“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Grace
“Membawanya ke peristirahatan terakhir,” ucap Alice
“Tidak ada satu pun kerabatnya yang datang kemari ya?”
“Benar. ini sangat di sayangkan.”
“Kalau begitu, apa tidak apa-apa memulai upacara pemakamannya tanpa kerabat bahkan keluarganya?”
“Entahlah.”
“Tunggu, pasti ada seseorang yang mungkin mengenal kerabatnya. Tidak mungkin tidak ada sama sekali,” sahut Theresia
“Sudah ku cari tadi. Tapi tidak ada.”
“Sebaiknya kita meminta bantuan polisi kali ini. Oh iya, bagaimana dengan catatan bahwa Isabella dulunya di adopsi? Bukankah itu artinya dia berasal dari suatu tempat?” tanya Grace
“Benar juga. Kenapa aku tidak berpikir sampai ke sana,” sahut Alice
Mereka bertiga kemudian mencari dokumen yang berisikan data informasi mengenai Isabella dengan meminta bantuan polisi. Awalnya mereka ragu dengan keputusan ini, namun ada benarnya juga. Sesampainya di sebuah kantor polisi,
“Jadi, anda datang kemari untuk menghadiri pemakaman ini atau ada perihal lain?” ucap ibu panti “Aku sangat bersedih karena anak ini sudah tidak ada. Padahal sungguh di sayangkan bukan?” ucap wanita itu Di tempat yang berbeda di sebuah taman yang ada di pusat kota. Di sana, Alice dengan kedua temannya itu kemudian bersantai dan menghilangkan rasa lelah mereka karena sebelumnya terjadi sebuah tragedi. Alice yang sedang duduk sambil menikmati cuaca, tiba-tiba dirinya teringat akan suatu hal. Di sampingnya ada Theresia yang sedang sibuk memainkan ponselnya. Alice kemudian melihat beberapa pesan yang memasuki ponselnya dan ternyata terdapat sebuah pesan dari Justin. Theresia yang mengintipnya kemudian menanyakan sesuatu. “Apa itu?” tanya Theresia dengan penasaran kepada Grace “Ini, Justin. Dia baru saja mengirimkan tugas kepadaku katanya dia ingin aku mengeceknya apakah itu sudah betul atau tidak.” “Oh, ternyata anak itu cukup rajin juga ya.”
“Laki-laki memang seperti itu ya,” ucap Theresia “Menjijikan. Bagaimana bisa di melakukan itu setelah apa yang menimpa Janette,” sahut Alice “Kalian benar. tapi, apa itu juga hanya kebetulan?” “Apa maksudmu yang hanya kebetulan?” “Bisa saja kan dia memang sudah seperti itu dari awal. Karenanya....” “Aku tidak yakin akan hal itu. tapi, melihat reaksi yang barusan sekarang mulai mengerti. Rasanya ingin sekali menghabisinya astaga,” sahut Theresia “Sepertinya kita memang harus membawanya ke hipnoterapi,” sahut Alice “Untuk apa?” “Tentu saja membongkar semuanya. Aku yakin dia tidak akan semudah itu mengatakan semuanya.” “Kau benar. apa kita lakukan saja?” ucap Grace “Sebenarnya, masih ada sesuatu yang janggal. Apa kalian tidak sadar, selama ini kita mengarahkan semuanya kepada Philip dan sama sekali tidak melihat dari sudut pandang Janette,” ucap Alice dengan serius “Justru karena itu,
Philip tidak mencurigai apa pun saat itu dan kemudian kembali karena di bekerja paruh waktu di sebuah kantor pos. Tidak lama kemudian, Janette pergi dengan cepat dan dia rupanya bertemu dengan seseorang di dalam mobil. Tanpa berlama-lama, mobil itu kemudian bergerak dan mereka berdua pergi ke suatu tempat. Janette yang ada di dalam sana bersama dengan seorang pria. Setelah mereka sampai di suatu tempat, mereka berdua kemudian mengobrol untuk waktu yang lama. Janette bersama dengan orang itu terlihat bahagia. Tentu saja karena orang itu tidak lain adalah salah satu kerabatnya. Setelah mereka berdua sibuk berbicang dan bertemu tidak lama kemudian Janette mengatakan maksud dan tujuannya. Di satu sisi, rupanya kerabatnya itu sangat mewaspadai apa yang akan di katakan oleh Janette hingga akhirnya orang itu meninggalkan Janette di sana seorang diri. Melihat reaksi kerabatnya yang mencelanya membuat Janette terdiam dan kemdian merenungkan sesuatu. Kerabatnya itu meninggalkan dirinya di san
“Halo” “Halo, Janette apa kabar kau baru kali ini menghubungiku,” ucap suara seorang pria di balik telepon “Hapus itu!” “Apa? kenapa?” “Kubilang hapus sialan! Sekarang juga hapus video itu.” “Wow kau berteriak. Apa kau sedang mabuk? Untuk apa aku harus menghapusnya kau tahu itu begitu berharga. Bukankah kau juga jadi mendapatkan penghasilan dari itu?” “Sialan! Ku bilang hapus sekarang juga atau ku bunuh kau!” “Jangan bilang begitu. Bukankah kau juga sudah setuju dengan itu? kau sendiri yang mengatakannya.” “Oh fuck.” Janette kemudian mematikan panggilannya dan dirinya minum satu kaleng beer lagi. tidak lama kemudian, video yang di unggah saat itu memang memiliki banyak sekali penonton dan mereka terlihat menyukainya. Janette yang dengan frustrasi kemudian merasa hancur dan menyesali perbuatannya itu. Satu bulan yang lalu, ketika saat itu Janette sedang berada di posisi terpuruk dan dirinya pergi ke sebuah club y
Janette yang bertemu dengan Luci di tempat kerja Luci walau sebenatar rupanya dirinya mulai merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Ketika Janette hendak pulang, tidak lama kemudian seorang temannya yang merupakan anak kelas sebelah kemudian menelponnya namun Janette tidak mengangkatnya karena sedang bersama dengan Philip. Setelah Janette pulang, dia kemudian mengecek ponselnya dan ternyata temannya yang bernama Maria itu menelponnya lebih dari lima kali. Janette yang penasaran akan hal itu kemudian tanpa berlama-lama langsungb menghubunginya saat itu juga. “Halo,” “Halo, Janette?” “Iya Maria. Sebelumnya kau menelponku ada apa?” “Kau sekarang dimana?” “Aku di rumahku ada apa?” “Bagaimana kalau sekarang kau lihat artikel di web yang akan ku share link nya tunggu sebentar.” “Oh oke.” Tidak lama kemudian Maria mengirim link yang sebelumnya dikatakan olehnya melalui pesan teks. Janette kemudian menekannya dan langsung memas
Luci kemudian meninggalkan Adeline yang sedang duduk di kursinya di dalam ruangan clubnya. Luci sudah mencoba membantu semampunya dan esok harinya Janette memasuki kelas. Semua orang melihatnya dengan tatapan seperti mengatakan tidak tahu malu. Di sana, Janette duduk di kursinya dan selama kuliah berlangsung semuanya bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Tidak lama kemudian, seseorang datang menghampirinya dan kemudian membawa Janette yang ada di sana ke suatu tempat. Kali ini Janette di bawa oleh salah satu penggemar Philip dan rupanya orang itu merasa kecewa sekaligus malu dengan perbuatannya. Janette yang hanya bisa terdiam kemudian di pukuli oleh mereka dan ternyata salah satu temannya menuangkan kopi ke kepala Janette. Mereka kemudian pergi meninggalkan Janette yang ada di sana sendirian. Dengan perasaan yang campur aduk, Janette kemudian mencuci dirinya di sebuah toilet. Dan ketika dirinya keluar dari sana, sekelompok orang mengejeknya dengan mengatakan kata-kata yang tidak
Begitu Philip mengatakan apa yang ingin dikatakan olehnya, tidak lama kemudian dia pergi bersama dengan temannya itu. Alice dan kedua temannya masih duduk di sana dan kemudian mereka merenungkan semuanya. Theresia yang terlihat bersedih begitu juga dengan Grace yang selama ini sekelas dengannya tapi tidak mengetahui apa-apa membuatnya merasa tertekan. “Aku masih tidak menyangka. Jujur saja, ini bukan masalah kecil,” ucap Theresia “Kau benar. aku mengerti kenapa ada sebagian yang menyembunyikan inin dan ada juga yang sebaliknya,” sahut Alice “Bukankah sudah jelas dia di jebak. Tapi kenapa?” ucap Grace “Salahnya adalah dia mengakhirinya di lokasi kampus. jika bukan di sana semua ini tidak akan terjadi.” “Tidak. Justru itu tidak akan berdampak apa pun.” “Aku merasa bersalah karena ingin tahu sekali mengenai ini.” “Tidak. Ini bukan salah siapa-siapa. Semua orang berhak mengetahui kenyataan,” ucap Alice “Aku sungguh bingung.
Alice hanya terdiam sambil mendengarkan apa yang di katakan oleh Theresia. Suasananya berubah menjadi kelabu dalam sesaat. Alice hanya bisa menahan diri untuk tidak memaksanya mengatakan apa yang terjadi kepadanya. Alice kemudian menatap ke arahnya dan terlihat Theresia yang mulai suram. Di balik keceriaanya selama ini ternyata tersimpan sesuatu yang tidak pernah dia tunjukan kepada siapa pun. Di dalam hatinya dirinya sangat tersiksa dan seakan berada di ambang antara waras dan tidak. Tepat di hari itu, ketika Theresia masih berusia 12 tahun. Di rumahnya yang penuh dengan kebahagiaan dalam sekejap berubah menjadi gelap. Orang-orang yang menyadari mereka adalah penjahat membuat mereka harus menanggung akibatnya. Theresia yang masih kecil mencoba untuk tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan hanya melalui hari-hari dengan penuh kebahagiaan dan itu membuat beberapa teman sekolahnya merasa iri akan kehidupannya. Suatu hari di sekolah, guru mengumumkan peringkat kelas da
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang