Tangan Renata yang masih memegang kenop pintu terus saja bergetar. Dadanya kembali sakit dan air matanya terus saja mengalir. Apa yang sudah dilakukannya benar-benar di luar kendali. Renata tidak tahu apakah yang dilakukannya ini benar ataukah salah. Bibirnya berkata ingin berpisah tetapi hatinya berkata tidak. Renata bukan lemah ataupun pesimis, dia hanya berpikir inilah yang harus dilakukannya. Renata tidak ingin jika hidupnya terancam oleh Dara. Mungkin, dia kejiwaannya terguncang, mungkin trauma karena perlakuan Dara-lah yang mendorongnya mengucapkan perpisahan, tapi Renata masih bersikukuh bahwa apa yang dilakukannya adalah yang terbaik.
Benarkah itu yang terbaik? Mengorbankan perasaan mereka berdua hanya karena dia takut pada Dara? Membiarkan Arjuna terluka dan Dara menang?
"Kak.." panggil Renita lembut saat melihat kakaknya yang masih terpaku berdiri dengan air mata yang belum usai.
Renata menoleh ke arah adiknya, kemudian berjalan maju dan memeluk Renita
Selama satu minggu penuh, Renata tidak bekerja dan memilih untuk istirahat sejenak. Dia juga menyembuhkan lukanya dengan bantuan Renita, dan tentu saja menyembuhkan hatinya yang terluka karena perlakuannya sendiri terhadap Arjuna. Selama seminggu itu, Renata menggunakan seluruh waktunya untuk memulihkan diri - fisik dan jiwanya, mental dan raganya.Pagi ini, seperti biasa, Renata pergi bekerja dengan semangat yang sama. Fakta bahwa dia akan bertemu dengan Arjuna sebenarnya cukup membuatnya gentar, tapi Renata berusaha menepis pemikiran tersebut. Selama seminggu ini, dia menghindari Arjuna, tidak ingin membuka pintu untuk pria itu, tidak menjawab panggilan Arjuna ataupun membalas pesannya. Renata membutuhkan waktu dan dia masih bimbang. Renata tidak ingin bertemu dengan Arjuna sementara kebimbangan masih menggelayuti dirinya."Good morning, guys," sapa Renata seperti biasa.Seluruh karyawan langsung menoleh ke arah Renata dan tersenyum. Imelda yang masih terkejut
Sepanjang perjalanan menuju dapur, Renata tak henti-hentinya meremas dadanya yang sedang berdebar hebat. Sikap Arjuna membuatnya melayang seketika dan salah tingkah. Kenapa sih, dia tidak pernah kebal dari Arjuna? Kenapa hanya diperlukan usaha yang begitu sedikit untuk membuat Renata kalang kabut?Apa yang harus aku lakukan?Kelebatan mimpi itu membayang di benaknya. Belum lagi rasa sakit yang masih tersisa di tubuhnya, ingatan akan betapa ganas dan kejamnya Dara. Sedikit banyak itu kembali membuat Renata tertekan.Apa yang harus dia lakukan? Renata masih belum bisa menemukan jawabannya.Sesampainya di dapur, Renata langsung bekerja seperti biasa. Bekerja bisa menjadi pengalih perhatiannya. Tak lama kemudian, Imelda dayang dan berdiri di sampingnya seraya menyunggingkan senyum tidak jelas.“Ciee…” kata Imelda dengan nada menggoda."Apaan sih, Del? Nggak jelas lo," balas Renata yang sedang sibuk memotong daun bawang."Benar ya
Seperti yang telah dijanjikan dan diinginkan oleh Arjuna, sepulang kerja, mereka bercinta untuk melepaskan rindu dan gairah yang cukup lama tak terlampiaskan. Berkali-kali juga terdengar erangan Arjuna dan Renata yang seolah saling bersahutan. Arjuna tidak menyangka bahwa Renata masih terasa begitu nikmat, seperti saat mereka pertama kali bercinta, bahkan mungkin lebih enak. Begitupun dengan Renata, baginya Arjuna masih hebat dalam bercinta. Dalam kamus pria itu, seolah tidak ada kata lelah di dalamnya. Lagi dan lagi, pria itu seolah tidak bisa dipuaskan.Pagi ini ketika terbangun, Renata melihat Arjuna yang masih tertidur sembari memeluk tubuhnya. Pria itu terlihat lebih seksi dengan wajah bantal, kelelahan menggurati wajahnya - tapi wajar saja, mereka baru tidur menjelang pagi.Renata yang sudah bangun tidak bisa lagi memejamkan mata, jadi dia memutuskan untuk menatap wajah Arjuna yang tak pernah puas dipandangnya sambil memainkan bulu-bulu kasar yang kembali tumbuh
Nasi goreng buatan Bi Iyah memang luar biasa lezatnya. Terbukti dengan Renata yang terus saja menambah piringnya secara terus-menerus. Entah lapar karena tenaganya habis setelah malam yang panjang atau memang doyan. Yang jelas, Renata sangat ingin perutnya terisi penuh dengan nasi goreng buatan Bi Iyah. Bahkan, harus Renata akui jika nasi goreng buatan Bi lyah jauh lebih lezat daripada buatan sang Executive Chef Arjuna."Kamu lapar?" tanya Arjuna yang tercengang melihat Renata yang sudah tiga kali menambah piringnya dengan nasi goreng.Renata mnengangguk karena mulutnya terisi penuh oleh nasi goreng."Nanti gendut, jadi jelek." ejek Arjuna yang membuat Renata memoloti pria itu."Oh, jadi saya nggak boleh gendut? Terus kamu nggak suka saya gendut?" ucap Renata dengan nada ketusnya saat nasi goreng dalam mulutnya sudah melewati tenggorokan dan meluncur ke perut."Saya kan bercanda.""Kamu ngomongnya kayak yang serius," balas Renata ti
Setelah pertemuan dengan wedding organizer dan desainer yang cukup memakan waktu, Arjuna akhirnya memutuskan untuk mengajak Renata makan malam di salah satu restoran yang sebelumnya sudah dia pesan. Arjuna juga baru ingat jika malam ini adalah malam minggu. Malam yang sudah menjadi tradisi bagi mereka yang memiliki pasangan untuk menghabiskan waktu berdua.Awalnya Renata menolak dan lebih memilih untuk pulang karena Renita akan kembali ke Palembang besok pagi. Tapi, karena pria itu bersikeras, bahkan Arjuna sudah susah-payah memesan meja, Renata jadi tidak tega menolak. Tapi dia mengeluarkan syarat, harus pulang sebelum pukul sepuluh malam."Kita mau makan di mana?" tanya Renata kepada Arjuna yang sedang menyetir mobil."Ke restoran yang udah saya pesan.""Iya, ke mana? Nama restorannya apa?" tanya Renata lagi, sedikit kesal karena penasaran.Arjuna malah terkekeh dengan nada bicara Renata. "Kamu lucu."Kemudian Arjuna mencubit pipi kanan Re
Makanan pun tiba dan mengalihkan perhatian keduanya. Sirloin steak with barbeque sauce and mix vegetables and potatos wedges, ada juga red bean soup yang Renata tahu adalah sup favorit Arjuna. Arjuna juga memesan grilled ribs with cheese sauce and mashed potatos yang menggugah selera. Serta satu botol wine yang akan menemani makan malam mereka.Renata langsung saja menyantap makanan tersebut. Namun tidak dengan Arjuna. Renata hanya melihat Arjuna yang menatap dirinya dengan senyum mengembang di wajah. Sesaat, Renata merasa salah tingkah."Ka-kamu nggak makan?""Udah kenyang.""Kenyang? Makan apa?""Lihatin senyum dan wajah cantik kamu," ucap Arjuna seraya mengedipkan sebelah matanya.Gila! Kalau begini, jangan salahkan Renata yang selalu merona. Tak ingin membuat semu di wajahnya semakin tebal, Renata memilih untuk menundukan kepala dan kembali melahap santap malamnya yang lezat.Renata terkejut saa
Pagi ini Renata dan Renita tengah disibukkan dengan kepulangan sang adik. Sejak subuh, mereka berdua sudah mulai berkemas. Renita terpaksa pulang karena suaminya memintanya demikian, padahal Renita masih ingin berlam-lama di Jakarta bersama kakaknya. Tetapi apa boleh buat, sebagai istri harus patuh terhadap suami, jadi Renita menuruti apa yang dikatakan oleh pria yang dicintainya itu."Renita, cepat. Taksinya udah datang!" teriak Renata saat Renita masih berkutat dengan peralatan make up-nya."Iya Kak, sebentar," balas Renita dari dalam kamar miliknya."Duh, lo lelet amat, deh, Ta," ketus Renata. Renita memang tidak pernah berubah. "Buruan, kasihan sopir taksinya nunggu dari tadi. Mau gue antar nggak, sih, lu?"Renita keluar dari kamarnya, masih sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam tas make-up-nya. "Koper aku mana?""Udah dibawa sama sopir taksinya. Buruan deh, nanti telat sampai bandara."Renata yang sudah siap, langsung saja berjalan
Renata tersentak dan spontan memukul bahu Arjuna dengan keras, terbukti dengan suara ringisan Arjuna. "Enak aja. Kamu itu milik saya, karena kamu adalah my hottest chef.""Oh, jadi cuma sebatas chef?" protes Arjuna dan Renata tertawa kembali. Rasanya menyenangkan jika dia dan Arjuna tertawa bahagia seperti ini.Renata berhenti sejenak, dikuti dengan Arjuna yang ikut menghentikan langkah. Wanita itu pun mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Arjuna. "You're my hottest chef and my future husband."Arjuna terkekeh dan membalas bisikan Renata dengan ciuman di pipi seraya berkata, "And, you're my future wife. I'm so lucky to have you. "Mereka pun kembali berjalan hingga kedua tiba di samping mobil Arjuna. Pria itu membukakan pintu penumpang bagi Renata lalu berjalan mengelilingi mobilnya untuk duduk di jok kemudi."Oh iya, Hari Minggu, Papa ulang tahun," ucap Arjuna sebelum menyalakan mesin mobilnya."Ulang t
Renata menatap dirinya sendiri pada pantulan cermin yang ada di ruang ganti. Tubuhnya sudah terbalut oleh busana pernikahan hasil rancangan Anne. Masih dengan veil yang belum menutupi wajahnya, Renata terus saja menatap dirinya sendiri. Renata tidak percaya, bahwa sebentar lagi, dia akan menjadi istri dari seorang Arjuna Tunggajaya Nuraga. Dan tentu saja, namanya akan berubah menjadi Renata Deanita Tunggajaya Nuraga. Panjang sekali memang, tetapi Renata menyukainya.Tok...tok..tokSuara ketukan dan decitan pintu membuat Renata menoleh ke belakang. Dilihatnya Imelda yang sudah tampak cantik dengan balutan dress tosca panjang dan rambut yang tergerai indah. Sahabatnya itu akan menjadi penggiring mempelai wanita."Yang sebentar lagi bakalan jadi Nyonya Nuraga, lagi deg-degan ya?" ucap Imelda seraya melangkahkan kaki mendekati Renata, lalu memegang kedua bahu Renata.Renata tersenyum samar, berusaha menutupi rasa gugupnya, tetapi gagal."Lo nggak usah
"Dua bulan yang lalu, aku nyaris buat kamu sengsara. Aku telah menyakiti kamu saat itu. Aku nggak tau harus bagaimana, mendengar kamu menangis membuat hatiku sakit. Aku bodoh, ya? Udah membuat kamu menangis.""Sayang..." Renata mengusap pipi Arjuna sekilas. "Nggak usah menyalahkan diri sendiri. Aku bahagia karena kamu kembali padaku. Kamu ada di sini sekarang, itu yang terpenting. Jadi, kita nggak perlu bahas masalah itu lagi, oke?"Arjuna mengangguk."Bae, aku janji nggak-""Udah," potong Renata cepat. "Aku udah nggak percaya sama janji kamu. Dulu kamu janji nggak akan ninggalin aku, tapi buktinya kamu hampir pergi selamanya. Kamu juga janji nggak akan buat aku nangis, tapi nyatanya kamu selalu buat aku nangis."Re,""Aku nggak percaya janji kamu lagi. Tapi, aku percaya kalau kamu akan selalu berusaha ada dan selalu menjagaku dengan cinta yang kamu berikan.""Jadi," Renata menarik tangannya yang sedang digenggam oleh Arjuna. Kemudian
Sayang, bangun. Saya mohon sama kamu, tolong bangun..Suara itu sudah tak asing lagi, sangat familiar. Suara yang selama ini selalu membuatnya nmerasa tenang dan bahagia.Kamu bilang akan merasa bersalah jika saya nangis. Arjuna, saya lagi nangis sekarang, jadi kamu buka, ya, mata kamu.Dia mencoba untuk membuka mata, tapi apalah daya, dia tak sanggup. Dadanya terasa semakin sesak saat mendengar wanita itu menangis. Dia juga ingin menangis, tetapi tak bisa. Tubuhnya selalu saja menolak jika dia ingin berusaha. Kegelapan semakin dalam menyelimuti dirinya. Seakan-akan berada di dasar Samudra yang paling dalam dan sulit untuk mencapai ke atas. Berusaha berenang tetapi tak bisa. Tak ada yang bisa dia lakukan selain berdiam.Dia terus saja mendengar Renata menangisi dirinya. Dia ingin sekali nembuka mata dan mengatakan pada Renata bahwa dia merasa bersalah. Tangisan Renata membuat hatinya menjerit sakit. Renata hanya ingin dia bangun, tapi ke
Setelah menemui Anne, selanjutnya Renata bertemu Ivan wedding organizer yang akan mengurusi pernikahannya nanti. Saat Renata memasuki kantor pria itu, dilihatnya Ivan sedang memegang secangkir kopi dari kedai kopi ternama di Indonesia."Hai..." sapa Ivan sembari mengulurkan tangan kanannya."Hai juga, Van." Renata menerima jabatan tangan Ivan sambil tersenyum hangat.Pria itu langsung mempersilahkan Renata duduk. Bahkan, dia sudah memesankan Renata coffee latte, kopi favoritnya."Jadi, gimana, Ren?" tanya Renata seraya mengambil cangkir dan menyesap cofee latte-nya."Semuanya udah beres. Undangan sudah, alat dan bahan dekorasi pun udah, kateringnya juga sudah siap.""Untuk pelunasan sisa biaya, kira-kira kapan?" tanya Renata."Seminggu sebelum hari pernikahan," balas Ivan yang diikuti dengan anggukan kepala Renata. "Eh, kok sendiri ke sininya? Mana calonnya?""Sibuk kerja, dia masuk siang. Jadi, nggak bisa temenin saya ke sini.
Tuhan, kenapa kau bawa dia pergi sebelum aku benar-benar bahagia?Kenapa kau jauhkan dia saat aku ingin selalu dekat dengannya?Kenapa kau buat dia menjadi pria berengsek yang ingkar pada janjinya?Apa salah aku, Tuhan?Hingga kau membuatku seperti ini.Dia,Hanya dia satu-satunya yang membuatku bahagia.Setiap kata dan tindakan kecil yang dilakukannya selalu membuatku bahagia.Senyum, tawa, dan tangisnya sudah menjadi temanku selama ini.Tuhan,Jika aku boleh minta, tolong kembalikan dia.Atau,Jika kau tak bisa nengembalikannya...Tolong sampaikan padanya bahwa aku rindu...Dari Renata yang selalu merindukan pria bernama Arjuna.☆☆☆☆☆Dua bulan kemudian...Renata baru saja meletakkan sebuket bunga di atas salah satukuburan di pemak
Tiga hari berikutnya kondisi Arjuna masih sama. Masih koma, sepertinya pria itu masih menolak untuk bangun. Renata yang sudah rapi dengan chef jacket-nya berdiri di samping ranjang Arjuna. Tidak ada pilihan, dia harus kembali bekerja untuk menggantikan posisi Arjuna. Namun, Renata tak pernah absen menemani Arjuna sebelum dan sepulang kerja."Sayang.." Renata mengusap puncak kepala Arjuna. "Saya kerja dulu, ya? Kamu jangan kayak kemarin."Renata berjalan keluar dan mendapati Ayah Arjuna sudah siap menggantikannya. Setelah berpamitan, dengan berat hati, Renata terpaksa pergi ke hotel. Jujur saja, semuanya terasa salah tanpa kehadiran Arjuna, tapi bekerja akan membantu Renata tetap waras. Dia juga tidak ingin lagi terpuruk menangis, itu tidak akan membantu dirinya sendiri dan juga Arjuna."Selamat pagi," sapa Renata yang dibalas dengan sapaan serta senyuman oleh karyawan lain.Imelda juga merasa senang karena Renata berusaha keras untuk bersikap nor
Tangis Renata menggema di lorong rumah sakit berdinding putih tersebut. Tubuhnya bergetar hebat dengan bercak air mata menutupi wajahnya. Ditatapnya telapak tangannya sendiri yang terbuka dan bergetar, bercak darah Arjuna memenuhi permukaan kulitnya. Renata masih tidak bisa menyingkirkan ingatan mengerikan itu, ketika Arjuna nyaris saja mati di hadapannya, tertembak oleh wanita gila yang terobsesi padanya.Sudah dua jam berlalu sejak kejadian naas itu, namun kondisi Arjuna masih kritis. Itu sudah cukup untuk membuat tangis Renata semakin menjadi. Di seberang sana, Ayah Arjuna tampak sedang menatap kosong ke arah ubin rumah sakit yang mengilat. Pria itu tidak menangis, hanya terdiam seperti orang yang baru saja kehilangan nyawanya."Arr-Arjuna.." lirih Renata dengan bibir yang terus saja bergetar hebat.Imelda yang kini sedang duduk di sampingnya hanya bisa merangkul bahu temannya itu. Memeluknya erat serta memberikan kehangatan kepada Renata. Imelda bergegas dat
Sepanjang perjalanan, Renata menyimpan kecemasan tersendiri. Dia takut jika Ayah Arjuna tidak menyukai penampilannya sekarang, tetapi Arjuna seperti bisa mencium kecemasannya. Pria itu menyentuh lembut lengannya, meremas tanpa kata-kata seolah sedang memberi kekuatan dalam diam.Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 dan mereka telah di tiba di kediaman Ayah Arjuna yang sudah penuh oleh para tamu undangan. Memang, setiap tahunnya, perayaan ulang tahun Ayah Arjuna selalu dirayakan besar-besar, hitung-hitung sebagai ajang berkumpulnya teman lama.Pria itu sedang berbincang dengan salah satu temannya Ketika dia menoleh untuk menyambut anaknya dengan hangat. "Arjuna, apa kabar?""Baik, Pa," balas Arjuna. "Maaf pa, Arjuna nggak bisa ngasih hadiah. Arjuna cuman bisa ngasih Renata sebagai calon istri Arjuna."Ayahnya terkejut dengan pengakuan Arjuna barusan. Bahkan pria itu tidak menyangka jika anaknya sudah melamar Renata. Begitupun dengan Renata, yang menunjukan c
Renata tersentak dan spontan memukul bahu Arjuna dengan keras, terbukti dengan suara ringisan Arjuna. "Enak aja. Kamu itu milik saya, karena kamu adalah my hottest chef.""Oh, jadi cuma sebatas chef?" protes Arjuna dan Renata tertawa kembali. Rasanya menyenangkan jika dia dan Arjuna tertawa bahagia seperti ini.Renata berhenti sejenak, dikuti dengan Arjuna yang ikut menghentikan langkah. Wanita itu pun mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Arjuna. "You're my hottest chef and my future husband."Arjuna terkekeh dan membalas bisikan Renata dengan ciuman di pipi seraya berkata, "And, you're my future wife. I'm so lucky to have you. "Mereka pun kembali berjalan hingga kedua tiba di samping mobil Arjuna. Pria itu membukakan pintu penumpang bagi Renata lalu berjalan mengelilingi mobilnya untuk duduk di jok kemudi."Oh iya, Hari Minggu, Papa ulang tahun," ucap Arjuna sebelum menyalakan mesin mobilnya."Ulang t