Saras menenangkan diri dengan duduk di depan kemudi dengan mendengarkan musik, setelah dirinya menangis di kafe dan ditegur oleh pegawainya, kini ia lebih memilih berdiam diri di dalam mobil.
"Sekarang aku harus bagaimana?"
Ponselnya selalu ia pegang dan berharap Reyhan akan menelponnya, namun sampai senja hari, Reyhan tak kunjung memberi kabar.
"Masak sampai malam aku ada di sini?"
"Mau balik ke Banyuwangi aku masih malas dan capek, apa aku nginap aja di hotel ya?"
Saras bersandar di jok mobil yang ia setel sampai bisa buat berbaring. Suasana hatinya lagi gak mood, ia betul-betul sedih dan gelisah memikirkan nasibnya.
Mau cerita masalahnya ke orang terdekat pun terusik rasa malu dan hilang percaya diri. Saras takut dirinya dihina oleh orang-orang bila dirinya hamil dan Reyhan tak mau menikah dengannya secara hukum, sedangkan status dirinya sekarang hanya ist
Saras bersemangat lagi setelah dapat telepon dari Munifah, ia kini punya keberanian untuk menyatakan kehamilannya di depan keluarga Reyhan. "Kalau nanti aku di tolak, maka aku akan pergi dari negara ini, aku tak mau lagi tinggal di desa, aku tak mau jadi bahan gunjingan." "Adik-adikku sudah dewasa dan mereka bisa hidup dari hasil toko bangunan yang aku punya." "Kini saatnya aku hidup bahagia, aku tak mau lagi hidup dalam lubang derita." "Tunggu, aku cari di mana Mas Reyhan? Apa aku samperin ke rumahnya?" Di tengah perjalanan ke rumah Reyhan, Saras menjadi bimbang. Mobil ia parkir di tepi jalan dan ia meraih ponsel yang ada di dalam tasnya. "Aku coba telepon Mas Reyhan lagi, siapa tahu hp-nya online." Saras menekan nomor kontak Reyhan, terdengar suara suara notifikasi panggilan ke luar, tak berselang lama terdengar suara seor
Setelah mencari ketenangan diri, Saras akhirnya memutuskan untuk tidak akan pernah menggugurkan kandungannya, ia berencana untuk merawat anak itu seorang diri setelah bayi itu lahir. Keputusan sulit itu ia ambil dengan sangat terpaksa karena dirinya tak mau melakukan dosa besar."Anak dalam rahimku tak berdosa, aku tak akan pernah menggugurkan kandunganku. Aku harus kuat, aku sebaiknya pergi dari sini, lebih baik aku pulang dulu ke Bayuwangi."Ting! Suara pesan singkat yang masuk dalam hp-nya."Mas Reyhan, gak sabar nunggu berita dariku, lalu aku harus bilang apa?""Aku harus bilang apa?""Haruskah aku abaikan pesan ini? Atau aku balas?"Pikirannya Saras kini bingung mau jawab apa, sedangkan dirinya tak ingin menggugurkan kandungannya, tapi Reyhan ingin bayi itu tak lahir ke dunia."Untuk saat ini aku abaikan saja pesan ini," gumamnya sem
Satu minggu kemudian...Paspor dan visa sudah Saras kantongi, kini dirinya siap untuk pergi. Kepergiannya tak banyak orang yang tahu, hanya keluarga inti saja yang ia beri tahu. Bahkan adik-adiknya tak ada yang boleh bicara dengan Reyhan tentang kepergiannya.Malam itu adik-adiknya berkumpul di kamarnya, raut wajah mereka terlihat sedih, mereka sangat berat melepaskan kepergian Saras."Mbak, bagaimana dengan Mas Reyhan?" tanya Bayu."Aku sudah tak bisa bersama Reyhan, aku harus pergi.""Bukankah aku sudah cerita padamu?""Iya, sih!" jawab Bayu, "tapi aku masih belum terlalu mengerti semua itu.""Apa yang tak kau mengerti," balas Saras sambil merapikan barang yang akan ia masukkan kopernya."Mungkin seiring waktu Mas Reyhan akan berubah pikiran.""Bayu, Mas Reyhan bersama Bella dan aku tak mau bera
Setibanya di Bandara Changi Singapura, Saras mengikuti petunjuk yang sudah Munifah jelaskan, ini pertama kali Saras ke luar negeri, tapi Munifah sudah dengan terperinci memberikan informasi dan petunjuk bagaimana Saras bersikap saat tiba di bandara. Langkah kaki Saras menuju Arrival Immigration Halls di lantai dasar untuk pemeriksaan imigrasi. Dokumen perjalanan yang sah ia pegang dengan erat, Saras hatinya berdebar-debar saat berada di bandara internasional yang indahnya bukan main itu. Ketika tiba di Bandara Changi Singapura, Saras di jemput oleh Munifah, Saras yang tidak bisa bahasa Inggris, tak banyak tingkah, ia hanya mengikuti semua petunjuk Munifah hingga dirinya sampai di pintu ke luar bandara. Seorang wanita cantik dengan pakaian seksi dan berambut cokelat terang sedang memegang sebuah kertas putih dengan nama dirinya tertulis di atasnya. "Hei, Saras!" sapanya dengan suara riang gemb
Sebelumnya Munifah tak pernah cerita bila apartemen itu milik pacarnya, kini setelah sampai di Singapura, Saras menjadi serba salah, bila dirinya tinggal bersama Munifah, maka Saras hanya akan menggangu hubungan mereka."Sebaiknya aku tidak di sini, aku akan pergi saja dari sini," gumamnya.Saras mengusap perutnya, ia lalu berbicara dengan calon buah hatinya yang baru berumur 10 Minggu itu."Kita pergi ke mana lagi, Nak? Mama bingung harus pergi ke mana lagi.""Saat ini kita hanya berdua saja, tapi Mama akan melakukan yang terbaik untukmu."Saras mengambil roti dan memakannya, ia lalu bersandar di jok mobil sambil mendengarkan musik dari hp-nya. Suasana hatinya sedang sedih, namun ia berusaha tabah menghadapi semua cobaan hidupnya."Mas Reyhan saat ini sedang apa ya? Setelah nomorku aku ganti, dia tak bisa menghubungi aku lagi.""Ah, suda
Satu tahun kemudian... Saras yang kini tinggal di kota Solo hidup dengan uang tabungan yang dulu di kasih oleh Reyhan, ia menjaga jarak dari sanak saudara dan juga adik-adiknya, ia bersembunyi dari mereka agar mereka tak bicara dengan Reyhan tentang kehidupannya. Bagaimana dengan status hubungannya dengan Reyhan? Hubungan mereka menggantung di tengah jalan karena Saras yang sengaja pergi tanpa pesan pada Reyhan, bahkan Reyhan tidak tahu bila anaknya telah lahir ke dunia. Sore itu Saras jalan-jalan di sekitar perumahan tempat tinggalnya, ia sedang menggendong bayi dengan selendang batik bermotif bunga berwarna merah. Elena Haura Almahyra, bayi mungil bermata bulat yang bercahaya dan menggemaskan itu baru berusia 5 bulan. Adik-adiknya Saras pun belum pernah melihat keponakan mereka. "Andai keluargaku berada di sini, aku pasti bahagia sekali," gumam Saras. "Di sini setiap orang tanya suamiku, aku bilang kalau suamiku kerja di luar negeri, aku berbohong pada mereka agar aku bisa hidu
Saat Reyhan berjalan ke arahnya, Saras segera berdiri dan ingin pergi, namun keburu Reyhan berdiri di depannya. "Kamu Saras kan?" "Maaf, kamu salah orang." Reyhan memandang wanita cantik yang berdiri di depannya, wanita yang mirip Saras, namun dengan penampilan yang seperti emak-emak dan menggendong bayi dengan kain jarik. "Maaf, aku pikir istriku," Reyhan menunduk, ia hendak berbalik pergi, namun bayi yang ada dalam gendongan Saras kembali menangis setelah sejenak terdiam. "Sayang jangan menangis ya! Cup, cup, cup!" Saras mencoba menenangkan Elena bahkan ia berusaha memberi ASI, namun Elena tetap saja menangis. Reyhan yang hatinya diselimuti oleh keraguan, ai kembali memandang Saras. 'Suaranya juga seperti Saras, tapi yang membedakan adalah penampilan dan juga dia menggendong bayi, dan sepertinya itu anaknya,' batin Reyhan. Saras berusaha menenangkan Elena, tapi Elena tetap menangis dengan keras tanpa sebab, hingga Saras putus asa dan menangis karena selama ini Elena tak pern
"Ngomong- ngomong, sedang apa Mas di sini?" Reyhan menatap Saras, ia juga punya pertanyaan yang sama untuk saras, namun belum sempat ia katakan. "Bagaimana denganmu, sedang apa kamu di sini?" "Pakde Jarwo sakit di sini, jadi aku datang untuk menjenguk," jawab Saras, "kalau kamu?" imbuhnya. "Papaku sakit." "Sakit apa, Mas?" "Papa ada pengobatan Laminektomi yaitu operasi untuk memotong dan mengangkat bagian dari tulang belakang yang bernama lamina. Prosedur itu dilakukan untuk mengatasi nyeri leher, nyeri punggung, atau nyeri pinggang yang tidak membaik setelah pengobatan lain, jadi jalan terakhir harus operasi." "Sekarang bagaimana keadaan Papa?" "Masih di ICU karena tekanan darah naik, jadi masih belum stabil." "Bagaimana dengan Mama kamu?" "Mama selalu menjaga Papa di sini, kadang kami operan jaga." "Pasti capek pulang pergi dari RS ke rumah." "Aku nginap di hotel dekat sini, yang pulang pergi dan ambil baju dan makanan ya para pembantuku." "Oh, begitu ya." Saras terseny
"Kenapa kamu bersama Saras?" "Kenapa, kamu tidak suka?" jawab Radytia seraya menatap Reyhan tajam. Seakan tidak mau kalah dengan Radytia, Reyhan berkacak pinggang sambil menatap balik Radytia dengan pandangan yang siap tanding, "Kalau berani, kita bisa berduel di luar." "Jangan Mas." Saras memegang tangan Radytia erat-erat. Reyhan semakin cemburu melihat Saras begitu dekat dengan Radytia, padahal dengannya Saras selalu menjauh, dia juga tidak tahu sejak kapan Radytia dan Saras bisa sedekat itu. "Apa kalian sudah tidur bersama?" "Dasar gila, kamu bicara terbuka seperti itu, apa tidak malu?" sahut Saras kesal. "Malu ... kalian yang seharusnya malu bergandengan tangan di depan umum padahal dia masih istriku." Plaaakk! Saras menampar Reyhan dengan keras hingga Radytia terkejut melihatnya, dia sungguh tidak menyangka bila Saras senekat itu di depan orang banyak. "Aku bukan istrimu lagi jadi jangan sebut lagi aku istrimu. Ngerti!" Zapp! suara pukulan bogem mentah yang langsung mend
"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Saras sambil menengadah menatap Radytia."Kenapa, apa kamu tidak suka aku melihatmu?""Tidak juga sih.""Kamu cantik, pribadimu juga menarik, apa kamu mau jadi pacarku?"Saras menatap dalam-dalam Radytia, dia rasa Radytia sedang mabuk karena bicaranya ngaco, "Kamu baik-baik saja kan?""Tentu saja," jawab Radytia yang tanpa sungkan duduk di ranjang sambil menatap Saras penuh perhatian."Kenapa lihat-lihat hah! Jauh-jauh sana!""Biasanya kalau wanita bilang jauh-jauh itu tandanya suruh mendekat.""Dekat-dekat sana!" sahut Saras yang mengira Radytia bicara sungguh-sungguh, tetapi Saras tidak tahu kalau itu hanya modus Radytia untuk mendekatinya."Bagaimana, apa ini sudah dekat?"Saras terkejut dengan tindakan Radytia yang langsung mendekatinya dan bahkan wajahnya tepat di depannya hingga hidupnya bisa merasakan hidung Radytia. Saras tidak berani buka mulut karena dia baru bangun tidur dan belum gosok gigi, tapi wajah Radytia yang semakin mendekat mem
Saras menahan gejolak rindu dalam hatinya karena Reyhan sekarang sudah punya istri, sedangkan dirinya hanya ibu dari anaknya, tidak seharusnya dia berduaan dengan suami orang."Aku mencintaimu, percayalah cintaku hanya untukmu," lirih Reyhan."Maafkan aku Mas, aku tidak bisa menerimamu. Tolong kembalilah ke kamarmu, kita sudah bukan lagi suami istri, Mas sudah memilih menikah dengan Bella dan meninggalkanku jadi sekarang waktunya kita untuk berpisah."'Apa maksud kamu Dik, kita sudah lama tidak bertemu dan duku kita berpisah karena salah paham, jadi kembalilah padaku, aku tahu dulu aku banyak salah padamu, tapi mohon mengertilah keadaanku.""Maafkan aku Mas," jawab Saras sambil menepis tangan Reyhan.Mendapat penolakan dari Saras Reyhan pun terduduk lemas sambil bersandar di sisi ranjang, matanya terpenjam dan dia duduk bersila, penyesalan yang begitu besar menyesakkan dadanya."Dik, andai saja dulu aku tidak melakukan kebodohan, mungkin saat ini kita sudah hidup bahagia.""Mungkin sa
Saras sudah muak dengan perilaku Bella, terlebih mereka saat itu di kamar hotel. Langkah kakinya menuju pintu kamar lalu membuka pintu."Keluar dari sini!"Semua yang di dalam kamar memandang ke arah Saras, mereka terkejut dengan ucapan Saras yang tajam."Lama tidak bertemu, aku tidak menyangka kau sekarang lebih berani padaku," balas Bella. "Cukup sudah kau hina aku, jadi sebaiknya kau pergi."Mendengar ucapan Saras, Bella berjalan menuju tempat Saras berdiri, terlihat senyuman sinis dari sudut bibirnya. "Kau menantangku …?""Selama ini aku sudah menghindar dan pergi dari kehidupan kalian, tapi kau masih saja mengangguku, jadi untuk apa aku mengalah?""Saras, kau sudah berubah," balas Bella. "Bukan urusanmu aku berubah atau tidak, tapi kalau kau usik aku, maka aku tak akan tinggal diam!""Baiklah, aku akan pergi, tapi ingat, kalau kamu main-main dengan suamiku, maka rasakan akibatnya!"Tatapan serta ucapan Bella begitu tajam pada Saras, namun Saras bukan wanita yang gampang takluk
Saras setuju menginap di hotel, karena dirinya juga butuh istirahat setelah kemarin melakukan perjalanan dari kota Solo. Melihat perhatian Radytia, saudara-saudara Saras beranggapan bila Radytia punya perasaan khusus pada Saras. "Mbak, sepertinya Mas Radyt itu orang baik," ucap Sundari yang sedang bermain dengan Elena di atas kasur. "Baik dari mananya, bukankah kau baru kenal dia?" "Iya sih, tapi terlihat dari tatapan matanya yang syahdu saat melihat Mbak Saras." "Mbak rasa setiap laki-laki begitu adanya, mereka akan menatap dengan penuh cinta saat belum mendapatkan apa yang dia incar." "Menurut Mbak Saras seperti itu?" "Iya," jawab Saras sambil tersenyum. Saras masih ingat bagaimana perhatian Reyhan padanya saat dirinya belum menikah dengannya, namun setelah dirinya hamil, malah Reyhan memintanya untuk menggugurkan kandungan. Perasaan benci pada Reyhan waktu itu masih sangat terasa sampai saat ini. Rasa benci, rindu dan cinta bercampur aduk dalam hatinya saat ini. "Mbak, kenap
"Radyt, tolong bicara dengan Bella kalau kita cari makan hanya berdua saja," ucap Reyhan sambil memandang Radytia. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus berbohong padanya?" "Ayolah bantu aku kali ini saja." "Hahaha!" tiba-tiba saja Saras tertawa melihat wajah Reyhan, "dasar pengecut!" lanjutnya. "Aku tidak pengecut, tapi saat ini ada Mama di rumah sakit dan Papa juga masih kritis di ICU, jadi aku tidak bisa jujur dengan mereka," jawab Reyhan. "Tetap saja kau seorang pengecut bagiku," sahut Saras dengan pandangan tajam ke arah Reyhan. "Sudah su-" belum sempat Radytia selesai bicara, ponsel yang dipegang Reyhan berdering kembali. "Radyt, tolong bicara dengan Bella," pinta Reyhan. "Aku tidak mau," jawab Radytia. "Radyt aku mohon." Radytia terlihat cuek dan asik dengan makanan yang dia kunyah, sedangkan Reyhan terlihat gelisah sambil memandang ponselnya yang berdering. "Radyt kalau Mama tahu aku makan bersama Saras, Mama bisa kena serangan jantung." Saras yang tadinya merasa kesal de
Mereka sudah sampai di sebuah restoran keluarga yang terletak di sebuah hotel yang nuansanya tradisional berpadu dengan nuansa modern. Makanan melimpah dari nuansa Indonesia, nuansa Western, nuansa oriental dan nuansa Jepang semuanya tersedia. Pelayanannya ramah, saat Saras dan rombongan masuk ke dalam restoran, mereka disambut oleh senyuman ramah para pegawai restoran."Mbak Saras pernah ke sini?" bisik Permadi."Aku pernah pernah ke sini.""Mbak ini hotel dan restoran gitu kayaknya," sahut Sundari."Kayaknya sih iya," jawab Saras.Saras berjalan diapit oleh Permadi dan Sundari, sedangkan Bayu berjalan di depan beriringan dengan Reyhan. "Radyt ke mana?" tanya Saras yang tidak melihat Radytia di antara mereka."Radyt lagi pesan tempat," jawab Reyhan."Oalah," jawab Saras."Mbak, di sini suasananya enak ya.""Iya suasananya enak, ada yang di dalam ruangan ada yang di luar ruangan, pohonnya besar dan rindang, enak buat duduk-duduk," jawab Saras."Hah Radyt harusnya reservasi dulu sebe
"Kenapa kau berubah seperti ini?" tanya Reyhan."Aku tidak suka Mas Reyhan mempermainkan perasaan wanita sebaik dan secantik Mbak Saras.""Aku tidak main-main dengannya, aku sungguh-sungguh mencintainya.""Oh ya, dari yang aku lihat dan yang aku tahu, Mas Reyhan sudah mempermainkan dia," jawab Radytia sambil tersenyum sinis."Sejak kapan kau perduli dengan masalah pribadiku?" "Sejak setahun yang lalu aku melihat Mbak Saras yang sedang bersedih karenamu.""Aku pikir kau pria dingin yang tak punya hati," jawab Reyhan."Jangan mengungkit masa lalu, Mas!""Aku masih ingat bagaimana kau pergi dari Indonesia dan kuliah ke Amerika setelah kita bertengkar.""Aku juga masih ingat itu, saat itu kita bertengkar karena seorang gadis.""Gadis itu jatuh cinta padamu, tapi malah kau tinggalkan?""Aku pergi karena kamu, aku kasih kau kesempatan untuk mendekati gadis itu.""Tapi dia menolakku," jawab Reyhan sambil menghela nafas berat, pikirannya menerawang jauh saat dirinya masih muda dan baru tamat
"Apa Radyt tidak tahu hubunganku dengan keluarga mereka?" "Ah sudahlah, itu tidak lagi menjadi masalahku." Saras terus berjalan menuju parkiran mobil, ia ingin segera sampai di mobil tempat anaknya berada. "Loh Mbak, kok sudah kembali?" ucap Bayu saat melihat Saras sudah ada di samping mobil. "Loh katanya tadi Elena nangis," jawab Saras. "Oh tadi memang nangis, tapi setelah itu dia diam, lalu main sama Permadi dan Sundari." "Oalah tak kira dia masih nangis." "Mbak masuk dulu, nanti kita bicara di dalam mobil," ucap Bayu. Saras masuk ke dalam mobil dan duduk di depan, karena jok belakang sudah ditempati oleh Sundari dan Permadi. "Bayu, kamu sebaiknya masuk ke dalam untuk bantu jaga Pakde, kasihan Bude sendirian di dalam," ucap Saras. "Bagas sudah otw ke ruangan Pakde," jawab Bayu. "Ya udah kalau begitu." Saras menjawab tanpa semangat, ia merebahkan kepalanya di bantalan jok mobil dan memejamkan matanya, tapi sebenarnya dalam hatinya dia teringat dengan kejadian yang barusan