi, anak Mami udah bangun." Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan menyambut Winka dengan senyumnya.Winka mengerutkan dahinya, ia tak mengenal wanita itu. Ia sungguh tak mengerti, tapi sang wanita malah mengusap kepala dan mendaratkan ciuman di dahi."Tante ini siapa?" tanya Winka."Panggil aku Mami, Nak. Aku Mamimu, dan kamu adalah putri bungsuku. Namanya Dewinta, putrinya Pak Dewa dan Yulia." Wanita bernama Yulia itu tersenyum sambil mengusap kepala Winka.Winka semakin tak mengerti akan semua ini, tapi ia memilih menurut sebab ia tahu kalau kemarin itu ia diculik dan sekarang berada bersama
Jenazah SuamikuBab 57 : Dia"Winka!" Wulan langsung berlari memeluk sosok gadis kecil yang dibawa Restu. "Anak Ibu, kamu ke mana saja?"Winda dalam sosok Winka hanya diam, ia mengerjap beberapa kali dan membiarkan saja ibu kandungnya itu memeluknya. Ia tak perduli siapa orangtuanya yang sebenarnya, ia hanya capek hidup susah bersama bibiknya yang setiap hari selalu menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal usianya sekarang masih suka bermain, tapi hidupnya mendadak suram sejak Abah dan Uminya meninggal karena kecelakaan maut itu."Bawa Winka masuk, Wulan!" ujar Restu.Wulan menggandeng kembaran Winka itu masuk, hatinya lega karena putrinya telah kembali."Winka, kamu sudah kembali." Hera langsung menyambut sang cucu.Winka alias Winka hanya meringis dan membiarkan saja semua orang memeluknya bergantian."Kamu menemukan Winka di mana, Mas?" tanya Wulan penasaran."Di depan pagar, aku kira siapa, eh ... ternya