Hari-hari berlalu dalam gerimis musim gugur yang tak henti-hentinya.Sampai akhirnya, di hari pertunangan, langit yang telah mendung selama beberapa hari akhirnya cerah.Di vila Keluarga Izara.Hari ini adalah hari pertunangan Eleanor. Seluruh Keluarga Izara sudah bangun sejak dini hari. Bahkan Emily yang biasanya suka bangun siang, juga bangun lebih awal dan mengenakan gaun merah yang meriah.Di kamar Eleanor, tim penata rias profesional sedang meriasnya. Hari ini, dia mengenakan gaun berwarna merah muda. Rambutnya disanggul dan dihiasi dengan aksesoris mutiara.Emily bersandar di meja rias sambil memiringkan kepala dan menatapnya. Dengan suara jernih, dia memuji, "Kak, kamu cantik sekali hari ini."Eleanor tersenyum dan mencubit pipinya.Namun, ekspresi Emily tiba-tiba berubah menjadi sedikit muram. Dia mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kak, kalau nanti kamu menikah, kamu masih sering pulang ke rumah, 'kan?"Eleanor tertegun sejenak, tidak menyangka Emily akan bertanya seperti itu.
Eleanor tersenyum dan menggigit bibirnya. "Cepat atau lambat aku tetap akan menjadi milikmu, kenapa begitu terburu-buru?"Dominic menggenggam tangannya, jari-jarinya dengan lembut mengusap telapak tangan Eleanor. "Aku bahkan nggak bisa menunggu sehari pun ... bukan, lebih tepatnya sedetik pun."Dia tertawa ringan sebelum melanjutkan, "Dulu aku takut kamu merasa pernikahan langsung itu terlalu mendadak, jadi aku mengusulkan ke ayahmu agar kita tunangan dulu. Kita bisa nikah setelah hubungan kita lebih matang. Tapi, sekarang rasanya aku telah menjebak diriku sendiri."Eleanor tersenyum dan bertanya, "Jadi, menurutmu hubungan kita sudah cukup matang belum?"Dominic mencubit pipinya pelan. "Seharusnya aku yang tanya itu. Kalau aku sih sudah lama yakin."Eleanor menunduk dan tersenyum. Dia ingin menggoda Dominic lebih jauh. "Kalau begitu, tunggu saja sedikit lagi."Dominic tertawa penuh kasih sayang. Dia pun bertanya, "Kalau begitu, aku mau tahu kapan kamu bersedia menjadi istriku?""Lihat
Dominic terkekeh-kekeh dingin. "Mengancamku? Memangnya kamu pantas?"Saat masih SMA, Katalina pernah menyatakan perasaannya pada Dominic. Namun, Dominic menolak dengan sopan.Gadis itu seperti plester yang tidak mau lepas, selalu mengikutinya ke mana pun. Di sekolah, semua orang tahu bahwa dia mengejar Dominic.Merasa sangat terganggu, dia akhirnya menggunakan pengaruh keluarganya untuk memaksa Katalina pindah sekolah. Setelah dia pergi, akhirnya Dominic bisa merasa tenang.Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Saat kuliah, Dominic kembali bertemu dengannya. Entah dari mana Katalina mendapatkan informasi bahwa Dominic mendaftar di Universitas Ordo, dia pun mengikuti jejaknya dan lolos ujian.Setiap hari, Katalina mengantarkan sarapan untuk Dominic, mengikuti ke mana pun dia pergi, bahkan menghadiri kelas yang sama. Surat cinta dan hadiah terus berdatangan tanpa henti. Sekali lagi, karena obsesinya terhadap Dominic, Katalina menjadi sorotan di kampus.Dengan air mata berlinang, Katal
Selena menenangkan, "Jangan khawatir. Semua orang yang datang hari ini adalah tamu undangan untuk pesta pertunangan. Emily nggak akan dalam bahaya.""Anak kecil suka bermain, mungkin dia bermain di luar vila. Vila ini sangat luas, wajar kalau kamu sulit menemukannya dalam waktu singkat. Kita bisa mengecek rekaman CCTV terlebih dahulu."Eleanor berkata, "Ayahku sudah pergi untuk memeriksanya. Sebaiknya kita berpencar mencari. Kirim lebih banyak orang untuk mencarinya."Tiba-tiba, terdengar suara heboh dari kerumunan di depan mereka. Mereka serempak menoleh dan langsung berubah pucat pasi.Layar elektronik besar yang awalnya digunakan untuk menampilkan video acara pertunangan kini malah menayangkan rekaman Emily yang sedang diculik. Gadis kecil itu menangis histeris karena ketakutan."Ayah, Ibu, Kakak, kalian di mana? Huhuhu .... Aku mau cari Ibu! Lepaskan aku! Ibu, aku ditangkap orang jahat! Tolong selamatkan aku! Huhuhu ...."Di dalam layar, Emily terlihat diikat di kursi, menangis dan
Dominic mengejar Eleanor, tetapi seorang pria tiba-tiba muncul dan menghalangi jalannya. Pria itu menabrak Dominic dengan cukup keras, membuat anggur merah yang dipegangnya tumpah dan mengenai bajunya.Dominic tidak peduli dengan itu, ekspresinya cemas saat mencoba mengejar Eleanor. Namun, pria itu justru berdiri di depannya dan meminta maaf berulang kali, "Maaf, Pak Dominic. Aku nggak sengaja. Aku bantu bersihkan ya?""Nggak apa-apa." Dominic melangkah ke samping, mencoba menghindari pria itu.Namun, pria itu juga bergerak ke arah yang sama, masih menghalanginya. "Pak Dominic, aku benar-benar minta maaf. Tolong jangan marah."Dominic mulai kesal, jadi membentak, "Minggir!"Pria itu menggosok hidungnya, lalu tersenyum meminta maaf dan akhirnya menyingkir.Dominic mengejar sampai di depan lift, tetapi yang dilihatnya hanyalah angka-angka yang terus berubah. Hatinya mencelos.Lift sudah mencapai lantai 9. Sekalipun dia mengambil lift lain sekarang, dia tetap akan terlambat.Saat berikutn
Karena jarak terlalu dekat dan gerakan Katalina sangat cepat, Dominic yang sedang memeluk Eleanor pun kehilangan fokus dan tidak punya cukup waktu untuk bertindak.Jika dia ingin bertahan, dia harus segera mendorong Eleanor dan menyerang Katalina. Namun, semuanya terlambat.Meskipun menguasai sedikit keahlian bela diri, dia tidak mungkin sempat mendorong Eleanor dan bertindak dalam waktu sesingkat itu.Saat pisau itu menusuk, mata Dominic membelalak. Dia hanya bisa memeluk Eleanor lebih erat, memutar tubuhnya sedikit, dan menahan tusukan itu untuknya.Begitu pisau menembus tubuhnya, Dominic mendengus."Tidak!" Jeritan Katalina menggema di udara. Dia mundur dua langkah, menatap situasi di depan dengan tidak percaya."Kenapa ...." Katalina meraung, "Dominic! Kenapa kamu begitu peduli padanya? Kamu bahkan rela mengorbankan nyawamu demi dia?"Bau anyir darah memenuhi udara dan Eleanor akhirnya sadar akan apa yang terjadi. Dia melepaskan diri dari pelukan Dominic, lalu menunduk dan melihat
Kevin berkata dengan marah, "Wanita itu terlalu terobsesi dengan Dominic! Dia mengejarnya selama 10 tahun, tapi Dominic nggak pernah menggubrisnya. Kondisi mentalnya jelas nggak normal. Elea, mungkin dia melakukan ini karena merasa kamu telah merebut Dominic darinya. Dia pasti iri padamu."Selena emosi hingga dadanya naik turun. "Benar-benar gila! Kalau sesuatu terjadi pada anakku, aku nggak akan memaafkannya!"Giana menunjukkan ekspresi kesal dan melirik Selena. "Selena, Dominic masih dalam penyelamatan di dalam sana. Apa maksudmu dengan sesuatu terjadi padanya? Sebagai seorang ibu, gimana bisa kamu berkata seperti itu? Kamu sedang mengutuk Dominic?"Mata Selena memerah. "Bu ... bukan itu maksudku ...." Begitu dia berbicara, air matanya kembali mengalir tanpa bisa dihentikan.Isaac menatapnya dan menegur. "Berhenti menangis! Anak kita masih dalam penyelamatan. Menangis bisa membawa sial."Eleanor sama sekali tidak tertarik mendengar mereka berdebat. Baginya, setiap detik terasa begitu
Eleanor menunduk. "Semua ini salahku."Selena langsung menoleh ke arahnya. "Elea, apa maksudmu?"Eleanor pun menceritakan semuanya dengan jelas.Giana bertanya dengan nada menyalahkan, "Jadi, Dominic ditikam karena melindungimu?"Eleanor menggigit bibirnya. "Ya."Giana pun kesal. "Eleanor, kamu terlalu gegabah. Kami sudah melapor ke polisi dan ada banyak pengawal di vila. Kenapa kamu nggak bisa menunggu sebentar? Kalau kamu nggak bertindak gegabah, Dominic nggak akan terluka seperti ini.""Maafkan aku, ini semua salahku," ucap Eleanor dengan suara lirih, kepalanya semakin tertunduk.Giana semakin menekan. "Kamu belum resmi masuk keluarga ini, tapi sudah membawa masalah sebesar ini."Wajah Adrian langsung menjadi masam. "Apa maksudmu? Jelas-jelas Dominic yang ada masalah dengan wanita itu, sementara putriku adalah korbannya. Kenapa malah menyalahkan putriku?"Adrian menyindir, "Gampang sekali kalian bicaranya. Kalian suruh kami menunggu? Wanita itu menculik putri bungsuku, menodongkan p
Mereka berdua terlihat berbincang dan tertawa, tampak begitu akrab.Rowan bergumam, "Cepat sekali dia keluar dari rumah sakit. Benar-benar susah mati."Anthony menduga pria itu adalah tunangan Eleanor. Tanpa ragu, Rowan membuka pintu mobil dan berjalan menuju Eleanor.....Sudah seminggu sejak Dominic keluar dari rumah sakit. Selama seminggu ini, setiap hari dia harus makan makanan polos di bawah pengawasan Eleanor.Awalnya dia masih bisa menerimanya, tetapi setelah beberapa hari berturut-turut hanya makan makanan yang begitu-begitu saja, dia mulai bosan.Setelah membujuk dan merajuk, akhirnya hari ini Eleanor setuju untuk membawanya keluar makan sesuatu yang lebih enak.Restoran yang mereka tuju berada di pusat kota, daerah paling ramai. Itu adalah restoran tua yang terkenal di Kota Ordo, tempat mereka biasa makan sejak kecil.Karena sekarang jam makan, restoran itu penuh. Tidak ada satu kursi pun yang kosong, bahkan di depan pintu ada antrean panjang yang menunggu giliran masuk.Untu
Akhir-akhir ini, Rowan sibuk mencari investor untuk perusahaannya. Di Kota Ordo, hampir tidak ada perusahaan yang bersedia berinvestasi di Grup Naval. Jadi, dia terpaksa mencari peluang di luar kota. Sebagian besar waktunya dihabiskan di hotel dan pesawat.Hari ini, Rowan baru saja kembali ke Kota Ordo dan Anthony sudah datang menjemputnya. Saat sore hari dalam perjalanan menuju sebuah acara makan, Anthony melirik sekilas ke arah Rowan ketika mobil berhenti di lampu merah.Rowan sedang memegang ponselnya, melihat satu per satu foto lamanya bersama Eleanor. Anthony membuka mulut seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi ragu-ragu.Sebelum dia sempat berbicara, Rowan sudah lebih dulu menyodorkan ponselnya. Matanya penuh nostalgia. "Lihat, betapa bahagianya kami dulu."Anthony memandangnya dengan ekspresi rumit. Beberapa waktu lalu, Rowan memintanya membeli cincin dari Pransis, katanya ingin menggunakannya untuk merebut kembali Eleanor.Saat itu, Rowan mengatakan bahwa Eleanor akan seg
Eleanor masih belum puas dan bertanya lagi, "Benar-benar nggak ada perkiraan waktu?""Kalau harus dijawab, mungkin saat kamu SMA. Saat Declan mengganggumu, aku menghajarnya dan baru sadar kalau perasaanku ke kamu memang berbeda."Eleanor merapatkan bibirnya. "Kamu menyembunyikannya dengan baik ya."Dominic mengusap kepala Eleanor yang lembut. "Aku harus menunggumu tumbuh dewasa dulu."Tatapannya tiba-tiba dipenuhi sedikit kesedihan. "Begitu kamu lulus kuliah, aku langsung menemui ayahmu untuk mengajukan pernikahan. Tapi, kamu malah menolak dan kabur dari rumah."Eleanor merasa bersalah. Dia mengalihkan pandangannya dan bergumam, "Waktu itu ... aku pikir Ayah mengorbankanku demi bisnis keluarga. Mana aku tahu kalau kamu sudah merencanakan ini sejak lama? Kamu juga nggak pernah bilang. Aku benar-benar merasa dirugikan ...."Tiba-tiba, Dominic memasang ekspresi kesakitan. "Aduh, sakit sekali."Eleanor pun panik dan buru-buru melihat ke arah pinggangnya yang terluka. "Kenapa? Kebentur sesu
Ucapan Rowan seperti mantra yang terus bergema di kepala Eleanor, membuat pikirannya kacau sepanjang hari.Keesokan harinya saat Eleanor datang ke rumah sakit untuk menjenguk Dominic, wajahnya tampak penuh beban."Elea, lagi pikirin apa?" tanya Dominic.Eleanor mengedipkan matanya, memalingkan wajahnya agar tak menatapnya langsung. "Itu ... soal Katalina, sebenarnya dia siapa?"Dominic tersenyum misterius. "Cemburu ya?"Eleanor berusaha terlihat tidak acuh dan menggembungkan pipinya sedikit. "Nggak kok. Aku hanya penasaran. Kamu nggak pernah menyebutnya sebelumnya."Mengingat bagaimana wanita itu menculik Emily dan hampir menikamnya, Eleanor bukan hanya cemburu, tetapi juga marah. "Dari mana kamu mendapatkan penggemar gila seperti itu?"Dominic melambaikan tangannya ke arah Eleanor. "Kemari."Eleanor menurut. Dia mendekat dan duduk di tepi tempat tidur.Dominic menggenggam tangannya dengan serius. "Aku dan dia dulu teman sekelas waktu SMA. Dia pernah mengejarku dengan sangat agresif, t
"Hmm."Selena menoleh menatap Dominic. "Kamu sudah kenyang? Mau makan lagi nggak? Ibu bawa semua makanan favoritmu."Dominic menjawab, "Nggak perlu. Masakan Eleanor pas banget di lidahku, aku habiskan semuanya."Mendengar itu, Selena tersenyum puas. "Baiklah. Kalau sudah makan, nggak apa-apa."Kevin memandang mereka dengan tatapan menggoda. "Oh? Masakan Eleanor ya?"Dia meletakkan keranjang buah dan suplemen yang dibawanya, lalu menatap Dominic sambil tersenyum. "Kamu beruntung sekali ya."Dominic menanggapi, "Tentu saja. Kebahagiaan seperti ini mana bisa dirasakan oleh para jomblo?"Senyuman Kevin langsung membeku. "Baiklah, aku juga harus cari pacar, lalu pamer kemesraan setiap hari di depanmu sampai kamu muak!"Olivia membelalakkan mata karena terkejut. "Elea, kamu bisa masak?"Eleanor tersenyum tipis. "Baru saja belajar.""Tsk, tsk, cinta memang ajaib." Olivia masih tak percaya. Dia bahkan mengelilingi Eleanor seakan-akan ingin memastikan sesuatu."Aku masih ingat waktu kuliah dulu
Saat Dominic sadar kembali, meja lipat di depannya sudah penuh dengan makanan. Ada tumis pakcoy, daging sapi, nasi putih yang masih mengepul asap, serta semangkuk sup."Kamu masak sebanyak ini?" Dominic tersenyum lembut. "Sup apa ini?""Sup ayam kampung." Eleanor mengangkat mangkuk sup, mengambil sesendok, lalu meniupnya perlahan sebelum menyodorkannya ke bibir Dominic. "Coba cicipi."Dominic menurunkan pandangannya sambil tersenyum, tetapi senyuman itu tiba-tiba memudar. "Tanganmu kenapa?" Dia melihat ada lepuhan kecil di jari telunjuk kanan Eleanor.Eleanor refleks ingin menyembunyikannya, tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa berkata dengan jujur, "Tadi ... waktu di dapur, aku nggak sengaja kena air panas. Nggak apa-apa, cuma lepuhan kecil saja."Mata Dominic sedikit memerah. "Sakit nggak?"Eleanor menggeleng. "Nggak sakit."Dominic menyesap sup dengan tenang, lalu menggenggam pergelangan tangan Eleanor dengan lembut, menunduk dan meniup pelan bagian yang terluka.Setelah beberapa
Bibir pucat Dominic membentuk senyuman tipis. "Baik, aku janji padamu."Isaac dan Selena baru saja keluar dari ruang ICU ketika mereka menerima telepon. Suara di ujung telepon terdengar cemas. "Pak Isaac, ada masalah."Di pusat tahanan, Katalina mengaku bahwa dia hamil. Sesuai prosedur, dia harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan.Dalam perjalanan ke rumah sakit, sebuah mobil tiba-tiba melaju dengan kencang, menabrak mobil yang membawa Katalina hingga berhenti di tepi jalan.Dari mobil itu, turun beberapa pria bertubuh kekar dengan keterampilan luar biasa. Mereka pun membawa Katalina pergi.Petugas yang mengawal mengalami cedera parah, sementara kendaraan mereka rusak berat dan tidak bisa langsung mengejar.Mendengar laporan itu, wajah Isaac menunjukkan ekspresi tak percaya. "Dia berhasil dibawa pergi?""Apa yang terjadi? Siapa yang dibawa pergi?" tanya Selena dengan cemas.Isaac menarik napas dalam-dalam, tubuhnya sedikit bungkuk. "Katalina.""Apa?" Selena terkejut. "Bukankah di
Eleanor sudah cemas sepanjang sore. Sekarang setelah Dominic melewati masa kritis, dia ingin melihatnya. Bagaimanapun, Dominic terluka karena melindunginya."Ayo, ikut aku pulang," ucap Adrian dengan tegas.Eleanor menggeleng, menatap ayahnya dengan teguh. "Ayah, aku tahu Ayah sangat marah sekarang, tapi aku belum bisa pulang. Dominic sudah mempertaruhkan nyawanya untukku. Aku nggak punya alasan untuk pergi begitu saja. Kalau dia nggak melihatku saat siuman nanti, dia pasti akan sangat sedih."Nirvan merasa terharu mendengar kata-kata itu. Dia lantas menoleh ke Adrian. "Adrian, istriku tadi memang terlalu kasar. Aku minta maaf, jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati."Isaac juga menimpali, "Benar, Dominic pasti ingin melihat Eleanor di sisinya setelah siuman."Selena berkata, "Adrian, jangan marah. Kedua anak ini saling mencintai, ini hal yang baik."Tokoh besar seperti Nirvan sampai merendahkan diri untuk meminta maaf, Adrian pun tidak bisa berkata apa-apa lagi.Memang benar bahwa Gi
Eleanor menunduk. "Semua ini salahku."Selena langsung menoleh ke arahnya. "Elea, apa maksudmu?"Eleanor pun menceritakan semuanya dengan jelas.Giana bertanya dengan nada menyalahkan, "Jadi, Dominic ditikam karena melindungimu?"Eleanor menggigit bibirnya. "Ya."Giana pun kesal. "Eleanor, kamu terlalu gegabah. Kami sudah melapor ke polisi dan ada banyak pengawal di vila. Kenapa kamu nggak bisa menunggu sebentar? Kalau kamu nggak bertindak gegabah, Dominic nggak akan terluka seperti ini.""Maafkan aku, ini semua salahku," ucap Eleanor dengan suara lirih, kepalanya semakin tertunduk.Giana semakin menekan. "Kamu belum resmi masuk keluarga ini, tapi sudah membawa masalah sebesar ini."Wajah Adrian langsung menjadi masam. "Apa maksudmu? Jelas-jelas Dominic yang ada masalah dengan wanita itu, sementara putriku adalah korbannya. Kenapa malah menyalahkan putriku?"Adrian menyindir, "Gampang sekali kalian bicaranya. Kalian suruh kami menunggu? Wanita itu menculik putri bungsuku, menodongkan p