Ayu merasa sangat bodoh.
Bahkan dengan otaknya—yang saat ini jelas sedang menuju ke arah tidak waras, Ayu dengan mudah mengakui jika Hide adalah seorang pria yang tidak bisa dengan mudah diabaikan. Seseorang yang tentu saja akan menarik perhatian, dan tidak mungkin akan melajang dalam waktu lama.
Akan ada waktu di mana Hide akan menikah—memiliki keluarga dan punya anak seperti normal pada umumnya. Pernikahannya dengan Karin gagal, tapi bukan berarti kehidupan percintaan Hide akan berhenti sampai di situ.
Ayu tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri, karena secara tidak sadar telah menganggap Hide akan bersikap seperti dirinya.
Dirinya mungkin tidak menginginkan lagi keberadaan pria karena sakit hati—dan sekarang kebingungan, tapi tentu saja Hide tidak sama.
Sangat mungkin bagi Hide untuk menginginkan wanita lain setelah bercerai dari Karin. Ayu tidak pernah memikirkan sejauh itu, dan kini merasa sangat naif, karena membayangkan
Ayu tersadar dari lamunan saat ada dingin menetes membasahi punggung tangannya. Ayu mengangkat tangan, menengadah dan air yang lain mengikuti turun. Rintik hujan musim semi telah turun.“He… sempurna sekali.” Ayu tersenyum dan menutup mata. Bersandar dan mendongak, membiarkan air itu membasahi wajahnya. Remaja yang tadi bermain basket, berlarian pulang untuk berteduh, tapi Ayu tetap duduk.Hujan itu hanya rintik, tapi cukup untuk mendinginkan wajahnya, dan tentu bisa menyamarkan keadaannya terlihat porak-poranda.Keinginan Ayu untuk menahan tangis dan bersikap normal tentu hanyalah harapan, karena pada akhirnya butuh waktu lama sebelum bisa menahan air mataWajah Ayu saat ini sembab dan memerah. Air hujan akan bisa menyamarkan keadaan itu. Meski mungkin nanti harus menjelaskan kenapa memilih untuk basah oleh hujan dari pada berteduh.“YUMI!”Ayu tersentak dan membuka mata, tampak Hide berlari menuruni tangga, menyusul untuk menghampirinya. Ayu tidak heran. Hide tentu saja tahu tentang
Tapi Ayu masih merasa salah saat bibir Hide yang juga terasa hangat menyentuhnya. Ayu tahu jika diamnya adalah salah. Ayu tahu penerimaan itu adalah salah, tapi Ayu tidak tahu bagaimana menolak rasa hangat itu. Ayu tidak tahu bagaimana menolak bibir yang diinginkannya itu.Ayu pernah merasakan bagaimana bibir itu menyentuhnya dengan kasar dan menuntut, tapi yang ada saat ini jauh dari itu. Ayu tidak sedikitpun merasakan paksaan. Bahkan saat tangan Hide yang ada di tengkuknya, menyusup ke atas—di antara rambutnya dan mencengkram lebih kuat, Ayu tidak keberatan. Ayu tidak melawan.Rasa dingin yang dirasakannya karena hujan, tidak lagi penting. Kehangatan yang dibawa bibir itu, cukup mampu untuk membuatnya meleleh. Ayu bisa merasakan banyak hal yang tidak pernah terucap dari sentuhan bibir itu. Dan Ayu bisa merasakan bagaimana prinsip yang selama ini mencoba untuk dipertahankannya, semakin tipis dan akan habis, seiring dengan tarikan napasnya yang tersengal.Hide baru melepaskan Ayu setel
Dokter yang memeriksa tubuh Hide tentu saja ingin memaki jika bisa. Sayangnya dia tahu benar siapa Hide dan terpaksa menutup mulut, dan hanya terus bekerja mengganti perban Hide. Sebagai ganti, Ryu yang sejak tadi mengomel. Dia tidak habis pikir kenapa Hide terus berdiri dibawah hujan, dengan luka yang belum sembuh dan juga berani mengangkat tubuh Ayu. Dokter yang dibawanya sudah mengatakan luka itu tidak terbuka, juga menyarankan Hide untuk tidak mengangkat beban berat, tapi bagi Ryu teguran itu belum memuaskan. “Aku masih curiga kau ingin menyakiti diri sendiri. Kau yakin tidak ada pilihan lain? Bisa saja…” Ryu diam, karena akhirnya omelan itu mendapat tanggapan. Mata Hide yang menanggapi dengan pandangan yang mungkin bisa membuat salah satu nyawanya kadaluarsa. Ryu akhirnya beralih pada dokter yang merawat Hide. Ia sudah selesai membebat tubuh Hide dan merapikan peralatannya. Dia dokter Kuryugumi, dan membawanya ke sini sebenarnya beresiko, tapi Hide lebih tidak ingin mendengar
“Makan.”Ayu menoleh ke pintu dan melihat Hide masuk membawa meja kecil berisi sarapan.Ayu yang sejak tadi mengumpulkan nyawa, menatap Hide, beberapa detik, lalu rona wajahnya kembali. Suhu tubuh Ayu sudah turun, jadi tentu Ayu tersipu karena ingatannya akan ciuman itu. Ingatan Ayu berhenti persis beberapa saat setelahnya.“Kepalamu sakit?” tanya Hide, saat melihat Ayu memegang keningnya.“Iy… tidak… maksudku tidak.” Kepalanya sakit saat mencoba mengingat apa yang terjadi setelah ciuman itu, tapi Ayu tidak ingin mengeluhkannya. Ayu tidak ingin Hide bersikap baik kepadanya. Karena itu Ayu mengubah jawabannya setengah jalan.Usaha yang cukup bagus, tapi Hide tidak percaya sama sekali.“Apa… Bagaimana aku pulang kemarin?” tanya Ayu, menyela sebelum Hide bertanya lagi tentang kepalanya.“Kau pingsan, demam, aku memanggil dokter, dia memberimu itu.” Hide menunjuk obat yang ada di meja.KLANG!Sendok yang sudah diangkat oleh Ayu, terjatuh kembali ke mangkuk bubur saat Ayu memandang Hide den
Hide tidak bisa menjelaskan Sakura dengan jujur, tanpa menyebut Masaki. Keberadaan ayahnya termasuk hal yang disembunyikannya dari Ayu. Bukan hanya karena keterkaitan dengan Hayato, tapi juga karena Masaki tidak ingin bertemu dengan Ayu. Hide tidak ingin Ayu kecewa saat tahu Masaki tidak pernah ingin bertemu dengannya.“Aku bertunangan bukan karena ingin, tapi karena—katakanlah kewajiban,” kata Hide. Akan mencoba menjelaskan tanpa menyebut Masaki.“Ha? Alasan apa itu? Tidakkah…”“Aku memiliki kewajiban yang sama dengan Kaito Nakamura, karena itu aku mengambil Sakura sebagai tunangan. Bukan karena aku mencintainya, bukan juga karena aku memilihnya.” Hide menjelaskan dengan contoh dan Ayu dengan cepat mengerti.“Kau menikah karena ada yang menyuruh?” Ayu heran tentunya
“Dia tidak ingin bertemu denganmu.” Ryu menjawab sebelum Hide bertanya.“Apa kau yakin sudah membujuk?” Hide mendecak, sambil mengusap rambutnya. Ia sudah tahu akan sulit, tapi tetap jengkel saat mendengar laporan Ryu.“Tentu saja sudah! Aku sudah mempertaruhkan nyawaku untuk bicara tentangmu kepadanya. Aku tadi sudah hampir yakin tidak akan keluar dengan selamat,” sergah Ryu. Meyakinkan Hide ia sudah bekerja keras.“Nyawamu masih lima, tidak perlu takut padanya,” balas Hide.“Nyawaku lima hanya berlaku untukmu! Baginya nyawaku hanya satu, dan jika dia memutuskan untuk membunuhku, maka aku akan mati saat itu juga!” Ryu membalas lebih keras.“Dia tidak akan membunuhmu. Kau terlalu berlebihan!” Hide menggerutu. Ketakutan Ryu pada orang itu tidak masuk akal menurutnya.“Tidak bisa membunuhku bukan berarti dia tidak mencoba. Kau mudah saja bicara, kau tidak berhadapan
Tidak membantu. Hide sama sekali tidak berniat mempermudah keinginan Ayu untuk menjadi tetap waras. Atau itulah anggapan Ayu.Setelah seharian tadi Ayu merasa normal—bekerja, melakukan survey dan lain sebagainya---Ayu kembali merasa gila, saat pulang dan mendapati Hide yang bertelanjang dada, penuh keringat.Hide sedang berlatih memakai shinai, mengayunkan pedang bambu itu dengan tempo teratur, untuk membiasakan ototnya kembali bekerja.Dan sebenarnya Hide belum melakukan sesuatu yang berat, hanya saja rasa sakit membuatnya lebih banyak berkeringat. Karena itu Hide melepaskan bagian atas yukata yang dipakainya, hanya memakai hakama. Dan tidak mungkin Hide akan terlihat buruk saat berpenampilan seperti itu. Bahkan perbannya saja terlihat keren. Balutan luka membuatnya terkesan sangar.Ayu sampai langsung merasa berdosa saat melihatnya. Merasa telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak dilihat olehnya.Ayu menyesal telah pulang lebih awal setelah melakukan survei, tapi memang tidak ada
Hide merasa terlalu meremehkan apa yang bisa dilakukan oleh Ayu yang sekarang. Hide lupa jika Ayu sudah lebih mengenal dunia, termasuk dunia mabuk dan sake.Tadi Ayu hanya mengatakan akan melakukan survei dan makan malam bersama Kyoko. Itu acara normal, dan siapa menyangka jika pada malam hari, dirinya akan mendapat panggilan yang sangat ngawur dari nomor Ayu.Hide menyesalkan keadaan yang membuatnya tidak bisa lagi menguntit dan memastikan keselamatan Ayu. Dia juga tidak bisa menyuruh sembarang orang untuk mengawasi Ayu, karena sudah jelas ada yang melaporkan pada ayahnya tentang Ayu dulu.Hide kini mempertimbangkan untuk menyuruh dua orang bodyguard yang paling dekat dengannya kemarin untuk mengawasi Ayu.Berharap mereka berdua masih bisa menahan mulut saat ayahnya bertanya. Anak buahnya banyak yang setia, hanya biasanya mereka akan mudah bicara saat ayahnya memaksa.Hide mengelus dadanya yang nyeri, sambil mengernyit. Menyetir mungkin duduk, tapi tangannya banyak bergerak. Hide bers