"Udah,, itu doang kan??". Tanya nya dengan nada angkuhnya yang tak pernah hilang. Aku hanya mengangguk kan kepala sembari tersenyum kepadanya namun ia segera memalingkan pandangannya dari wajahku.
Gabby, sampai sejauh ini aku masih tidak mengerti kenapa ia bersikap begitu dingin terhadapku. Aku sering melihat ia tertawa lepas saat bersama yang lain, namun saat melihatku, seakan-akan semuanya mulai membeku layaknya kutup utara yang dipenuhi dengan salju.
"Apakah ia membenciku?? Tapi kenapa?? And karena apa?? ".
Pertanyaan ini selalu muncul dikepalaku namun aku selalu berusaha berfikir positif karna aku merasa kita hanya perlu mengenal satu sama lain secara lebih mendalam.
Ia pun berlalu, bermaksud meninggalkan aku dan Alice. Tapi, belum jauh ia melangkah dari hadapan kami. Ia menghentikan langkahnya dan membalikkan pandangannya kearah dimana aku dan Alice berdiri saat ini.
"Lu berdua belum sarapan kan?? Tunggu bentar" Ucapnya dingin lalu berlalu masuk kembali ke dalam studio. Tidak butuh waktu lama, hanya beberapa menit, Ia kembali menghampiri kami dengan membawa tas Doraemon yang biasa ia bawa kemana-mana. Aku bisa menebak, bahwa tas itu adalah tas kesayangannya.
"Ayuk,,!! Gwe tau Lu berdua belum sarapan,! " Ucapnya lagi setelah keluar dari ruang studio. Aku dan Alice hanya menatapnya bingung karna ia tidak menjelaskan mau kemana dan tampa basa-basi mengajak kami berdua. Dengan rasa yang masih tidak percaya, aku dan Alice hanya bisa saling bertatapan dengan ekspresi wajah yang sama.
"Lu berdua ikut kagak.. ! !? Gwe mau kekantin. " Ucapnya lagi,. Lalu aku dan Alice pun hanya mengangguk dan hanya mengikuti langkahnya dari arah belakang.
Jarak menuju kantin dari tempat kami berada saat ini bisa dibilang lumayan, karna butuh waktu beberapa menit untuk sampai disana. Saat pertama kali sampai disana, aku sedikit kagum melihat betapa mewah dan luas nya kantin dikampus ini.
Luas dan besarnya mungkin tiga kali luas dan besar kantin ku saat di SMA dulu. Padahal kantin disekolah ku dulu juga bisa dikatakan cukup luas dan besar, tapi melihat kantin ini saat ini, rasanya tidak akan pernah bosan untuk datang kesini, karna selain kantinnya yang mewah, luas dan bersih, namun menunya juga enak-enak layaknya sedang berada direstoran berbintang.
Cara ordernya pun sama, layaknya saat berada direstoran, hanya dengan mengangkat tangan, pelayan langsung menghampiri dengan membawa secarik tempat menu makanan ditangannya. Rasanya aku semakin tertarik untuk berkuliah sitempat ini. Apalagi ada si dia, jadi tambah betah deh pasti. Hihi
Setelah menunggu cukup lama, menu pesanan kamipun sampai dimeja makan. Tampa satu dua tiga, akupun langsung melahap makananku karna aku merasa sedari tadi cacing-cacing diperutku sudah memulai aksi untuk menuntut hak-hak miliknya.
Aku menyantap makanan ku dengan begitu lahapnya tanpa memperdulikan kalo ternyata disana tidak hanya ada Alice, tapi Gabby juga. Sampai akhirnya akupun tersadar dan sedikit mengangkat kepalaku sejenak apakah ia benar-benar masih ada disana.
Aku hanya tersipu malu karna ulahku sendiri, terlihat Gabby hanya melipat kedua tangannya didada dengan kaki yang dilipat juga dengan posisi kaki kanan meninindih kaki kirinya. Dan ternyata ia hanya memperhatikanku sedari tadi. Kacau pikirku dalam hati.
Gabby terlihat meraih tissue didepannya lalu memegang wajahku dan mengelap sisa makanan yang nyangkut di pinggiran bibir mungilku. Sontak perlakuannya itu membuat jantungku serasa mau meledak karna berdegup terlalu kencang, untungnya aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Kalau tidak, mungkin saja aku sudah pingsan saat itu juga.
Alice yang tadinya terlihat tengah menyedot minumannya dari dalam gelas, tiba-tiba tersedak dan ikutan melongo karna merasa tidak percaya dengan apa yg ia lihat saat ini. Sambil mengelus-elus dadanya yang terasa sakit, Alice masih tetap memperhatikanku dan Gabby sambil meraih minumannya.
"Kalo makan tu pelan-pelan,, kek gak pernah makan selama seminggu aja Lu" Ucap Gabby yang langsung membuyarkan lamunanku.
Namun sialnya, dada ini serasa tidak bisa diajak untuk komfromi,wajah serta pipi ku juga terasa memanas. Namun, Ia terlihat begitu sangat dingin, bahkan lebih dingin dari Es batu dan Ia berbicara juga tanpa ekspresi apapun. Ini orang apa batu sii?? Kaku amat. Gerutu ku dalam hati. Namun Ia hanya terlihat asyik memakan hidangan yang ada didepannya.
Gabby terlihat begitu asik memakan hidangan didedapannya, mataku serasa tidak bisa teralihkan oleh yang lain. Rasanya aku ingin selalu menatapnya, berada disampingnya seperti saat ini, rasanya begitu sulit untuk dijelaskan tapi intinya aku sangat bahagia. Dan rasa bahagia itu, masih tidak bisa diungkapkan hanya sekedar melalui kata-kata.
"Natapinnya gak usah ampe segitunya kaliii...!!" Aku tertegun mendengar kata-kata itu dan sepontan saja aku langsung mengalihkan pandanganku, tapi tidak bisa kusembunyikan kalau terlihat sangat jelas ada perasaan gugup diwajah ku.
"Kenapa?? Suka Lu ama gwe??!! " Sembari mengalihkan pandangannya kearahku dengan tatapan yang begitu tajam.
Ucapan itu terdengar begitu angkuh ditambah lagi dengan ekspresi dingin yang membuat semuanya terasa semakin membeku. Aku hanya terdiam kaku diatas kursi karna tidak tau harus berbuat apa, mau mengelak tapi udah tertangkap basah.
Gabby terlihat menghentikan aktifitasnya, Ia melepas garpu yang Ia pegang dengan kasar hingga terdengar suara dentingan dari atas meja makan karna alat makan yang saling bertabrakan. Iapun lalu berdiri lalu meninggalkan aku dan Alice dimeja makan. Aku hanya memasang ekspresi bingung saat melihatnya berlalu pergi meninggalkan tempat ini.
Dijalan pulang, diotakku selalu terngiang nama Gabby, aku tidak bisa berfikir dengan jernih. Aku takut, apa yang selama ini aku takutkan benar-benar terjadi. Bagaimana kalau Ia benar-benar membenciku karna hal tadi? Bagaimana kalau ternyata Ia tahu aku menyukainya?? Bagaimana kalau Ia benar-benar tidak ingin menemui ku lagi?? . Rasa takut akan semakin jauh dari nya seakan-akan selalu menghantui fikiranku saat ini.
Perjuanganku dan harapanku untuk bisa bersamanya kini seakan hilang tanpa sisa. Sesampainya dirumah, aku melihat mama tengah duduk disofa ruang tamu. Tampa berdikir panjang, aku langsung berlari kearahnya lalu memeluk mamaku dengan begitu erat.
Bak anak kecil yang telah kehilangan barang kesayangannya, akupun nangis sejadi-jadinya dipangkuan mamaku. Mamaku hanya terdiam dan nampak bingung saat melihatku seperti itu meskipun sudah pasti rasa khawatir dalam diri nya atas apa yang tengah terjadi dengan putri semata wayangnya.
Ada banyak pertanyaan dibenaknya, namun Ia memilih untuk tidak bertanya karna Ia tahu situasi seperti ini sangatlah tidak memungkinkan. Mama hanya mengusap-usap punggungku dan membelai rambutku agar aku sedikit merasa jauh lebih baik.
Entah sudah berapa lama aku menagis dipangkuan Mama, aku juga tidak tahu. Aku mengangkat kepalaku lalu duduk disamping Mama. Aku tidak berani menatap matanya, aku hanya terduduk dengan keadaan masih menangis terisak-isak.
Ku lihat Alice ternyata masih duduk disebelahku. Fikirku, ini adalah waktu yang tepat buat ku untuk mengungkap siapa diriku didepan Mama Ku. Aku ingin Mama tau kalau anak semata wayangnya ini berbeda dari yang lain. Hal yang dari dulu tidak pernah mampu tersampaikan kepada siapapun kecuali Alice sahabatku.
Hanya Alice yang mengetahui hidupku dengan begitu detail. Segala hal tentangku tidak ada yang tidak Ia ketahui, bahkan permasalahan sekecil apapun itu, Ia tahu. Apa yang aku suka dan tidak suka, Alice tahu. Kisah hidup, asmara, semuanya Ia tahu. Begitupun aku, tidak ada rahasia sekecil apapun yang kami sembunyikan. Bahkan aku berani jamin, kalau Alice adalah satu-satunya orang yang paling mengenal diriku, sekalipun itu orang tuaku. Alice mengenalku lebih dari siapapun.
Dengan suara isak tangis yang mulai terdengar sayu, akupun berusaha memberanikan diri untuk berbicara ke pada Mama soal identitas ku,tentang orientasi seksualku lebih tepatnya.
Namun belum sempat terucap satu patah katapun, hanya memikirkannya saja sudah membuatku takut. Aku takut Mama marah, aku takut Mama kecewa dan aku sangat takut kalau Mama tidak bisa menerimaku karna aku berbeda. Namun aku tetap berusaha memberanikan diri.
"Ada apa sayang?? Kenapa?? Bicara sama Mama" Ucap Mama begitu lembut sembari mengelus kepala ku. Isak tangisku semakin terdengar lagi. Mama lalu hanya memelukku erat berharap aku bisa merasakan hangat nya pelukan seorang ibu.
Masih dalam pelukannya..
"Ma, kalau seandainya Grace berbeda dari anak-anak lain pada umumnya, mama masih mau akui Grace jadi anak mama..? " Sambil mendongakkan kepala kearah Mama. Belum sempat mama menjawab, tangisanku kembali pecah dan mama hanya mengelus-elus kepalaku.
"Mau seperti apapun kamu,seburuk apapun kamu, kamu akan tetap menjadi anak mama sayang, sampai kapanpun" Suara mama terdengar lembut, tulus namun tegas. Aku hanya bisa menangis dan menangis.
"Ma, kalau seandainya ternyata Grace adalah seorang Lesbian, mama, masih mau punya anak kayak Grace".
Degg....
Seketika Mama langsung terdiam tampa bereaksi sama sekali. Tatapan Mama seperti kosong, namun tetap berusaha terlihat tenang. Terlihat sangat jelas ada rasa kecewa dalam dirinya, amarah, semua bercampur aduk. Pada akhirnya Mama ikutan menangis. Aku berusaha menyeka air mata yang keluar dari bola matanya, namun Mama hanya terdiam kaku. Akupun kembali tidur dipangkuannya berharap semuanya akan membaik.
Pukul 17:45, sore hari. Akupun terbangun, Itu artinya aku tertidur disofa, aku melihat sekeliling berusaha mencari keberadaan Mama namun sejauh mata memandang, Mama tidak ada sama sekali.
Padahal seingatku, sebelum tertidur aku berada dipangkuan Mama.
"Ma,, apa Mama marah?? Apa Mama kecewa dengan Grace? Apa Mama udah ga mau lagi punya anak kayak Grace?? " Aku segera membuang semua fikiran buruk yang ada dikepalaku saat itu.Aku beranjak dari sofa dan bermaksut ingin mencari keberadaan Mama. Aku mencari ke Kamar nya, namun tidak ada. Aku mencoba mencari ke kolam renang, namun tidak ada juga. Akupun merasa putus asa dan akhirnya aku memilih untuk pergi ke kamar ku saja.
Baru saja aku memijakkan kakiku ditangga menuju kamarku dilantai dua, terdengar suara gelas terjatuh dari arah dapur. Aku pun bergegas ke arah sana karna ingin melihat apa yang tengah terjadi disana. Aku berjalan menuju arah dapur, dan terlihat sosok Mama yang tengah memasak, awalnya aku mengurungkan niatku untuk bertemu dengan mama saat itu karna aku masih takut kalau mama akan memarahiku atas apa yang telah aku ucapkan beberapa jam yang lalu.
Baru saja aku berniat ingin pergi, tapi mama sudah memanggilku dari arah sana.
"Sayang, udah bangun?? Sini duduk,, mama udah masakin makanan kesukaan kamu loo" Ucapnya dengan nada excited.Aku mengangguk dan berjalan menuju meja makan. Dari sana, aku bisa melihat sosok seorang Mama yang begitu tegar, kuat Dan tangguh. Sosoknya yang begitu lembut akan membuat siapapun yang berada disisinya akan merasa aman dan nyaman. Kasih sayangnya yang tak pernah pudar, membuat aku semakin mengagumi sosok dirinya.
"Ma, maafin Grace" Tiba-tiba pipi ini terasa panas, air mataku sudah mulai tidak bisa terbendung lagi. Untuk kedua kalinya, aku menangis hari ini. Mama hanya menyeka air mataku dan aku hanya bisa memeluknya erat sembari mengucap kata maaf yang tampa henti.
Mama terlihat berusaha mengerti dengan keadaanku saat ini. Ia tidak ingin bertanya lebih detail sebelum Ia melihat kalau aku sudah benar-benar dalam kondisi yang baik.
"Nanti kita bicara setelah semuanya tenang ya"
"Kalau Grace udah merasa siap untuk cerita, pasti mama akan dengerin, apapun itu,pasti akan mama dengerin,,selama Grace berani jujur sama mama,sama papa,terutama sama diri sendiri,pasti semuanya akan terasa jauh lebih baik".Ucap mama sembari menyeka air mata dikedua pelipis mataku.
"Makasi ma," Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir ini.Hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba. Ya, aku diterima kuliah dikampus yang sama dengan Gabby dan tentu saja hal itu membuat ku merasa sangat bahagia karna aku berpikir bahwa dengan begini aku akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bisa dekat dengannya setiap hari atau bahkan setiap saat.Oh god, memikirkannya saja sudah membuat jantungku berdegup sangat keras.Gabby, kamu benar-benar membuatku hilang akal.Ini adalah bulan ketiga aku berkuliah dikampus ini, rasanya aku masih tidak percaya dengan semua yang terjadi saat ini.Sebenarnya apa yang dikatakan David memang tidak sepenuhnya salah mengenai aku yang bisa saja kuliah dimanapun yang aku mau karna mengingat nilai akademik ku dari dulu yang tidak begitu mengecewakan, karna setidaknya aku selalu masuk sebagai peringkat ke-dua dikelasku, yang artinya aku tidak bego-bego amat. Note, bukan bermaksut sombong ya. Tapi tetap saja aku tidak pernah bisa men
Aku berjalan keluar meninggalkan Grace yang kini tengah berdiri mematung ditengah kecanggungannya bersama Harry didalam sana. Namun setelah menutup pintu ruangan itu, aku merasa tidak tega jika melihat dia hanya akan menjadi bahan bulian Harry disana nantinya. Aku memutuskan untuk mengajaknya makan siang dikantin bersamaku walau pun sebenarnya aku tidak lapar sama sekali,namun aku tidak boleh telat makan karna aku yang memiliki riwayat magh kronis sejak duduk dibangku SMP yang artinya,itu menuntutku untuk selalu makan tepat waktu dan tidak boleh telat kalau tidak ingin itu datang lagi.Ku buka pintu itu kembali dan kulihat Ia kini benar-benar kikuk bersama Harry yang terlihat mengintimidasinya didalam sana.“Lepaskan dia idot, berhenti menggoda nya atau aku akan memenggal kepalamu nanti”. Ia terlihat membulatkan mata saat mendengarku berbicara kepada Harry“Grace, you wanna join with me,,? I'm hungry, don’t you?? “. Aku be
Malam sudah semakin larut, jalanan juga sudah mulai terlihat sepi. Hanya kendaraan lalu lalang yang kami temui. Suasana terasa begitu hening. Selama perjalanan, aku hanya duduk diam disamping kemudi tanpa bersuara sedikit pun. Ku coba meraih ponselku lalu ku tekan tombol on-off disamping kanan layar. Terlihat jelas waktu sudah menunjuk kan pukul 22:41. Ku letakkan kembali ponsel kedalam tas. Tiba-tiba terdengar suara notifikasi masuk secara bergantian. Ku raih kembali ponsel itu dari dalam tas dengan rasa malas. "Mama.. " Gumamku dalam hati seraya membuka kotak chat miliknya. "Kapan pulang,,?? Udah larut ini??". Mama " Iya Maa,, ini juga lagi dijalan,, mau balik". Jawabku memastikan agar mama tidak khawatir. Hari ini David datang menjemputku tampa memberikan kabar terlebih dahulu. Jujur, sebenarnya aku sedikit jengkel karna hal itu mengganggu waktu ku dengan Gabby. Setelah keluar dari area kampus Dav
Dua bulan berlalu, hubungan Grace dengan Gabby terlihat semakin akrab. Mereka semakin sering terlihat bersama disetiap kesempatan, selain Grace yang masih menyandang status sebagai asisten pribadi Gabby namun juga kini mereka sudah layaknya sepasang kekasih karna tanpa mereka sadari, mereka sering kali menunjukkan keposesifan antar satu sama lain.Perhatian-perhatian kecil yang selalu mereka berikan antar satu sama lain seakan-akan sudah menjadi hal biasa di lakukan setiap harinya, terkadang rasa cemburu yang tidak bisa mereka kendalikan di saat salah satu dari mereka ada yang mencoba mendekati meskipun sampai saat ini belum ada yang berani mengungkapkan perasaan masing-masing.David akhir-akhir ini terlihat semakin setia berada didekat Grace padahal jika dipikir-pikir jarak kampusnya berada sangat jauh dari kampus milik Grace dan Gabby karna ia memilih berkuliah di luar kota. Namun entah apa yang membuat David terlihat semakin
Grace POV "Jadi,,, sekarang apa?? " Aku membuka pembicaraan, jujur saja aku merasa membutuh kejelasan atas hubungan kami saat ini. Kami terdiam cukup lama dalam posisi saling menatap satu sama lain. Bukannya menjawab pertanyaan yang ku berikan, justru ia kini kembali mencium bibir ku. Bukan mencium lagi, karna sekarang itu sudah berubah menjadi lumatan dan aku menikmatinya. Kami melakukannya cukup lama tanpa mau melepaskan pagutan satu sama lain. Nafas kami terdengar memburu karna nafsu yang sudah menyelimuti otak masing-masing, bahkan kini ia sudah berpindah posisi menjadi menindih tubuhku dengan aku berada dalam kungkungannya. Sekitar 10 menit dalam posisi itu,ia mulai melepaskan pagutan karna merasa udara sudah semakin menipis. Terengah-engah namun masih tidak ingin melepas pandangan antar satu sama lain. Ia kembali mencium keningku dengan sangat lembut namun kali ini sudah tidak ada nafsu lagi yang
Author POVSudah tiga hari setelah acara makan malam yang membuat Grace gusar sepanjang hari karna terus memikirkannya. Ia tidak pulang ke rumah orang tuanya karna tidak ingin merusak moodnya,ia lebih memilih tinggal di apartmen yang beberapa tahun lalu ayah nya berikan sebagai hadiah ulang tahun, selama disana David tidak pernah mengunjunginya. Bukan tanpa alasana atau karna tidak ingin, hanya saja ia memikirkan apa yang Alice katakan sebelumnya kepadanya, mungkin."Terus awasi setiap gerak geriknya, jika ada yang mencurigakan segera beritahukan pada ku..!! Jangan lupa kirimkan foto atau vidio mengenai detail kegiatan yang ia lakukan setiap hari...pahamm...!!! " .Terlihat seorang pria misterius tengah berbicara dari dalam telfon yang mengintruksikan anak buahnya untuk mengawasi seseorang yang tidak lain adalah Grace. Ya, pria itu memerintahkan seseorang untuk mengikuti Grace selama beberapa hari belakangan
Author POV Grace dan Alice terlihat bingung melihat perubahan raut wajah pada kedua mahluh yang kini tengah berada di sampingnya. Suasana yang tadinya hangat penuh canda tawa kini berubah menjadi hening seketika semenjak kemunculan Gabby. Grace bertanya-tanya kearah Alice namun ia hanya mendapatkan gelengan kepala karna sejujurnya ia juga tidak tahu. Bukankah mereka dulunya adalah teman dekat? Lalu kenapa sekarang tiba-tiba berubah menjadi dingin seperti ini?? Grace bertanya-tanya dalam hati. "Ehem,, L-Lu apa kabar Gab,,?? Lama ga ketemu,, ternyata yang dibilang Grace bener juga, Lu masih terlihat dingin kek kulkas dua pintu". Annya mencoba memecah kesunyian. Mendengar lelucon yang Annya lontarkan ke Gabby, Alice dan Grace tidak mampu menahan tawanya hingga kini mereka terlihat tengah mencoba menutup mulut masing-masing agar tak terdengar tapi Gabby ga tuli ya apalagi buta. Kini ia han
Author POVDua hari menuju hari -H pertunangan Grace dan David. Ia terlihat cemas karna dari tadi ia hanya menggigit kukunya hingga tidak sadar kalau sekarang jari lembutnya itu mengeluarkan darah. Alice yang mulai ikut gusar melihat tingkah sahabatnya itu hanya bisa berusaha menenangkan sahabatnya walau tidak berhasil sepenuhnya, tapi setidaknya ia sudah berusaha.“Al,, gimana ini?? Apa gua mendingan kabur aja ya?? Gua akan pergi jauh dengan Gabby,, gua takut,, tapi gua juga ga mau tunangan sama David”. Ia kini mulai menangis. Alice terus berusaha menenangkannya yang semakin terdengar sesenggukan di bawah curuk sahabatnya. Alice sudah kehabisan akal.“Udah tenang yaa,,, kita cari solusinya sama-sama,,wuuusshhh”. Suara Alice terdengar lirih,sangat pelan. Ia menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu, berharap mampu mengurangi beban yang kini tengah ia rasakan.“Grace,, gua rasa Gabby b
"Eeeehhhh" Gabby terlihat mulai membuka matanya. Ia mengarahkan pandangannya ke arah jam yang ada didinding kamar, waktu masih menunjukkan jam 5 pagi.Masih terlalu pagi untuk bangun dan beraktifitas, gumamnya. Kemudian ia mengalihkan pandangannya kearah dimana kini sosok wanita cantik tengah terlelap begitu pulas dengan wajah innocentnya dan badannya yang masih full naked didalam selimut dan masih berada dalam pelukannya Gabby.Gabby tersenyum sembari mengelus lembut pipi mulus sang kekasihnya itu. Namun tiba-tiba pipinya kini mulai bersemu merah karna mengingat apa yang terjadi semalam antara dirinya dan Grace.Desahan demi desahan yang keluar dari mulut Grace sungguh membuatnya kehilangan akal.“aahhhh Honney,,,, Aa,,,, aa,, ak,, aku udah ga tahan”. Grace terdengar sangat kesulitan untuk berucap disetiap katanya karna sudah tidah kuat menahan gejolak nafsu yang ada dalam dirinya akibat u
"Terus awasi setiap gerik-geriknya, lakukan seperti biasa. Pahaammm!!!!""Siap bos..!!!".David lagi-lagi memerintah anak buahnya untuk terus mengawasi setiap gerak gerik Grace. Namun tanpa ia sadari bahwa dirinya bahkan keluarga nya juga kini tengah di awasi oleh orang-orang suruhannya Gabby.'Jadi, disini siapa yang mengawasi siapa? '"Hon, aku mandi dulu ya. Lengket banget soalnya". Ungkap Grace setelah tiba di Mansion milik keluarga Gabby. Kebetulan Mansion itu selalu sepi karna kedua orang tua Gabby berada di London dan ditinggalkan seorang diri dengan beberapa maid yang akan membantunya untuk mengurus rumah besar itu."Mau mandi bareng, huh? " Tawar Gabby. Grace terlihat malu-malu karna pipinya yang memerah."Iiii ga,, maluuu lah". Ucapnya lalu berhamburan ke kamar mandi. Gabby hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sang kekasih. Sebelum Grace selesai mandi, ia turun ke la
Satu minggu setelah pertunangan Grace dan David berlangsung. Grace sudah cukup lelah merasakan sikap menjengkelkan dari David. Bagaimana tidak? Sejak pertunangan itu, David-lah yang selalu mengantar jemputnya ke kampus hingga ia benar-tidak bisa menghabiskan waktu berdua bersama sang pujaan hatinya, Gabby. Jangankan bersama Gabby ataupun sahabatnya Alice, bahkan ia sama sekali tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karna selalu diuntit kemanapun ia pergi.Ingin sekali rasanya ia menendang dan mengusir tunangannya itu jauh-jauh namun ia merasa bahwa itu adalah suatu hal yang mustahil ia lakukan karna orang tuanya sudah memberikan perintah kepada David untuk terus menjaga dan mengawasinya. Bahkan sekarang ia merasa tidak bisa memiliki privasi sama sekali.'Oh god,, mengapa mereka tidak membunuh ku saja kalau begini caranya. Tapi aku tidak ingin mati muda'Hal-hal gila nan konyol selalu terlintas di benak Grace semenjak pertunangan itu .&nbs
Malam sebelum hari H pertunangan antara Grace dan David berlangsung. Grace merasa sangat terkejut namun anehnya ia tidak bisa memejamkan mata. Ia gusar bahkan ia tidak bisa berhenti menggigit kukunya. Alice yang melihat kegelisahan yang dialami oleh sahabatnya itupun hanya bisa memeluknya dengan erat, berusaha memberikan ketenangan. Mereka setuju untuk mengikuti saran Gabby untuk melanjutkan pertunangan itu. Meski sempat terjadi adu mulut antara Grace dan Gabby, namun setelah mendengar penjelasan Gabby, Grace akhirnya mengalah. Grace dan Alice kembali ke rumah Gr
"Baby,, are you sure?? " Gabby mengerutkan keningnya dengan rasa tidak percaya dan Alice hanya terlihat mondar-mandir sembari memijat kedua pelipisnya, ia terlihat gusar bahkan tidak menyangka dengan ide gila yang baru saja sahabtanya ucapkan.Di satu sisi ia takut bahwa keluarga besar Grace akan mengetahui hubungan mereka berdua terlebih lagi rencana gila yang baru saja ia dengar dari mulut sahabatnya itu. Namun di sisi lain, ia juga prihatin tidak tega melihat sahabatnya terluka karna ke egoisan orang tuanya untuk menjodohkannya dengan laki-laki yang tidak ia cintai sama sekali tanpa memikirkan perasaan putrinya, bukankah Grace putri mereka satu-satunya?? Lalu apa mereka tidak memikirkan bagaimana perasaan Grace saat ini??Apa harta dan kekuasaan bisa membuat seseorang bisa berubah menjadi iblis dan sangat egois?.Alice menatap sahabtnya dengan tatapan iba, ia berjanji bahwa ia akan menjaga dan melindungi Grace apapun yang akan terjadi, karna kebahagiaan Grace a
Author POVDua hari menuju hari -H pertunangan Grace dan David. Ia terlihat cemas karna dari tadi ia hanya menggigit kukunya hingga tidak sadar kalau sekarang jari lembutnya itu mengeluarkan darah. Alice yang mulai ikut gusar melihat tingkah sahabatnya itu hanya bisa berusaha menenangkan sahabatnya walau tidak berhasil sepenuhnya, tapi setidaknya ia sudah berusaha.“Al,, gimana ini?? Apa gua mendingan kabur aja ya?? Gua akan pergi jauh dengan Gabby,, gua takut,, tapi gua juga ga mau tunangan sama David”. Ia kini mulai menangis. Alice terus berusaha menenangkannya yang semakin terdengar sesenggukan di bawah curuk sahabatnya. Alice sudah kehabisan akal.“Udah tenang yaa,,, kita cari solusinya sama-sama,,wuuusshhh”. Suara Alice terdengar lirih,sangat pelan. Ia menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu, berharap mampu mengurangi beban yang kini tengah ia rasakan.“Grace,, gua rasa Gabby b
Author POV Grace dan Alice terlihat bingung melihat perubahan raut wajah pada kedua mahluh yang kini tengah berada di sampingnya. Suasana yang tadinya hangat penuh canda tawa kini berubah menjadi hening seketika semenjak kemunculan Gabby. Grace bertanya-tanya kearah Alice namun ia hanya mendapatkan gelengan kepala karna sejujurnya ia juga tidak tahu. Bukankah mereka dulunya adalah teman dekat? Lalu kenapa sekarang tiba-tiba berubah menjadi dingin seperti ini?? Grace bertanya-tanya dalam hati. "Ehem,, L-Lu apa kabar Gab,,?? Lama ga ketemu,, ternyata yang dibilang Grace bener juga, Lu masih terlihat dingin kek kulkas dua pintu". Annya mencoba memecah kesunyian. Mendengar lelucon yang Annya lontarkan ke Gabby, Alice dan Grace tidak mampu menahan tawanya hingga kini mereka terlihat tengah mencoba menutup mulut masing-masing agar tak terdengar tapi Gabby ga tuli ya apalagi buta. Kini ia han
Author POVSudah tiga hari setelah acara makan malam yang membuat Grace gusar sepanjang hari karna terus memikirkannya. Ia tidak pulang ke rumah orang tuanya karna tidak ingin merusak moodnya,ia lebih memilih tinggal di apartmen yang beberapa tahun lalu ayah nya berikan sebagai hadiah ulang tahun, selama disana David tidak pernah mengunjunginya. Bukan tanpa alasana atau karna tidak ingin, hanya saja ia memikirkan apa yang Alice katakan sebelumnya kepadanya, mungkin."Terus awasi setiap gerak geriknya, jika ada yang mencurigakan segera beritahukan pada ku..!! Jangan lupa kirimkan foto atau vidio mengenai detail kegiatan yang ia lakukan setiap hari...pahamm...!!! " .Terlihat seorang pria misterius tengah berbicara dari dalam telfon yang mengintruksikan anak buahnya untuk mengawasi seseorang yang tidak lain adalah Grace. Ya, pria itu memerintahkan seseorang untuk mengikuti Grace selama beberapa hari belakangan
Grace POV "Jadi,,, sekarang apa?? " Aku membuka pembicaraan, jujur saja aku merasa membutuh kejelasan atas hubungan kami saat ini. Kami terdiam cukup lama dalam posisi saling menatap satu sama lain. Bukannya menjawab pertanyaan yang ku berikan, justru ia kini kembali mencium bibir ku. Bukan mencium lagi, karna sekarang itu sudah berubah menjadi lumatan dan aku menikmatinya. Kami melakukannya cukup lama tanpa mau melepaskan pagutan satu sama lain. Nafas kami terdengar memburu karna nafsu yang sudah menyelimuti otak masing-masing, bahkan kini ia sudah berpindah posisi menjadi menindih tubuhku dengan aku berada dalam kungkungannya. Sekitar 10 menit dalam posisi itu,ia mulai melepaskan pagutan karna merasa udara sudah semakin menipis. Terengah-engah namun masih tidak ingin melepas pandangan antar satu sama lain. Ia kembali mencium keningku dengan sangat lembut namun kali ini sudah tidak ada nafsu lagi yang