Alice yang melewati tempat itu, kemudian dia sampai di depan rumahnya. Dengan perlahan memasukinya. Ketika Alice membukakan pintunya, di sana Antonio sudah menunggunya di ruang tamu sambil bermain game. Dia kemudian mengulurkan tangannya dan menagih permintaannya itu.
“Mana pesananku?” ucap Antonio
“Ini,” sahut Alice sambil memberikan pesanannya. Alice langsung pergi ke kamarnya.
“Kerja yang bagus.”
Dia membiarkan Antonio di sana sendirian. Sesampainya di kamar, Alice langsung berganti pakaian dan kemudian mencuci wajahnya. Di saat itu pula, Alice langsung memandangi cermin kamar mandi dan menghela nafas panjang. Rasa lelah yang bertumpuk dalam tubuhnya membuat dirinya kemudian tertidur dengan pulas begitu sampai di tempat tidurnya. Dan pada ke esokan harinya, Alice terbangun di pagi hari dan mulai merapikan tempat tidurnya di susul dengan pekerjaan rumah lainnya yang hanya di kerjakan oleh dirinya. Setiap pagi Alice memang selalu menderita. Ketika se
Tiba-tiba saja Alice teringat akan malam itu. Dimana Theresia terlihat begitu stres setelah mendapat panggilan dari orang itu. Dari sana, Alice langsung menyimpulkan sesuatu. Selama mengenalnya memang Theresia memiliki kemiripan dengannya namun, tidak pernah mengatakan sekalipun di mana keberadaan keluarganya. Dia hanya mengatakan bahwa rumahnya berada di alamat yang selumnya mereka berdua datangi. Kali ini sangat rumit dan membuat Alice merasa bersalah kepada dirinya dan tidak mencoba untuk meringankan bebannya. Grace yang melihat Alice dengan wajah seperti itu membuat dirinya juga ikut cemas. Di samping itu, hari sudah mulai gelap. Awan mendung terlihat di langit pertanda akan turun hujan. Dan benar saja, tidak lama kemudian turun hujan deras di kota ini. Seakan langit baru saja menangis. “Hujan,” ucap Grace “Kita terjebak di sini.” Di jalan pinggiran kota, seorang gadis sedang berada di sana seorang diri. Di bawah derasnya hujan dia berjalan menyusuri seki
“Kesimpulan macam apa itu.” “Bukankah memang biasanya begitu. Jika seseorang mengalami hal buruk maka dia akan menghindari pergaulan sosial dengan kata lain lebih memilih sendiri dan mulai melakukan pengobatan.” “Tidak semuanya bisa disimpulkan seperti itu. aku juga tidak mengerti. Jujur saja ini terbilang membuatku panik. Tidak mungkin jika dia memilih menghilang hanya karena suatu alasan. Apa kau tidak berpikir begitu?” “Benar juga. Tapi tidak menutup kemungkinan jika apa di alaminya saat ini sangat menyakitkan. Itu bisa dibayangkan seperti dihantui mimpi buruk. memang semua orang ada fasenya namun, sebagai teman apa kita hanya akan berdiam diri dan menontonnya saja? Bukankah itu terlalu kejam?” “Ternyata kita satu pemikiran.” “Sudah ku duga. Bagaimana pun juga kita harus menemuinya.” “Iya. Kau benar. dan masalahnya masih belum ada solusi.” “Apa sebelumnya tetangganya jujur tidak tahu kemana mereka pindah? Rasanya tidak mungk
Setelah pergi dari ruangan itu, mereka berdua kemudian hendak pergi ke suatu tempat. Namun, begitu mereka akan pergi tiba-tiba saja Adeline menghampiri mereka berdua. Dia datang seorang diri. Tidak biasanya orang seperti dirinya mendatangi mereka berdua. Biasanya Adeline selalu di sibukan dengan kegiatannya sehingga tidak waktu luang. Wajahnya yang terlihat seakan memperlihatkan tanda tanya besar membuat mereka berdua yang ada di hadapannya menjadi heran. “Alice. Apa kita bisa bicara sebentar?” tanya Adeline “Iya tentu saja.” “Grace, tunggulah di sini, aku akan segera kembali.” “Okay,” sahut Grace Mereka berdua kemudian pergi ke suatu tempat. Di dekat sebuah koridor lantai tiga. Mereka berdua di sana mulai mengobrol. “Ada apa?” tanya Alice “Apa kau tahu mengenai Janette?” “Apa?” “Bukan bermaksud apa-apa. aku hanya ingin mengetahui sesuatu dari sudut pandangmu. Jika kau berkenan tentunya.” “Kau tidak seda
“Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kau pindah? Apa keluargamu yang menyuruhmu?” tanya Alice dengan penasaran “Tidak. Aku sendiri yang memutuskan untuk pindah.” “Sungguh? Kau?” “Benar. karena aku akhir-akhir ini mengalami banyak hal dan ku pikir jika tinggal di tempat itu hanya akan membuatku semakin menderita karenanya aku memutuskan untuk tinggal sendirian di sini.” “Pertanyaanku masih belum kau jawanb. Apa yang terjadi padamu? Tidak biasanya kau seperti ini.” “Soal itu.... aku tidak bisa memberitahumu.” “Apa? kau pikir aku siapa? Jangan khawatir aku tidak akan menyebarkannya.” “Bukan itu masalahnya. Akut tidak peduli kau mau menyebarkannya atau tidak itu bukan urusanku. Hanya saja, ini waktu yang tidak tepat. Alasanku tidak mengabari siapa pun karena kau butuh sendiri.” “Kau?” “Sunggu aku tidak bermaksud apa pun. Aku hanya butuh kesendirian untuk menenangkan diriku. tidak ada masalah apa pun di kampus jad
Justin yang sibuk dengan pekerjaannya itu kemudian melaanjutkannya. Hari ini dia berada di sebuah ruangan kerja di rumahnya. Tidak biasanya Selena mau datang ke sana hanya untuk meminta bantuannya. Di samping itu, beberapa orang tengah di hebohkan dengan kecelakaan yang menimpa salah satu anak jurusan yang sama dengan mereka. Kecelakaan yang terjadi kemarin malam membuat semua orang heboh. Pasalnya, kecelakaan itu membuat anak itu harus koma dalam beberpa waktu kedepan. Kejadian yang terjadi di depan sebuah bar yang berada di pusat kota membuat semua orang panik dan ternyata anak itu dalam kondisi sial dan akhirnya harus menabrak sebuah mobil pengangkut barang. “Adeline,” ucap salah satu rekannya “Apa?” “Kau sudah memperbarui berita itu?” “Iya sudah ku perbarui. Ada apa?” “Seharusnya kau tidak menambahkan bumbu-bumbu seperti itu. lagi pula semua orang juga pasti akan membacanya.” “Kalau begitu apa yang harus ku tulis?” “Sesuai
Beberapa menit kemudian, pihak keamanan datang ke sana dan langsung menyelamatkan nyawa anak itu. Begitu selesai, anak itu langsung dibawa ke rumah sakit terdekat dengan menggunakan ambulan. Alice bersama dengan Grace dan juga Theresia ikut bersama dengan tim penyelamat ke rumah sakit. Hari itu membuat orang-orang yang ada di sana berasumsi bahwa kecelakaan ini terbilang cukup fatal dan kemudian meminta untuk berhati-hati jika berada di pinggiran danau. Semua orang terlihat begitu panik bahkan ada salah satu di antara mereka yang langsung membuat konten berbahaya itu hanya untuk viewers. Tidak lama setelahnya, pihak keamana saat itu juga langsung menutup area. Mereka yang masih berada di sana harus segera meninggalkan lokasi karena takut akan terjadi hal yang sama untuk kedua kalinya. Mereka kemudian bubar dan banyak diantara mereka yang masih membicarakan hal itu dan juga mencoba untuk protes. Tepatnya di sebuah rumah sakit di kota tersebut, ambulan yang membawa anak itu ke
Mendengar ucapan Theresia dan Alice, Isabella kemudian terdiam dan menunduk. Di saat yang bersamaan pula dirinya mulai menitikan air mata secara tidak sengaja. Isabella yang menyadari akan hal itu kemudian mengusap air matanya dan dia langsung menatap mereka bertiga. Tatapann yang ditunjukannya kali ini berbeda dengan sebelumnya. Tatapan kosong yang terlihat sayu dan juga dirinya mulai merasa hampa. Alice kemudian menepuk pundaknya yang bertujuan untuk menguatkan Isabella. Tidak lama kemudian dokter datang dan akan memeriksa kondisi Isabella. Alice kemudian mempersilahkan dokter. Isabella kemudian mendapatkan perawatan dan setelahnya dokter itu pergi lagi dari ruangan tersebut. “Kau sekarang sudah mulai membaik? apa perasaanmu masih kesal?” tanya Alice “Entahlah.” “Jika kau tidak ingin memberitahukan kepada orang tuamu kami akan menuruti apa katamu. Asalkan kau berhenti melakukan tindakan sia-sia itu,” ucap Alice “Bagaimana bisa? Aku tidak bisa.”
6 hari berlalu, Isabella tidak masuk kelas. Mereka yang ada di kelas tersebut kemudian saling berbisik dan beranggapan yang aneh mengenai dirinya. Ke esokan harinya, Isabella memasuki kelas dan semua anak yang ada di kelasnya itu tidak ada yang berbicara kepadanya. Bahkan ketika dirinya bertanya. Mereka semua terus menatapnya dengan tatapan yang mengerikan. Dan juga tidak sedikit dari mereka yang mengejeknya. Isabella yang bersabar akan hal itu dan juga berpikir semua ini akan berakhir tepat pada waktunya karena itulah dirinya harus penuh kesabaran. Ucapan itu yang terukir di hati dan juga pikirannya rupanya malah berubah. Isabella berubah menjadi anak yang terlihat depresi dan juga dirinya seakan sudah bosan hidup. Di lantai atas tepatnya di sebuah atap. Isabella sedang memandangi langit dan juga melihat ke arah bawah yang tinggi itu namun di matanya terasa menyenangkan. Ketika Isabella ada di atap, seorang murid perempuan yang merupakan kelas sebelah melihatnya ada di sana dan kem
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang