Hai, hai ... Yang masih stay mantengin cerita ini tolong koment, dong. Aku pengen tahu siapa saja yang masih stay😍 Jangan jadi silent readers terus dong, berasa dikacangin akutu, wkwk
“Kamu ngobrol apa tadi sama Dewo, Yang?”“Ngobrol santai.”“Iya, tahu. Topiknya apa?”“Cie ... kepo.”“Ish!”Arsyil terkekeh dan menjawil gemas dagu Amira.“Ngelurusin soal wanita yang waktu itu ke sini dan bilang mau jadi nyonya itu, lho.”“Terus?”“Dewo sempat kaget.”“Dia bilang enggak siapa itu cewek?”Arsyil mengangguk dan menarik lembut kepala istrinya untuk menyandar di dadanya. Diciumnya dalam-dalam kepala sang istri.“Aku janji akan berusaha semampuku ngelindungi kamu dan Gala dari Riana, Sayang,” ucap Arsyil dengan sungguh-sungguh sembari mengelus lembut rambut istrinya. “Aku tahu, walau tak sesakit dulu, tapi luka itu mas
“Mir, Pak RT bilang udah enggak ada pergerakan apa-apa lagi di rumah Ibuk. Ibuk pulang aja, ya?”Amira menoleh pada sang Ibu. “Buk, jujur ... Mira khawatir Ibuk tinggal sendiri. Apalagi setelah pelemparan batu waktu itu. Oke, emang setelahnya enggak ada kejadian apa-apa lagi. Tapi, siapa yang bisa menjamin kalau pas Ibuk balik ke sana lagi, teror itu datang kembali?”Bu Tami diam. Sejujurnya ia pun mulai merasa sepi tinggal sendiri di rumahnya. Namun, ia tak ingin meninggalkan rumah itu. Banyak kenangan di sana.“Buk ... Mira sama Arsyil enggak ngerasa dibebanin. Enggak ngerasa direpotkan dengan adanya Ibuk di sini. Justru kami seneng bisa tinggal sama-sama lagi. Mira lebih bisa mantau dan jagain Ibuk.”Bu Tami menghela napas.“Abib semalem nelepon, mau masang CCTV di rumah Ibuk. Nanti monitornya terhubung ke Abib juga Mira.”“Nah, itu bisa jadi salah satu solusi, Mir. Kalian bisa tetap mantau Ibuk. Iya, kan?”Wajah Amira sendu. Ia menarik tangan sang ibu dan menciumnya begitu dalam.
Arsyil hanya menggeleng pelan. Wanita yang menabraknya tadi sudah hilang dengan jalan kaki dan langkah yang lumayan cepat. Mungkin ia memang terburu-buru.“Eh, tapi ... suaranya kayak enggak asing,” ucapnya lirih.Namun, akhirnya Arsyil hanya mengedikkan bahu dan bergegas menuju mobilnya. Meletakkan buket bunga segar di kursi sebelahnya dan segera ia menghubungi Yudistira.“Sudah, Yud?”‘Sudah, Pak.’“Oke. Kita ketemu di dekat taman kota, ya? Saya on the way sekarang.”‘Siap, Pak!’Yudis dan Arsyil pun menuju tempat yang disepakati. Mobil mewah milik sang Youtuber plus pengusaha muda itu segera pergi dari area parkir florist. Seorang wanita berbaju kurung keluar dari tempat persembunyiannya. Menatap mobil hitam yang sudah melaju tersebut.“Buat pemanasa
Ada angin apa Riana tiba-tiba mengubah penampilannya?"Kenapa? Ngeliatnya gitu banget?"Dewo menggeleng pelan dan duduk di hadapan wanita yang pernah menjadi selingkuhannya di masa lalu itu."Baru selesai ikut kajian. Jadi tampilannya gini," sambungnya.Dewo masih sangsi walau tak terlalu peduli."Ada apa?""Minta duit. Buat Gaby.""Hah?""Gaby juga harus kamu kasih nafkah, kan, Wo? Dia anak kamu juga."Dewo menoleh ke sana-kemari. Ia sedikit mendekat ke arah Riana. "Kan, aku sudah bilang kita bahas beginian di luar saja. Jangan di tempat aku kerja.""Apa bedanya?""Tentu saja beda–""Apa karena Gaby lahir dari sebuah kesalahan?" potong Riana cepat."Sssttt ...!"Riana hanya mengedikkan b
Berkat bantuan Yudis yang mau melakukan apa pun demi sang atasan, akhirnya rekaman CCTV di florist tempat Arsyil membeli buket berhasil didapatkan. Itulah sebabnya Arsyil sering memberi bonus di luar pekerjaan pada Yudis. Pria lajang itu selalu bisa diandalkan.“Yang, sini, deh!” pinta Arsyil.Amira yang masih mengenakan handuk kimono seraya mengusap rambut basahnya menggunakan handuk kecil segera mendekat. Ia pun duduk di sebelah Arsyil yang hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya hingga mengekspos perut ratanya. Roti sobek aja bakal insecure brutal melihat perut seksi Arsyil.“Coba kamu lihat ini!” lanjut Arsyil dengan menyerahkan benda pintarnya.Amira mulai menatap layar ponsel ukuran 6,7 inci tersebut. Di sana ada sebuah video yang sudah Arsyil play. Amira memerhatikan dengan cermat saat seorang wanita berbaju kurung terlihat berjalan di belakang suaminya.
Riana tercekat dan mulai takut-takut menatap Dewo. Jelas sekali kemarahan tergambar di wajah tegas itu. Dewo mengusap wajahnya dengan kasar, lalu duduk di sebuah bangku taman. Senja juga mulai menampakkan pesonanya. Namun, keindahan itu tak bisa Dewo nikmati lantaran ia merasa diintai bahaya dan mulai dikepung masalah baru. Semua gara-gara Riana! “M-maaf, Wo,” cicit Riana akhirnya. Ia pun duduk di sebelah Dewo. “Kenali musuh sebelum kamu angkat senjata, Ri. Kamu cari tahu lebih jauh sebelum turun di medan perang. Siapa lawan kamu. Bagaimana perbekalan dia, dan siapa saja orang-orang yang akan ikut pasang badan jika musuhmu sudah mulai diusik.” Riana kian menunduk, sementara Dewo mulai menatap langit. Pandangannya jauh menatap keindahan di depan mata. “Sekadar info aja, dulu ... aku dan omanya Arsyil, ibu dari Pak Beni, pernah bersekongkol untuk menculik Gala dan Amira. Neneknya Arsyil enggak setuju kalau cucu kesayangannya dekat sama seorang janda.” “Dia menyuruhku membawa Gala d
Baru hendak menyentuh tanda segitiga untuk meng-play video, suara teriakan mengalihkan pandangan Arsyil.“Papaaa ...!”Syila menangis histeris kala salah satu jari tangan kanannya berada di mulut Ayana. Arsyil langsung berlari dan menaruh ponselnya. Pun dengan yang lain. Mereka mendekat kala Syila dan Ayana sedang sama-sama menangis. Rupanya putri cantik Abib dan Nasya kaget saat Syila berteriak karena jarinya tak sengaja digigit oleh sang adik sepupu.“Ya ampun ... maafin adik Yana kakak Cila,” ucap Nasya dan mulai menenangkan putrinya yang malah lebih heboh menangis.Arsyil pun berusaha menenangkan Syila. “Cup, cup, Sayang ... adik Yana enggak sengaja. Mungkin jari Cila dikiranya sosis,” bujuk Arsyil.Amira dan Abib tersenyum lucu. Gala pun kembali dari kamar mandi dan terlihat kaget.“Loh, Yana sama Syila kenapa, M
Walau semua bahan makanan di rumah Amira sudah tersedia lengkap, tetap saja Bu Tami pergi ke warung Mpok Rusmi. Katanya, mau beli jintan dan ketumbar yang sudah habis.Gala sangat suka makan dengan daging sapi goreng empal. Dan dua bahan tersebut adalah rahasia Bu Tami menjadikan daging empalnya sedap dan wangi. Dilengkapi dengan sayur sop dan sambal tomat terasi, pasti lahap sampai nambah. Tidak hanya Gala, tapi juga Amira dan Abib, pun Arsyil.“Biar saya saja, Bu, yang ke warung,” tawar Mbak Lia.“Udah, Mbak. Enggak apa-apa. Enggak jalan kaki, kok.”Bu Tami berlalu ke garasi dan segera mengeluarkan sepeda listrik milik cucunya.“Mbak Lia ada nitip sesuatu?”ART dengan usia sama seperti Amira itu tampak berpikir, lalu menggeleng. “Kayaknya enggak ada, Bu.”“Yaudah, saya
Bu Tami hanya tersenyum dan segera berdiri dari duduknya. Mencuci sayuran dengan air yang mengalir dari wastafel. Dari kursi meja dapur, Amira mengembuskan napas lemah. Apa ucapan dan pertanyaannya menyinggung perasaan sang muara kasih? Amira pun berdiri dan menghampiri ibunya. “Bu ....”“Mir, nanti sore ke makam bapak, yuk! Ibu kangen,” ucap Bu Tami tanpa menoleh ke arah putrinya. Ia masih menghadap wastafel.Amira melipat bibirnya. Mungkin ini salah satu tanggapan ibunya yang tak ingin membahas Pak haji Mukhlas. “Iya, Bu. Nanti kita ke makam bapak, ya,” jawab Amira akhirnya. Udara sore ini cukup bersahabat. Jika biasanya langit mulai berselimut mendung, tetapi berbeda dengan hari ini. Awan putih berarak seolah-olah tak memberi izin pada air dari atap bumantara untuk turun mencumbu perut bumi.Para peziarah sedang mengunjungi rumah masa depan para keluarga yang sudah mendahului. Termasuk Bu Tami yang datang ke makam sang suami untuk menghadiahi doa dan tahlil. Amira dan Arsyil pun
Usaha Manggala Cafe tetap berjalan dan dipercayakan pada seseorang. Namun, tetap setiap bulan Amira merekap semuanya. Jadi, pundi-pundi rupiah terus mengalir dari usaha pertama Amira dan Abib pada zaman perjuangan itu. Ceile. Beruntung sekali Bu Tami memiliki anak-anak yang tetap memerhatikan dirinya. Karena kasus anak yang melupakan sang muara kasih ketika sudah mapan dan banyak uang bukan hanya isapan jempol belaka. Namun, hal itu tak terjadi pada Bu Tami.Bahkan ia mendapat jatah bulanan dari kedua menantunya. Nasya dan Arsyil selalu memberi uang bulanan untuk Bu Tami. Jika Nasya diminta tolong oleh Abib agar menyampaikannya, begitu pula dengan Amira yang meminta kepada sang suami untuk melakukannya. Katanya, agar mertua dan menantu bisa semakin akrab. Walau awalnya menolak, tetapi mereka tetap ingin Bu Tami mau menerimanya. Bagaimanapun, Arsyil bisa sukses karena peran dan dukungan seorang istri. Pun dengan Nasya yang dibantu oleh kepiawaian Abib dalam mengembangkan perusahaan
Seminggu berlalu setelah Riana resmi dijadikan tersangka atas tuduhan pembakaran rumah istri dari almarhum Wandi Pranoto. Di depan polisi dan juga keluarga Bu Tami, wanita itu hanya diam tak membantah. Seolah-olah diamnya memang sebuah jawaban atas apa yang sudah dia lakukan. Bu Tami menangis di hadapan Riana. Ibu dari Amira dan Abib itu meminta maaf jika keputusan Wandi membuat ibu dari Riana frustrasi sampai gila dan akhirnya meninggal tanpa mendapatkan keadilan. Bukankah seharusnya Riana yang meminta maaf? Ah, terkadang drama kehidupan memang selucu itu. Walau Bu Tami tak salah apa-apa, tetapi sebagai sesama wanita yang perasaannya halus dan mudah tersentuh, ia tetap meminta maaf atas nama almarhum bapak dari kedua anaknya. Di akhir jam besuk, wanita paruh baya itu bahkan tak segan memeluk Riana. “Maafkan kami, Nak.” Air mata tulus mengalir dari mata Bu Tami. “Tolong maafkan suami saya, biar dia bahagia di san
Ponsel Arsyil berdering tepat ketika ia baru saja pulang kerja. Sebuah panggilan masuk dari kantor polisi. Kening suami Amira berkerut.“Halo. Selamat sore, Pak!”‘Selamat sore, Pak Arsyil. Kami mau mengabarkan hasil dari perkembangan kasus yang sudah tim kami selidiki.’“Baik, Pak. Silakan!”Arsyil duduk di sofa ruang tamu dengan tatapan penasaran dari sang istri. Melihat gelagat istrinya yang tentu sangat penasaran, Arsyil langsung me-loud speaker suara di seberang sana. “Dari kepolisian,” ucap Arsyil lirih. Amira pun mengangguk paham.‘Tim kami berhasil menemukan barang bukti yang tertinggal di TKP kebakaran rumah mertua Anda.’Arsyil dan Amira membenarkan duduknya dan lebih saksama dalam menajamkan pendengaran.‘Sebuah sarung tangan yang diduga dipakai oleh pelaku. Walau hanya sebelah, tim forensik berhasil mengidentifikasi sebuah sidik jari.’“Siapa pelakunya, Pak?” sela Amira tak sabar.‘Dari hasil fingerprint scanner, sidik jari tersebut milik seorang wanita bernama Riana Lar
Amira belum bisa memejamkan matanya walau ia sudah cukup lelah. Sebuah fakta yang baru ia ketahui tentang siapa Riana membuat istri Arsyil kian gelisah. Jika benar ia datang kembali untuk balas dendam, apakah mungkin jika dulu Dewo berselingkuh dengan Riana lantaran wanita itu yang sengaja menggoda suaminya lebih dulu? Alasannya tentu saja untuk menghancurkan rumah tangga Amira sebagai putri dari Wandi. Dan kini wanita itu ingin lanjut part dua, begitu? Benar-benar keterlaluan! Amira mengembuskan napas panjang dengan memunggungi Arsyil. Namun, dua detik kemudian helaan itu berubah menjadi sebuah desahan. Tentu saja karena aksi nakal dari sebuah tangan. Ya, itu adalah tangan Arsyil yang kembali menjelajah di depan tubuh sang istri. Dua sejoli itu memang masih polos tanpa sehelai benang dalam satu selimut. Mereka baru saja selesai melepas birahi di tempat yang semestinya. Halalan toyyiban. Tentu saja ak
Bukan rahasia umum lagi saat Wandi mendadak membatalkan pertunangannya dengan Rita. Desas-desus yang berembus pun sampai di telinga Tami. Gadis ayu berbalut hijab itu pun merasa kasihan pada pria tersebut. Sudah mencintai sepenuh hati, tapi malah dikhianati. Sungguh miris sekali. Namun, siapa sangka jika takdir malah mempersatukan mereka setelah setahun Wandi mengubur harapannya? Ya, Tami dan Wandi berjodoh dan menikah. Kabar soal Rita yang hamil dengan sang mantan sudah hilang terbawa angin. Dua sejoli yang tengah menikmati masa-masa indah pengantin baru itu pun mendengar kabar jika Rita telah melahirkan. Namun, siapa yang menyangka jika Rita depresi setelah melahirkan seorang bayi perempuan? Sungguh hebat pakar informasi di masa kini. Detail sekali. “Semua yang kamu tanyakan jawabannya benar, Nak Arsyil. Rita memang mantan tunangan bapaknya Amira dan Abib,” jawab Bu Tami. Arsyil, Amira, dan
“Nih, Lus, buat gantiin baju syar’i yang gue pinjem!” Riana meletakkan lima lembar pecahan uang seratus ribu di meja depan Lusi, wanita yang sudah membesarkan Gaby, putrinya bersama Dewo. “Kenapa diganti uang, Ri? Bajunya mana?” “Udah kotor. Dahlah, mending lu beli lagi aja. Kurang enggak segitu?” “Cukup, sih.” “Oke. Lu beli aja yang baru.” Riana menyandarkan tubuhnya di sofa, sementara Lusi menatapnya dengan cukup heran. “Kamu dari mana, sih, Ri? Tumben pinjam gamisku segala?” “Ada casting jadi ukhti-ukhti solehah. Tapi gue enggak lulus, gue lupa kalau diri gue dah bobrok.” Lusi terkekeh. Wanita berhijab lebar itu pun belum lama hijrah. Jadi masih dalam tahap belajar juga. “Dewo udah jadi nengokin Gaby, Lus?” Lusy mengangguk. “Udah. Bahkan dia ngobrol banyak sama Ma
Di TKP, para warga sudah berbondong-bondong mengalirkan air dari selang dan juga menggunakan ember. Tak berapa lama setelahnya, sirene mobil pemadam kebakaran pun berbunyi.Kobaran api cukup besar hingga membuat warga kewalahan jika hanya memadamkan kobaran api dengan cara manual. Bu Tami sudah menangis dalam pelukan Amira. Ia berusaha menenangkan sang muara kasih atas musibah kali ini.Adib dan Nasya datang setelah para petugas berseragam merah kombinasi kuning itu berhasil menjinakkan si jago merah. Bagian rumah yang terbakar cukup parah. Namun, Abib dan Amira berusaha meredam kekalutan sang ibu dengan membesarkan hatinya. Berjanji akan segera merenovasi rumah peninggalan almarhum bapak mereka agar kembali apik seperti semula. “Udah, ya, Bu. Apinya udah padam. Yang penting enggak ada korban. Masalah perabot dan apa pun itu bisa kita beli lagi, bisa diperbaiki ulang,” hibur Amira dengan mengusap-usap punggung ibunya.Nasya pun berada di sebelah sisi sang mertua. Saat baru datang, i
Pak haji langsung menurunkan kaca mobilnya ketika melihat warga lain yang tengah berjalan. Mereka dua orang. Hanya dengan lambaian tangan, dua pemuda itu pun mendekat.“Eh, Pak Haji Mukhlas, mau ke mana, Pak?”“Saya ada urusan di kompleks sebelah. Tapi, kebetulan ada yang mencurigakan, makanya saya berhenti dulu."“Mencurigakan gimana, Pak?”“Tuh, lihat!” Telunjuk pak haji mengarah pada seseorang yang terlihat aneh.“Itu siapa, Pak?”“Yo ndak tahu, kok tanya saya.”Pemuda satunya terkekeh mendengar jawaban pak haji yang sempat legendaris dengan sebutan YNTKTS.“Gerak-geriknya mencurigakan. Bukan Mbak Mira, deh, kayaknya. Bu Tami apalagi.”Pak haji dan seorang lagi mengangguk.“Samperin, yok! Takutnya pelaku pelemparan kaca rumah Bu Tami beberapa hari yang lalu. Atau jangan-jangan ... dia mau lanjut prat dua?”“Part, Beg*k! Bukan prat."“Iya, itu maksudnya.”Pak haji pun turun mengikuti dua pemuda tersebut. Wanita itu tampak tak sadar jika gerak-geriknya sudah diikuti oleh tiga orang d