Taksi yang dinaiki oleh Max sampai di depan rumah di mana Orlena memberikan alamatnya. Max melangkah keluar dan mengamati rumah dengan desain minimalis itu. Setelah Altherr membayar ongkos taksi, dia ikut Max berjalan keluar dari dalam taksi itu.“Apakah ini benar alamatnya, Altherr?” tanya Max pada pria yang saat ini berdiri di sampingnya ikut mengamati rumah itu.Altherr menganggukkan kepalanya. “Aku memberikan alamat yang diberikan oleh Miss Orly kepada sopir taksi itu. Saya yakin jika sopir itu tidak akan membuat kita tersasar, Max.”“Kalau begitu ayo kita masuk.”Sebelum Max melangkah menghampiri rumah itu, tatapannya tertuju pada pintu rumah yang terbuka. Tubuh Max membeku saat melihat Romain berjalan keluar dengan menggendong Mia. Di belakang pria itu tampak Orlena yang tertawa senang. Romain berbalik menatap wanita itu. Dia mengatakan sesuatu yang tidak bisa didengar oleh Max. Kemudian Max teringat dengan ucapan Orlena tadi pagi.Aku akan menunggumu di rumah. Aku juga ingin me
"Max, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Orlena. Namun pria di hadapannya tetap menunduk sembari memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Tak ada jawaban apapun dari pria itu. Orlena pun mengulurkan tangannya hendak menyentuh Max. Tapi tiba-tiba pergelangan Orlena ditahan sebuah tangan. Tangan itu adalah milik Max. Wanita itu bisa melihat Max mendongak dengan tatapan tajam tertuju pada Orlena. Wanita itu berpikir mungkin itu adalah Rey. "Aku bukan, Max." Pria itu tampak kesal. "Jika kamu bukan Max, maka kamu adalah Rey?" Orlena menebaknya. Namun Max menggelengkan kepalanya. "Aku juga bukan Rey.""Ayolah, jangan membuatku menebak-nebak terus. Katakan siapa kamu." Orlena mengatakannya dengan nada tidak sabar. Awalnya pria itu diam tidak mengatakan apapun. Orlena berpikir kepribadian lain Max yang muncul saat ini tidak mau memberitahunya. Tapi pada akhirnya pria itu mengatakan sesuatu yang membuat Orlena tahu siapa dia. "Kamu tidak hanya melupakanku, tapi kamu juga melupakan janj
Yang dipikirkan oleh Kurt adalah pergi ke toko buku. Bersama dengan Orlena dan Mia, Kurt mengunjungi toko buku yang ada di sebuah pusat perbelanjaan. Tentu saja Mia sangat menyukainya. Gadis kecil itu begitu menyukai buku, terutama buku cerita. Orlena membiarkan Kurt pergi ke bagian novel-novel. Sedangkan wanita itu menemani putri kecilnya untuk memilih buku cerita dan diinginkannya. “Mama, siapa pria yang pergi bersama kita tadi?” tanya Mia saat berdiri di depan rak buku yang menampilkan banyak sekali buku cerita.“Sebelum mama memberitahu, apakah Mia sudah bisa menebak siapa dia?” Orlena justru balik bertanya. “Apakah dia orang yang jahat, Ma? Karena dia memukul Paman Romain.” Mia teringat saat Max pertama kali datang ke rumahnya. Dan hal pertama yang dilakukan oleh Max adalah memukul Romain.Orlena menggelengkan kepalanya. “Tidak, Sayangku. Dia bukanlah orang yang jahat. Sebenarnya dia adalah Papa Mia.”“Papa?” Mia melotot kaget mendengarnya.Orlena menganggukkan kepalanya. “Ya,
“Orlena, aku pikir kamu sudah salah paham. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” Max menggelengkan kepalanya dan berusaha membuat Orlena tidak marah padanya. Max bahkan membebaskan tangannya dari jeratan Adelle dengan kasar. Orlena melangkah maju menghampiri Max dan Adele. Mia yang polos hanya mengikuti sang ibu. Kemudian Orlena mengangkat tubuh Mia dan mendorongnya ke arah Max. Sehingga pria itu mengangkap tubuh Mia dan menggendongnya dengan posisi yang benar. Setelah menitipkan Mia pada Max, tatapan Orlena tertuju lurus ke arah Adele. Wanita itu tampak tidak merasa bersalah sama sekali. Dia justru menatap Orlena dengan begitu berani.“Apakah kamu tahu wanita sepertimu yang berusaha merebut suami orang sama saja dengan kecoa yang kotor dan menjijikkan?” Orlena mulai membuka mulutnya yang tajam.“Orlena.” Max berusaha menghentikan wanita itu, tapi Orlena hanya mengangkat tangannya untuk menghentikan wanita itu.“Suami? Jangan berbohong padaku, Nyonya galak. Aku sudah menyelidiki sem
Max langsung memeluk tubuh Orlena dan merapatkan ke tubuhnya yang maskulin. Pria itu mendaratkan bibirnya di atas bibir wanita itu. Saat itulah akal sehat lenyap diantara mereka. Kerinduan mendorong mereka untuk saling memiliki. Hingga akhirnya Orlena melepaskan ciuman itu membuat Max mengerang protes.“Jangan di sini, Max,” pinta Orlena.Pria itu memicingkan matanya. “Kenapa kita tidak boleh melakukannya di sini, Orlena?” “Aku tidak ingin Mia tiba-tiba bangun dan melihat kita sedang melakukannya. Bagaimana jika kita ke kamarku?” Orlena menawarkan sembari menunjuk ke arah pintu kamar yang berada di samping kamar Mia.Bibir Max menyunggingkan senyuman. Dia langsung menganggukkan kepalanya. “Ide yang bagus.”Setelah mendapatkan persetujuan, Max langsung mengangkat tubuh Orlena sehingga wanita itu bisa melingkarkan kedua kakinya di pinggang pria itu. Sedangkan kedua tangan Max menyentuh pantat sang kekasih untuk menahan tubuh wanita itu. Mereka pun berciuman dengan tidak sabaran. Saling
Perlahan Orlena membuka matanya. Dia bisa melihat sinar matahari menyusup melalui sela-sela tirai. Wanita itu mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku karena tidur. Tapi tiba-tiba wanita itu mengerang sakit. Orlena bisa merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Semua itu karena ulah Max yang tidak membuat wanita itu beristirahat sejenak. "Kamu sudah bangun? Padahal aku baru saja ingin membangunkanmu."Orlena menoleh dan melihat Max berjalan menghampiri wanita yang ada di atas ranjang. Kedua tangan Max memegang nampan berisi sarapan. "Jam berapa ini?" tanya Orlena menegakkan tubuhnya dan menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut. "Jam tujuh pagi." Beruntung Max sudah melihat jam sebelum masuk ke dalam kamar wanita itu.Orlena melotot kaget. "Kenapa kamu tidak membangunkanku? Aku harus membuatkan sarapan untuk Mia.”Max menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Orlena. Aku sudah mengambil alih tugasmu. Aku sudah membuatkan sarapan untuk Mia.”Wanita itu bisa
Beberapa hari kemudian Orlena sudah kembali ke Zurich, tepatnya kembali ke rumah perkebunan yang dulu pernah ditinggalinya. Kemudian wanita itu disibukkan dengan persiapan pernikahan yang akan diadakan dua minggu lagi. Max tidak suka menunda waktu lagi karena dia sudah kehilangan banyak waktu sehingga dia tidak mau kehilangan waktu lagi.Seperti halnya saat ini Max dan Orlena sedang berada di butik untuk mencoba pakaian pengantin mereka. Max duduk menunggu Orlena selesai dengan gaunnya sembari membuka-buka majalah yang ada. Tirai berwarna putih dibuka dan menampilkan Orlena dalam balutan gaun berwarna putih gading tanpa lengan dengan bunga-bunga yang dijahit cantik di atas dressnya. “Sangat cantik. Tapi aku tidak menyukainya.” Max menggelengkan kepalanya.Orlena memicingkan matanya. “Kenapa? Gaun ini sempurna dan cocok dengan kulitku.”Max menghela nafas berat. “Tapi belahan dadanya terlalu rendah. Apakah kamu mau jika aku mencolok mata para tamu yang memandang ke arah belahan dadamu
Orlena duduk di mobil bersama Max yang duduk di sampingnya. Mereka naik taksi untuk pergi ke suatu tempat. Sebenarnya pria di sampingnya bukanlah Max yang sebenarnya. Dia adalah kepribadian Max yang lain, yaitu Kurt. Beberapa minggu yang lalu Romain menjanjikan pada Kurt jika dia bisa mempertemukan Kurt dengan penulis favoritnya, Black Morgan. Karena itulah saat ini Kurt tak bisa menghilangkan senyuman di wajahnya sembari memegang buku karya Black Morgan yang dibelikan Max saat di Jerman. Taksi itu berhenti di depan sebuah restoran. Setelah membayar ongkos taksi, mereka berdua pun bergegas keluar. Kurt menatap restoran itu dengan perasaan yang berkecamuk.“Apakah kamu gugup, Kurt?” tanya Orlena yang berdiri di sampingnya.Pria itu menganggukkan kepalanya. “Ya, aku sangat gugup. Tapi aku juga merasa senang akan bertemu dengan Black Morgan.”“Kalau begitu kita tidak perlu menunggu lagi. Romain mengatakan jika dia sudah menunggu di dalam restoran bersama dengan Black Morgan.”Kemudian K
Mia menatap pantulan dirinya di depan cermin besar. Wanita itu mengenakan gaun putih gading yang terlihat indah. Gaun lengan panjang itu melebar di bagian bawah pinggang. Di belakangnya ekor gaun menjuntai beberapa meter. Gaun itu terlihat begitu mewah karena brokat emas yang menghiasi seluruh gaun."Apakah ini tidak terlalu berlebihan, Mrs. Vardalos?" tanya Mia kepada calon ibu mertuanya.Zeta berdiri di samping Mia. Wanita itu menatap penampilan calon menantunya dengan tatapan kepuasan. Bibirnya tersenyum lebar tampak sangat bahagia."Tidak ada yang berlebihan, Sayangku. Kamu sangat cantik." Zeta memeluk bahu Mia meyakinkan wanita itu."Tapi aku tidak yakin tampil dengan gaun ini, Mrs. Vardalos. Aku merasa tidak pantas mengenakannya." Mia menunduk sedih.Zeta memutar tubuh Mia sehingga wanita itu menghadap ke arahnya. Wanita itu menepuk bahu Mia sehingga menatap ke arahnya."Reynard sudah memberitahuku jika kamu kesulitan untuk percaya diri, Mia. Tak seorang pun di dunia ini yang bi
Reynard sudah mencarinya di seluruh resort. Namun dia belum kunjung menemukan tunangannya. Dia begitu ketakutan terjadi hal buruk pada Mia. Lalu tatapannya tertuju ke arah lautan. Dia berpikir mungkin saja Mia tidak sengaja jatuh ke lautan. Tapi segera Reynard menggelengkan kepalanya. Dia tahu hal aneh seperti itu hanya ada dalam drama-drama, tidaklah nyata.Tiba-tiba seorang pria mengenakan setelan hitam berjalan menghampirinya. Langkahnya terhenti tepat di hadapan Reynard. Mata Reynard mengamati pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya."Apakah anda adalah Reynard Metraxis?" tanya pria itu.Reynard menganggukkan kepalanya. "Benar. Saya adalah Reynard Metraxis. Anda siapa?""Saya adalah Daniel Wade. Saya diperintahkan seseorang untuk mengantarkan anda ke suatu tempat." Pria itu memberitahu Reynard.Reynard memicingkan matanya menatap pria itu. "Siapa yang memerintahkan kamu kemari?"Pria itu tersenyum. "Saya tidak bisa memberitahu anda, Mr. Metraxis. Tapi ini berhubungan dengan tunan
"Jadi kamu memang merencanakan lamaran ini saat merencanakan liburan kita?" tanya Mia saat mereka sudah kembali ke kabin mereka. Reynard menarik Mia yang baru saja selesai mandi untuk duduk di pangkuannya. "Aku memang merencanakan liburan ini untuk melamarmu. Aku sudah sangat yakin tidak ingin melepaskanmu lagi. Karena kamu adalah wanita yang dikirim Tuhan untuk menemaniku di sisa hidupku." "Bisakah kamu berhenti untuk mengatakan hal-hal yang manis? Kamu membuat pipiku memerah." Mia menyentuh pipinya yang memanas. Reynard terkekeh melihat reaksi sang kekasih. "Aku hanya mengungkapkan isi hatiku, Agape mou. Kenapa wajahmu jadi seperti kepiting rebus?" "Kamu menyebalkan, Reynard." Mia mendengus kesal. Reynard mencium bibir Mia sekilas. "Bagaimana bisa pria tampan ini menyebalkan?" "Kenarsisan-mu mengingatkanku pada tingkat kepercayaan dirimu yang tinggi saat berpikir aku memujimu." Mia terkekeh geli. "Jangan ingatkan aku tentang hal itu." Kali ini Reynard yang tampak kesal. Mia t
Blue Magic merupakan salah satu spot menyelam terbaik. Lokasi ini berada di antara pulau Kri dan pulau Waisai. Dengan perpaduan laut berwarna biru muda yang cantik ditambah dengan keindahan kehidupan bawah lautnya sehingga tidak heran orang-orang menyebut tempat itu sebagai Blue Magic.Reynard dan Miayang sudah mengenakan pakaian dan perlengkapan menyelam sedang menikmati pemandangan kehidupan bawah laut di Blue Magic. Bersama dengan pemandu tour, mereka bersama mengelilingi tempat itu. Reynard menggandeng tangan sang kekasih untuk menjaga wanita itu berada di dekatnya. Seperti yang dikatakan pemandu mereka tadi karena arus yang kuat mampu menyeret penyelam ke laut terbuka.Namun perjuangan mereka tidaklah sia-sia. Karena mereka bisa melihat warna warni batu karang yang cantik serta hewan-hewan laut yang menakjubkan. Seperti ikan pari manta, barakuda, tuna dan makhluk laut yang paling populer di tempat itu adalah kumpulan jackfish.Setelah puas menikmati pemandangan bawah laut itu, Re
"Dan aku akan membuatmu juga sangat liar, Agape mou." Setelah mengucapkan kalimat itu, Reynard langsung menunduk. Bukan untuk mencium bibir Mia melainkan menggigit lembut telinga wanita itu.Hembusan nafas Reynard yang menerpa kulit Mia membuat wanita itu merinding geli. Namun dia merasakan sensasi aneh di perutnya. Seakan perutnya baru saja diguncangkan dengan keras."Reynard." Desah Mia."Kamu menyukainya, Agape mou?" bisik Reynard.Menyukainya? Mia bahkan tidak mengerti bagaimana tubuhnya berubah panas karena tindakan Reynard. Padahal pria itu bahkan belum menyentuh titik sensitif Mia tapi Reynard mampu membangkitkan hasrat liar dalam dirinya.Reynard beralih ke leher Mia. Menciptakan panas yang menjalar dalam setiap kecupannya. Tangan Reynard menyusup dalam kaos wanita itu menangkup salah satu bukit kembar Mia. Mia tak mampu berpikir dengan jernih ketika Reynard memberikan cumbuan serta remasan lembut di payudaranya. Ketika tangan Reynard menurunkan branya dan menyentuh putingnya
Raja Ampat di Indonesia adalah tempat yang dipilih oleh Reynard menghabiskan liburannya bersama dengan Mia. Keindahan pemandangan laut dan pantai sangat memikat pasangan itu begitu mereka sampai di Misool Eco Resort.Misool merupakan satu dari empat pulau terbesar di kepulauan Raja Ampat yang terletak di provinsi Papua Barat. Misool berbatasan langsung dengan laut Seram dan perairan laut lepas yang menjadi jalur lintas hewan besar termasuk paus. Sehingga tidak heran jika Raja Ampat terkenal dengan keindahan kehidupan bawah lautnya.“Tempat ini seperti surga, Reynard.” Mia melihat lautan berwarna biru kehijaun yang sangat indah.“Tempat ini seperti surga jika aku bersamamu, Agape mou.”Mia menoleh dan memperlihatkan rona merah di pipinya. “Berhentilah merayuku terus, Mr. Metraxis. Kamu akan membuatku meleleh seperti mentega di bawah sinar matahari.”Reynard tertawa mendengar perumpamaan sang kekasih. Pria itu meraih tangan Mia dan berjalan menyusuri jembatan kayu di atas laut. “Sayangn
Reynard melepaskan ciumannya. Sepasang kekasih itu segera menoleh. Karyawan wanita yang beberapa hari yang lalu tidak sengaja mendorong Mia hingga terluka berdiri di depan pintu dengan terkejut. Tidak butuh orang pintar untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan Reynard dan Mia dengan posisi Reynard yang menyergap tubuh Mia diantara dinding."Maafkan aku. Aku akan naik lift berikutnya." Wanita pirang itu segera mengalihkan perhatiannya.Tak lama kemudian pintu lift kembali tertutup. Reynard kembali mengalihkan perhatiannya pada wanita cantik yang terperangkap di hadapannya."Sepertinya kita akan membuat seisi kantor heboh." Mia meringis membayangkan berita baru tentang dirinya dan Reynard yang akan segera muncul."Aku pikir bukan berita buruk yang akan kita dengar." Reynard menyunggingkan senyuman."Bagaimana kamu bisa begitu yakin?" tanya Mia menatap sang kekasih."Apa kamu tidak sadar dengan posisi kita saat ini, Agape mou?" tanya Reynard.Mia melihat Reynard yang berdiri di hadapan
"Jadi kamu masih tidak akan memberitahuku ke mana kita akan pergi akhir pekan ini?" tanya Mia sembari menyantap burgernya.Setelah berpikir lama tentang makanan yang akan mereka pilih sebagai menu makan siang mereka, akhirnya Mia mendesak Reynard untuk pergi ke restoran cepat saji. Dia ingin menikmati burger. Sudah lama wanita itu tidak memakannya. Terakhir kali dia makan makanan bertumpuk itu adalah ketika Alicia mengajaknya untuk merayakan ulang tahun Alicia berdua dengannya."Sudah kukatakan itu adalah kejutan." Reynard menyantap burger bagiannya.Mia berpikir Reynard akan terlihat kaku memakan makanan cepat saji itu. Karena selama ini pria itu selalu menyantap makanan-makanan dari koki terbaik. Tapi ternyata dugaan Mia salah. Gerakan tangan Reynard saat memegang burger itu begitu luwes. Seolah pria itu sudah sering memakannya."Tapi aku tidak tahu apa yang harus aku kenakan, Reynard? Bagaimana jika aku salah kostum? Maksudku bagaimana jika aku mengenakan kaos dan celana pendek tap
Reynard dan Mia sudah berada di dalam mobil pria itu. Namun Reynard tidak segera menghidupkan mesin mobilnya. Pria itu memilih memusatkan perhatiannya pada Mia. Wajah wanita itu tampak pucat. Dia tahu tidak mudah bagi Mia menghadapi situasi seperti tadi."Apakah kamu baik-baik saja, Agape mou?" Reynard mengulurkan tangan menggenggam tangan Mia.Akhirnya wanita yang sejak tadi diam mulai menoleh menatap sang kekasih. Bibirnya berusaha menyunggingkan senyuman. "Aku... Aku baik-baik saja, Reynard.""Kamu yakin? Wajahmu tampak pucat, Agape mou." Tangan Reynard berpindah menyentuh pipi Mia."Sebenarnya aku memang tidak baik-baik saja, Reynard. Aku sangat takut. Bahkan tanganku sampai gemetar seperti ini." Mia mengangkat kedua tangannya yang masih gemetar."Maafkan aku, Agape mou. Kamu harus menghadapi Mama seperti itu. Seharusnya aku tahu lebih awal jika Mama datang kemari. Salahku tidak memperingatkanmu lebih dulu." Sesal Reynard."Jadi benar ibumu selalu melakukannya? Maksudku bersikap